NovelToon NovelToon

Melati Di Ujung Harapan

Menikmati kebersamaan

Episode 1

Chiara atau Chia, sapaan akrab yang disematkan padanya. Layaknya seorang gadis remaja ia senang menghabiskan waktu bersama teman temannya. Entah sekedar menonton televisi, mengerjakan tugas sekolah bersama atau pergi bertualang di sawah atau kebun warga Desa Kemuning.

Chia adalah seorang gadis yang enerjik, usil, dengan pembawaan yang hangat dan penuh keceriaan. Biasanya Chia mengajak sahabatnya Eca dan Pipit yang juga memiliki hobi yang sama ketika pergi bermain dan bertualang.

Seperti kemarin sepulang dari sekolah anak-anak itu tidak langsung pulang ke rumah. Mereka malah asyik memetik buah nanas dan jambu di kebun milik Pak Andi. Dengan antusias dan tanpa beban, Chia mulai mengatur strategi.

"Ca kamu tunggu dibawah ya! nanti jambunya aku jatuhin dari atas," kata Chia dengan suara lantang nya.

"Terus Pipit bagian ambil nanas ya!" Serentak kedua sahabatnya itu berkata...,"Oke Chia."

Sedang asyik nya memetik jambu dan nanas tiba-tiba ada yang mengawasi mereka dari kejauhan. Langkah kakinya mulai terdengar jelas dan perlahan semakin mendekat. Lalu mengejutkan ketiga anak nakal itu dengan suaranya.

"Oh jadi kalian ya yang sering metik nanas dan jambu saya?!" Ucap pak Andi dengan wajah meledek dan menakut nakuti.

Karena kaget, Chia pun segera turun dari pohon jambu dan tidak memperhatikan pijakannya lagi. sehingga ia terjatuh dan ditertawakan oleh pak Andi sang pemilik kebun. Tawa menggelitik pun hadir membuat pak Andi terkekeh.

Sementara kedua temannya hanya tertegun karena masih kaget. Jantung mereka terasa mau copot saat ketahuan memetik buah tanpa meminta izin terlebih dahulu pada pemiliknya. Ingin rasanya mereka menghilang saja dari peradaban saat itu juga.

Chia yang meringis kesakitan pun kesal dan meneriaki kedua temannya. "Eca, Pipit, bantuin!" tandasnya. Sontak kedua temannya langsung bergegas membantu Chia berdiri. "Ih kalian nyebelin banget sih" ujar Chia ketus.

Sementara pak Andi masih tertawa meledek mereka. "Mangkanya kalau mau petik buah di kebun orang izin dulu. Toh bapak kasih juga kalau kalian izin," Kata pak Andi.

Ketiga gadis itu hanya nyengir seraya mengangguk. "Iya pak! kita minta maaf, habisnya seru sih lihat kebun bapak banyak buahnya," Cetus Chia tanpa rasa bersalah. Sementara tangan kedua sahabatnya sibuk mencolek colek pundak Chia memberi kode untuk kabur. "Chia ayo, aduh kenapa sih malah sibuk ngobrol?" keluh Pipit.

Disela-sela kesewotan teman-temannya, Chia masih bercakap dengan pak Andi, seolah dia tidak pernah melakukan apa apa. "Hehe" seringai Chia polos. "Terus gimana nih pak? kan jambu sama nanasnya udah dipetik, jadi boleh dibawa pulang gak?" kata gadis itu, ia malah bernegosiasi.

Pak Andi hanya menggelengkan kepala, seolah mengerti bahwa masa remaja memang sulit ditebak. "Ya sudah kalian bawa saja. Toh mubazir juga kalau dibiarkan disini.

"Tapi ingat pesan bapak, lain kali harus izin dulu ya! Masa gadis cantik jadi pencuri kebun. Itu kan gak pantas." imbuh pak Andi menasehati lagi.

Langsung saja ketiga gadis itu pun mengiyakan sambil mengucapkan terimakasih dan melompat kegirangan.

Sesampainya di rumah!

