Joseph menghembuskan nafasnya dengan kasar.
“Saya langsung to the point aja ya kalau saya ingin kamu merawat anak-anak saya.”
“Apa?” pekik Winda dengan keras, sehingga menarik perhatian pengunjung lain yang ada di restoran itu.
“Nggak usah lebay gitu juga kali, kamu nggak malu apa dilihatin banyak orang?” kata Joseph.
Winda langsung menatap ke sekitarnya dan benar saja. Banyak orang yang sedang melihat ke arahnya dan Winda sangat malu saat ini. Ia lupa jika sekarang ia sedang berada di restoran mahal, yang pastinya akan ada orang-orang berkelas di sini. Mungkin mereka merasa terganggu dengan suara Winda.
Winda kembali melihat Joseph. “Saya nggak salah dengar kan? Kamu mau saya merawat anak-anak kamu?”
Joseph menganggukan kepalanya.
“Kamu enak banget ya kalau ngomong. Saya ini seorang guru, bukan seorang pengasuh anak.” Ujar Winda.
“Saya juga tau kalau kamu itu seorang guru bukan pengasuh anak. Tapi saya mohon jangan tolak keinginan saya.” Kata Joseph.
“Atas dasar apa kamu seenaknya suruh-suruh saya? Kita aja baru kenal tadi. Lagian, kan kamu punya banyak pelayan di rumah. Pastinya mereka bisa merawat anak-anak kamu dong.” Kata Winda.
“Tapi saya pengennya itu kamu yang merawat mereka. Kamu juga udah dekat sama anak-anak saya.” Ucap Joseph.
“Ralat, saya cuma dekat sama Arka aja. Dan kayanya Varrel nggak suka deh sama saya.” Ucap Winda.
“Itu gampang, kamu hanya melakukan pendekatan saja dan seiring berjalannya waktu Varrel akan dekat sama kamu.” Jelas Joseph.
“Nggak, saya tetap nggak mau. Kamu pikir saya nggak punya kerjaan apa?” kata Winda.
“Saya tau kamu punya kerjaan, tapi kamu bisa ngelakuinnya habis kerja kan.” Sahut Joseph.
“Sekali enggak tetap enggak.” Tolak Winda.
“Kamu jangan nolak keinginan saya. Saya janji akan memberikan kamu apapun yang kamu mau sebagai imbalannya adalah uang, apartemen, mobil mewah, rumah, atau semuanya. Terserah kamu, apapun itu aku berikan deh.” Bujuk Joseph.
Ada rasa sakit yang dirasakan Winda saat ini. Apakah karena Joseph yang menilainya seperti itu.
“Kamu pikir dengan uang kamu itu, kamu bisa melakukan apapun? Saya nggak butuh uang atau kekayaan kamu itu.” Ujar Winda.
“Oh ya? Tapi semua orang butuh uang, itu termasuk salah satu kamu kan?” kata Joseph dengan sombong.
“Saya memang butuh dengan uang untuk kebutuhan saya. Tapi saya sudah punya jaminan yang cukup, sebagai seorang guru. Lebih baik kamu kasih aja uang kamu buat orang yang lebih membutuhkannya.” Ucap Winda dengan kesal.
“Pliss Win, bantu aku ya.” Kata Joseph dengan memohon.
“Nggak.” Ucap Winda.
“Ayolah Win, kamu mau ya. Apapun yang kamu minta, aku akan kabulkan deh. Plisss” ucap Joseph dengan memohon lagi.
“Nggak, sekali nggak tetap nggak. Kalau begitu aku permisi dulu.” Ucap Winda.
Winda langsung mengambil tasnya dan pergi dari tempat itu, meninggalkan Joseph. Masa bodo dengan tagihan makanannya. Laki-laki itu yang mengajaknya, maka laki-laki itu juga yang harus mentraktirnya.
Joseph hanya diam saja melihat kepergian Winda, ia tidak mencegahnya sama sekali. Ia yakin jika Winda akan berubah pikiran nantinya. Karena baginya, uang akan menyelesaikan segalanya.
Jangan lupa dukungannya ya teman-teman semua. Biar Author bisa lanjut lagi.
Terima kasih🙏
Selamat membaca💖
Hari libur adalah hari untuk menghabiskan waktu bersama keluarga. Tapi tidak bagi Winda, karena dia harus menghabiskan hari libur seorang diri. Winda sudah tidak memiliki keluarga sejak 8 tahun yang lalu. Pada saat orang tuanya meninggal dalam kecelakaan.
