NovelToon NovelToon

Mantra Kutukan

Masa Kelam

Kayra hanyalah seorang anak kecil, belum genap 8 tahun. Namun ia harus menanggung beban yang sangat berat. Kematian ibunya setahun lalu, sangat menggoncang kehidupannya. Membuatnya kehilangan figur seorang ibu yang penuh kasih. Hidup hanya berdua dengan seorang ayah.

Ayahnya yang hanyalah seorang pedagang kecil-kecilan harus banting tulang hanya untuk sekedar mencari sesuap nasi. Mencoba menolak untuk mati kelaparan dengan berjuang mengais sekeping recehan. Menjajakan setetes demi tetes minyak wangi dari satu kampung ke kampung yang lain. Menjual parfum racikan sendiri dari bahan - bahan alami.

Suatu pekerjaan yang menguras waktu dan tenaga. Namun ayahnya adalah seorang yang ulet. pantang menyerah, dia percaya pada waktunya nanti ia pasti bisa membangun perusahaan parfum terkenal. Itulah yang menjadi penyemangat nya. Hingga tetap bekerja dalam keadaan apapun. Sekalipun saat sakit, dia tidak menyia - nyiakan waktunya. Masih terus bekerja.

Kayra kecil selalu setia menyertai ayahnya kemanapun. Saat mereka menjajakan dagangannya ke pelosok - pelosok desa, Kayra tidak ketinggalan ikut serta. Namun perjalanan mereka tidak selalu mulus ada saat ketika mereka tidak ada sepeserpun uang penjualan, mereka terpaksa menahan lapar dan rela tidur beralas kardus beratap langit penuh bintang. Udara dingin menusuk tidak dihiraukan. Apalagi kalau hanya panasnya cuaca, tidak menyurutkan langkah ayah dan anak untuk terus berjuang.

Bagi Kayra kebersamaannya dengan sang Ayah menjadi pelipur lara. kelaparan

ataupun kedinginan bukanlah suatu masalah baginya. Selama bersama ayah, dalam keadaan apapun ia tetap bisa tersenyum. Kayra sangat mudah untuk bahagia. Ia bisa menikmati petualangan perjalananya dengan sang ayah. Melihat hal - hal baru. Mengenal budaya - budaya daerah. Bertemu orang - orang baru sudah membuat bibirnya tersenyum lebar. Terlebih saat ayahnya menjelaskan dengan sabar saat ia penasaran ingin tahu akan segala hal. Kalaupun ayahnya sudah bosan menjawab pertanyaanya, ayahnya akan segera mengangkatnya tinggi - tinggi dan menggelitiknya. Kayra akan berhenti bertanya dan ia akan tertawa terbahak - bahak sampai air matanya keluar.

Namun kini kenangan bahagia bersama satu-satunya orang di dunia yang sangat ia sayangi terasa seperti uap air, datang sesaat dan menghilang lenyap tak berbekas. Seakan kebahagiaan itu hanya dongeng semata.

Dia hanya seorang anak terbuang. Kehilangan kasih sayang.

Setiap kali dalam mimpinya ia mencoba merangkai kenangan indah bersama ayah dan ibu yang tak pernah dapat diingat wajahnya.

Sesaat ia mengagumi kenangan itu namun detik yang sama kenangan itu retak dan hancur berkeping-keping seperti gelas terhempas diatas lantai batu.

Hari itu, Ayahnya melambaikan tangan perpisahan kepadanya. "Da.... Kayra jaga dirimu sayang.... " Ayahnya segera berbalik dan sama sekali tidak pernah menoleh kembali kearahnya.

Kayra segera mengejar serpihan-serpihan itu namun.... wusssssss serpihan itu seakan terbakar dan hanya meninggalkan asap hitam dan seonggok abu. Tertiup angin tidak meninggalkan jejak.

"Ayah... jangan tinggalkan Kayra" semakin Kayra mencoba mengejar, ayahnya semakin jauh meniggalkannya.