Seperti hari-hari sebelumnya. Chia yang memang senang bertualang itu sudah ingin segera bergegas mengajak kedua temannya. Kebetulan jarak rumah mereka memang berdekatan.

"Hai guys ... Ayo ayo cepetan, aku sudah siapin bekal dan minum buat kita di sawah nanti." "Aduh Chia! bisa pelan aja gak sih ngomongnya? berisik tahu" ujar Eca. Sementara itu Pipit hanya tertawa karena memang sudah terbiasa dengan kelakuan sahabatnya itu.

"Ih kan harus ekspresif tahu Ca, biar semangat," elak Chia membela diri. "Iya iya." Eca menjawab singkat. Merekapun pergi ke sawah Paman Chia dan melakukan apapun yang menyenangkan sambil menggoda Paman dan Bibi nya yang sedang mekerja.

Paman dan Bibi nya juga sangat menyayangi Chia. Mereka hanya bisa tertawa dan sesekali menggelengkan kepala melihat tingkah keponakannya yang konyol itu. "Chia Chia! kamu ini gak pernah capek ya keluyuran ke sawah dan kebun terus? Sana lho bantu Ibu mu masak. Anak gadis kok main terus," kata Bibinya.

Chia malah memeluk Bibinya dari belakang dan menyuapi makanan yg dibawanya dari rumah tadi. "Dari pada nyeramahin Chia mending bibi ikut makan, enak tahu" katanya lagi, membuat Bibinya tersenyum menahan tawa.

"Sudah hampir sore Chia, lebih baik pulang mandi dan bersih-bersih" kata paman. "Kasihan teman-temanmu itu nanti dicariin sama orangtua nya." lanjut paman lagi mengingatkan Chia.

"Hehehe iya, Paman. Ya sudah, kalau gitu Chia sama teman teman pulang dulu ya Bi, Paman." "Assalamu'alaikum...."

"Wa'alaikumsalam...."

Kemudian merekapun pulang, setelah puas bermain main di sawah Paman dan Bibi Chia. Masa remaja yang begitu menyenangkan dan tanpa beban hidup yang berarti. Sembari saling menjahili satu sama lain bersama teman-temannya. Dalam perjalanan menuju pulang mereka juga asik bernyanyi bersahut sahutan layaknya para bocah yang sedang berkumpul.

"Haha! Pipit ... Eca, besok kita petik buah jambu di kebun pak Andi lagi yuk," ujar Chia mengajak teman temannya. "Ah kamu, ketahuan sekali lagi bisa mampus kita" Eca menyahutinya dengan sedikit ketus. "Ih gak apa-apa dong, kan kata pak Andi boleh asalkan izin dulu," tutur Chia menyangkal Kata-kata Eca.

"Bener juga ya!" Pipit menimpali. "Bukan Chia namanya kalau gak punya ide yang brilian" Chia berbangga sambil bergaya ala sang juara sebuah perlombaan. Kedua teman Chia pun terpingkal menyaksikan aksi kocak Chiara.

Tak terasa meraka sampai dan berpisah untuk pulang ke rumah masing-masing. "Dada guys jangan lupa besok ya!" Chia mengingatkan sembari mengangkat jempolnya. "Oke" Pipit dan Eca menjawab serentak.

Dan petualangan merekapun selesai, untuk hari ini cukup menyenangkan.

Hari kelulusan sekolah

Episode 2

"Hem! rasanya membosankan. Setiap hari bangun pagi, sekolah, main, ngerjain orang.

Memang gak ada yang lebih seru dari itu ya?" Chiara si gadis jail itu bergumam sambil menggeliatkan badannya di tempat tidur.

Ibunya yang sedari tadi berniat untuk membangunkan anak gadisnya, tidak sengaja mendengar gumaman anak kesayangannya itu.

"Astaghfirullah nak, bangun pagi itu berdoa, berniat yang baik bukan malah menyusun rencana Usil." Ibu Chia menggelengkan kepalanya, tetapi Chiara hanya nyengir menggoda ibunya.

