NovelToon NovelToon

Love My Enemy’S Daughter

#1

hi, perkenalkan namaku Pansy. Aku sedang belajar membuat novel. Mudah-mudahan suka ya, soalnya masih dalam tahap belajar. Boleh minta saran dan kritiknya ya kakak semua, supaya saya bisa lebih berkembang ke depannya.

Jangan lupa buat selalu like dan tinggalin komen di setiap bab. Saya akan selalu usahakan up setiap hari (selain weekend), tapi ga janji karena ada kerjaan juga di real life 😁

Selamat membaca ya kakak semua!

🌸🌸🌸

Love has no limit, size, age, weight, height, Color of skin, distance, different likes in something, nothing matters, its LOVE.

**

Bandara Internasional Leonardo da Vinci yang dikenal juga sebagai Bandara Internasional Fiumicino adalah bandar udara terbesar di Italia yang melayani lebih dari 34 juta penumpang per tahunnya. Bandara ini terletak di Fiumicino dan melayani Kota Roma. Bandara ini menjadi pusat operasi maskapai penerbangan Alitalia bersama dengan Bandara Internasional Malpensa yang berada di Kota Milan.

Seorang pria muda berusia 17 tahun berjalan dengan semangat dan senyum yang terukir di wajahnya. Ia adalah Alessandro Romano. Ia baru saja pergi selama 1 minggu ke Perancis untuk menemui neneknya yang kini tinggal di Paris bersama dengan keluarga besarnya.

Awalnya, Alessandro akan berada di Kota Paris selama 2 minggu. Namun, karena kerinduannya kepada kekasihnya, ia pun tak ingin terlalu lama terpisah, apalagi ia baru menjalin kasih selama 3 bulan.

Aurora Frederica, seorang gadis Italia bermanik mata cokelat selalu menjadi pengisi hatinya sejak 2 tahun yang lalu saat ia pertama kali masuk ke jenjang sekolah atas.

Alessandro berencana langsung pergi ke apartemen Aurora. Aurora memiliki apartemen di kawasan tak jauh dari tempat mereka sekolah bersama. Aurora hanya tinggal seorang diri karena kedua orang tuanya tinggal di Kota Turin yang berjarak sekitar 7 jam dari Kota Roma.

Ia berjalan keluar dari bandara sambil membawa kopernya. Di sana, ia telah melihat asisten pribadi kepercayaan ayahnya, Javer Rossi, telah menunggunya. Alessandro langsung menaiki kursi penumpang mobil Maserati berwarna hitam dengan wajah yang terus tersenyum.

“Antarkan aku ke apartemen Pallazo, setelah itu Uncle bisa langsung pulang,” kata Alessandro.

“Apa kamu tak ingin pulang dulu, Al?” tanya Javer.

“Tidak Uncle, aku mau menemui seseorang dulu,” kata Al sambil terus tersenyum.

“Baiklah kalau begitu. Uncle akan langsung kembali ke perusahaan setelah mengantar kopermu.”

“Apa Daddy masih di kantor, Uncle?” Tanya Al.

“Ya, hari ini jadwal meeting sangat padat. Karena itu juga Uncle harus segera kembali.”

“Uncle langsung ke kantor saja. Koperku tidak mengapa diantar malam hari, tidak ada yang terlalu penting di dalamnya.”

“Baiklah kalau begitu,” Javer mengantarkan Alessandro ke apartemen Pallazo seperti permintaannya. Setelah menurunkan anak atasannya itu, ia segera melajukan mobilnya menuju ke perusahaan Romano.

**

Alessandro memasuki apartemen tersebut. Sang resepsionis sudah mengenalinya karena Al pernah beberapa kali datang ke sana untuk menjemput Aurora.

Al menaiki lift dan menekan angka 20, lantai tempat unit apartemen yang ditempati oleh Aurora. Dengan menekan password yang sudah ia ketahui di luar kepala, ia memasuki apartemen tersebut.

“Ra, apa kamu di dalam?” Alessandro melangkahkan kakinya memasuki unit apartemen tersebut. Suasana begitu sunyi dan tenang, membuat Al sedikit mengernyitkan dahinya.