"Hosh.....hosh...hosh" nafasnya tersengal keringat membanjiri keningnya.

Sekuat tenaga Kayra berlari namun bayangan ayahnya semakin memudar dan menghilang.

"Ayah..... ayah...." Kayra tidak melihat ada sebuah batu tergeletak ditengah jalan hingga ia tak sengaja menginjaknya membuat ia kehilangan keseimbangan dan terjatuh.

Brukkk.... "Aduh" Kayra mengaduh ia segera bangkit dan melihat telapak tangannya berdarah terkena permukaan lantai semen kasar.

Rasa perih itu nyata namun dimana ia sekarang. Bukan jalan raya dimana ia mengejar ayahnya yang pergi menjauh namun ia sekarang berada di sebuah ruangan sempit.

Sebuah ruangan berukuran 2x3m dimana hanya ada sebuah sofa usang. Dibeberapa bagiannya banyak lobang dan hanya ditutupi kain horden bekas yang sudah kehilangan warna aslinya.

Dipojokan berdiri sebuah lemari kayu lapuk dengan beberapa helai baju yang dilipat rapi. Dan sebuah meja kecil bertumpuk beberapa buku tulis diatasnya.

Kayra menghela nafas berat "Lagi-lagi aku bermimpi mengejar ayah, hik..hiks.. Ayah, Ibu, mengapa kalian tega meninggalkanku sendiri?" Tanpa terasa air mata berlinang membasahi pipinya yang tirus.

Kayra mengatur nafas dan mulai mengumpulkan kesadarannya.

"penderitaan ini pasti akan berlalu, kalau aku masih diberi hidup berarti aku masih

punya harapan."

"Ayo Kayra semangat, taklukkan hari ini!" Kayra menyemangati dirinya sendiri dengan mengepalkan tangan dan membulatkan tekat "Aku pasti bisa".

Jam dinding kecil diatas lemari baru menunjukkan pukul 4 pagi. Matahari pagi belum juga menampakkan diri. Ayam jago yang biasanya menjadi weker alam masih malas-malasan belum juga memamerkan suara merdunya.

Tapi Kayra sudah memulai segala rutinitas pekerjaan di pagi hari. Menyapu, ngepel, memasak, mencuci baju, membersihkan kamar ibu dan saudara tirinya.

Sungguh ironis, ia menjadi babu dirumahnya sendiri.

Terkadang ada penyesalan dan menyalahkan keputusan ayahnya karena telah menikahi seorang janda dengan seorang anak perempuan yang seumuran dengannya.

Saat itu ia duduk di kelas ix, ada perasaan takut ketika membayangkan mempunyai seorang ibu tiri.

Gambaran ibu tiri dan saudara tiri yang kejam.

Namun saat awal perkenalan mereka, calon ibu tiri dan saudara tirinya begitu manis, lemah lembut dan memberikan perhatian lebih terhadapnya.

Benar-benar musang berbulu domba. Kayra terpedaya, saat itu ia begitu kagum pada sosok calon ibu tirinya, sehingga dengan mudahnya ia mengijinkan ayahnya menikah lagi.

Kebaikan ibu dan saudara tirinya hanya saat ada didepan ayahnya. Namun saat ayahnya keluar kota untuk berbisnis. Ibu dan saudara tirinya tidak segan menindasnya dengan segala pekerjaan rumah yang harus dikerjakannya sendiri.

Harusnya dengan penghasilan sang ayah yang cukup besar dari keuntungan berjualan parfum dan perhiasan, lebih dari cukup untuk mempekerjakan dua puluh orang pembantu.

Namun sang ibu tiri berdalih tidak perlu pembantu, cukup mereka yang akan mengurus semua pekerjaan rumah tangga. Kenyataannya, Kayra lah yang mengerjakan semua pekerjaan. Membersihkan rumah besar dua lantai dan semua kebutuhan harian keluarga.

pernah sekali Kayra mengadukan perlakuan ibu dan saudara tirinya kepada ayahnya namun ayahnya tidak peduli.