"Hehe ibu, hidup itu monoton bu kalau tanpa rencana baru." Kilah Chia.

"Huh dasar kamu ini, nyahut saja kalau dikasih tahu. Sudah cepat bangun, mandi terus sarapan, ibu tunggu ya."

"Oke bu..." Sambil mengacungkan jempolnya.

Hari hari berlalu dengan sangat menyenangkan, penuh tawa canda dan kehangatan seperti biasanya.

Dipenghujung waktu sekolah, Chia dan para sahabatnya pun menyambut gembira hari kelulusan mereka.

Artinya setiap anak belum pasti dapat bersama sama lagi. Mungkin sebagian ada, tapi untuk sebuah cita-cita tinggi pastilah ada yg berpencar jauh dari sahabat bahkan mungkin orangtuanya.

Rupanya hal itu pula yang membuat Dio, salah seorang pria teman satu kelas Chia. Diam termenung disaat teman-temannya begitu antusias dengan pengumuman kelulusan mereka.

Dio bak memperhatikan satu persatu teman-temannya, sesekali ia melihat juga ke arah Chiara. Teman wanita yang diam diam sudah lama ia kagumi.

Keceriaannya, pembawaannya yang usil dan selalu mengundang gelak tawa, pasti akan menjadi alasan rindu masa masa sekolahnya.

Sedang larut dalam lamunnya, tiba tiba ada yang menepuk pundak Dio dan seketika lamunannya buyar.

"Woy...mana kenang-kenangan buat aku?"palak Chiara sambil menengadahkan tangan tak lupa memasang wajah usilnya, merekapun bertemu tatap kemudian saling tertawa.

"Ahh Chia, kamu tuh gak pernah berubah ya?"Tutur Diorana.

"Yee! kamu pikir aku superhero bisa berubah!" Celetuk Chia yang membuat Dio semakin terpingkal.

"Tapi sejujurnya aku lebih suka kamu yang seperti ini! polos, jujur dan lucu, huh nanti pasti aku akan kangen sama kamu." Gumam Dio lirih.

"Woy malah bengong, mana? Jangan sampai mengundang pukulan ya!" Canda Chia dengan sedikit nada tinggi dan tangan yang sudah siap memukul.

"Iya iya ampun jagoan" Balas Dio serayabmengangkat kedua tangan.

Ia pun mengeluarkan sesuatu dari dalam saku bajunya, tampak lah sebatang coklat dan sebuah benda kecil yang terbungkus rapi.

Dio memberikannya pada Chia yang sudah menunggu dengan penasaran.

"Eh apa ini?" Tanya Chia sambil membolak balik benda kecil yang terbungkus rapi tersebut. Dan Chia yang penasaranpun segera ingin membuka namun Dio menahannya.

"Nanti aja dibukanya." Ujar Dio sambil tangannya memberi kode untuk berhenti.

"Ah Diorana, nyebelin banget sih, aku penasaran nih." Kesal Chia.

"Hehe emang enak" Celetuk Dio.

"Sabar dong tuan putri, nanti aja pas di rumah ya buka nya, nah kalau itu boleh kamu makan sekarang juga." Dio menunjuk pada sebatang coklat pembriannya.

"Cie cie..." Tiba-tiba kedua sahabat Chia memotong percakapan mereka.

"Tumben nih Tom and Jerry lagi akur hahaha." Celetuk Eca.

"Iya tuh tumben" sahut Pipit.

"Ah stop stop stop! Jangan sampai mengundang pukulan ya!" Kata Chia dengan nada kesal.

"Waduh jangan dong jagoan." Kata kedua temannya.

"hehehe takut ya?" ledek Chia sembari menurunkan kepalan tangannya dan nyengir khas dirinua. Mereka pun berjalan menuju arah pulang.

"Hey...Ratu ugal ugalan!" Celetuk Chia pada kedua temannya yang membuat mereka tertawa dan saling bergandengan.

"Apa harapan kalian setelah lulus ini?" Tanya Chia agak serius.