Apa kamu masih tidur, ra? batin Alessandro. Ia pun melangkahkan kaki menuju kamar tidur kekasihnya itu. Dengan perlahan ia membuka pintu karena ia tak mau sampai Aurora terbangun.

Baru saja ia masuk, matanya langsung membulat saat melihat apa yang terpampang di hadapannya. Kekasihnya yang baru dipacarinya selama 3 bulan, kini sedang tertidur dengan seorang pria. Ia bisa melihat tubuh bagian atas keduanya yang polos karena hanya tertutupi selimut sampai batas dada.

Hatinya seakan diiris-iris kembali ketika tahu bahwa pria yang ada di samping kekasihnya adalah sahabatnya sendiri, Raymond Costa.

“Aurora Frederica!” Suara Alessandro yang keras seketika membangunkan Aurora dan juga Raymond. Aurora yang melihat kedatangan Alessandro seketika kaget. Ia juga sangat bingung saat melihat bahwa yang berada di sampingnya adalah Raymond Costa.

“Al, aku bisa jelaskan. Tidak ada yang terjadi antara aku dengan Ray, ini semua salah paham. Semalam aku ….,” Aurora terus berusaha membela dirinya, sementara Raymond hanya melihat dengan tenang apa yang sedang terjadi.

“Tak ada yang perlu dijelaskan, karena aku sudah melihat semuanya. Mulai detik ini, jangan pernah lagi muncul di hadapanku. Dan kamu, Raymond Costa, persahabatan kita hanya sampai di sini,” Alessandro segera pergi meninggalkan unit apartemen tersebut tanpa menoleh ke belakang.

Sementara itu di dalam kamar,

“Apa yang kamu lakukan di sini?” Tanya Aurora heran. Seingatnya ia pulang bersama pria lain, ia sangat yakin akan hal itu. Ia juga sudah menyuruh pria itu segera pulang setelah pergulatan panas mereka karena ia tak mau sampai Alessandro memergoki hubungannya dengan pria lain.

Raymond tersenyum sinis memandang Aurora, “Aku di sini untuk membongkar kebusukanmu. Meskipun Al sekarang memutuskan persahabatannya denganku, tapi aku berhasil melepaskannya dari jerat perempuan iblis sepertimu.”

Raymond membuka selimut yang menutupi tubuh bagian bawahnya. Di sana terlihat ia masih menggunakan celana lengkap. Raymond segera memakai kemeja yang ia letakkan secara sembarangan.

“K-kamu menjebakku?” tanya Aurora.

“Tak ada yang menjebakmu. Bukankah semalam kamu memang bersama dengan seorang pria? Aku hanya memperlihatkannya pada sahabatku.”

Ck… Aurora berdecak kesal.

“Aku tahu kamu hanya ingin menjerat Al karena Al adalah anak pengusaha sukses di Kota Roma. Aku juga tahu bagaimana liciknya dirimu, karena itulah aku harus mengorbankan diriku sendiri. Jangan berpikir bahwa aku sengaja berada di sini karena tertarik padamu … cihhh!!! Menjijikkan!” Raymond langsung memakai kembali jas nya dan keluar dari apartemen, meninggalkan Aurora yang mengeram kesal dan mengepalkan tangannya.

Sampai di luar apartemen, Raymond menghela nafasnya pelan. Raut wajahnya menyiratkan kesedihan, namun saat ia menoleh ia kembali tersenyum.

“Kamu sudah berada di sini?” Tanya Raymond.

“Tentu saja. Aku ingin menjemputmu. Aku tak ingin kamu berlama-lama bersama perempuan itu … atau jangan jangan kamu masih ingin bersamanya?”

“Jangan seperti itu. Aku mencintaimu dan menyayangimu. Baiklah, mari kita pergi.”

Aku sangat berharap kamu bahagia Al. Meskipun kini kamu menganggapnya berkhianat dan memutuskan persahabatan kita, tapi percayalah bahwa aku sama sekali tidak membencimu. Aku mengerti perasaanmu. Sampai nanti kita berjumpa lagi … aku pergi …

🌹🌹🌹

#2

11 tahun kemudian,

Seorang anak perempuan sedang berlari ke sana kemari. Ia begitu senang bermain air dan pasir.

