NovelToon NovelToon

Bunga Lily Untuk Pangeran

1. Lily

Lily berlari-lari kecil menuju kafe yang berada di sebelah gedung kantornya.

Hujan rintik-rintik membasahi wajahnya dengan lembut. Perlahan Lily menghapus wajahnya yang basah dengan tisu.

Hari ini Lily ijin pulang cepat setelah seminggu kemarin lembur menyelesaikan laporan akhir tahun. Lily melirik jam tangannya. Jam 13.25

Dia harus pulang ke Bandung. Papa masuk rumah sakit lagi. Kak Angga, Kakak tertua, tadi mengabari Lily.

Namun sebelum ke Bandung, Lily ada janji bertemu dengan Rakha sebentar.

Rakha melambaikan tangannya ke arah Lily. Duduk di kursi meja sebelah jendela kafe sehingga bisa menikmati pemandangan ke luar.

Lily terlebih dahulu memesan coklat hangat dan croissant keju kismis kesukaannya.

"Apa kabar, Ly?" sapa Rakha saat Lily tiba di meja.

"Aku baik. Kamu bagaimana?" Lily bertanya balik.

Rakha hanya tersenyum seraya mengangkat pundaknya.

"Makanlah dulu" ucap Rakha.

Lily memang tadi sengaja tidak makan siang.

Sambil menikmati croissant keju kismis kesukaannya, Lily sesekali menatap Rakha.

Lima hari yang lalu Rakha menikah dengan mantan kekasihnya, Dina. Meninggalkan Lily. Dengan alasan terpaksa menikahi Dina karena katanya wanita itu mengancam akan bunuh diri memotong nadinya dengan gunting.

Aah terdengar seperti drama. Tapi itu yang terjadi. Rakha meninggalkannya dengan alasan seperti itu.

Mereka bahkan mempersiapkan pernikahan saat Rakha masih bersama Lily. Sering antar jemput Lily. Seolah tidak ada sesuatu yang terjadi.

Bahkan dua minggu sebelum mereka menikah, Rakha masih menemani Lily pulang ke rumah bertemu Papa.

Lily mengetahui rencana pernikahan Rakha dan Dina dari dua sahabat Rakha. Dion dan Billy. Lalu seminggu sebelum mereka menikah, Rakha memberikan surat undangan kepada Lily.

Lily datang ke pernikahan Rakha bersama Billy dan Dion. Lily ingin membuktikan bahwa dia kuat dan tidak terpuruk walau Rakha meninggalkannya.

Walau sebenarnya, Lily menangis semalaman. Kecewa dan sakit hati sudah pasti. Yang membuatnya sangat berat adalah memikirkan bagaimana caranya memberitahukan Papa dan keluarganya mengenai Rakha. keluarganya tahu bahwa Rakha adalah laki-laki yang sedang dekat dengan Lily.

Malam setelah pernikahannya, Rakha menelepon Lily. Meminta waktu bertemu di hari kamis.

Dan hari ini dia sudah ada di depan Lily. Entah apa tujuannya.

"Ada yang mau disampaikan?" tanya Lily setelah makanannya habis.

"Aku minta tolong. Lily jangan dekat dengan laki-laki lain dulu" ucap Rakha membuat Lily bingung.

"Tunggu aku. Aku mau bercerai dari Dina." lanjutnya membuat Lily semakin bingung.

"Aku tahu aku salah. Aku jahat ke Lily. keputusanku menikahi Dina itu kesalahan besar dalam hidupku"

"Berikan aku waktu tiga bulan untuk menyelesaikan proses perceraianku dengan Dina"

"Tolong jangan menerima cinta dari siapapun. Tunggu aku ya, Ly"

Rakha menatap Lily. matanya penuh harap.

"Kenapa mau bercerai. Kamu baru menikah 5 hari" tanya Lily merasa aneh.

"Aku tidak mencintai dia, aku terpaksa, Ly"

"Sejak hari pertama menikah, kami sudah bertengkar hebat hanya karena hal sepele. Dia tidak bisa berbicara lembut, selalu kasar"

"Aku sadar, yang aku cintai adalah kamu" Rakha menggombal.