"Hem! Mungkin kita bisa mulai dengan jadi bajak sawah di sawah paman dan bibi." Canda Eca mengerlingkan kedua bola matanya, dan langsung ditatap dingin oleh Chiara.

Pipit yang melihat itu langsung mengangkat tangan dan berkata "Wah aku gak ikutan deh".

Sementara Chia berteriak sambil mengejar Eca yang mulai berlari.

"Eca aku serius huh." Chia menangkap Eca, Ecapun tertawa sambil kedua tangan menutupi kepalanya karena Chia mulai mengincar kerudung Eca.

"Ih kalian, bisa berhenti dulu gak sih perangnya?!" gemas Pipit menghampiri mereka.

"Hehe!" Chia dan Eca pun tertawa, mereka kembali melanjutkan perjalanannya.

Sesampainya dihalaman rumah mereka. Tiba-tiba langkah Chia terhenti, dan teman temannya menoleh ke arah Chia yang berada beberapa langkah dibelakang mereka.

Karena memang sekolah mereka dekat, jadi mereka cukup menempuhnya dengan berjalan kaki.

Chia menatap wajah kedua sahabatnya itu dan matanya mulai berkaca-kaca.

Kedua sahabatnya itupun memeluk Chia bersamaan.

"Aku gak tahu, apa kita masih bisa terus bersama seperti ini atau enggak" ucap Chia sedih.

"huh cup cup jangan nangis, kitakan sahabat." Ucap Eca dan Pipit.

"Janji ya, apapun yang terjadi kita akan tetap saling mendukung, pokoknya kalau nggak lihat aja! aku porak-porandakan rumah kalian." Ancam Chia bercanda.

"Ih Chia aku serius nih ikut nangis, malah ngerjain sih." Kata Pipit mendengus kesal.

Mereka berpelukan lagi, dan pulang ke rumah masing-masing, untuk segera mengabarkan pada kedua orangtuanya bahwa mereka telah lulus sekolah.

Di rumah Chia hanya ada ibunya yang sedang menyiapkan makan siang untuk putri kesayangannya itu.

Chia bertanya "Ayah kemana bu?"

"Oh Ayah masih di kebun nak, tadi paman mu minta diambilkan beberapa kelapa, jadi ayah ambilkan." Kata ibu menjelaskan, Chia pun menganggukkan kepala.

"Sudah, ganti baju dulu habis itu kita makan siang ya." Ucap ibu.

"Oke bu, tapi tunggu ayah pulang ya, Chia kangen sama ayah hehe." Rayu Chia.

Ibu Chia tersenyum dan menganggukkan kepalanya, Chia bergegas masuk ke kamarnya untuk berganti pakaian.

Setelah melepas seragam dan berganti pakaian, Chia duduk menunggu ayah yang belum juga pulang.

Kabar duka

Episode 3

Beberapa jam menunggu, ternyata ayah belum juga pulang. Ibu sudah gundah gulana, sementara Chia terlihat sudah sangat lapar.

Sambil mengelus elus perutnya,Chia kembali bertanya pada ibunya.

"Ibu ayah mana sih? kok belum datang juga? Chia sudah lapar bu." Chia merengek.

"Iya nak, Chia boleh makan dulua saja ya, mungkin ayah mu ada urusan lain." Jawab ibu.

Chiapun akhirnya makan lebih dulu karena rasa lapar diperutnya tak lagi bisa diajak kompromi.

Suasana berganti hening setelah sendok dan garpu saling beradu dipiring makanan Chia, dan ayah belum juga datang, tidak seperti biasanya.

Akhirnya ibu Chia berinisiatif untuk menyusul ayah ke kebun, namun baru separuh perjalanan, tiba-tiba seseorang datang menghampiri ibu Chia.

Dengan napas tersengal dan langkah tergesa seseorang itu memanggil.

"Bu, ibu Shila!" Katanya panik.

Saat menoleh, ternyata yang menghampiri adalah pak RT.

"Ada apa pak RT? kenapa seperti orang ketakutan?" Tanya ibu.

