"Masak kayak gini cara ngelipat bra dan cd ?"omel seorang wanita paruh baya berperawakan kecil seksi dan berpakaian elegan pada pegawai tokonya.
"Ini sih bukan lipatan untuk dijual ! tapi untuk beberes mau minggat tau nggak ?" serunya.
Sang pegawai yang berpostur tinggi sedang dengan wajah sedikit panik,namun tetap terlihat cantik natural dengan rambut yang di ikat jadi satu ke belakang ,hanya berdiri tak bergeming,di sudut bibirnya terukir senyum kecut bersama tatap mata yg tampak canggung dan bingung harus berbuat apa.
"Begini nih,susahnya ambil pegawai yang gak berpengalaman sama sekali.Winda ! Kasih contoh sama Anin cara melipat bra dan cd yang bagus tuh..!" perintahnya pada pegawai yang lain,kemudian berlalu menuju meja kasir.
Winda yang berambut sebahu digerai dan tampak ayu menghampiri Anin,lalu tangannya dengan terampil melipat barang dagangan bra dan cd di depannya juga Anin dengan apik.
"Oo...seperti itu," kata Anin."Sabaar...emang begitu si bos sama pegawainya,suka galak.Apalagi sama pegawai baru..aku dulu juga ngalamin,"hibur Winda.
"Iya, aku emang buta sama dunia pertokoan,orang aku di SMA jurusan IPS..belum dapat ijazah pula..aku ngelamar kerja di sini soalnya aku baca dibutuhkan lulusan SMA fresh graduate, ijazah bisa menyusul," kata Anin.
"Udah jangan ngobrol aja...tuh ada pengamen lekas kasih uang biar cepat pergi ! atau sekalian ajak ngobrol..kenalan gtu..siapa tau pengamen itu jodoh kamu Nin..." seru si pemilik toko galak.
"Astaghfirullooh..tuh mulut emang butuh terasi ama garam kayaknya...biar sedap dikit..gak pedes doang,"gerutu Anin sambil berlalu menuju si pengamen.
"Iya Buu...mari silahkan masuk..mau cari baju atau yang lainnya...semua lengkap di toko ini.silahkan pilih-pilih.."ucap si pemilik ramah dan sopan pada seorang ibu-ibu bersama anak kecil yang barusan masuk ke dalam toko.
"Tuh lihat...sama pelanggan aja ramah dan sopannya gak wajar...giliran sama pegawai-pegawainya aja kayak mak lampir !"gumam Winda pada Anin.
"Ya jelas aja oon...kalau pelanggan dijutekin mana laku dagangan dia,"kata Anin sambil menjitak kepala Winda.
"Iya juga sih."jawab Winda sambil mengelus kepalanya walaupun tidak sakit.
"Dengan ridho Alloh..aku janji klu suatu hari nanti aku bakal masuk ke toko ini sebagai pelanggan..bersama jodohku.aku mau lihat apa masih bisa jutek sama aku dia..."kata Anin gereget banget.
Hari mulai gelap,jam 9 malam udah waktunya pulang,Anin pulang nebeng ke Winda yg membawa sepeda motor dan rumah mereka satu arah,rumah Winda lebih jauh dari Anin,jdi pulang pergi membawa sepeda motor,berbeda dengan Anin yang biasa berangkat naik angkot dan pulang nebeng Winda,karena jam 9 malam udah gak ada angkot.
Sesampainya di rumah,Anin sudah disambut senyuman hangat sesosok wanita tua yang tak lain adalah si Mbahnya,wanita yang setia menemani Anin selama ini,selain kucing kesayangan peliharaannya si pussy.
Mereka hanya tinggal bertiga di rumah sederhana di pinggir kota Jawa Timur,karena Anin sudah piatu sejak kecil,ibunya meninggal sedang ayahnya yang merupakan anak kandung dari Mbah, menghilang tanpa kabar entah dimana.
Hanya samar gambaran wajah kedua orang tuanya,juga beberapa foto dan secuil kenangan masa kecil yang dia miliki.Fokus Anin hanya ingin lulus SMA lalu mencari kerja agar Mbah tidak perlu bersusah payah lagi ikut orang sebagai ART.
Mbahnya memang masih terlihat kuat dan sehat dan selama ini dialah yang bekerja untuk biaya hidup juga biaya sekolah Anin.Tapi Anin bertekad mengambil alih tugas Mbah, dengan bekerja setelah lulus SMA,bahkan sebelum pengumuman kelulusan dan ijazahnya keluar.
Tapi karena sekolah sudah tidak aktif jadi Anin bisa mengisi waktunya dengan bekerja di toko,yang pemiliknya galak akut kayak mak lampir.
"Assalamu'alaikum Mbah..halo pussy.."ucap Anin saat memasuki rumah,menyapa Mbah dan mengelus bulu kucing kesayangannya."Gimana pekerjaan kamu nduuk...?lancar?" tanya Mbah dengan logat jawa medognya,pada cucunya yang sedang mengambil air dingin di lemarj es untuk menghilangkan dahaganya.
"Alhamdulillah Mbah.." jawab Anin singkat.Dia tidak mungkin menceritakan soal pemilik toko yang galaknya akut itu,pasti neneknya kepikiran dan gak akan tega biarin Anin kerja nanti.
"Ya sudah..lekas bersih-bersih badan lalu makan Nduuk...Mbah udah siapin masakan kesukaan kamu,sambal goreng tempe kering sama sayur bening."kata Mbah.
"Sipp ! Tapi sayangnya Mbah gak ijinin Anin masak sendiri siih..." kata Anin mengacungkan ibu jarinya kemudian melangkah ke kamarnya mengambil baju.Neneknya membuntuti dari belakang.
"Kamu gak usah susah payah masak Nduuk...mumpung Mbah masih kuat dan sehat biar si Mbah yang masakin buat kamu.Emang kamu gak suka masakan Mbah?"ujar Mbah sambil menyiapkan makanan di meja makan untuk Anin.
"Masakan Mbah mah terbaik gak ada duanya.."jawab Anin sambil berlalu masuk ke kamar mandi
"Nduuk..Mbah mau bicara sama kamu..." kata Mbah dengan logat medognya,setelah mereka berdua duduk di kursi,menikmati hidangan di atas meja makan.
"Enggeh Mbah...soal apa ?"tanya Anin menoleh sambil terus menyendok makanan di piringnya.
"Apa kamu gak kepingin kuliah ?"lanjutnya.
"Mboten Mbah..Anin cuma ingin kerja...setelah ijazah Anin keluar,Anin akan melamar kerja ke pabrik -pabrik, gak di toko lagi,"kata Anin mantap.
"Kalau kamu pengen kuliah...Mbah bisa jual rumah ini kayak tetangga kita yang lain.. mumpung ada yang mau beli lahan di sekitar rumah ini untuk membangun restoran cepat saji.Uangnya bisa kamu pakai untuk kuliah juga beli rumah yang lebih kecil Nduk..."sambung si Mbah.
"Udah Mbah...gak usah terbebani fikiran macem-macem..beneran Anin cuma fokus pengen kerja,biar Mbah gak capek-capek lagi...rumah ini gak usah dijual...klu bisa diperbaiki malah Mbah..InsyaAlloh klu Anin udah ada rezeki lebih,"kata Anin sambil menggenggam jemari wanita sepuh itu.
"Eman-eman Nduuk..kamu kan pinter."sambung si Mbah.
"Klu takdir Anin emang bisa kuliah pasti ada aja jalannya Mbah,"Anin mencoba meyakinkan Mbah.