“Dad, apa yang sedang Dad buat?”

“Dad sedang membuat sebuah kalung, sayang. Lihatlah, apa kamu menyukainya?”

“Ini cantik sekali. Apa Daddy bisa membuatkan 1 lagi?”

“Apa kamu menginginkannya lagi?”

“Ya, aku akan menyimpannya untuk adik bayi,” gadis kecil yang kini mulai beranjak remaja tersenyum.

Dari kejauhan, seorang wanita dengan perut yang sudah membesar memanggil mereka, “Dad, mommy memanggil kita.”

“Baiklah, ayo kita ke sana.”

“Daddy duluan saja. Aku akan mengambil sandalku dulu di sebelah sana.”

“Baiklah, sayang. Jangan lama-lama, Mommy sudah menunggu kita.”

“Okay, Dad. Siap!!” Gadis itu meletakkan tangannya di dekat keningnya seperti sedang memberi hormat.

Gadis kecil itu berjalan menjauh dari villa yang ditempati oleh keluarganya. Ia menyusuri pinggir pantai sambil mengingat-ingat di mana tadi ia meletakkan sandalnya. Ia tidak menyadari bahwa ia sudah berjalan terlalu jauh.

“Aduhh!!” Pekiknya karena tiba-tiba saja ia terjatuh. Air laut sepertinya semakin meninggi karena hari sudah mulai beranjak sore dan bulan yang begitu bulat akan kembali muncul di langit.

“Apa kamu tidak apa-apa?”

“Hi Uncle!” sapa gadis kecil itu sambil membersihkan kakinya yang terkena banyak pasir.

Pria itu membantu gadis kecil untuk bangun dan membersihkan pakaian serta kakinya yang terkena pasir dan air laut, “terima kasih, Uncle”

“Lain kali berhati-hatilah,” ucap pria itu sambil tersenyum dan mengusap rambut gadis kecil itu. Gadis itu tidak mendapatkan sandalnya, mungkin sudah terbawa oleh ombak, demikian pikirnya. Ia pun langsung ingin berlari kembali menuju villa, namun langkahnya terhenti dan ia berbalik menghampiri pria yang menolongnya.

“Uncle!” Panggilnya.

“Ya.”

“Ini untuk Uncle. Terima kasih karena sudah menolongku,” ia memasangkan kalung kerang buatan daddynya kemudian mengecup pipi pria itu.

“Sampai jumpa lagi, Uncle,” gadis kecil itu berlari kembali menuju villanya, sambil melambaikan tangan.

“Anak itu lucu sekali, apalagi dengan matanya yang terlihat begitu jernih. Mata biru yang memberikan kebahagiaan, seperti langit dan air laut,” pria itu merentangkan tangannya lebar-lebar sambil menghirup dalam-dalam udara di sana, kemudian memegang kalung kerangnya sambil tersenyum.

**

7 tahun selanjutnya,

“Dad! Selamat pagi!” Teriakan ceria dari seorang gadis yang hari ini tepat berusia 17 tahun.

“Pagi, sayang,” Raymond mengecup pipi putri kesayangannya itu.

“Apa Daddy akan pergi ke kantor hari ini?” Tanya Bianca.

“Tentu saja, sayang. Apa kamu mau ikut dengan Daddy?”

“Tidak, Dad. Hari ini aku akan mempersiapkan ulang tahunku dengan luar biasa. Daddy jangan terlambat ya pulang nanti.”

“Hmm … mana mungkin Daddy melupakan ulang tahun putri kesayangan Daddy,” Bianca pun mengecup pipi Raymond sebelum pergi meninggalkan Mansion Costa.

Raymond melihat kepergian Bianca, ia menarik nafasnya pelan. Masih bisa Raymond rasakan kesepian dan kekosongan di dalam hatinya setelah kepergian istri tercintanya 7 tahun yang lalu.

Flashback on

“Dad!” Teriak Bianca ketika ia menemukan Mommynya tergeletak di lantai dengan darah yang mengalir dari pangkal pahanya. Raymond yang baru saja memasukkan barang-barang milik mereka ke dalam bagasi mobil, langsung berlari ketika mendengar teriakan Bianca.