"Aku minta maaf ya, Ly. Aku mohon jangan tinggalkan aku ya"

"Tunggu aku, Ly. please" tatap Rakha penuh harap.

Lily tidak menjawab. Dia menatap ke luar jendela kafe seraya mencoba menghabiskan coklat hangatnya yang berangsur dingin.

"Aku tidak bisa, Rakha" ucap Lily dingin.

"Tolong kamu pikirkan lagi, Ly. Berikan aku kesempatan sekali lagi. Please"Rakha menatap Lily penuh harap.

"Aku tidak bisa, Rakha. Kamu sudah menikah. Aku punya hak untuk mencari kebahagiaanku sendiri"

"Setelah ini aku mau pulang ke Bandung. Papaku masuk rumah sakit tadi pagi" Lily melirik jam tangannya. Jam 15.22.

"Maaf, aku tidak bisa antar. Karena aku harus jemput Dina di kantornya" Rakha menatap Lily dengan perasaan bersalah.

"Tidak masalah. aku naik Ztrans travel di gedung sebelah" sahut Lily.

"Lagipula, kita sudah tidak ada hubungan apa-apa kan?"

"Keluargaku tidak ada yang mengetahui soal pernikahanmu" sambung Lily.

Bagaimana mungkin Lily memberitahu soal ini di saat papa sedang sakit.

Rakha tertunduk. sikap duduknya nampak serba salah.

"Baiklah. aku pergi dulu. sampai jumpa" pamit Lily bergegas.

"Aku antar ke kantor travel, Ly" Rakha menyusul Lily yang sudah melangkah pergi tanpa memghiraukannya.

Hanya perlu jalan kaki menuju kantor travel minibus Ztrans. Karena hanya berjarak 200 meter dari Kafe tempat mereka barusan bertemu.

"Sampai jumpa, Lily" ucap Rakha saat Lily hendak naik ke dalam minibus.

Lily hanya melambaikan tangannya dengan wajah tanpa ekspresi dan tanpa mengucapkan apapun. Sama seperti dalam perjalanan singkat tadi, Lily hanya terdiam.

Lily hanya memikirkan kondisi Papa.

Sepanjang perjalanan, pikiran Lily melayang memikirkan Papa. Semoga Papa keadaannya tidak terlalu buruk. Semoga lekas kembali sehat.

Lily menyandarkan punggungnya di kursi , lalu mencoba memejamkan mata sebentar. Hanya melepaskan penat sebentar. Lalu menahan mata untuk tidak tertidur. Dia sangat takut jika bepergian seorang diri lalu tertidur di perjalanan.

Ada enam penumpang di minibus dengan tiga baris kursi penumpang. Setiap baris hanya diisi oleh dua orang.

Lily duduk di kursi barisan pertama di belakang pengemudi. di dekat pintu.

Penumpang di sebelahnya seorang pria berbadan tinggi, berkulit putih seperti bukan orang Indonesia asli. Mungkin ada keturunan Eropa, seperti Perancis atau Inggris. Dia sedang asik membaca buku.

Empat orang di belakangnya sepertinya anak SMA yang sedang mau berlibur ke Bandung. Sepanjang jalan obrolan mereka sangat seru khas anak SMA, membuat Lily terhibur mendengarnya. Celoteh-celoteh khas anak sekolah yang ceria.

Sekitar setengah jam lagi kendaraan tiba di shuttle Ztrans Cihampelas. Lily sudah mengabari kak Angga, supaya Pak Min, Sopir Papa bisa menjemputnya.

Ponsel kantornya berbunyi. Pak Bram, atasan Lily sekaligus direktur di kantornya menelepon.

Tadi pak Bram sedang meeting, jadi Lily mengirim pesan via whatsapp bahwa Lily ijin pulang cepat karena papa sakit. Semua laporan sudah Lily selesaikan dan sudah Lily letakkan di meja pak Bram.

"Selamat sore, pak Bram. Saya ijin pulang cepat hari ini. Papa saya terkena serangan jantung"

ucap Lily.

"Baik, Lily. Saya baru baca pesan kamu. Kamu ajukan cuti saja sampai papamu pulih"

jawab Pak Bram.