Keesokan harinya,seperti biasa Anin naik angkot untuk pergi ke toko tempat dia berkerja.Sampai di dalam toko,ternyata teman kerjanya udah pada ngumpul.
"Nin..toko buka setengah hari..katanya ada konvoi kelulusan anak SMA,biasanya jalanan macet." kata salah satu temannya.
"Beneran ?" tanya Anin singkat.
"Iya, malahan kayaknya rute angkot dialihkan gak lewat sini deh.."tambah temannya lagi.
' Waduh gawat ini..mana hari ini Winda izin gak masuk kerja lagi..aku nanti pulangnya gimana ?' batin Anin.
Waktu menunjukkan jam 12.30 wib, rasa lega menyeruak di hati Anin dan teman-temannya karena bisa pulang lebih cepat hari ini,gak perlu waktu lebih lama lagi merasakan kejutekan sang pemilik toko.
Tapi bagi Anin,hal itu menimbulkan satu masalah baru,gimana cara dia pulang ? sementara angkot gak lewat rute biasa hari ini,teman- temannya kebanyakan minta dijemput,ada yang nebeng ke lainnya.
Anin hanya berdiri mematung menyadari gak mungkin ada yang jemput dia,dia tidak punya ayah ataupun saudara.
Diamatinya kendaraan yang lalu lalang yg mulai berjubel dipenuhi pelajar SMA dengan seragam penuh coretan warna-warni,dari berbagai sekolah,termasuk sekolah Anindya,tapi kebanyakan dari mereka anak laki-laki,hanya sebagian kecil anak perempuan..menunjukkan euforia kelulusan mereka.
Tapi hal itu tidak berlaku bagi Anin..dia tidak berniat datang ke sekolah sekedar mengetahui pengumuman kelulusan..pikirnya tidak mungkin dia tidak lulus,sebab selama ini dia selalu masuk 3 besar murid berprestasi di kelasnya.
'Moga aja ada yang aku kenal..itu si Arvi..' batin Anin sembari beranjak ke tengah jalan mencoba menembus kerumunan sepeda motor dengan suara klakson dan knalpot bisingnya...dia terus meringsek berusaha menghampiri tujuannya..teman sekelasnya bernama Arvi untuk minta tolong diantar pulang.
Tubuh kecilnya sesekali berpapasan dengan bodi sepeda motor,tangannya mencoba meminta jalan,sesekali tangan itu juga menutup telinga karena tak kuat suara bisingnya.
Sesekali dia juga terbatuk terkena kepulan asap knalpot..namun tujuannya itu belum juga terjangkau, suaranya sesekali meneriaki nama tujuannya itu,yang kira kira masih berjarak 10 meter dari tempatnya saat ini,
"Ar..Arvi!!"teriaknya yang masih kalah jauh dengan suara bising klakson dan knalpot konvoi anak SMA.
"Aduh !" sambatnya saat bahunya terkena setir srpeda motor dengan lumayan keras.
"Awas awas..minggir !"pekik pengendara motor yang menabrak bahunya tadi.
Dia spontan mundur..namun saat mundur,punggungnya pun menabrak sepeda motor lain.
Anindya mulai panik...apalagi setelah disadarinya Arvi sudah semakin bergerak ke depan..lebih jauh dari jangkauannya,menoleh pun tidak.
Tubuhnya semakin terkepung dalam jubelan dan kebisingan konvoi..sampai tiba-tiba ada yang menarik tangannya hingga tubuhnya berbalik arah mengikuti sang empu penarik tangannya...
Ditelisiknya dari atas hingga bawah sosok yang menarik tangannya itu dari belakang...ternyata seorang lak-laki..berhelm full face,berjacket parka,bercelana cargo dan bersepatu converse.
Anindya terpaku menatap tubuh tegapnya dari belakang..hingga tak melakukan penolakan saat tangannya ditarik oleh laki-laki itu..belum ada kata yang terucap dari laki-laki itu, satu tangannya menggandeng tangan Anindya,satu tangan lainnya sibuk memecah jalan dari tengah-tengah konvoi menuju ke tepi..tampak sekilas orang yang berada di tepi jalan memandang mereka dengan acuh tak acuh.
"Maaf..anda siapa ? tolong lepas tangan saya,"pada akhirnya itulah kata yang terucap dari Anindya,sambil mengibas tangan kekar itu.
Laki-laki itu kemudian membuka helm full facenya.Anindya terpaku mencoba membuka memorinya tentang laki-laki di depannya ini..hasilnya nihil.
Dia benar-benar tidak mengenalnya sebelumnya.
"Kamu mau kemana kok ada di tengah konvoi,manis ?"ucap laki-laki itu yang menurut pengamatan Anin good looking.
"Manis manis...emang aku kucing apa ?"kata Anin sewot.
"Heheh...ada yang sewot..kan aq gak tahu nama kamu.
"Lagian.. bukannya makasih udah ditolongin...tadi tuh aku ngliatin kamu dari kejauhan tau nggak ? Kamu tuh kayak bingung gitu di tengah hiruk pikuk konvoi...jadi gemes aku ngeliatnya.Ya aku samperin aja..aku ajak ke tepi jalan."kata laki-laki itu.
"Sorry....aku Anindya,btw makasih udah nolongin aku..aku tadi emang udah panik banget terjebak di tengah konvoi..aku tadi mau..eh..."kata Anin terbata-bata.
"Barra...namaku."kata laki-laki itu sembari menyodorkan tangannya lagi.
"I..iya.."sambung Anin menyambut uluran tangan Barra.
"Kamu mau kemana?dari tadi perasaan belum kamu jawab deh..."tanya Barra.
"Mau pulang..sekali lagi makasih.."jawab Anin sambil berlalu balik badan,berniat menjauh dari Barra..dia agak kurang nyam-an ngobrol dengan orang asing..apalagi laki-laki.
"Boleh aku antar ?" Barra memberanikan diri,karena melihat lawan bicaranya itu mau menjauh.
"Enggak..makasih."jawab Anin singkat.
"Emang mau pulang naik apa ?"tanya Barra lagi.
"Biasanya sih angkot...tapi
karena ada konvoi,rute angkot gak sampai sini."terang Anin soalnya gak enak hati gak menjawab jujur pertanyaan orang yang telah menolongnya.
Anin berjalan di trotoar.
"Rumahmu daerah mana ?"telisik Barra lagi.
"Mayjen Sungkono."jawab Anin singkat sambil tetap jalan.
Barra berbalik arah.
'Syukurlah dia udah pergi,'batin Anin lega sambil terus melangkah di trotoar.
Tak lama kemudian,ada suara sepeda motor sport mendekat ke sampingnya.
"Naik..kita satu arah."ternyata Barra pengendara sepeda motor itu.
"Makasih..aku jalan kaki aja.olahraga."tolaknya sopan karena sejauh ini Barra juga bersikap sopan.
Anindya tetap melangkah menyusuri trortoar,langkahnya terlihat dipercepat dengan sesekali tangannya memainkan sling bagnya yang disilangkan ke bahunya...menutupi rasa paniknya karena sedang dibuntuti laki-laki asing.
Walaupun tidak bisa dia pungkiri,Barra itu good looking dan sejauh ini masih bersikap sopan,tapi sikon seperti ini tetap horor bagi Anindya yang belum pernah dekat dengan cowok...walau teman sekolahnya sekalipun.
"Ayolah...jarak rumah kamu itu lumayan jauh lho klu harus jalan kaki."lanjut Barra.