Wajah Raymond langsung memucat ketika melihat keadaan Amadea, istri tercintanya. Ia langsung mengangkat tubuh Dea dan membawanya ke dalam mobil. Ia meletakkan Dea di kursi penumpang, masih dengan keadaan tak sadarkan diri. Raymond juga langsung memasangkan seatbelt untuk Bianca yang duduk di sampingnya.

Raymond memang pergi berlibur hanya bersama dengan keluarganya, tanpa membawa supir, asisten ataupun pengawal. Ia hanya ingin merasakan kebersamaan dengan keluarganya, sesuai dengan permintaan istrinya.

“Sayang, bagaimana kalau kita menginap di villa resort kita yang ada di pantai. Tapi jangan membawa siapapun, hanya kita. Aku ingin membuat kenangan kita bersama di sana.”

Raymond menyetir dengan kecepatan tinggi, membuat Bianca terus berpegangan pada seatbelt yang melintang di tubuhnya.

Sesampainya mereka di rumah sakit, Raymond langsung menggendong Dea dan meminta perawatan terbaik. Ia hanya bisa berdiri di depan ruang ICU dengan perasaan cemas sambil terus menggandeng putrinya, Bianca Amadea Costa.

Perasaannya langsung hancur berkeping-keping ketika Dokter menyatakan bahwa istrinya tak bisa diselamatkan, begitu juga dengan bayi yang sedang dikandung oleh Dea. Saat itu Dea sudah memasuki trimester terakhir, hanya tinggal menghitung minggu sampai mereka bertemu dengan buah hati kedua mereka. Namun, berita yang ia dapatkan justru terbalik. Ia kehilangan 2 orang yang sangat ia cintai, istrinya dan anak ke dua mereka.

Sejak saat itu, Raymond hanya memusatkan perhatiannya kepada pekerjaan dan juga mengurus Bianca. Ia selalu merasa melihat diri Dea pada diri Bianca. Wajah mereka hampir serupa, hanya saja Bianca memiliki warna biru pada matanya, mengikuti dirinya.

Raymond tak pernah lagi membuka hatinya untuk wanita manapun. Ia terlalu mencintai Amadea. Mereka bahkan menikah saat usia mereka masih 17 tahun, karena Raymond tak ingin kehilangan Amadea.

Flashback off

**

Sebuah cafe telah dihias dengan begitu apik. Konsep yang diusung hanyalah kesederhanaan. Bianca sangat tahu bahwa Raymond tidak menyukai sesuaty yang berlebihan dan ia sangat menghargai Daddynya itu.

Bianca sering melihat Raymond termenung sendiri di taman belakang mansion mereka. Ia juga tahu bahwa Daddynya sangat kesepian sejak Mommynya meninggal 7 tahun yang lalu. Bianca selalu berusaha untuk membuat Raymond tersenyum, karena ia tak ingin Raymond melamun dan bersedih.

Teman-teman Bianca berdatangan ke cafe tersebut. Kaca besar di sebelah kiri yang langsung berbatasan dengan trotoar membuat suasana menjadi begitu santai. Beberapa pot tanaman diletakkan di bagian kanan, menciptakan kesan natural dan homey (nyaman seperti rumah).

Raymond datang beberapa saat sebelum acara dimulai, “Dad!” Bianca yang menggunakan dress berwarna hijau tosca berjalan menghampiri Raymond.”

Acara berlangsung dengan sangat meriah meskipun hanya dilakukan secara sederhana. Beberapa permainan dilakukan dan memberikan kesan mendalam bagi Bianca karena tahun ini, Raymond turut serta dalam beberapa permainan yang disiapkan.

“Bi, Daddymu itu masih tampan sekali. Mungkin jika ia berjalan sendiri, aku pasti menganggap ia masih single,” kata seorang teman Bianca.

“Tentu saja. Daddyku masih sangat muda. Ia masih berusia 17 tahun saat menikah dengan Mommyku,” Bianca tersenyum sambil melihat ke arah Raymond yang memang terlihat sangat tampan dan gagah.

“Wow, hot daddy!” Teman-teman Bianca begitu terpesona melihat Raymond.