"Baik, Pak. Nanti saya ajukan cuti. Terimakasih ya, Pak"

"Sama-sama, Ly. semoga Papamu lekas pulih ya. kamu yang sabar. Jangan lupa selalu berdoa untuk kesembuhan beliau ya" ucap pak Bram.

Pak Bram memang orang baik. Walaupun seorang direktur, tapi selalu memperlakukan semua karyawan seperti teman.

Baru saja Lily menutup ponsel kantor, ponsel pribadinya berbunyi.

Sebuah pesan dari Rakha

"Aku akan merindukanmu, Lily sayang"

"Semoga Papa lekas sehat ya" pesan kedua.

Hhhhhh...Lily masih bingung dengan semua yang terjadi. Dia bahkan tidak tahu bagaimana perasaannya saat ini terhadap Rakha setelah pertemuan tadi. Rasanya dia semakin enggan melihat Rakha. Pembicaraan tadi mengganggunya. Kata-kata permintaan Rakha membuat harga dirinya tersinggung. Setelah dia meninggalkan Lily, tiba-tiba dia datang dan memintanya menunggu. Lily berusaha meredam rasa marah di dadanya.

Lily membalas pesan Rakha " terimakasih"

terkesan dingin memang. Tapi hanya itu yang sanggup Lily tulis.

Lily segera memasukan ponselnya ke dalam tas.

Ciiiiiit.....braaak.

Kendaraan berhenti mendadak. Semua penumpang terkejut.

"Mohon maaf bapak dan Ibu, kendaraan di depan tiba- tiba berhenti" Bapak pengemudi nampak merasa bersalah.

"Ternyata ada kecelakaan di depan kita. Harap tidak panik ya bapak dan Ibu. Kita aman. Sebentar lagi kita sampai" lanjut sang pengemudi.

Lily meraih tasnya yang terjatuh ke bawah kursi. Penumpang pria di sebelahnya juga melakukan hal yang sama. Dia hendak mengambil bukunya yang terjatuh. Kepala mereka beradu.

"aduuh" Lily meringis pelan memegang kepalanya.

"Sorry...sorry" ucap pria tersebut. Lily menoleh dengan wajah masih meringis. Matanya.....

"kamu baik-baik saja?" pria itu bertanya.

"lumayan sedikit sakit"ucap Lily segera mengalihkan pandangannya

"tapi tidak apa-apa. hanya sakit biasa" lanjut Lily saat pria tersebut merasa kebingungan dan salah tingkah.

"syukurlah" gumamnya lega.

Kendaraan sudah memasuki shuttle Cihampelas. Lily melihat Pak Min sudah menunggunya.

Pak Min segera meraih tas bawaan Lily dan menuju mobil.

Mobil langsung menuju rumah sakit.

***

Papa berada di ruang ICU. Ada pak Yan di sana. Pak Yan adalah asisten papa sejak dulu. Selalu menemani papa kemanapun. Pak Yan dan Bu Halimah, istrinya, memang tinggal di rumah papa. Mereka tidak memiliki anak. Bu Halimah adalah orang yang membantu Mama di rumah sejak dulu.

Saat Mama meninggal Bu Halimah pun merasakan kesedihan mendalam seperti kami. Mama memperlakukan bu Halimah seperti keluarga.

Meskipun Papa tidak bisa terus ditemani di dalam ruangan. Setidaknya ada keluarga yang berjaga-jaga di ruang tunggu jika sewaktu-waktu diperlukan.

Papa mengalami serangan jantung. Menurut pak Yan, Papa tiba-tiba sesak nafas sewaktu sedang berkeliling pabrik.

Pak Yan langsung membawa Papa ke rumah sakit. Sehingga Papa cepat mendapatkan pertolongan.

Lily melihat Papa dari balik jendela kaca. Papa sedang tertidur. Tubuhnya dipasang beberapa alat dan kabel-kabel.

Papa sering sakit sejak kepergian Mama dua tahun yang lalu. Bagaimana tidak, Mama menemani Papa selama 32 tahun. Pastilah Papa merasakan kehilangan yang amat mendalam.