'Emang benar sih kata Barra, ' batin Anin.
' Tapi aku takut nanti diculik atau hal lain yang tidak-tidak...' pikir Anin dalam hati.
"Tenang aja..aku gak akan nyulik atau bawa kabur kamu..niat aku baik kok..daripada kamu jalan kaki sendirian malah bahaya..hari mulai gelap lagi...sepanjang jalan ini pasti juga banyak laki-laki iseng yang biasa gangguin cewek yang lagi sendirian..."papar Barra yang membuat Anin berfikir lagi untuk jalan kaki.
"Apa perlu KTP-ku untuk jaminan...atau dompetku sekalian ?"kata Barra lagi mencoba meyakinkan Anin,sambil terus mengendarai sepeda motor sportnya pelan di samping trotoar tempat Anin jalan.
Anin berhenti dan mengarahkan pandangan ke wajah Barra..hatinya mulai gamang,capek juga seandainya dia jalan kaki pulang ke rumahnya..tapi diantar laki-laki yang baru dikenalnya juga beresiko.
"Apaan sih..?Oke..aku mau..tapi awas ! jangan berani macam-macam !"kata Anin pada akhirnya.
Dia menaiki sepeda motor masih dengan agak ragu.
' Aku boncengnya posisi nyamping aja..klu seandainya nanti aku gak diturunin depan rumahku,aku lompat aja lalu teriak minta tolong...' kata batin Anin.
"Sìip...aman deh.."kata Barra kemudian melajukan sepeda motor sportnya,setelah memakai helmnya terlebih dahulu.
Dalam perjalanan Anin masih saja kaku dan ragu,dia juga ambil ancang-ancang untuk lompat klu seandainya Barra macam-macam padanya.
Tangannya berpegangan sekenanya pada sadel sepeda motor,ngeri juga kalau jatuh dari sepeda motor yang lajunya cukup kencang ini...Barra tersenyum kecil sendiri melihat polah Anin dari spion sepeda motor.
' Lucu dan polos..' gumamnya lirih dalam hati.
"Kamu kerja ?"tanya Barra memecah kekakuan di antara mereka.
'Iya," jawab Anin singkat.
"Dimana ?" lanjut Barra.
"Toko,ngisi waktu nunggu ijazah keluar.." terang Anin.
"Lulusan apa ?"tanya Barra lagi.
"SMA," jawab Anin.
"Jadi teman-teman kamu asyik konvoi,kamu udah kerja gitu ?" kata Barra seakan tak percaya.
"Hehe.." Anin hanya terkekeh pendek.
"Jadi kamu fresh graduate SMA..pantesan masih bocil," kata Barra.
"Hah ?" kata Anin seakan tidak terima dikatain Bocil.
"Kenapa gak kuliah aja ?" telisik Barra.
"Gak ada biaya," jawab Anin.
"Stop stop..aku turun disini aja.." pekik Anin sedikit mengejutkan Barra.
"Disini ? Mana rumahmu ?" Barra menghentikan sepeda motornya.
"Itu cat ungu," tunjuk Anin sambil buru-buru turun dari sepeda motor.
Dia sangat bersyukur dan lega tragedi loncat dari atas sepeda motor gak sampai terjadi.
"Terimakasih Barra.." Anin tersenyum sumringah karena lega sudah sampai di rumah dengan selamat.
Dia sudah akan menyeberang tapi sesaat kemudian Barra memegang lengannya.
"Tunggu !" kata Barra.
"Kalau kamu berminat,kalau ijazahmu udah keluar,coba aja lamar pekerjaan di RS ini..lagi butuh OG.Gajinya pasti lebih lumayan daripada kerja di toko,"lanjut Barra sambil menyodorkan kartu nama RS ke tangan Anin.
"Terimakasih sekali lagi atas infonya.."kata Anin lalu menyeberang jalan menuju rumahnya.
Barra belum mau beranjak,dia mengamati gadis yang baru di kenalnya itu sampai menyeberang jalan.
Gadis itu diam-diam telah menarik perhatiannya.....
Beberapa saat yang lalu di rumah Anin.
"Kenapa tuan dan nyonya repot-repot datang ke gubug saya ini..kan saya bisa datang kesana kalau ditelfon.." kata Mbah menyambut 2 orang tamunya di depan rumah.
Tamu yang tampak baru turun dari mobil mereka,setelah dibukakan pintu oleh sopir pribadinya.
"Emang kami gak boleh datang ke rumah Mbah Rasni ?" kata wanita yang bertamu tadi sambil merangkul bahu Mbah.
Pria disampingnya hanya tersenyum kecil.
"Tentu saja boleh Nyonya,mari silahkan masuk..." seru Mbah mempersilahkan sepasang suami istri yang bertamu itu.
"Sampai hampir 20 tahun Mbah Rasni kerja di rumah kita,kita belum pernah berkunjung ke rumah Mbah.."kata tamu wanita.
Suami istri itu kemudian duduk di kursi yang ada di ruang tamu rumah si Mbah.Mereka adalah majikan tempat Mbah bekerja selama ini.Tuan Wirawan dan Nyonya Mira.
"Tuan dan Nyonya mau Mbah buatin minum apa ? " tanya Mbah hendak berdiri dari kursi. " '' '' Nggak usah repot Mbah..kita gak lama kok.." kata Nyonya Mira.
Mata mereka berdua memindai rumah Mbah Rasmi..tampak sederhana,tapi asri.
Dari ruang tamu mereka bisa menikmati pemandangan teras dan halaman rumah yang dihiasi tanaman bunga warna warni tertata rapi.
Lantai keramik dan kursi ruang tamu yang jauh dari kesan mewah,mereka duduki saat ini.
Memang sangat jauh berbeda dari rumah mereka,megah dan dipenuhi barang mewah.
Tapi ada satu barang yang menarik perhatian mereka.
Sebuah bingkai foto yang bersandar di pojok meja.
Sesaat mereka berdua berpandangan setelah mrlihat foto yang terpampang di figora kecil itu.
Foto anak,menantu dan cucu Mbah Rasni.
"I..itu foto siapa Mbah ?"tanya Tuan Wirawan terbata bata.
"Itu keluarga saya Tuan..anak laki-laki saya bersama istri dan anaknya waktu kecil...tapi sekarang dia sudah dewasa...sayangnya ibunya sudah lebih dulu meninggal,ayahnya pergi entah kemana,sekarang tinggal saya dan cucu saya berdua di rumah ini.." papar Mbah Rasni yang menbuat Tuan dan Nyonya Wirawan mematung,membeku mulut mereka.
Entah pikiran apa yang tengah bergelayut di kepala keduanya saat ini........
"Assalamu'alaikum.." salam Anin saat memasuki rumahnya.
"Wa'alaikumsalam..udah pulang Nduuk.." jawab Mbah Rasni.
"Nggeh Mbah...setengah hari,ada konvoi lulusan SMA.Anin tadi gak dapat angkot,untungnya ada orang yang nebengin sampek rumah." jelas Anin.
"Lho lho siapa Nduuk ?"telisik Mbah khawatir.
"Gak kenal Mbah...tadinya Anin sempat ragu takut diapa-apain waktu nerima tawaran diantar pulang...Alhamdulillah dia ternyata orang baik Mbah,ngantar Anin sampek depan rumah," papar Anin.
"Alhamdulillaah...laki-laki atau perempuan ?"tanya Mbah."Laki-laki," jawab Anin.
