Namaku Joana aku mahasiswi di salah satu Universitas terbaik di kotaku. Aku tinggal bersama orangtuaku di Pulau Sumatera tepatnya Provinsi Sumatera Utara. Aku tinggal di Kota Medan, kini aku berusia 21 tahun aku mahasiswi tahun ke-4. Memasuki tahun ke-4 aku sangat bersemangat karena mata kuliah yang sangat ku tunggu-tunggu akhirnya bisa ku ambil, mata kuliah PKL (Praktek kerja lapangan).
Aku sangat bersemangat karena di mata kuliah ini kami para mahasiswa di fakultas ku akan diberikan kesempatan berbaur dengan masyarakat dan tinggal bersama masyarakat, bersosialisasi langsung dengan masyarakat selama 45 hari. Bagaimana aku tidak bersemangat ketika aku tau kami akan ditempatkan di desa yang dekat dengan pantai, ya bagiku itu waktunya liburan.
Namun ternyata, tanpa kusadari aku akan menerima kejutan yang tidak akan pernah ku lupakan dalam hidupku, pengalaman hidup yang akan terus menghantuiku selama aku bernafas. Hal yang tidak pernah ku bayangkan akan ku alami, hal yang menurutku itu tidak ada, hal yang dulu selalu ku tepis jika seseorang menceritakan itu padaku.
Bagiku apa yang ada di dunia ini hanya yang nyata yang terlihat dan bisa disentuh, hal lain yang tidak bisa kulihat aku meyakini bahwa itu hanya lahir dari dalam alam bawah sadar manusia sama halnya dengan setiap khayalan yang ada dalam setiap pikiran manusia. Bagiku hal seperti itu jika pun terjadi hanya akan terjadi di segelintir orang, hal yang sulit diterima dengan logika, sulit diterima dengan akal sehat dan sangat tidak mungkin jika terjadi padaku.
Namun, aku mengalaminya, merasakan hal itu sekarang nyata adanya bagiku bahkan sangat nyata dan tidak bisa ku jelaskan dengan kata-kata. Ketika mengalaminya aku sangat takjub, takjub betapa hebatnya ada hal yang seperti ini, hal yang tidak bisa ku jelaskan dengan akal sehat. Walaupun berulang kali mencoba mencari logikanya agar dapat dijelaskan dengan mudah namun tidak pernah ku temukan logikanya.
Aku juga tidak pernah menyangka aku akan jatuh cinta dengan seorang pria yang bukan tipeku sangat tidak tipeku, bahkan keinginan ku untuk memulai percintaan di masa-masa akhir kuliah tidak pernah terpikirkan olehku. Karena memikirkan judul skripsi saja sudah cukup membuat isi kepalaku penuh tidak ada ruang untuk hal lain.
Namun ternyata ruang itu tidak hanya ada di sana, di pikiranku, ternyata ada ruang kosong dalam diriku yang ingin terisi juga dan tanpa kusadari aku membukanya perlahan dan membiarkan ruang itu diisi dengan mudahnya.
Membuatku lupa tujuan utamaku, namun membuat sisi lain dari diriku itu terdeteksi sedikit demi sedikit. Bahkan aku yang punya diriku tidak tau bahwa sisi lain itu ada dalam diriku, sungguh hal ini tidak pernah terbayangkan olehku namun ternyata ada padaku.
Inilah kisah ku, dimulai di sebuah desa yang terletak 75 km dari tempat aku tinggal, sebuah desa kecil bernama Desa Tanjung Beringin. Desa kecil yang asri, indah, dengan pesisir pantai yang sangat indah dihiasi pasir putih, kerikil kecil serta aroma laut yang membuatku merasa tenang awalnya.
Namun ternyata menyimpan segudang misteri yang hingga kini menyelimuti pikiranku dengan berbagai pertanyaan yang tidak akan pernah kutemukan jawabannya. Namun dapat ku simpan dalam diriku untuk sebuah kenangan dan pembelajaran hidup.
Berawal dari...
To be continue.
Aku menyiapkan baju-baju yang akan kubawa, seperti yang kalian tau jika seorang wanita hendak pergi ke suatu tempat dalam jangka waktu 1 sampai 2 hari saja mempersiapkan begitu banyak perlengkapan. Ya begitulah seorang wanita banyak perlengkapan untuk hidup yang harus disiapkan, apalagi jika hendak pergi selama 45 hari, sudah kebayang kan seperti apa barang yang akan kubawa.