Ayahnya lebih membela ibu dan saudara tirinya. Hari lepas hari berganti, semakin lama ayahnya serasa jauh darinya bahkan Kayra tidak mendapati kehangatan dari

pancaran mata ayahnya.

Ayahnya seperti boneka hidup, seperti kerbau dicucuk hidungnya. Apa saja yang disuruh Neta, ibu tirinya selalu saja dengan

patuh dilakukan.

pernah sekali waktu, tidak sengaja Kayra merobekkan baju Cerry saudara tirinya. Cerry mengadu pada Neta yang meluapkan kemarahan dengan mencaci maki Kayra.

Saat melihat Kayra dicaci maki ayahnya malah membela Cerry dan menampar Kayra. Saat itu Kayra sangat terpukul dan sakit hati. Namun Kayra tidak bisa membenci ayahnya ketika melihat tatapan kosong ayahnya.

Kayra benci Neta dan Cery, namun ia juga takut kepada mereka. Ada rasa intimidasi dan aura menakutkan setiap Kayra mau melawan mereka.

Mungkin Neta dan Cerry seorang penyihir, tukang santet atau tukang teluh.?

Kayra selalu diliputi ketakutan saat memikirkannya.

Mendung semakin gelap

Ketakutan yang mengintimidasinya membuat Kayra hanya bisa pasrah pada nasib. Yang terpenting baginya masih bisa menatap sang ayah. Sekalipun semakin hari terasa semakin jauh dari sang ayah. Bahkan Kayra seperti melihat orang lain dalam diri ayahnya.

Ayahnya tidak lagi mau meluangkan waktu walau hanya untuk bercakap-cakap dengannya.

Kayra semakin tergusur dari keluarga satu-satunya yang dimilikinya.

Dia ditendang dari kamarnya sendiri dan dipaksa menempati ruangan bekas tempat alat-alat kebersihan.

tidak ada kasur, hanya ada sofa bekas yang sebenarnya sudah tidak layak pakai, itulah yang menjadi tempat tidurnya melepaskan

penat setelah seharian bekerja.

"Rara cepat bersihkan dan rapikan kamar tamu!!" teriak Neta, ibu tiri Kayra. teriakan yang cukup keras hingga membuyarkan lamunan Kayra.

"Iya nyonya segera saya kerjakan." Sahut Kayra sambil berlari meninggalkan tumpukan baju kotor yang sedang dicucinya.

Semenjak ayahnya meninggal dua tahun lalu, ibu tirinya tidak lagi mau dipanggil ibu. Kayra harus memanggil Neta dengan sebutan Nyonya dan memanggil Cerry dengan panggilan Nona.

Secara terang-terangan ibu tirinya menjatuhkan harga diri Kayra sebagai seorang pembantu dan tidak lebih.

Kayra segera membersihkan kamar tamu, mengganti sprei dan menambahkan beberapa tangkai bunga mawar dalam gelas kristal yang sebelumnya diisi air. Dan meletakkannya diatas nakas.

Kayra selalu berusaha melakukan pekerjaannya dengan sebaik-baiknya.

Sudah hampir jam 7, ia harus segera menyelesaikan cuciannya supaya tidak terlambat kesekolah.

Hari ini pengumuman kelulusan SMA, Kayra segera menyelesaikan cuciannya dan menjemur pakaian. Seperti biasa ia harus segera berangkat sekolah sebelum ibu tiri ataupun saudaranya memberi pekerjaan lainnya.

Secepat kilat ia mandi, berganti pakaian merapikan rambut dan segera mengayuh sepeda bututnya.

Hampir setengah jam dalam perjalanan akhirnya sampai juga di gerbang sekolah.

Rupanya masih banyak siswa yang baru datang. Baju sragam Kayra tampak lusuh dan kekecilan. Sangat kontras bila dibandingkan dengan seragam teman-temannya yang lain.