"Owalah Nduuk...Alhamdulillah dipertemukan sama orang baik...sabar yaa...kamu belum bisa beli kendaraan untuk bekerja," kata Mbah sambil mengelus tangan Anin yang duduk di kursi ruang tamu.
"Enggeh Mbah...eh...apaan itu Mbah...kok banyak paper bag ? Dari siapa?" tanya Anin penasaran.
"Oh iya...ini semua dari majikan Mbah yang tadi datang ke sini..barusan juga mereka pulang..mereka di sini cuma sebentar..ngantar ini semua sama ngasih pesangon ke Mbah..kan sesuai permintaan kamu Mbah berhenti bekerja dari rumah itu..." kata Mbah Rasni sembari me ngeluarkan isi paper bag yang ternyata sembako dan makanan ringan,menunjukkannya pada Anin.
"Enggeh Mbah...pokoknya Mbah tinggal do'ain Anin..biar bisa dapat pekerjaan yang lebih baik lagi setelah Anin dapat ijazah." kata Anin meyakinkan Mbah.
"Iya Nduuk...Aamiin...semoga keinginan kamu itu di ijabah sama Gusti Alloh." kata Mbah.
"Ya udah Mbah Anin ke kamar dulu nggee...mau rebahan dulu," kata Anin kemudian menuju kamarnya yg ada di sebelah ruang tamu.
"Gak mandi dulu ta Nduuk..." tanya Mbah.
"Sebentar dulu Mbah.." jawabnya.
"Pussy..apa kabar...udah mamam apa belum...hem..." kata Anin menyapa kucing berbulu putih bersih dan berekor pendek tumpul,yang lagi rebahan di pinggir tempat tidurnya.
"Meong..meong.." suara Pussy sambil menggeliat manja saat tubuhnya di angkat oleh sang pemilik.
"Uugh...gemeez..." kata Anin sambil melukin Pussy,tampak Pussy begitu menikmati dimanja oleh Anin.
Di ajaknya Pussy tidur di sampingnya."Eh bentar Pussy..." kata Anin seperti mengingat sesuatu.Dia meraih tasnya kemudian mengambil kartu nama yang diberikan Barra tadi.
"RSU Bhakti Wirawan.." gumamnya lirih.
"Eh.. ini kan RS dekat tempatku berkerja.." gumamnya lagi.
"Barra..." lanjut Anin sambil tersenyum dan menepuk jidatnya.
"Dosa banget aku udah suudzon sama kamu.." kata Anin mengingat kembali kejadian yang dia alami tadi.
Kemudian Anin kembali ke tempat tidurnya,bergurau dengan Pussy dan akhirnya dia terlelap.
Di kediaman keluarga Wirawan....
Di rumah megah berlantai dua dan berpagar tinggi kokoh yang mengelilinginya..
Tuan dan Nyonya Wirawan sedang duduk berdua di ruang keluarga.Mereka sedang menikmati teh yang disajikan oleh ART mereka,keduanya berpakaian santai.Namun raut wajah mereka tidak bisa zmenyembunyikan guratan kecemasan dan kegelisahan.
"Ma...setelah kita tahu fakta ini...apa yang harus Papa lakukan setelah ini,Ma ?" kata Tuan Wirawan sambil meyeruput teh lalu menarik nafas berat.
"Iya Pa...Mama juga gak tahu apa yang harus kita lakukan sekarang...kenapa kita baru mengetahuinya sekarang ?" gumam Nyonya Wirawan sambil menatap suaminya yang nampak tertekan sekali.
"Mbah Rasni udah lama kerja di rumah kita,ya mungkin ini yang namanya takdir Ma.." kata Tuan Wirawan lagi.
"Iya..tapi Mama takut akan ada hal-hal yang tidak kita inginkan yang menjadi akibat masalah ini Pa.." kata Nyonya Wirawan.
''Semoga saja tidak.." jawab Tuan Wirawan singkat.
"Lalu kapan rencana anak bandel kita pulang dari pendidikannya di LN ?" tanya Tuan Wirawan pada Nyonya wirawan dengan antusias.
"Ya bandel karena Papa selalu nurutin hampir semua keinginannya..." kata Nyonya Wirawan.
"Besok siang InsyaAĺloh Pa..tapi dia gak mau dijemput ke bandara,kayak anak kecil katanya," lanjutnya kemudian.
"Dasar sok dewasa,"kata Tuan Wirawan tersenyum kecil.
...----------------...
Keesokan harinya saat jam istirahat kerja tiba...
Anin dan Winda memilih menghabiskan waktu istirahat mereka di sebuah kafe tak jauh dari toko tempat mereka berkerja.
Turut bersama mereka juga beberapa teman kerja mereka,tapi mereka duduk di lain meja.
Suasana kafe siang itu terpantau cukup rame pengunjung.
"Ampun deh Nin...aku kayaknya udah gak betah deh kerja di toko..teman-teman kita yang lain juga banyak yang rencana keluar begitu dapat pekerjaan baru," kata Winda.
"Kamu rencana gimana Nin ? Kan ijazahmu juga udah keluar.." sambungnya tanya ke Anin.
"Aku sih rencana mau ngelamar kerja jadi OG di RS Bhakti Wirawan,aku dapat info RS itu lagi butuh OG..." kata Anin sambil menyedot es teh didepannya.
"Eh..beneran ? Kamu dapat info dari siapa ?" selidik Winda.
"Ya itu...laki-laki yang aku ceritain tempo hari..yang nebengin aku pulang.." jawab Anin.
"Widiih...aku mencium aroma benih-benih cinta nih..kalau di jadikan novel kira-kira judulnya 'cinta bersemi dari konvoi...whua ha ha ha..." kata Winda tertawa lepas sambil menyedot es jeruk di depannya.
"Apaan sih.." kata Anin ikut tertawa.
Winda juga terus tertawa ngledekin Anin sambil sesekali mencomot pisang krispy pesanananya yang baru diantar ke meja mereka.
"Dia mungkin OB jodohmu Nin...wha ha ha.." tawa Winda.
"Gak papa minimal perkataan bos jutek itu fix salah,yang mengatakan jodohku pengamen waktu itu.." timpal Anin sewot.
"Belum tahu dia..sekarang pengamen banyak yang sukses jadi penyanyi besar..." sambungnya.
"Terlepas dari itu semua...jodoh kan misteri...bagiku mau berjodoh dengan siapapun dan dari profesi apapun aku gak keberatan asalkan itu jodoh terbaik dan sejati dari Gusti Alloh...mentang-mentang dia pemilik toko besar yang notabene beruang...dia melemahkan mental pegawainya...di dalam ucapannya itu loh ada nada mengejek...itu yang aku gak terima juga dongkol bangett..." panjang lebar Anin yang geram banget nada bicaranya.
Itu membuat Winda semakin gak bisa berhenti tertawa.
"Wha ha ha...kamu masih ingat aja sih Nin..omongan orang stress kamu dengerin..." kata Winda.
Dan tiba-tiba...
"Uhuk uhuk uhuk.." suara Winda tersedak sambil memegang dadanya.
"Eh Win..pelan-pelan..makan sambil ketawa sih kamu..." kata Anin.
Tak ada jawaban dari Winda hanya suara tercekat dan kode tangannya kepada Anin meminta untuk di tepuk punggungnya.
Winda terlihat mulai kesakitan dan kesulitan bernafas.
"Win..jangan bercanda deh.."
kata Anin.
Temannya itu tetap tidak menjawab,dia semakin terluhat kesulitan bernafas dan sesekali meraih tangan Anin seakan minta tolong.