Aku menyusun semua baju, celana, skincare, catokan, sisir, perlengkapan mandi, handuk, sepatu, sandal, jaket sampai-sampai aku kewalahan sendiri bingung apakah harus membawa sebanyak ini. Aku dibantu oleh bidadari di rumah kami ya benar sekali dia adalah ibuku yang paling cantik namun juga sangat galak.
“Kak, apa kau sudah mempersiapkan barang yang akan kau bawa?” teriak ibu dari dapur yang sedang memasak untuk makan malam.
"Sudah mom, ini sedang ku bereskan." Sahutku dari kamar sembari sibuk memilih baju mana yang harus kubawa.
“Mom, mom, oo mom, duh kemana sih mamak kok dari tadi aku dicuekin.” Gumam ku dalam kamar.
“Mamak, mamak, o mak.” Panggilku berulang kali, karena tidak ada jawaban, dengan berat hati aku keluar dari kamar untuk menghampiri mamak (dengan wajah sedikit cemberut).
Aku disambut ketawa tipis ibuku yang sedang duduk dimeja makan, “mamak kok dari tadi aku panggil gak jawab aku sih, kan lagi duduk disini,” ucapku sedikit kesal.
Ibuku tertawa tipis, “kalau sudah malam itu jangan teriak-teriak kak, kan mamak di dapur usaha dong nyamperin mamak, masa mamak terus yang nyamperin kau. Kau kan tau mamak sedang sibuk menyiapkan makan malam sambil liat live di hp." Ucap ibuku sembari tertawa kecil seperti meledekku.
“Iya deh, maaf ya mak. Mak, apalagi ya yang harus ku bawa aku bingung mak kok makin lama aku susun barang ku semakin bertambah aku harus bawa berapa tas," ucapku sembari jalan duduk di kursi meja makan di samping ibuku yang sangat sibuk dengan handphonenya.
“Kakak tuh kebiasaan deh, kalau mau pergi-pergi pasti tasnya banyak, kurang banyak. Yang paling penting saja kakak yang dibawa jangan semua isi lemari dan kaca rias mu. Emangnya kamu disana mau jualan ??” tanya ibuku sambil menoleh ke arahku.
“Ya itu, makanya mak ayo tolong bantuin aku susun barang. Dan tolong di periksa ya mak apa masih ada yang tinggal, kalau aku kelupaan gimana nanti siapa yang antar kesana, yakan.” Ucapku sambil memegang lengan ibuku dengan wajah memelas agar ibu mau membantuku menyusun barang ku ke tas.
“Iya iya, sebentar mamak cuci tangan dulu,” ibuku jalan menuju kamar mandi.
Sambil berjalan dari kamar mandi menuju meja makan ibuku berkata, “kau tuh udah dewasa juga tetap juga harus sama mamak, gimana dong nanti kalau merantau apa mungkin mamak ikut bareng kau. Tapi gakpapa ya kak, mamak ikut aja tinggal bareng kau ya,” ucap ibuku tersenyum sambil menggodaku.
“Kalau itu sih namanya mamak yang mau.” Ucapku sambil jalan menuju ke kamarku. Ibuku tertawa lepas sambil menyusul ku menuju kamarku.
Sesampainya di kamarku ibuku langsung duduk di kasurku melihat semua barang yang berserakan di tempat tidur dan dilantai.
“Ya ampun kakak, gak harus sebanyak ini juga yang dibawa. Kakak mau pindah atau gimana? Mamak kan gak usir kakak dari rumah,” ucap ibuku sambil menatapku dan menggelengkan kepala.
“Ihh mamak, udah ah bantuin kakak aja beresinnya jangan di ledek mulu," ucapku sambil menatap mamak dengan bibir yang manyun.
“Ya sudah, beresin lah biar mamak pantau apa yang harus dibawa apa yang tidak. Kalau mamak bilang itu tidak penting jangan masukkan ya kak, oke." Ibuku berkata sambil menatapku dengan serius.
“Iya, iya mak." Ucapku mengiyakan perkataan ibuku.
Dalam hati aku bergumam, "tau gini aku sendiri aja, maksudku mamak bantuin beresin bukan liatin doang mamakku sayang," ku tatap ibuku dengan wajah memelas sambil menghela nafas.
“Ayo, ayo cepat kak, sudah malam kok malah liatin mamak. Iya tau kok kak mamak cantik,” ucap ibuku sambil tersenyum puas melihat tatapanku.
Ku lihat ibuku sembari aku menarik nafas panjang dan tersenyum lebar tapi tidak ikhlas. Ku susun semua bajuku dan perlengkapan ku sesuai dengan perintah ibu ratu, ya walaupun sedikit kesal tapi aku puas karena semua barang yang ku bawa jadi tidak terlalu banyak.