***

drrtttt..telepon masuk dari Ka Angga. "Kakak nanti malam sekitar jam sepuluh ke rumah sakit. Tadi ada meeting penting yang tidak bisa dibatalkan. Kakak harus gantikan Papa tadi"

"kamu pulanglah dulu. istirahat"

"Lily mau bertemu Papa, Kak" sahut Lily

"besoklah kamu ke rumah sakit lagi, ya. skarang sudah malam"

"Besok kita ketemu di rumah sakit"

"baik, Kak. Lily pulang sekarang" Lily menurut.

***

2. Ponsel Hilang

Lily merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Badannya terasa letih sekali.

Kepalanya pun terasa sakit sekarang. Untung saja dia menuruti kata Kak Angga untuk pulang dan istirahat. Kalau memaksakan menunggu di rumahsakit, bisa-bisa dia jatuh sakit.

Syukurlah pak Bram menyuruhnya cuti.

Jadi Lily bisa setiap hari mengunjungi Papa di rumah sakit untuk beberapa hari ke depan. Dan yang paling penting, dia bisa melupakan masalah Rakha sementara waktu.

Ah, dia lupa belum menghubungi HRD kantor mengenai cutinya. Yang penting info melalui whatsapp dulu. Formulir cuti bisa menyusul.

Lily meraih tasnya. Mencari ponsel kantornya tapi tak ada. Lily mengeluarkan semua isi tasnya, tak nampak juga ponselnya di sana.

Seingat Lily, selama di rumah sakit dia tidak mengeluarkan ponsel kantornya. Terakhir dia menggunakannya sewaktu di dalam kendaraan travel. Tapi dia yakin sudah menyimpannya dalam tas. Apakah mungkin terjatuh di dalam kendaraan travel, pikir Lily.

Atau di mobil papa saat pak Min jemput, bisa jadi.

Lily meraih ponselnya, menghubungi nomor ponsel kantornya. Berharap ponselnya masih bisa ditemukan.

Terhubung.

"Hallo.." suara seorang pria.

"Hallo. Maaf, Ini dengan siapa? Saya Lily pemilik ponsel yang sedang anda pegang."

"Syukurlah. Saya Yudhistira. Sejak tadi saya tunggu kamu menghubungi. Karena saya juga tidak tahu harus antar dan hubungi kemana"

Lily bernafas lega. Ponselnya ditemukan oleh orang yang baik.

"Sepertinya terjatuh sewaktu tadi tasmu terjatuh di dalam mobil travel" sambung pria itu.

"Saya menemukannya di lantai mobil. Tapi tadi kamu sudah terlanjur pergi"

"Saya yang duduk di sebelah kamu"

Ooh ternyata pria itu.

"Mau saya kirimkan kemana ponselmu?" tanya pria itu.

"Saya minta tolong kirimkan ke rumahsakit Permata Hati besok ya. Nanti biaya kurirnya saya bayar di tempat" ucap Lily.

"Oke, besok saya kabari kalau sudah siap dikirim ya"balas pria itu.

"Terimakasih banyak ya, Pak Yudhistira"

"Sama-sama" jawabnya.

Syukurlah. Banyak orang baik di dunia ini. Yang Lily sangat khawatirkan adalah ada data-data penting pekerjaan di ponsel tersebut.

Tapi nama pria tersebut sepertinya tidak sesuai dengan penampilannya yang cenderung seperti keturunan eropa. Walaupun hanya sekilas, tapi Lily cukup jelas mengingatnya. Karena postur tinggi dan wajah eropanya itu sangat mencolok dan membuat orang mudah mengingatnya. Matanya juga juga terlihat berbeda.

Aah tapi apa haknya mengurusi nama pria itu. Lily terkekeh sendiri.

***

Lily sedang di Lobby rumah sakit menunggu kurir. pengantar ponselnya. Tadi dia sudah memberi kabar kalau dia sudah di rumah sakit. Pria bernama Yudhistira itu menjawab bahwa ponselnya akan tiba sekitar tiga puluh menit lagi.

Sekarang baru dua puluh menit.

Lily menunggu di lobby sambil membaca group chat yang anggotanya adalah dia dan ketiga sahabatnya. Anna, Lita dan Wini.

Ketiga sahabatnya sejak bangku SMA itu sama-sama tinggal di Jakarta. Sekalipun mereka tinggal di kota yang sama, namun karena kesibukan masing-masing jadi jarang sekali bisa berkumpul bertemu.