"Win.. winda.." Anin yang berdiri di belakang kursi tempat Winda duduk.. terus menepuk-nepuk Winda punggung' dengan tangan mengepal.
Tak ada perubahan.
"Winda..coba kamu berusaha batuk atau tertawa.." kata Anin mulai panik.
Winda hanya menggeleng karena tidak bisa melakukan saran Anin.
"Seseorang...tolong...tolong teman saya.." akhirnya Anin teriak minta tolong karena panik gak tahu harus berbuat apa.
Sontak orang-orang di sekeliling mereka berdatangan menghampiri mereka.
"Ada apa Mbak ? Kenapa Mbak ?" tanya beberapa orang hampir bersamaan.
"Teman saya tersedak..tolong ini harus gimana ?" kata Anin panik dan hampir menangis..sambil terus menepuk punggung teman dekatnya itu.
"Waduh...gimana ya.." beberapa orang berinisiatif ikut menepuk punggung Winda.
Sementara yang lain ada yang memberi saran,
"Coba kasih minum ,Mbak.." Anin lalu mengambil gelas hendak memberi minum Winda.
"Tunggu..jangan diberi minum..kemungkinan malah kesulitan bernafas..." ujar seseorang yang memecah kerumunan.Seorang laki-laki berperawakan atletis,berpakaian casual.
"Lakukan manuver heimlich.." kata laki-laki itu lagi.
"Permisi permisi.." katanya sambil menegakkan tubuh Winda..kemudian dia merangkulnya dari belakang dengan posisi satu tangan mengepal.
Lalu dia menyentakkan genggaman tangannya dengan kuat ke arah dalam perut Winda...berkali kali dia ulangi gerakan itu,hingga sesekali tubuh Winda terangkat ke atas.
Orang-orang yang ada di sekitarnya hanya mengamati.
Namun Winda tetap kesulitan bernafas..hingga pada akhirnya malah terkulai tak sadarkan diri...sontak orang-orang di sekelilingnya yang melihat menyalah kan tindakan laki-laki itu...termasuk Anin.
"Ya Alloh Winda...kamu...apa yang kamu lakukan pada temanku...awas..!!" pekiknya panik sambil mengibaskan tubuh laki-laki tadi
Laki-laki itu hanya geleng-geleng melihat reaksi orang-orang dan tingkah Anin.
"Tolong jangan malah berkerumun..dan beri saya kepercayaan untuk menolong perempuan ini..." kata laki-laki itu kesal karena malah disalahkan banyak orang.
"Dia sudah mengalami asfiksia jadi harus cepat ditangani..." kata laki-laki itu sambil memposisikan dirinya di dekat tubuh Winda yang tergeletak di lantai.
"Apa lagi itu ?" tanya Anin mulai meragukan laki-laki itu.
Apalagi sesaat kemudian laki-laki itu merunduk seakan hendak mencium Winda.
"Eh eh...mau apa kamu ?" kata Anin menepis tubuh laki-laki itu."Jangan modus yaa ..!" Anin memperingatkan laki-laki itu.
"Dia butuh nafas buatan," kata laki-laki itu jengkel.
"Biar aku aja yang nglakuin..." kata Anin.
Sementara Anin memberi Winda nafas buatan, laki-laki itu melakukan gerakan CPR ke dada Winda dengan ritme yang konsisten berulang kali.
Dan pada akhirnya muncul pergerakan dan batuk dati tubuh Winda,hingga akhirnya dia mulai sadar.
"Alhamdulillaah..." kata orang-orang hampir bersamaan.
Termasuk Anin yang kemudian menyandarkan tubuh Winda yang masih lemas dan sesekali terbatuk ke bahunya.
"Win... winda...kamu gak papa ? Apa yang kamu rasain sekarang ?" tanya Anin yang dibalas gelengan kepala dan senyuman kecil dari Winda.
Orang-orang di kafe itu mulai beringsut meninggalkan Anin dan Winda,termasuk laki-laki misterius tadi,yang pergi menghilang entah kemana.
Anin menoleh mencari-cari keberadaan laki-laki itu,hasilnya nihil.
Dalam benaknya merasa bersalah juga,karena sudah 2 kali suudzon pada orang yang berniat baik kepadanya.
....................
Di kediaman keluarga Wirawan..
Semua angggota keluarga sedang berkumpul di ruang tamu,Tuan Wirawan,Nyonya Wirawan,Anak sulungnya Devan dan istrinya Tania beserta anak mereka Rafa.
Mereka tidak biasanya kumpul bersama,kalau tidak ada momen spesial atau menunggu kedatangan tamu penting.
Kali ini ternyata momen menunggu kedatangan keluarga mereka dari luar negeri.
Anak bungsu dari keluarga Wirawan yang menempuh pendidikan kuliah di luar negeri.
"Oppa...kapan Om Akmal mana? kok belum nyampek-nyampek rumah sih ?" celetuk Rafa tak sabar sembari menhambur ke pangkuan Tuan Wirawan.
"Bentar lagi sayang..Om Akmal masih di perjalanan..udah kangen yaa sama Omnya ?" kata Tuan Wirawan sembari merangkul bocah yang berusia 4 tahun itu.
"Iya soalnya waktu telepon,Om bilang mau bawain mainan buat Rafa dari luar negeri.." jawabnya polos yang membuat semua tertawa lepas.
"Iya pasti dibeliin kok sama Om...kan Rafa keponakan kesayangan Om Akmal.." timpal Tania.
Istri Devan ini berperawakan langsing dan berkarakter ceriwis dan jutek.
Berbeda dengan Devan yang berkarakter tenang dan kalem.
Tak jarang suami istri ini berselisih faham,tentang hal kecil sekalipun,tak jarang pula Devan memilih untuk mengalah,karena sudah hafal dengan tabiat sang istri yang notabene anak dari keluarga kaya,jadi biasa mau menang sendiri
.Devan bekerja sebagai Direktur Eksekutif di salah satu perusahaan Tuan Wirawan dahulu kala Devan dan Tania menikah karena dijodohkan oleh kedua orang tua mereka yang menggeluti bisnis yang sama...dia sudah paham betul seluk beluk dunia bisnis,berbeda dengan Tania yang memilih hanya menjadi istri rumahan yang tinggal menghabiskan gaji suaminya saja.
Di samping perusahaan,Tuan Wirawan juga mempunyai sebuah rumah sakit swasta bernama Bhakti Wirawan..rumah sakit yang didirikan oleh ayahnya dulu,sekarang dia kelola dan dia sendiri bertindak sebagai direktur utamanya.
Dan kini anak bungsunya Akmal baru pulang dari pendidikan kedokteran di luar negeri,diminta Tuan Wirawan pulang dan ikut bergabung di RS Bhakti Wirawan.
"Assalamu'alaikum.." suara seseorang dari pintu masuk.
"Om Akmal datang.." seru Rafa yang hafal betul siapa pemilik suara itu.
"Wa'alaikumsalam warohmah.." jawab keluarga yang lain.
"Sesosok laki-laki muda berperawakan atletis memakai pakaian casual terlihat masuk dari pintu utama menuju ruang tamu dimana keluarga berkumpul.
"Om Akmal.." Rafa berlari kecil memeluk Akmal.Akmal berjongkok menyambut pelukan bocah kecil itu.
"Hallo jagoan.." sapa Akmal.Kemudian melepas pelukan Rafa,lalu beralih mendekat ke arah Mamanya..mencium tangan wanita yang tingginya sebahu dia,sesaat kemudian mereka saling berpelukan melepas rindu.