"Begini bu (huh huh huh)." suara napas pak RT memburu bak dikejar binatang buas.

"Iya pak, saya mendengarkan!" Tegas ibunya Chia.

"Bapak tolong tenang dulu, atur napas ya, pelan pelan ya pak." Bimbing ibunya Chia

Pak RT pun menurut pada instruksi ibunya Chia untuk lebih tenang.

"Begini bu Shila, tadi ayah Chia berpesan sama saya, agar ibu tetap dirumah dan tidak menyusul ke kebun." Terang pak RT.

"Iya pak, tapi suami saya belum pulang dari tadi lho pak! Suami saya belum makan siang, sebenarnya apa yang terjadi?" Cecar ibunya Chia mendesak pak RT.

"Sebenarnya..." Pak RT lalu menghentikan ucapannya, yang membuat ibunya Chia semakin khawatir. Sebenarnya apa yang terjadi pada ayah Chia?

"Sudah bu, sebaiknya ibu kembali pulang! Kasihan Chia di rumah pasti cemas juga kan?" Lanjut pak RT.

Kebingungan semakin bertambah, akhirnya ibunya Chia mulai luluh dan mengikuti pesan dari ayah dan saran pak RT.

"Ya sudah bu, kalau begitu saya pamit." Gegas pak RT meninggalkan ibunya Chia.

Ibu Chia pun mengangguk dan mengucapkan terima kasih pada pak RT.

Sesampainya di rumah, ternyata anak kesayangannya tertidur di kursi ruang tengah rumahnya.

Dengan perlahan ibu membelai rambut Chia, dan mencium kening anak gadis kesayangannya itu. Sambil tersenyum bercampur cemas karena tak tahu apa sebenarnya yang terjadi pada ayah.

Ibu berkisah bahwa dulu, ayah dan ibu lama menunggu kehadiran seorang anak. Sebelum Chia lahir, ibu Chia sudah sepuluh tahun setelah pernikahannya dengan ayah Chia, belum juga dikaruniai momongan.

Sampai akhirnya Allah menitipkan Chia dalam rahimnya dan lahir sebagai anugerah yang paling dinanti nanti oleh ayah dan ibu Chia.

Rupanya hal itu yang membuat ibu dan ayah, begitu memanjakan dan sangat menyayangi Chiara.

Tak terasa air mata ibu pun jatuh membasahi pipinya.

Chia terbangun dan memeluk ibu, ternyata sedari tadi Chia sudah bangun namun berpura pura tetap tertidur dan menutup matanya.

"Ayah mana bu?" Tanya Chia lagi.

"Ayah sedang ada urusan nak." jawab ibu singkat.

"Oh oke. Kalau gitu ibu makan aja dulu, kan tadi ibu belum sempat makan" lanjut Chia dan ibu mengiyakan.

Sore menjelang malam, ketika senja menyuguhkan keindahannya. dengan lembayung yang memerah, kabut hitam yang menghias manja, seolah menjadi garis siluet penghias senja yang tak ingin luput dari pandangan.

Ayah belum juga datang, hal itu membuat ibu semakin cemas, dan sesekali ibu meneteskan air mata. Meski ia mencoba untuk menyembunyikan kecemasannya dari Chia, namun raut wajah dan sorot matanya tak bisa berbohong.

"Bu..." panggil Chia lirih sambil menelusup kedalam dekapan ibunya Chia berkata ;

"Chia sangat sayang ibu dan Ayah! kalau melihat ibu dan ayah sedih Chia juga sedih bu" Tuturnya manja.

Ibunya pun semakin memeluk dan menciumi pipi dan kening anak gadisnya itu sambil berurai air mata.

Tak lama setelah itu, terdengar seseorang mengetuk pintu rumah seraya mengucap salam.

"Assalamu'alaikum bu, Chia." Panggil seseorang itu.

"Wa'alaikumsalam..." sahut ibu dan Chia.

Merekapun bergegas ke arah pintu untuk membuka dan melihat siap yang datang.