"Hari Sabtu kita jenguk papa Lily, yuk" Lita mengirimkan pesan suara.

"Maaf ya pakai pesan suara, sambil ketik tugas kuliah di laptop nih" pesan suara dari Lita lagi.

"Siaap, aku mah. Sabtu ya, pagi-pagi kumpulnya. Jadi kita bisa temenin Lily juga seharian" Anna mengirimkan pesan teks.

"Wini mana, Niih?" Anna memanggil Wini.

Nampak terlihat, Wini sedang mengetik.

"Hadiiiir...aku jumat sore jalan ke Bandung sama suamiku. Sabtu pagi kita ketemuan yaa sayang-sayang akuu" ketik Wini.

"Lily maniiisss, yang sabar yaa saayaaang. InsyaaAllah, semoga Papa lekas sehat" Ketik Wini lagi.

Wini paling manis sikapnya. Dia sangat penyayang dan selalu bicara dengan lembut. Sikapnya selalu lebih dewasa.

Dari mereka berempat, Lita dan Wini yang sudah menikah. Anna baru bertunangan setahun yang lalu. Calon suaminya sedang menyelesaikan studi S2 di Inggris. Rencananya tahun ini mereka menikah setelah studi suaminya selesai.

Dan Lily, baru saja ditinggal nikah oleh Rakha. Hiks.

Lily menghela nafas panjang. Aaah ingin rasanya membuang semua ingatan tentang Rakha. Tapi di saat ini, Lily memilih tak memikirkannya. Kepalanya mendadak sakit.

Group chat masih seru dengan obrolan. Lily merasa terhibur.

Semua mendoakan kesehatan untuk Papa.

***

3. Bola Mata Berwarna Silver

"Bunga Lily?" suara seorang pria memanggilnya.

Pria itu berdiri di depan Lily. Lily mendongak, lalu segera berdiri. Masih mendongak, karena tubuh pria itu jauh lebih tinggi dari Lily.

Dia kan, pria yang kemarin duduk di sebelahnya di mobil travel, pikir Lily.

Aaah, ternyata dia mengantarkan sendiri ponselnya. Lily merasa tidak enak jadi merepotkan.

" Iya, saya Bunga Lily"

"Saya Yudhistira"

"Anda jadi mengantarkan sendiri ponselnya. Saya kira pakai jasa kurir" ucap Lily tak enak hati.

"Supaya lebih yakin kalau ponselnya diterima baik oleh kamu, jadi saya antar sendiri. Tidak apa-apa kan?" pria itu menyerahkan ponsel Lily.

"justru saya merasa tidak enak merepotkan pak Yudhistira" sahut Lily.

"panggil saya Yudhistira saja" ucapnya.

"saya masih single, belum jadi bapak-bapak" dia tersenyum. Lily jadi malu.

Memang sih usianya mungkin sekitar 29 tahun. Selisih 5 tahun sepertinya dengan Lily.

"kemarin saat kamu menelepon, muncul nama Bunga Lily di ponsel ini" kata Yudhistira.

"iya, nama saya Bunga Lily" jawab Lily. Pantas saja dia tahu nama lengkapnya. Lily memang menyimpan nama lengkapnya di kontak ponsel kantornya.

"Nama yang cantik" gumam Yudhistira membuat pipi Lily yang putih merona.

"Lebih baik kita duduk" Yudhistira mengajak Lily duduk. Lily yang masih tersipu ikut duduk.

"saya tahu ini ponsel kamu, karena ada fotomu di sana" Yudhistira mengarahkan telunjuknya ke layar ponsel kantor Lily.

Wallpapernya memang foto Lily sedang duduk di balik meja kerjanya.

"Tapi, tenang saja. Saya tidak buka isi ponselmu"ujarnya menenangkan Lily. Lily tersenyum mendengarnya.

"Terimakasih ya sudah menolong saya"ucap Lily.

"sama-sama" sahut Yudhistira

"Oh, iya. Papamu sakit apa?" tanyanya.

Bagaimana dia tahu kalau papa sakit, gumam Lily dalam hati.

"oh..maaf waktu di perjalanan dari Jakarta kemarin, saya tidak sengaja dengar kamu berbicara dengan seseorang bahwa papamu sakit"

oooh iya, Lily ingat sewaktu Pak Bram meneleponnya.