Beberapa waktu Kayra menunggu pengumuman kelulusan, ia menunggu di dalam kelas sambil menikmati sarapannya yang tertunda, nasi kepal dengan lauk sambal ikan asin. Ia tidak peduli sekalipun di cibir dan ditatap dengan pandangan menghina dari teman sekelasnya.

Kayra tidak punya sahabat, fokusnya hanya untuk belajar dan belajar. Kayra merasa tidak ada seorangpun yang bisa mengerti dan memahaminya. Jadi buat apa punya teman/sahabat? Toh 3 tahun sekolah di SMA sudah berhasil ia lalui dengan baik. Selalu dapat peringkat satu di jurusannya

IpA.

Jam 9 tepat pak Tono wali kelas memasuki ruang kelasnya.

"Selamat pagi anak-anak, hari ini pengumuman kelulusan. Bagaimana apakah semua yakin pasti lulus?"

"Kami percaya pasti lulus pak." serempak anak-anak menjawab dengan antusias.

"Ya hari ini Bapak membawa kabar baik, bahwa ada dua siswa dari sekolah kita yang mendapat beasiswa sekaligus diterima tanpa ikut tes di Universitas Tunas Harapan. jadi tolong yang mendapat kesempatan ini jangan disia-siakan."

"Dua nama ini mendapat nilai UN tertinggi tingkat nasional sekaligus membawa nama baik Sekolah kita".

Suara siswa mulai bergemuruh dan mencoba menebak siapa-siapa yang seberuntung itu.

"Oke..... harap tenang jadi dua orang itu adalah Nino Saputra dari kelas Ips 3 dan Kayra Mahendra dari Ipa 1."

Kelas yang semula tenang kembali bergemuruh, semua berhambur memberi selamat kepada Kayra.

"Dan kabar kedua, ada beberapa diantara kalian yang mungkin tidak lulus jadi

Bapak berharap jangan patah semangat!"

pak Tono sengaja menjeda sehingga saat disampaikan bahwa ada kemungkinan yang tidak lulus, semua siswa terpaku seperti mannequin challenge.

"Tapi sayangnya tidak ada seorangpun yang tidak lulus."

Kompak satu kelas bersorak dengan gembira.

"Selamat untuk kalian semua yang telah belajar dengan keras dan pantas mendapat hasil yang memuaskan."

"pesan Bapak dimanapun kalian berada ingat untuk terus berprestasi di tempat kerja ataupun di Universitas dimana kalian melanjutkan kuliah. Good luck, sukses buat kalian semua".

"Trimakasih pak". Semua siswa berhambur berebut untuk bersalaman dengan pak Tono. Kayra berdiri paling belakang dengan senyuman hambar ia menjabat pak Tono.

Seakan tahu kegalauan hati Kayra, pak Tono menyemangatinya.

" Kayra, jangan menyerah ya... pasti ada jalan keluar untuk setiap masalah".

"Eh.... iya pak".

"Ada pesan dari Bapak

kepala sekolah, hari Senin depan Kayra diminta menghadap beliau".

"Iya pak, saya akan usahakan untuk datang."

Kayra segera pamit minta diri untuk pulang. Dengan kegalauan yang dirasanya Kayra ingin sedikit waktu sendiri.

Ia mengayuh sepedanya menuju sungai, segera menyandarkan sepedanya. Kayra bergegas berjalan kaki melewati jembatan. Ia memandang air sungai yang mengalir tenang.

Hatinya benar-benar galau, ada kesempatan baik dia mendapat beasiswa dari Universitas terbaik dikotanya. Kayra ingin sekali melanjutkan kuliah. Ia hanya ingin sekolah dan terus sekolah. Namun

apakah mungkin bisa? Tidak mungkin ibu tirinya mengijinkannya kuliah.

Untuk ia dapat melanjutkan SMA saja harus mati-matian meyakinkan ibu tirinya.

Dilema menghantui Kayra. "Ya Tuhan, aku ingin sekali lanjut kuliah."