Ku susun semua barang ku dengan cepat, setelah aku selesai berkemas ku lihat barang bawaan ku ya setidaknya tidak lebih dari yang ku bayangkan. Aku membawa satu tas ransel yang cukup besar, satu koper dan satu tas besar, aku lega barang-barang ku tidak sampai lima tas. Ibuku pun berdiri keluar menuju pintu kamar sebelum keluar dari kamarku ibuku mengatakan.
“Kak langsung tidur ya besok kan harus bangun pagi, disana jangan teledor ya ingat semua yang kau bawa susun dengan rapi. Gimana pun kau disana tidak sendiri kan bareng teman-temanmu yang lain jangan sampai barang kalian hilang dan saling tertukar. Ingat ya kak harus sopan jangan sembarangan di desa orang, paham kan maksud mamak.” Ucap ibuku serius.
“Iya mak, kakak bakal hati-hati kok, makasih ya mak. Good night mamakku sayang.” Balasku sambil tersenyum melihat ibuku.
Ibuku langsung keluar dari kamarku menutup kembali pintu kamarku, aku langsung menjatuhkan diriku ke kasurku sambil berdialog dalam pikiranku. Apa aku bisa ya sebulan lebih tanpa ibu, apa aku bisa tidur rame-rame, apa aku bisa ya bantu teman-teman serumah ku masak, apa aku gk akan merepotkan mereka nantinya. Itulah yang berkecamuk dalam pikiranku. Sambil menghela nafas aku memeluk guling ku, berdoa dan tertidur dengan pulas.
To be continue.
Pagi pun tiba aku bergegas bersiap untuk pergi ke kampus tempat dimana kami berkumpul dan pergi menuju Desa Tanjung Beringin. Sesudah aku bersiap, aku diantar oleh ayah ke kampus, kami pergi mengendarai mobil ayah, semua barang ku masukkan ke dalam mobil aku berkata kepada ayah.
“Yah, aku aja yang nyetir perginya. Ya, boleh ya yah.” Aku memohon pada ayah dengan wajah memelas. Ayah menatapku dengan menyatukan alisnya.
“Ayah tau putri ayah sudah dewasa, tapi kali ini ayah ingin menyetir untuk tuan putri. Apakah tuan putri berkenan??” tanya ayah padaku sambil menggodaku dan tersenyum.
“Ihh ayah, yaudah deh kalo gak boleh bilang saja gak boleh ayah, gak usah menggodaku seperti itu.” Aku berbicara sambil membuka pintu mobil dan duduk di depan di samping ayah.
Ayah tertawa melihat tingkahku dan berkata, “jika tidak seperti itu putri ayah akan lebih keras dari ayah,” menarik hidungku yang mancung.
“Ayah...” Balasku sambil menatap ayah dan memakai seat belt.
Sesampainya di kampus aku langsung turun, menurunkan semua barang-barang ku, sebagian temanku tercengang melihat apa yang ku bawa namun belum ada yang berani bicara karena ayahku masih berada di sampingku. Ayah membantuku menyusun barang-barang ku di bus kampus yang akan kami pakai, semua barang sudah tersusun rapi oleh ayahku aku tinggal nunggu pengarahan dan giliran absen, setelah itu aku bisa langsung duduk di dalam bus.
Sebelum aku berkumpul dengan teman-temanku aku berpamitan dengan ayah, ayah memelukku sebentar dan mencium keningku sambil mengatakan nasehat-nasehat padaku.
“Putri ayah, hati-hati disana ya jangan mudah lengah tetap harus mawas diri dan waspada. Jangan congkak dan sepele dengan peraturan yang ada disana. Ayah tau kamu anak yang tidak pernah lupa berdoa tapi ingat kakak, berdoa memang cukup tapi akan lebih baik jika perilaku mu juga ikut kamu jaga. Mengerti kakak, kamu sudah dewasa kamu taukan apa yang bisa kamu lakukan apa yang tidak.” Ucap ayah serius.
Jawabku kepada ayah, “iya ayah, aku mengerti doakan aku juga ya ayah supaya penelitian ku, tugas-tugasku semua lancar dan aku bisa pulang dengan keadaan sehat seperti saat ayah mengantarkan aku untuk pergi.”
Entah mengapa aku ngomong seperti itu kepada ayah, ayah melirikku dengan heran namun ayah tersenyum dan berkata.
“Pasti ayah akan mendoakan putri ayah yang sangat cantik ini.” Sambil mengelus rambut ikalku.