Sebenarnya Winda memiliki tiga orang sahabat, namanya Ella, Marlina, dan Merry yang selalu menemani Winda kapan pun. Ella lima tahun lebih tua darinya. Ia juga sudah menikah dan memiliki seorang anak. Dan pasti saat ini sedang menghabiskan waktunya bersama keluarga kecilnya.
Jam sudah menunjukkan pukul 15.00 sore dan Winda merasa bosan di apartemen. Ia memutuskan untuk berbelanja ke mall. Kebetulan saat ini persediaan kulkas dan kebutuhan sehari-harinya sudah habis.
Winda langsung mandi dan bersiap-siap selama 30 menit. Dia menggunakan baju berwarna biru dan celana jeans panjang. Tidak lupa Winda juga mengikat rambutnya sehingga memperlihatkan leher jenjangnya. Lalu Winda memoleskan sedikit make up di wajahnya.
Setelah selesai, ia mengambil tas salempang nya dan langsung pergi ke mall menggunakan mobil harrier kesayangannya.
***
Hari ini Joseph memutuskan untuk menghabiskan waktu bersama anak-anaknya, Varrel dan Arka. Karena kemarin dia sudah berjanji untuk mengajak mereka jalan-jalan ke mall. Mereka sangat antusias mendengarnya, karena Joseph jarang menghabiskan waktu bersama mereka.
Joseph sudah siap dengan kaos polos biru dan celana pendek. Tidak ketinggalan juga kacamata hitam yang bertengger manis di hidungnya.
"Daddy, aku sudah siap. Ayo kita pergi sekarang, Dad! Aku udah nggak sabar pergi kesana sama Daddy." Kata Arka yang merupakan anak bungsu sambil menarik tangan Joseph.
"Iya sayang, kita pergi sekarang. Tapi dimana Abang kamu?" Tanya Joseph.
"Palingan juga Abang belum siap, Dad. Bang Varrel kan lambat kaya siput." Jawab Arka.
"Siapa bilang Abang lambat? Buktinya sekarang abang udah siap." Ucap Varrel anak sulung Joseph yang entah dari kapan sudah berdiri di sampingnya.
Arka melepaskan tangan Joseph dan berjalan mendekati Varrel. "Aku yang bilang. Memang tadi abang gak dengar? Lagian abang kan memang lambat. Buktinya aku sama Daddy udah siap duluan."
"Abang udah siap dari tadi ya. Tapi abang tunggu di bawah." Ucap Varrel sambil melipat tangannya di dada.
Joseph mendekati keduanya. "Oke boys hentikan perdebatan kalian ini! Kalau enggak, kita nggak jadi pergi ke mall."
Varrel dan Arka menoleh ke arah daddynya. "Sorry Dad." Ucap keduanya kompak.
Joseph tersenyum melihat anak-anaknya, "It's okay. Sekarang kita berangkat."
Mereka berjalan ke luar rumah menuju mobil mewah yang sudah terparkir di sana. Joseph baru saja ingin masuk ke mobil sebelum suara kedua anaknya menghentikan gerakannya.
"Sekarang Arka yang duduk di depan sama Daddy. Bang Varrel duduk di belakang aja!" Ucap Arka pada abangnya.
"Nggak. Abang yang duduk di depan, lagian kan kamu juga masih kecil, jadi duduknya di belakang aja." Ujar Varrel tak mau kalah.
"Memangnya apa hubungannya antara umur sama duduk di depan? Arka tetap mau duduk di depan, titik." Ucap Arka.
Joseph hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat kedua anaknya itu.
"Kalian berdua duduk di belakang! Dan tidak ada yang protes. Ngerti!!" Perintah Joseph.
Joseph sudah biasa melihat perdebatan kedua anaknya. Joseph sudah mengenal sifat keduanya dengan baik. Karena semenjak delapan tahun yang lalu, Joseph yang merawat keduanya. Dengan bantuan orang tua dan adiknya. Sementara ibu dari anak-anaknya sudah pergi meninggalkan mereka.
Hanya memerlukan waktu 20 menit untuk mereka sampai di mall. Perjalanan yang diisi dengan celotehan Arka dan perdebatannya dengan sang abang.
Bersambung..
Jangan lupa klik like, dan komen ya. Terima kasih🙏
Winda sudah sampai di mall dan ia langsung berbelanja bahan makanan serta kebutuhannya. Dengan teliti dia memilih dan mengambil barang yang sudah habis.
“Kayaknya ada yang kurang deh, tapi apa ya??” gumam Winda.
Winda meletakkan telunjuk kanannya di dagu, tanda ia sedang berpikir.