Tak terasa air matanya mengalir, tangisan pecah menjadi isakan pilu. Tangannya pun mulai gemetar ia semakin erat memegang besi pembatas jembatan.

tiba-tiba saja ada yang memeluknya dari belakang dan berbisik di telinganya. "Nona, jangan konyol, bunuh diri tidak menyelesaikan masalah".

Kayra sangat kaget sehingga reflek berusaha menepis pelukan cowok yang tidak dikenalnya. "Lepaskan.... lepaskan aku, tolong.. jangan sakiti aku."

pelukan cowok itu semakin kuat, ia memutar tubuh Kayra sampai mereka saling berhadapan, "Aku tidak akan melepaskanmu ."

Saat melihat cowok cakep berseragam SMA

pelita yang sama dengan seragam Cerry. Hati Kayra berdesir lirih ada sesuatu yang menarik hatinya saat bersitatap dengan mata hitam pekat cowok itu. Ia terpana, tangisannya seketika bungkam.

"Nona, kalau kamu diberi hidup sama Tuhan jangan pernah disia-siakan apalagi sampai nekat bunuh diri." "Ketahuilah ditempat lain ada orang-orang yang berusaha bertahan hidup namun penyakit tidak memberi kesempatan untuk sekedar menambah satu hari saja masa hidupnya. jadi jangan sekali-kali berfikir bunuh diri. mengerti?"

Kayra tiba-tiba gagap, lidahnya kelu "A...

a....aku tidak ada sedikitpun niatan bunuh diri. Tolong lepaskan aku". Kayra mencoba meronta namun ia kalah kuat.

Cowok itu sekali lagi memandang tepat pada manik coklat mata Kayra, saat ia melihat tidak ada kebohongan disana ia segera melepaskan tangan Kayra.

"Saya minta maaf telah salah sangka sama kamu. Tapi mengapa kamu di pinggir jembatan yang sepi ini sambil menangis

seperti itu? Apakah lagi ada masalah."

"Ya, aku memang ada masalah tapi aku tak secengeng dugaanmu yang berpikir bunuh diri hanya masalah sekecil ini. Maaf aku mau pulang." Kayra cepat-cepat mengambil sepedanya dan ingin segera berlalu.

"Aku... Dariel, siapa namamu?"

"Kayra."

Kayra segera mengayuh sepedanya dan tidak berani menoleh.

"Kayra senang berkenalan denganmu, sampai jumpa lagi !!!" teriak Dariel.

Entahlah perasaan apa yang mulai merasuki Kayra. Ada perasaan membuncah dalam dadanya yang membuat degub jantungnya berdetak lebih cepat. Ada rasa panas merambat diwajahnya, mungkin kalau ada yang melihat pipinya sudah memerah seperti kepiting rebus.

Ada semangat baru, ada sebuah harapan bisa bertemu kembali dengan Dariel.

Namun alam seakan tidak memihak padanya awan mendung semakin menghitam, kilat mulai menyambar-nyambar. Hujan lebat tiba-tiba tumpah.

Kayra semakin kencang mengayuh sepedanya. Basah kuyup. Namun hatinya merasa hangat.

Terbayang pesonanya

Kayra akhirnya sampai dirumah. Ia segera menyimpan sepedanya dan segera mandi dan berganti pakaian.

Setelah mencuci dan menggantung baju seragamnya, ia segera masuk ke dapur untuk membersihkan piring-piring kotor dan menyimpan sisa-sisa makanan yang masih berserak diatas meja.

"Rara, siapkan makan siang!"

"Ya, nyonya akan segera saya siapkan."

Masih ada ayam, ikan, telur dan beberapa sayuran dalam kulkas. Kayra memutuskan memasak sup ayam, sambal tomat dan pergedel kentang, juga telur balado. Satu jam kemudian semua telah tersaji dengan manis diatas meja makan.

Kayra pun sudah kenyang, karena ia tidak mau menyia-nyiakan waktu, setiap mencicipi makanan ia akan mengambil bagian lebih banyak.

pengalamanlah yang mengajarinya, karena kalau ia menunggu sisa makanan dari ibu tirinya pasti ia tidak akan mendapat bagian yang layak, seringkali yang tersisa hanya sesendok makan nasi dan kuah sayur saja. Kayra butuh makanan yang cukup untuk menyuplai energinya.