“Aku pamit ya yah, ayah hati-hati di jalan. Ingat ya yah jaga ibuku saat aku tidak di rumah jangan keluar malam sampai bodyguard istri ayah ini pulang oke yah.” Pesanku pada ayah.
Ayah tertawa mendengar ucapan ku.
“Baiklah tuan putri.” Jawab ayah.
Aku melihat ayah berlalu mengendarai mobil, setelah ayah pergi aku berkumpul dengan teman-temanku. Saat aku menghampiri mereka, mereka berkata.
“Putri ayahnya kalau mau pergi enak ya semua dipersiapkan dengan baik, diantar sampai semua barangnya disusun dengan rapi.” Ledek salah satu teman wanitaku, dia bernama Arumi kami sering memanggilnya umi.
“Iya dong mi, akukan tuan putri.” Ucapku kepada umi sambil tersenyum lebar. Semua teman-temanku tersenyum mendengar perkataan ku.
Dua dosen kami yang bertanggung jawab dalam perjalanan kami sudah hadir, mereka menyuruh kami untuk berbaris sembari memanggil nama kami satu per satu dan menyuruh kami masuk ke bus yang sudah di pilihkan oleh mereka. Sebelum barang ku disusun oleh ayahku ke dalam bus, ayahku sudah meminta izin terlebih dahulu ke dosen kami, maka dari itu aku sudah tau aku masuk bus yang mana.
Sesudah semua masuk bus, aku duduk di kursi nomor dua di belakang supir. Aku duduk bersama temanku yang cukup dekat denganku namanya Irene.
Sedikit tentangku aku orang yang sulit bergaul dan aku lebih banyak diam. Aku tidak punya sahabat, karena aku sulit percaya dengan orang lain. Aku pernah menganggap seseorang sebagai sahabatku ternyata aku hanya seseorang yang bisa dia manfaatkan tidak ada ketulusan disana, jadi aku menyimpulkan di dunia ini semua punya batasannya masing-masing. Aku memutuskan untuk menaruh batasan untuk segala hal.
Kembali ke ceritaku.
Bus pun melaju dengan cepat, teman-teman satu bus ku menghidupkan musik melow membuatku ngantuk dan aku pun tertidur hingga sampai di tujuan. Sesampainya di Desa Tanjung Beringin aku dibangunkan oleh Irene.
“Jo, bangun kita sudah sampai semua sudah turun menurunkan barangnya, tinggal kamu karna barang mu yang paling banyak.” Ucap Irene.
“Oh udah sampe Ren, iya iya, bantuin aku ya sorry aku ketiduran.” Jawabku
“Iya gakpapa, untung kamu tuh gak dengkur.” Ucap Irene kembali.
“Emang kalau aku dengkur kenapa?” tanyaku.
"Ku tutup mulutmu!” ucap Irene tegas.
“Kejam banget sih Ren,” ucapku sambil tertawa.
“Udah ah ayo turun buruan udah sore nih kita sampe.” Ucap Irene.
“Iya, iya irene.” Jawabku.
Aku dan irene pun turun, kami bersama menurunkan semua barang-barang kami, sesudah itu kami dibariskan kembali di luar aula desa untuk dipilih menjadi satu kelompok yang terdiri dari tujuh orang, campuran perempuan dan laki-laki.
Kami ditempatkan di rumah-rumah penduduk, para dosen tidak mengizinkan kami untuk mengontrak satu rumah, jadi sebelum kami sampai di desa ini para dosen sudah bersosialisasi, membuat kesepakatan dengan masyarakat desa.
Kami terdiri dari 10 kelompok aku masuk kedalam kelompok dua, satu desa akan terdiri dari tiga kelompok. Saat dibariskan di depan aula di sebelah kiri ku, aku melihat lima orang laki-laki yang tidak ada saat kami berangkat tadi. Aku meliriknya sekilas, salah satu laki-laki di barisan itu sejajar denganku melihat terus ke arahku itu yang membuatku merasa tidak nyaman dan aku kembali meliriknya dengan memberikan tatapan tidak suka. Saat ku tatap seperti itu tiba-tiba dia berkata.
“Mau kemana dek, mau pindah ya??” sambil sedikit tertawa melihat barang-barang ku.
Aku hanya diam dan menatapnya sinis, kemudian aku mengalihkan pandanganku ke dosenku.
Gumamku dalam hati, “apaan sih lebay banget, lebih baik aku lihat dosenku dari pada melihat laki-laki aneh.” Gerutuku sambil memalingkan wajahku.