"sakit jantung papa kambuh" jawab Lily. Pagi tadi Lily sempet melihat papa, masih tertidur. Tapi kata pak Yan, menurut dokter yang merawat papa keadaan papa sudah lebih baik. Kemungkinan lusa sudah bisa masuk kamar perawatan.

"Bagaimana keadaan beliau sekarang?"

"Menurut dokter sudah lebih baik. Kemungkinan lusa sudah bisa masuk kamar perawatan"

"Papa juga sudah bisa komunikasi, hanya saja masih dibatasi. Supaya mempercepat pemulihan, harus lebih banyak istirahat"

"Semoga segera sehat dan pulih kembali. Kamu yang sabar ya" ucap Yudhistira.

"Aamiin. Terimakasih atas doanya" Lily memandang sekilas Yudhistira.

Hhhm Lily melihat sesuatu yang beda di mata Yudhistira. Bola matanya berwarna silver. Indah sekali matanya. Sejak kemarin di mobil travel, Lily memang melihat sesuatu yang menarik pada mata itu.

Baru kali ini Lily melihat bola mata berwarna silver.

"Apakah sebenarnya banyak yang memiliki bola mata warna silver? mungkin hanya aku saja yang kurang banyak ketemu orang? Atau aku jarang memperhatikan bola mata orang?. Tapi, sepertinya aku memang baru kali ini melihat bola mata seperti ini" gumam Lily dalam hati.

"kamu kerja di Jakarta?" tanya Yudhistira. Lily tersadar dari pikirannya yang sibuk tentang bola mata silver.

"iya"jawab Lily. Mata silver itu menatapnya lekat. Lily segera mengalihkan pandangannya. Menunduk sebentar mencoba menenangkan ritme detak jantung yang tiba-tiba terasa lebih kencang tak terkendali.

"aaah bisa-bisanya jantung ini berdetak kencang di saat yang tidak tepat" batin Lily seraya terkekeh sendiri.

"di daerah mana?"

"di daerah jalan Fatmawati" jawab Lily.

"aaaah, jalan Fatmawati..i see" ucap Yudhistira seraya melipat kedua tangannya di depan dadanya.

Ekspresi wajah Yudhistira nampak terkejut, namun juga seperti senang. Lily agak susah mengartikan ekspresi wajah pria di sampingnya.

"Tahu kafe Blume?" tanya Yudhistira.

"Tentu saja. Kamu suka kesana? croissant keju kismisnya enak sekali. Kamu harus coba" ucap Lily sambil membayangkan rasa croissant kesukaannya itu. Rasanya serasa terbit di lidah. Lily terpejam membayangkan rasanya.

Yudhistira nampak terkejut lagi. Tapi dia lantas tergelak pelan melihat ekspresi Lily.

Lily dengan cepat memperbaiki sikapnya. Aah bagaimana bisa aku bersikap kekanak-kanakan seperti tadi, pikir Lily.

Tiba-tiba Lily melihat Rakha muncul memasuki lobby rumah sakit. Dari kejauhan Rakha sudah melihat Lily lalu berjalan ke arahnya.

Apa yang dia lakukan di sini?, batin Lily.

Perasaan Lily menjadi tak karuan. Semua perasaan bercampur aduk tidak jelas rasanya.

Rakha tadi pagi hanya bertanya dimana papa dirawat dan Lily menjawab apa adanya bahwa papa dirawat di rumah sakit Permata Hati.

Tapi Rakha tidak memberitahu bahwa dia akan datang ke rumah sakit.

Itu sekitar dua jam yang lalu. Berarti saat dia bertanya dimana papa dirawat, dia sudah dalam perjalanan ke Bandung.

Entah kenapa Lily merasa kesal. Saat ini dia sudah tidak mau berhubungan Rakha. Tapi sekarang dia malah muncul di sini. Semoga saja dia tidak membuat masalah.

"Bagaimana kabar papamu, Ly?"

Lily masih terdiam.

"maaf, Ly. Aku tidak mengabari kalau mau datang"

ucap Rakha, Lalu dia memandang Yudhistira yang duduk di sebelah Lily.