Tiga tahun kebersamaannya dengan ibu tirinya, tidak pernah ada kasih sayang. Hari-harinya lebih banyak penyiksaan secara fisik dan mental.

Tapi anehnya, dia sama sekali tidak ada keinginan untuk kabur. Ia merasa sejahat-jahatnya ibu tiri masih lebih jahat orang diluar sana yang tidak dikenalnya.

Kayra merasa ada sebuah ikatan tak kasat mata antara dia dan ibu tirinya.

Saat menyadari hal itu, Kayra berasumsi mungkin dibawah sadar ia mengharapkan sosok seorang ibu. Walau sangat kecil kemungkinan bisa terjadi mujizat kecil. Neta berbelas kasih dan berbalik menyayanginya.

Dalam hati kecilnya juga timbul perasaan curiga, apa mungkin ia terkena mantra sehingga menjadi penurut sekalipun menjadi budak Neta dan Cerry.

Ada misteri yang disembunyikan Neta dan Cerry. Sebuah Kamar paling ujung selalu terkunci, dia sama sekali tidak diperbolehkan membersihkannya.

Kadang-kadang saat ia mengambil air minum di dapur, ia melihat Neta dan Cerry masuk ke dalam kamar terlarang. Entah apa yang mereka kerjakan di dalam kamar itu.

Kadang-kadang ia juga mendengar suara-suara berisik, erangan dan tangisan di tengah malam dan sepertinya berasal dari kamar terlarang.

Sebenarnya Kayra penasaran ingin tahu apa

yang ada dalam kamar terlarang itu.

Namun ketakutan Kayra, lebih mendominasi dari pada rasa penasarannya. Kayra memilih mengabaikannya.

"Biarlah tetap jadi rahasia asal tidak mengganggu ku."

Setelah semua persiapan makan siang selesai, Kayra berjalan menuju kamar Neta. Saat ia akan mengetuk pintu, terdengar desahan-desahan ibu tirinya. Tengkuknya serasa meremang" ... ih... ngeri".

Kayra mengabaikannya dan segera mengetuk pintu kamar Neta. Tok...tok... tok

tak berapa lama sebuah kepala muncul mengagetkan Kayra.

Seorang pria muda berumur tiga puluh tahunan, tersenyum memamerkan seringai aneh. Membuat Kayra spontan mundur.

"Ada apa....?"

"E... e....mau memberitahu nyonya Neta kalau makan siang sudah siap."

"Kamu pembantunya Neta? cantik-cantik jadi babu? gimana kalau jadi simpananku saja?" pria itu mengulurkan tangan hendak membelai pipi Kayra.

Segera Kayra melangkah pergi meninggalkan pemuda itu yang mendengus kecewa. "Dasar... babu aja belagu, tunggu waktunya aku pasti mendapatkanmu."

"Sayang.... ada apa?" suara Neta dari dalam kamar.

"Itu... pembantu ngasih tahu kalo makan siang sudah siap."

"Kalau gitu ayo turun, kita makan dulu." Sahut Neta.

"Gimana acara kita tadi? yukkk bentar aja kita lanjutkan dulu." Sela si pemuda.

"Ah sudah gak asyik, gara-gara ada gangguan tadi, nanti aja kalau perut sudah kenyang kita lanjut lagi supaya ada tenaga. heheheh." "Ayuk sayang kita turun dulu".

"Oke. tapi janji nanti lanjut lagi ya?"

"Iya.... pasti sayang..."

Saat mendengar percakapan Neta dan pemuda itu, membuat hati Kayra mendongkol. "Semudah itukah Neta melupakan ayahnya?" "Ah mungkin Neta memang tidak mencintai ayahnya, tapi hanya mencintai hartanya saja." gumam Kayra dalam hati.