Setelah dosen-dosen menyampaikan pidatonya, para dosen memperkenalkan sepuluh orang ibu-ibu kepada kami, mereka adalah ibu yang rumahnya akan kami tinggali kami menyebutnya ibu semang. Ibu angkat kami saat kami tinggal dirumahnya nanti.
Setelah itu para dosen menyebutkan nama-nama kelompok yang akan tinggal satu rumah dengan kami. Dan aku tinggal dengan ibu Rosiana dan suaminya bapak rojak.
Aku satu kelompok dengan Tasya, Anggi, Irene, Ruth, Alexsander dan Jonathan kedua laki-laki itu abang kelasku. Mereka yang ku sebut tadi tidak terlihat saat kami berangkat dan kabar buruknya lagi orang yang meledekku dibarisan dengan melihat barang-barang ku yang banyak, dia satu kelompok denganku itu sangat menyebalkan. Dia bernama Jonathan, saat melihatnya masuk ke kelompokku rasanya kepalaku panas melihat tatapannya dan senyumnya yang meledek ke arahku. Huh sungguh menyebalkan.
Setelah kami satu kelompok dikumpulkan bersama ibu semang, laki-laki yang bernama Jonathan. Yang metupakan salah satu abang kelasku berdiri tepat di belakangku, dari belakang dia berbisik.
“Kenapa gak sekalian satu kamar aja dibawa dek, nanggung tuh.” Ucapnya.
Aku sama sekali tidak merespon, yah walaupun jujur aku sangat risih dan hampir rasanya ku tendang kakinya, aku mencoba sekuat tenaga menahan emosiku mengendalikan emosiku yang hampir memuncak. Seketika lamunanku yang fokus meredamkan emosiku disadarkan oleh Irene.
“Jo, Jo." Irena memanggilku namun yang menyahut tidak hanya aku laki-laki menyebalkan itu juga melihat ke arah Irene sambil berkata.
“Kok kamu gak sopan dek, kalau manggil aku pake kata “abang” dong, aku kan abang kelas mu." Ucap Jonathan.
Maaf bang bukan abang, aku memanggil Joana bukan abang, seketika yang mendengar itu semua tertawa dan aku pun ikut tertawa. Saatnya bagiku untuk membalasnya.
“Makanya lain kali yang jelas dong Ren, kasian kan ada yang merasa ternyata bukan dia kan malu jadinya.” Ucapku sambil melihat Irene dan melirik sedikit ke arahnya. Ternyata dia tidak habis kata-kata dia membalas ku.
“Aku lahir duluan loh dari kamu, jangan-jangan ibumu dan ibuku janjian membuat nama yang sama untuk kita.” Ucapnya sambil mengedipkan satu mata.
Dia menggodaku dengan semakin mendekat padaku ih sangat menyebalkan. Aku hanya diam tidak membalas perkataannya.
Akhirnya ibu semang kami membawa kami ke rumahnya, dari aula desa ke rumahnya tidak jauh kira-kira hanya 500 meter saja. Dari aula desa ke rumahnya kami berjalan kaki sedikit, sesampainya di rumahnya pertama kali melihat bangunannya entah kenapa perasaan dingin, merinding dan cemas datang padaku.
Sedikit tentang bangunan rumahnya. Rumah itu seperti rumah yang baru dibangun belum di cat hanya baru di plester semen, jadi rumah itu terkesan gelap ditambah cuaca yang semakin gelap karena sudah magrib. Rumahnya besar dan tinggi tampak dari luar, rumah itu memiliki taman mini sebelum sampai ke pintunya disana dipenuhi berbagai macam bunga-bunga kecil dan dipenuhi batu kerikil sepanjang jalan menuju pintu rumahnya. Indah, namun terkesan gelap ditambah lampu luarnya yang berwarna kuning.
Aku melihat rumahnya terasa sangat gelap, menyeramkan pokoknya membuatku merasa tidak nyaman, benar-benar sangat tidak nyaman. Rasanya aku ingin pindah kelompok saja, yang tadinya ingin liburan malah merasa aku akan menghadapi banyak hal selama 45 hari berada di rumah ini terlebih lagi di desa kecil ini.
Kami pun memasuki rumahnya baru saja selangkah masuk ke rumahnya kami sudah diberikan kejutan pemadaman listrik, seketika rumahnya jadi amat sangat gelap dingin dan rasanya aku mual. Karena aku tidak suka kegelapan, dan satu desa gelap membuatku merasa pusing seketika. Baru saja menginjakkan kaki sudah seperti ini apalagi selanjutnya pikirku dalam diam.
Kira-kira apa yang akan dihadapi Joana selama 45 hari di desa itu yaa...
To be continue..
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!