Lily tahu Rakha sengaja tidak memberi kabar akan datang karena pasti Lily melarangnya.

"Papa masih di ruang ICU. Tapi keadaannya sudah lebih baik" jawab Lily.

"kenalkan temanku" Lily memperkenalkan Yudhistira ke Rakha.

Yudhistira mengulurkan tangannya seraya menyebutkan namanya. Disambut Rakha dengan pandangan tak suka dan terlihat tidak mendengarkan apa yang diucapkan Yudhistira.

"Rakha. Calon suami Lily" ucap Rakha.

"Eeeh, calon suami?" Lily menatap Rakha kesal.

"Kamu jangan bertingkah macam-macam ya, Kha" ucap Lily pelan dengan nada kesal. Lalu menghela nafas.

Yudhistira melihat kekesalan Lily.

"kalau begitu, saya pergi dulu ya, Lily. Semoga papamu lekas sehat ya" Yudhistira berpamitan kepada Lily, lalu mengganggukan kepala ke arah Rakha. Mata Yudhistira menatap sekilas ke jari manis Rakha.

Ada cincin melingkar di sana. Dan Lily melihat tatapan Yudhistira. Seketika dada Lily terasa sesak. Ada buliran air mata yang seperti hendak memaksa keluar tiba-tiba. Namun Lily tahan seraya menghela nafas dan menampilkan senyum. Apa yang akan dipikirkan Yudhistira tentangnya, seorang calon istri dari laki-laki beristri? Fffffhhh Rakha benar-benar mempermalukannya. Lily tidak akan sudi menerimanya kembali.

"Semoga kamu baik-baik saja ya, Ly. Tetap semangat untuk papamu" Yudhistira menangkupkan kedua tangannya di depan dadanya tanda berpamitan.

"Baiklah. Terimakasih banyak ya" sahut Lily.

Rakha memandang Yudhistira yang berjalan keluar rumah sakit dengan pandangan tidak suka.

"Aku kemarin sudah katakan bahwa aku tidak bisa penuhi permintaanmu. Jadi kamu tidak berhak berkata seperti tadi" Lily memulai pembicaraan.

"maafkan aku, Ly" Ucap Rakha pelan.

Lily hanya menghela nafas.

"selama ini aku belum pernah melihat dia. kenal dimana?" tanya Rakha penuh selidik.

" Aku tidak perlu memberitahumu"jawab Lily.

"kenapa kamu datang ke sini? bukankah setiap hari harus antar dan jemput istrimu pulang kerja?" Tanya Lily.

"jangan bicara sinis sperti itu" Rakha menghela nafas panjang.

"aku tidak sinis. Bukankah pertanyaanku benar seperti itu?" sahut Lily.

"dia sedang tidak bekerja. Pergi belanja bersama ibunya"

"Besok aku dan dia pergi ke Bali. Orangtuanya sudah mempersiapkan liburan ke sana selama satu minggu" Rakha berbicara pelan.

"Ooh bulan madu ya?" Lily tersenyum.

"Tapi kami tidak benar-benar bulan madu, Ly"sanggah Rakha.

"Rakha, aku minta tolong. Jangan temui aku lagi. Silahkan urus keluargamu untuk saat ini" Ucap Lily.

"Tapi, Ly. Aku kan sudah bilang ke kamu untuk minta waktu tiga bulan. Aku akan bercerai dari Dina"

"Lakukan apa yang menurutmu baik untuk dirimu sendiri, bukan karena aku"

"jangan jadikan aku sebagai alasan perceraianmu"

"bisnis bersama kita bagaimana, Ly?"

"itu nanti bisa diurus" Ucap Lily berlalu meninggalkan Rakha.

"Lily, tunggu sebentar. Aku belum selesai bicara"Rakha hendak menyusul Lily.

Lily berbalik. Rakha tersenyum senang saat Lily berbalik mendekatinya. Lily memang mudah luluh hatinya. Rakha yakin Lily pasti menerimanya lagi.

"Lain kali jika ingin mengaku sebagai calon suami seorang perempuan, lepas dulu cincin pernikahanmu itu" Lily berucap sambil berlalu pergi.

Rakha terkesiap. Baru tersadar bahwa cincin pernikahannya masih melingkar di jari manisnya.

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!