Sang Mama berkaca-kaca sambil memegang kedua pipi Akmal.
"Kamu nampak bahagia dan tumbuh dewasa jauh dari Mama,Nak.." ledek Mamanya.
"Mama bisa banget deh ngelawaknya..aku kangen banget loh sama Mama.." kata Akmal sedikit bermanja pada Mamanya.
"Kamu gak kangen sama Papa ?" celetuk Papanya yang dari tadi hanya memperhatikan ibu dan anak itu.
"Kayaknya ada yang merajuk,Nih..." kata Akmal sembari beralih mencium tangan Papanya kemudian memeluknya.
"Dasar anak Mama.." kata Papanya sambil mengacak rambut depan Akmal..Tuan Wirawan secara postur udah kalah dari Akmal.
Kemudian Akmal beralih memeluk kakaknya Devan yang dari tadi hanya tersenyum kecil menyaksikan orangtuanya melepas rindu pada adiknya itu.
Berbeda dengan istrinya yang dari tadi juga memperhatikan,tapi dengan tatapan sinis.
"Hai CEO ?" sapa Akmal pada Devan sambil memeluknya.
Kakaknya membalas pelukannya, sembali meninju lengan kekarnya.
"Makin bermassa aja nih otot.." celetuk Devan.
"Ya iyalah..aku kan rajin latihan biar gak kalah sama Kakak.." jawab Akmal.
"Mana mungkin kamu kalah dari kakakmu..secara kamu kan anak emasnya Mama dan Papa.." sambar Tania yang bernada iri,namun tidak ada yang meresponnya karena malah membuat suasana jadi runyam.
Mereka udah hafal tabiat Tania.
"Apa kabar Kak ?" sapa Akmal kaku menyalami Tania.
"Baik adikku tersayang.." jawab Tania sok akrab.
"Ayo Om..mana mainan Rafa yang Om janjiin waktu di telefon ?" kata Rafa tidak sabar.
"Oh iya...yuk ke kamar Om,tas Om kan udah di kamar dibawain pak supir tadi..." kata Akmal.
"Ya udah istirahat sana gih...pasti capek banget setelah perjalanan panjang kamu.." kata Mama yang diiyakan Papa.
Devan dan Tania berlalu menuju kamar mereka di lantai dua.
"Capek hati juga Ma...soalnya tadi ketemu sama orang-orang yang ngeselin pakek bangett.." kata Akmal kesal.
"Maksudnya gmna ?" kata Tuan Wirawan sembari duduk di sofa ruang tamu bersama istrinya.
"Ceritanya panjang Pa..." katanya sambil berlalu menaiki tangga menuju kamarnya yang juga di lantai dua sembari menggandeng tangan Rafa yang sudah tak sabar melihat mainannya.
Malam harinya,keluarga Wirawan makan bersama di meja makan.
"Ayo Akmal...makam yang banyak,iitu udah ada makanan kesukaan kamu...balado telur sama ikan teri..." ujar Mama.
"Siap Maa...Akmal udah rindu masakan ini..." kata Akmal mulai menyuap makanan di piringnya.
"Eh Ma...kayaknya ada yang kurang deh..kok rasa masakannya gak seperti yang biasa aku makan.." kata Akmal.
Papa dan Mama saling berpandangan sambil tersenyum kecil.
Begitupun Devan,kecuali Tania yang masih memasang wajah juteknya.
"Btw aku dari tadi belum bertemu Mbah deh..." kata Akmal lagi.
"Akmal..Mbah udah gak kerja di rumah kita lagi.." kata Mamanya.
"Lho kenapa ?'' Akmal terlihat kaget.
"Cucunya yang baru lulus SMA ngelarang dia kerja lagi,mengingat usia Mbah juga semakin bertambah..kasihan katanya.." papar Papanya.
"Ih...sok ngatur banget sih cucunya itu...kayak disini Mbah disuruh kerja rodi aja.." cibir Akmal.
"Lulus SMA aja belagu..." lanjutnya.
"Balado telur dan ikan teri itu masakan bibi ART kita yang baru.." terang Mama.
"Pantesan rasanya gak seperti masakan Mbah biasanya.." kata Akmal tampak kecewa..dan meneruskan makannya dengan ogah-ogahan.
Papa dan Mamanya hanya bisa melihat.
"Mama tahu alamat rumah Mbah ?" tanya Akmal kemudian.
"Emm..tahu" jawab Mamanya ragu sambil menoleh ke arah suaminya.
"Kasih tahu Akmal alamatnya Ma..biar Akmal samperin ke sana." kata Akmal lagi.
Mama dan Papanya seketika memasang wajah penuh kerisauan.
"Anin..tunggu..!"teriak Winda berlari kecil mencoba menjajari Anin saat di trotoar,hendak menuju toko tempat mereka berkerja.
Anin menoleh.
"Ish..jangan kenceng-kenceng teriaknya..ntar tersedak lagi kayak kemarin..aduhh..berabe.."kata Anin ngeledek temannya itu.
"Ihh..iya aku malu banget Nin..besok-besok aku gak mau ke kafe itu lagi Nin..tengsin banget aku.."kata Winda.
"Dasar kamu...aku tuh yang malu..pakek banget..gara-gara kamu tuh.."kata Anin sambil mendorong bahu Winda dengan bahunya juga.
"Iya sorry..btw makasih banget ya udah nolongin aku..."kata Winda lagi.
"Sebenarnya bukan aku yang nolongin kamu..ada seorang laki-laki yang datang mbantuin..ngasih pertolongan pertama..mbantuin kamu sadar dari pingsanmu..malah mau ngasih napas buatan...cuman aku larang,takutnya dia modus.."jelas Anin pada Winda.
"Justru aku merasa bersalah sama laki-laki itu,soalnya aku udah suudzon duluan..ternyata dia itikadnya baik..malah aku berdebat sama dia..mana orang-orang di kafe juga ikut nyalahin dia lagi..."kata Anin dengan nada penyesalan.
"Orangnya masih muda ?"tanya Winda dijawab anggukan sama Anin.
"Ganteng gak ?"tanya Winda lagi yang dijawab anggukan kepala lagi sama Anin.
"Harusnya kamu biarin dia ngasih nafas buatan ke aku Nin..siapa tahu dia pangeranku yang bakal jadi jodohku..."kata Winda yang diluar ekspektasi Anin.
"Dasar pe-akk..."kata Anin sambil menjitak pelan kepala Winda..yang dijitak malah tertawa lepas.Anin hanya geleng-geleng kepala dan tersenyum kecil.
"Nanti jam istirahat aku mau ngasihkan CV-ku ke RS Bhakti Wirawan..moga aja lowongan OG masih ada.."kata Anin lagi.
"Iya Nin..coba-coba aja dulu,siapa tahu rezeki kamu..seandainya aku fresh garaduate pasti aku juga ngelamar ke sana.."kata Winda yang notabene lulusan udah 2 tahun yang lalu.
"Iya sambil nunggu gajian bulan ini juga di toko," sambung Anin.
Tak terasa mereka berdua sudah sampai di depan toko tempat mereka berkerja.
Saat jam istirahat di RS Bhakti Wirawan..
"Permisi Mbak..saya mau ngelamar pekerjaan di sini sebagai OG..apa masih ada lowongan ?"tanya Anian di bagian resepsionis.
"Iya Mbak..masih ada lowongan."kata resepsionis itu.
"Prosedurnya gimana ya,Mbak ?" tanya Anin.