Neta dan pemuda itu melangkah menuju meja makan. Sekilas Kayra melirik kedua orang itu, Neta menggelayut manja pada lengan kokoh si pemuda. Membuat hati Keyra tambah panas.

Rupanya si pemuda menyadari kalau Kayra memperhatikannya, dengan sengaja ia memberikan kedipan menggoda pada Kayra.

"Hahh dasar genit". Kayra segera memalingkan muka dan melangkah pergi menuju kamarnya.

Sesampai dikamar ia segera mengunci pintu dan menghempaskan tubuhnya di atas sofa kesayangannya. Kakinya harus ditekuk untuk mendapatkan posisi yang nyaman. Maklum sofa itu terlalu pendek dibadingkan tubuhnya yang semakin tinggi.

Terakhir ia mengecek berat badan dan tingginya sebulan yang lalu di uks sekolah. 168cm dengan berat badan 45 kg. Terlalu kurus, teman-teman sekelasnya sering mengejeknya dengan memanggilnya papan kayu.

Tidak ada lagi perasaan tersinggung, saat teman-temannya mengejek. Karena ia terlalu biasa mendapatkan ejekan sejak dirinya masih kecil.

Bahkan saat dimana ibunya masih hidup, ketika ia masih duduk di paud. Teman-teman sering mengejeknya dengan sebutan "Si gepeng" karena badannya yang bongsor tapi kurus kering sampai terlihat tulang berbungkus kulit.

Ayahnyalah yang selalu menghiburnya. "Kayra... ejekan dan makian orang kepada kita itu sebenarnya pujian yang tertunda." Dan akhirnya mereka tertawa. saat-saat kebersamaan dengan ayahnya itulah yang selalu Kayra ingat.

Tapi aneh bagi Kayra ia sama sekali tidak ingat pada ibunya. Tidak ada satupun kenangan tentang ibunya, tidak ada foto atau barang apapun kenang-kenangan dari ibunya.

Hanya cerita dari ayahnya. Saat itu Kayra berumur tujuh tahun. Ia sudah duduk di kelas satu Sd. Ibunyalah yang mengantar dan menjemput Kayra dari sekolah.

Namun naas suatu hari saat Ibu Kayra mau menjemputnya dari sekolah, ia ditabrak mobil. Kepalanya terbentur aspal jalan raya sehingga nyawanya tidak tertolong.

Kejadian traumatis yang seharusnya dapat ia ingat. Namun tak ada sekepingpun ingatan tentang ibunya. Seakan keberadaan ibunya hanya sekedar dongeng.

Hal yang tidak masuk akal baginya, setiap tanggal 13 Maret ia dan ayahnya selalu mengunjungi sebuah makam sederhana yang hanya bertanda sepotong kayu. Tanpa ada keterangan sedikitpun.

Lagi-lagi hanya menurut cerita ayahnya.

Kayra sama sekali tidak percaya kalau pusara itu tempat tubuh ibunya terbaring.

Ia selalu berharap akan bertemu ibunya suatu saat nanti. Entah kapan dan dimana.

Sampai dua tahun lalu, saat ayahnya meninggal karena serangan jantung. Kayra tidak pernah mengunjungi makam ibunya.

Ia selalu rajin mengunjungi makam ayahnya setiap bulan ditanggal satu. Kayra selalu merindukan ayahnya. Saat rindu itu hadir, ia akan segera mengunjungi makam ayahnya. Disanalah ia dapat menumpahkan segala perasaan yang mengganjal dalam dadanya.

Sepulang sekolah tadi, Kayra berniat mengunjungi makam ayahnya namun saat melewati jembatan. Ia ingin berhenti sejenak, dan terjadilah kejadian yang menggoncangkan jiwanya.

Ya.... sebuah pertemuan dengan seorang Dariel anak SMA pelita. pertemuan yang sangat singkat, namun begitu membekas dalam diri Kayra. Sampai ia melupakan kunjungan rutinnya di pusara ayahnya.

Kayra pun mendesah "maafkan Kayra ayah

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!