“Oh iya, coklat.”
Winda langsung berjalan ke tempat coklat sambil membawa keranjang belanjaannya. Dia mengambil beberapa rasa varian coklat itu. Lalu ia pergi ke kasir dan membayar semua belanjaannya.
Setelah selesai membayar, pada saat Winda sedang berjalan ke luar toko. Tiba-tiba ada seorang anak kecil yang menabraknya. Untung saja barang belajaannya tidak sampai terjatuh.
“Maafkan aku, hiks… hiks… hiks…” anak itu menundukkan kepalanya dan menangis.
Winda menatap anak yang menabraknya tadi. Menurut perkiraannya, mungkin anak itu berumur 6 tahun.
Winda mendekati anak itu. “Hei, kenapa kamu menangis Nak?”
Anak itu tidak menjawab, malah sekarang tangisannya semakin kencang.
“Aduh, perasaan dia deh yang nabrak. Tapi, kok malah dia yang nangis ya.” Batin Winda.
Oke, Winda mulai bingung sekarang. Dia juga mulai risih dengan tatapan yang diberikan orang-orang di sekitarnya. Pasti mereka mengira bahwa Winda yang membuat anak itu menangis.
Winda memegang dagu anak itu, sehingga membuatnya mendongak.
“Sayang, udah ya nangisnya. Nanti tante kasih kamu coklat atau ice cream deh.”
Bujukan Winda berhasil, anak itu berhenti menangis.
“Beneran?” tanya anak itu sambil menghapus jejak air mata di pipinya.
Winda tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Kemudian dia menuntun anak itu untuk duduk di kursi yang ada di dekat mereka.
Winda mengambil coklat di kantong belanjaannya.
“Ini buat kamu ganteng.” Ucap Winda sambil menyodorkan coklat pada anak itu.
Anak itu langsung mengambilnya dan melahapnya dengan semangat.
“Tadi nangis, sekarang lahap banget makan coklatnya. Aneh.” Batin Winda.
Dalam sekejap coklat itu sudah habis. Mungkin karena terlalu bersemangat, membuat noda coklat berada di sekitar bibir anak itu.
Winda mengambil sapu tangan yang selalu ia bawa di dalam tas dan membersihkannya.
“Terima kasih, Mommy. Coklatnya enak banget, Arka suka.” Ucap anak yang bernama Arka itu.
“Mommy?” Winda membeo.
Anak itu menganggukkan kepalanya dengan antusias.
"Iya, Mommy. Arka boleh kan panggil Mommy?"
"Hmm. Jadi gini Nak, kamu kan baru kenal sama tante dan kita juga baru ketemu sekarang kan. Gak mungkin kan kamu langsung panggil tante dengan sebutan Mommy. Nanti kalau Mommy kamu dengar gimana? Pasti Mommy kamu bakal sedih, karena anaknya yang cantik ini panggil orang lain dengan sebutan Mommy. Jadi, kamu panggil tante aja ya sayang." Bujuk Winda.
Raut wajah Arka tiba-tiba berubah menjadi murung. "Arka udah nggak punya Mommy."
Winda terkejut, dia jadi merasa bersalah sekarang.
"Maafin tante ya sayang. Tante nggak tau." Ujar Winda sambil mengelus puncak kepala Arka.
"Jadi, Arka bolehkan panggil mommy?" Tanya Arka dengan penuh harap.
Winda jadi tak tega dengan anak ini. Tapi tidak mungkin kan dia mengizinkan anak yang baru di kenalnya memanggilnya dengan sebutan mommy. Winda tidak tahan dengan tatapan dengan penuh harapan dari Arka.
Oke, tidak masalah anak ini memanggilnya mommy. Toh, hanya sebatas panggilan kan.
Winda tersenyum. "Hmm.. ya udah deh. Kamu boleh panggil tante dengan sebutan mommy."
"Beneran?" Tanya Arka dengan mata berbinar.
Winda hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban dan Arka langsung berhambur ke pelukan Winda.
"Oh iya sayang, kamu kesini sama siapa?" Tanya Winda.
Arka melepaskan pelukannya dan menjawab, "Sama daddy dan abang."
"Tapi kok kamu bisa sendiri. Dimana mereka?" Tanya Winda penasaran.
"Enggak tau. Arka tadi pengen banget makan ice cream. Jadi Arka langsung kesini deh." Sahut Arka.
"Kamu memangnya gak bilang ke mereka?" Tanya Winda.
Arka menggelengkan kepalanya.