"Iya..Mbak taruh sini aja CV -nya nanti saya teruskan ke bagian personalia,"jawab resepsionis.
"Oke makasih," kata Anin sambil menyerahkan CV ke resepsionis.
"Oh ya Mbak...boleh tanya ?"kata Anin yang dijawab anggukan kepala oleh resepsionis.
"Kalu boleh tahu disini ada gak OB yang bernama Barra ?" tanya Anin.
"Setahu saya nggak ada Mbak..yang saya tahu nama Barra itu salah satu dokter bedah di sini,gak tahu juga itu orang yang Mbak maksud atau bukan," jelas resepsionis.
"Iya udah makasih Mbak yaa..."mata Anin kemudian.
"Iya sama-sama..nanti kalau Mbaknya lulus seleksi..akan dihubungi pihak RS lebih lanjut.."sambung resepsionis yang hanya dibalas anggukan..karena masih berusaha mencerna informasi tentang sosok bernama Barra.
Apakah Barra yang mengantarnya pulang waktu itu adalah dokter di RS itu atau bukan.
Lalu dia bergegas keluar dan menuju toko tempat dia bekerja..jaraknya tidak begitu jauh memang...letaknya berseberangan jalan dan hanya sekitar 10 menitan ditempuh jalan kaki dari toko ke RS itu.
'Semoga aja aku bisa diterima jadi OG di rumah sakit itu..selain lepas dari bos yang judes,gajinya pastinya lebih lumayan dibanding karyawati toko,seperti kata Barra tempo hari,' batin Anin sambil melangkahkan kaki masuk ke toko tempatnya berkerja.
Satu minggu kemudian...
Di area parkir RS Bhakti.Tampak Barra memarkir sepeda motor sportnya di tempat parkir khusus.
Hal itu menjadi pemandangan yang istimewa bagi sebagian besar staff dan perawat RS Bhakti Wirawan...karena pesona dan kharismatika seorang Barra yang tidak diragukan lagi.
"Selamat Pagi Dokter.."sapa seorang wanita muda yang juga selesai memarkirkan sepeda motornya.
Barra menoleh ke sumber suara yang menyapanya.
"Eh kamu Yanti...selamat pagi juga.." jawab Barra kepada Yanti yang notabebe adalah resepsionis RS.
"Tumben pagi banget datangnya,Dok.."sambung Yanti.
"Iya ada yang perlu aku pelajari sebelum tindakan pembedahan hari ini,Yan.."jawab Barra sembari berjalan beriringan dengan sang resepsionis,menuju gedung utama RS.
"Oh ya Dokter Barra..tempo hari ada yang nanyain.."kata Yanti.
"Siapa ?"tanya Barra.
"Perempuan muda..dia datang ke meja saya untuk menyerahkan CV-nya,melamar sebagai OG.Lucunya dis tanya soal OB bernama Barra bukan dokter Barra..."papar Yanti.
"Ciri-cirinya gimana ?"tanya Barra.
"Dia good looking..tingginya sedang..kulitnya kuning langsat..rambut sebahu ikal di ikat jadi satu ke belakang..kayaknya dia sih masih polos banget,Dok"?sambung Yanti.
"CV nya masih ada di kamu ?"tanya Barra lagi."Udah saya teruskan ke bagian personalia,Dok..kenapa Dok?Dia rekomendasi Dokter ?"telisik Yanti.
"Bukan..cuma aku kasih info kalau RS butuh OG,"jawab Barra
."Makanya Dok..jangan tebar pesona terus..kasihan tuh yang jadi korban..saya aja klu gak ingat udah ada suami di rumah..pasti juga khilaf..pakek ngaku OB segala.."ledek Yanti.
"Apaan coba..yaudah aku mau ke ruangan dulu," jawab Barra menuju lift,meninggalkan Yanti yang bersiap di meja resepsionis,dengan saling melempar senyum tanda berpamitan.
Saat menuju lift khusus dokter dan staff beberapa orang yang dilaluinya menyapa dirinya..kebanyakan perempuan,maklum selain tampan Barra juga terkenal humble.
Pintu lift terbuka..tapi kemudian niat ke ruangannya dia batalkan,dia menuju ke bagian personalia dulu yang berbeda lantai.
Sesampainya di depan bagian personalia....
"Eh Dokter Barra..tumben datang ke sini..ada yang bisa saya bantu?"sapa kepala bagian personalia.
"Enggak..saya cuma mau lihat CV orang-orang yang melamar sebagai OG,bisa gak ya ?"tanya Barra.
"Waduh...sebagian udah saya sisihkan..hanya saya sortir yang memenuhi kriteria saja...kan kita mengutamakan yang fresh graduate SMA atau sederajat..jadi nanti masih ada tahap training lagi..emangnya ada yang dokter rekomendasikan ?Sayangnya kenapa gak dari kemarin-kemarin dokter bilang ke saya..."jelas kepala bagian personalia
"Oh gitu ya ? Coba saya lihat yang lulus seleksi ,"kata Barra lagi.
"Sebentar saya ambilkan..ini Dok,"kata kepala bagian personalia seraya menyodorkan tumpukan map.
Barra menilik satu persatu map itu..tidak terlalu banyak untungnya,karena OG yang dibutuhkan hanya 10 orang.
Dilihatnya foto-foto dalam map..mencari kemungkinan ada foto orang yang dia maksud.
Tak dinyana...foto orang yang dimaksud ternyata ada diantara tumpukan map itu.
"Anindya.."gumamnya lirih sehingga tidak sampai terdengar oleh kepala personalia.
"Ok terimakasih ya.."kata Barra menyerahkan kembali tumpukan map tadi sembari mengulas senyum.
"Sama-sama,Dokter,"jawab kepala personalia tersenyum juga.
Kemudian Barra berlalu menuju lift dengan tujuan ruangannya.
Di kediaman Wirawan...
Akmal,Devan dan Papanya sedang berbincang di taman samping rumah mereka sambil berolahraga ringan jogging dan stretching bersama.
"Jadi kapan kamu rencana mulai bergabung ke RS Bhakti Wirawan ?"tanya Devan ke Akmal.
"Tau ah Kak..sebenarnya aku juga masih ingin nyantai di rumah sih.."jawab Akmal.
"Gimana kalau hari ini kamu bareng Papa ?"bujuk Papanya.
"Lagian kamu mau ngapain di rumah ?Seharian cuman nemenin Rafa main sama telfonan mulu.."ledek Devan.
"Di rumah sakit kan kamu juga bisa sekalian pacaran sama kekasihmu si Rika.."sambung Devan.
"Nggak seru ah...masak mau pacaran di rumah sakit...lagian aku udah setiap hari VC-an,dari sejak di luar negeri,"elak Akmal.
Akmal memang sudah punya pujaan hati sejak di bangku SMA..
Rika namanya.
Selama ini mereka menempuh jurusan kuliah yang sama yaitu fakultas kedokteran,bedanya Akmal di luar negeri mengambil jurusan pendidikan doter,Rika di Indonesia mengambil jurusan ilmu keperawatan.
Jadi mereka memutuskan untuk LDR.
Dan Rika juga baru bergabung kerja di RS Bhakti Wirawan,sebagai perawat.
Mereka masih sama-sama lulus menyandang S1,dan Akmal rencananya akan melanjutkan pendidikan Koas (dokter muda) di Indonesia,gak tahu kalau Rika.
"Ya udah..kapanpun kamu siap kamu bisa datang ke rumah sakit..nerapin ilmu yang kamu dapat..sayang lho jauh-jauh belajar ke luar negeri.."kata Papanya lagi.