"Ayah! Chia berlari memeluk ayahnya.

"Ayah kemana aja? Chia dan ibu sudah menunggu ayah dari tadi." Chia memberondong ayahnya dengan pertanyaan.

"Iya yah, kami sudah cemas karna ayah tidak pulang sejak tadi siang" Sambung ibu.

"Oke ayah! Kalau begitu sekarang Chia yang buatkan ayah teh hangat." Kata Chia bersemangat.

Ayahpun mengelus kepala Chia sambil berkata bangga." Terimakasih anak ayah."

Ibu mengajak ayah untuk duduk dan istirahat sejenak sebelum ditagih penjelasan, kemana saja ayah siang tadi.

Gelas minuman pun datang diantar putri kesayangannya, dan ayah segera meminum beberapa teguk sambil menyantap bolu pisang kesukaannya.

Setelah cukup tenang, ayah berkisah bahwa tadi siang sebenarnya ia tidak pergi ke kebun seperti katanya diawal hendak pergi, tapi ayah mengantar seorang warga yang terluka parah karena terkena sabetan benda tajam.

Bersyukur ayah Chia segera datang menyelamatkan dan mengantarkannya ke klinik. Meski sesampai di ruang rawat nyawanya sudah tidak bisa tertolong lagi, karena korban kehilangan banyak darah.

Mau tidak mau ayah Chia pun harus menunggu di klinik sebelum keluarga korban datang.

Usut punya usut korbannya ternyata masih sepupu jauh ayah Chia. Sebelumnya korban bertengkar dengan kakaknya dan terkena luapan emosi kakaknya yang membludak dan khilap, sehingga mengambil benda tajam yang kemudia diayunkan ke arah tangan, perut, dan dada adiknya itu.

Korban itu mengalami beberapa benturan di kepala, sehingga korban tidak lagi bisa bertahan. Namun sebelum itu, korban masih sempat berlari ke jalan yang ternyata arah menuju kebun ayahnya Chia.

Meski masih keluarga jauh, ayah Chia tidak ingin terlibat terlalu dalam pada masalah itu. Sejak awal maksud nya hanya menolong dan menjalankan perikemanusiaan saja.

Setelah mendapat keterangan dari pihak keluarga, dan memastikan bahwa ada keluarga yang menjemput korban. Ayah Chia pun memutuskan untuk kembali pulang. Sementara kasus itu telah ditangani oleh pihak yang berwajib.

Ibu Chia yang lega pun masih memberi pertanyaan pada ayah Chia;

"Kalau begitu ceritanya, kenapa ayah menitipkan pesan ke pak RT tanpa memberi keterangan?" Tutur ibu Chia penasaran.

Ayah pun menjelaskan bahwa saat itu bajunya terkena darah karna menolong korban. Kebetulan pak RT lewat, dan tidak mungkin ayah Chia menerangkan sesuatu hal, yang belum diketahui apa duduk perkaranya.

Melihat pak RT yang gugup menyaksikan banyak darah, mungkin pak RT mengira ayah Chia yang melakukan kejahatan itu, akhirnya ayah Chia menitipkan pesan bahwa ibu tidak perlu menyusul ke kebun.

Namun hingga kini pak RT yang malang belum mengetahui kejadian sebenarnya, dan mungkin pak RT masih dag dig dug der menyaksikan kejadian tadi siang.

Sungguh kasihan!

Ayah yang sudah lelahpun akhirnya mandi untuk membersihkan diri, kemudian menunaikan sholat dan tidur. Tapi sebelum tidur ayah Chia berpesan pada ibu, untuk mengembalikan baju yang ia kenakan setelah dicuci.

Karena ternyata saat menuju pulang ayah Chia khawatir melihat ibu dan Chia akan ketakutan kalau melihat baju ayah yang penuh darah. jadi pinjam baju tetangga jauh yang rumahnya berdekatan dengan klinik.

Chia bergegas ke kamarnya, ayah dan ibupun pergi ke kamar untuk tidur.

Hari yang sangat menegangkan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!