"Lain kali, kamu nggak boleh gitu lagi ya. Sekarang pasti mereka lagi khawatir sama kamu." Ucap Winda.
Tiba-tiba perut Arka bunyi, yang menandakan bahwa ia sedang lapar.
"Kamu lapar?" Tanya Winda.
"Iya mom. Arka belum makan siang." Jawab Arka.
"Ya udah, sekarang kita ke restoran dulu, habis itu baru cari daddy dan abang kamu."
Mereka pun pergi ke restoran yang berada di lantai satu mall itu. Kemudian mereka memesan makanan.
"Nak, gimana ciri-ciri daddy sama abang kamu? Biar nanti kita gampang nyari nya." Tanya Winda pada Arka.
"Daddy sama abang aku itu orangnya ganteng banget. Pokoknya ngalahin artis papan atas deh." Sahut Arka dengan percaya dirinya.
Winda yang mendengar jawaban dari Arka hanya bisa membulatkan matanya.
"Bukan gitu Nak. Maksudnya daddy kamu itu orangnya gimana? Apa tinggi, putih, gemuk, atau yang lainnya." Ucap Winda.
"Oh kayak gitu. Daddy itu tinggi, putih, hidungnya mancung, daddy itu nggak gemuk tapi berotot."
Winda hanya menganggukkan kepalanya. Tak lama makanan yang mereka pesan pun tiba. Mereka langsung memakannya. Setelah selesai makan, mereka memutuskan untuk mencari daddy dan abang Arka.
Winda dan Arka mencari di mall tersebut, tapi hasilnya nihil.
"Mom, Arka capek nih muter-muter terus. Mendingan kita telpon daddy aja." Kata Arka yang membuat langkah Winda terhenti.
"Memang kamu hafal nomor handphone daddy kamu?"
"Hafal. Kata daddy buat jaga-jaga kalau tiba-tiba Arka nyasar." Ucap Arka dengan polosnya.
Winda membulatkan matanya.
"Kok kamu nggak bilang dari tadi sih?" Ucap Winda.
"Mommy kan nggak nanya. Jadi ya Arka nggak bilang."
Mulut Winda terbuka lebar mendengar jawaban yang diberikan Arka.
Winda segera mengambil handphonenya di tas.
"Berapa nomor nya?" Tanya Winda.
Arka menyebutkan beberapa angka yang langsung di ketik oleh Winda.
*****
Joseph sedang berjalan bersama anak-anaknya, setelah lama bermain.
"Sekarang kalian mau main apa lagi?" Tanya Joseph pada anak-anaknya.
"Kalau Varrel sih terserah daddy aja." Sahut Varrel.
Joseph menghentikan langkahnya, ada yang aneh di sini. Biasanya Arka akan menjawab dengan antusias.
"Loh, Arka kemana?" Tanya Joseph pada Varrel saat menyadari bahwa Arka tidak ada.
"Varrel nggak tau, dad. Tadi kan ada di samping Daddy. Kok sekarang nggak ada, ya." Jawab Varrel sambil melihat sekitarnya.
"Aduh, Arka kok bisa ngilang gini sih. Ya udah sekarang kita cari Arka."
Mereka mencari Arka di setiap sudut mall. Mereka juga menanyakan kepada orang-orang di sekitar sana yang mungkin dapat melihat Arka. Tapi hasilnya nihil.
"Dad, kalau Arka di culik sama penjahat gimana? Kita udah cari di semua tempat, tapi nggak ada." Ujar Varrel.
"Adik kamu pasti masih disekitaran sini dan baik-baik saja. Jadi jangan berpikiran yang macam-macam."
Drrt... Drrt...
Handphone milik Joseph berbunyi dan ia segera mengangkatnya.
"Halo."
"Halo. Apa benar ini nomor daddy nya Arka?"
"Iya, benar. Tapi saya sedang berbicara dengan siapa ya?"
"Saya Winda, Winda Alexandra. Sekarang Arka lagi sama saya."
"Sekarang kalian dimana? Kok dia bisa sama kamu?"
"Kita lagi ada di lantai satu. Di depan toko pakaian pria. Ceritanya panjang, kamu kesini aja."
"Oke, sekarang juga saya kesana."
Joseph langsung mematikan sambungan telponnya.
"Arka udah ketemu dad?" Tanya Varrel.
"Udah. Ayo, sekarang kita ke bawah! Arka ada di sana."
...Jangan lupa dukung karya ini dengan Like, comment, gift 🌹 dan vote ya....
...Bantuan jempol kalian membantu Author untuk semangat menulis🤗...
...Terima kasih🙏...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!