"Ayo udahan dulu olahraganya...pada mandi gih..lanjut kita sarapan bersama,"seru Nyonya Wirawan menghampiri suami dan anak-anaknya.
"Iya Ma.."kata mereka bertiga hampir bersamaan.Kemudian mereka menuju kamar masing-masing.
Di kamarnya Devan yang selesai mandi dan bersiap turun untuk sarapan sedang berbincang dengan istrinya Tania.
"Kamu kapan jadi pemilik peruhaan Papamu ini ?"celetuk Tania tak ditanggapi Devan.
"Katanya CEO,tapi masih aja gak bisa ambil kaputusan final,harus persetujuan Papa.."sambungnya
."Buktinya...beberapa kali Papaku minta kamu meloloskan tender besar kamu ke perusahaannya,kamu selalu nolak..masak gitu aja gak bisa sih Mas?"cerocosnya pada Devan sambil duduk di meja rias kamarnya.
"Gak segampang itu Tania,aku udah berusaha..perusahaan Papamu masih belum bisa mengungguli perusahaan pemenang tender.."jelas Devan sedikit kesal.
"Kamu harusnya ngerti..seberapa besar usahaku nolong perusahaan Papamu...tak jarang aku ngasih suntikan dana yang jumlahnya tak sedikit...supaya perusahaan Papamu tetap bisa berjalan,tanpa sepengetahuan Papa..ngerti dong..masak gak ngerti.."kata Devan setengah berbisik agar tidak ada yang mendengar.
Padahal bersamaan dengan itu Akmal melewati kamar mereka,jadi bisa mendengar pembicaraan mereka.
'Kasihan Kak Devan..' batin Akmal,lalu buru-buru turun ke bawah.
Di rumah Anindya...
Anin yang selesai mandi,bergegas menuju meja makan,Mbah Rasni sudah menyiapkan sarapannya.
"Mbah..ini gaji Anin bulan ini..Mbah pegang yaa..buat kebutuhan rumah,"kata Anin sambil menyodorkan amplop putih berisi sejumlah uang.
"Alhamdulillah..kamu udah gajian Nduuk..pegang aja..Mbah masih ada uang kok.." kata Mbah.
"Uang Mbah disimpan..pakek uang gajian Anin aja..Anin juga udah ngelamar kerja ke tempat lain kok Mbah..yang kira-kira gajinya lebih banyak,"kata Anin meyakinkan Mbah.
"Oh ya Nduk..kemarin siang ada orang kantor pos datang ngasih amplop juga ke Mbah.."cerita Mbah polos.
Anin menghentikan sarapannya.
"Mana amplopnya Mbah ?"tanya Anin antusias.
"Ini Nduk..Mbah lupa gak cerita kamu semalam,"kata Mbah menyodorkan amplop coklat.
Lalu amplop itu di terima Anin lalu dibuka.
"Syukurlah..Alhamdulillah Mbah lupanya gak kelamaan.."pekiknya terlihat sumringah.
Mbah Rasni tampak bingung.
"Panggilan kerja Mbah.."seru Anin.
"Hari ini,Mbah.."lanjutnya gembira.
Lalu segera menyuap dengan terburu-buru sarapannya.
"Pelan-pelan,Nduk..maksude piye?"tanya Mbah masih bingung.
"Anin harus segera bergegas ke tempat kerja baru Anin,Mbah..hari ini mulai training sampai 1 bulan,kalau lulus training,Anin baru diangkat jadi pegawai tetap di sana,"jelas Anin.
"Dimana ? Jadi apa ?" tanya Mbah agak khawatir.
"Di rumah sakit,nulis-nulis.."jawab Anin asal.
Anin gak mau Mbahnya berkecil hati cucunya kerja bersih-bersih rumah sakit.
Lalu Anin berpamitan berangkat ke RS.
Tiba di RS Bhakti Wirawan..
Anin dan 4 OG baru lainnya mendapat arahan dari kepala divisi GA(General Affair),tentang tugas harian, mingguan dan bulanan seorang Office Girl.
"Kalian disini masih menjalani masa training 1 bulan,kemudian selanjutnya kalau kalian lulus training,baru tandatangan kontrak kerja,sudah paham?"terang Kadiv GA yang bernama Bu Arum.
"Paham,Bu.."jawab 4 OG baru.
"Baiklah..kalau kalian sudah paham..ini seragam kalian dan kalian bisa mulai training kerja hari ini.Silahkan.."kata Bu Arum sambil membagi seragam.
Anin bergegas menuju kamar mandi untuk ganti seragam,dia antusias untuk memulai pekerjaan barunya,di benaknya minimal Bu Arum tidak sejudes bosnya di toko.
'Oh ya..gimana aku harus ngasih tahu Winda kalau aku udah kerja menjadi OG di RS ?Aku kan gak punya handphone..mungkin aku bisa cari Barra untuk minta tolong pinjam handphonennya untuk menghubungi Winda,sekalian bilang terimakasih atas info pekerjaannya..tapi gimana aku mencarinya ?' kata batin Anin berkecamuk.
Saat dia melangkah menuju lokasi pekerjaan hariannya,yaitu membersihkan kaca di bagian ruang pendaftaran..sekilas dia melihat sosok yang dia cari melintas di koridor bersama rekannya yang lain..
Barra....
Tapi dia agak shock melihat baju yang Barra kenakan
.'Barra ternyata tenaga medis..'batinnya melihat dari jauh.
"Dokter..!"suara seorang perempuan yang mungkin perawat..ternyata memanggil Barra.
"Barra ternyata dokter.."gumamnya pelan.
Perasaannya campur aduk..antara malu karena sempat berprasangka buruk pada Barra dan minder karena dia hanya seorang OG.
Dia beringsut tidak jadi menemui Barra..niatnya dia urungkan lalu berbalik badan.
Anindya..tunggu..!"suara seseorang terdengar memanggil namanya.
Dan setelah ditoleh sumber suaranya..ternyata adalah Barra.Anin mendadak panas dingin.
"Kamu sejak kapan kerja disini ?"tanya Barra menghampiri Anin.
"Ee..mulai hari ini..terimakasih yaa...ee..Dokter..atas info pekerjaannya.."kata Anin terbata.
"Maaf sebelumnya saya gak tahu kalau Anda seorang Dokter.."sambungnya pelan merasa tidak enak hati.
"Gak masalah..Oke..semoga kamu betah kerja disini Anin..supaya kita bisa ketemu setiap hari.."kata Barra.
"Aku tinggal dulu yaa..oh ya.kalau butuh bantuanku..aku ada di bagian poli bedah,"sambung Barra yang dibalas hanya anggukan kaku oleh Anin.''Iih..ngeri poli bedah.."gumam Anin lirih sesaat setelah Barra pergi.Kemudian dia mulai melakukan pekerjaan hariannya untuk membersihkan kaca dan mengepek lantai ruang pendaftaran.Hari pertama berkerja dia begitu semangat,berharap pekerjaannya ini lebih nyaman dari pekerjaannya dulu,berharap gajinya lebih besar dan membuat Mbahnya bahagia di masa tuanya.Dalam lamunannya tiba-tiba dia menabrak seseorang dan 'brakk'...Anin hampir roboh tapi tertahan oleh tubuh kekar seseorang."Astaga ! Punya mata gak sih ?"pekik pemilik tubuh kekar itu.Bau parfum tubuh itu tercium Anin,begitu maskulin.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!