Sementara itu di samping cafe tersebut, sebuah toko bunga tengah kedatangan seorang pria yang terkenal dengan kesuksesannya, karena bisa membangun perusahaannya kembali setelah sebelumnya hampir saja bangkrut, dialah Alessandro Romano.

Ia keluar dari toko bunga sambil membawa sebuket bunga tulip oranye yang memiliki makna kebahagiaan dan kehangatan, keberuntungan, serta optimisme. Alessandro berjalan menuju mobil miliknya, ia menoleh ke arah cafe yang begitu ramai di dalamnya, padahal saat itu masih jam 6 sore. Matanya menangkap sosok pria yang sudah lama tak ia temui …

Raymond?

🌹🌹🌹

#3

Suasana hati Alessandro begitu kacau sejak ia melihat Raymond. Di kepalanya terasa kembali berputar ingatan 18 tahun yang lalu. Pengkhianatan sahabatnya itu begitu membekas di hatinya karena ia begitu mengenal Raymond sedari mereka kecil.

Ketika kembali melihat, rasa benci dan dendam yang ada di dalam hati Alessandro seperti kembali ke permukaan. Ia masih mengingat bagaimana Raymond tersenyum dan tertawa saat di cafe tadi, sementara dirinya merasa kosong dan sulit sekali untuk tersenyum.

Alessandro mengepalkan tangannya, “Aku tak akan membiarkanmu bahagia di atas semua penderitaan yang telah kamu berikan padaku. Apa saat ini kamu sudah bahagia bersama Aurora?”

Alessandro mungkin tak akan merasa terlalu menderita jika Aurora bersama pria lain, tapi ia bersama dengan Raymond, sahabatnya. Hal itulah yang sangat menyakiti hati Alessandro.

Alessandro mengambil ponselnya, kemudian menghubungi Javer Rossi, asisten pribadinya. Usia Javer tak terpaut jauh dengannya, hanya berbeda 4 tahun saja.

“Iya Al?”

“Cari informasi mengenai Raymond Costa. Aku ingin semuanya sudah ada di atas mejaku besok pagi,” Alessandro memutus sambungan ponselnya kemudian menerawang, mengingat kenangannya dulu.

**

“Kamu bahagia, sayang?”

“Tentu saja, Dad. Bagaimana aku tidak bahagia, Daddyku adalah Daddy terbaik di dunia ini … muahhh,” Bianca mengecup pipi Raymond.

“Kamu mau pergi kemana, sayang?”

“Aku mau latihan bela diri dulu, Dad,” Bianca tersenyum dan memamerkan deretan giginya yang berbaris rapi.

“Lalu, bagaimana persiapan kuliahmu?” Tanya Raymond.

“Tenang, Dad. Aku sudah mengambil jurusan manajemen bisnis. Aku akan mengikuti jejak Daddy menjadi seorang pebisnis yang sukses. Bulan depan perkuliahan baru akan dimulai,” Bianca menjelaskan panjang lebar kepada Raymond.

“Pilihlah apa yang kamu sukai, Bi. Daddy tak akan memaksamu mengambil jurusan bisnis.”

“Aku tidak terpaksa, Dad. Aku akan menyukai apapun yang Dad sukai. Aku pergi dulu ya, teman-teman pasti sudah menungguku di sana,” Bianca pun pergi bersama dengan supir. Raymond belum mengijinkan Bianca membawa mobil sendiri karena ia masih dalam tahap belajar.

Sementara itu di sebuah gedung perkantoran yang berada di pusat kota Roma,

“Ini informasi yang kamu minta, Al,” Javer menyerahkan sebuah map berwarna hitam kepada Alessandro.

“Terima kasih.”

“Apa kamu berencana bekerja sama dengan perusahaan Costa? Kudengar mereka sedang membuka kerja sama besar-besaran,” Javer membetulkan letak kacamatanya dengan menyentuh bagian tengah yang sudah menjadi kebiasaannya.

“Aku belum tahu,” Alessandro membuka map berwarna hitam tersebut dan mulai membacanya, sementara Javer keluar dari ruangan untuk kembali bekerja.

Raymond dan Amadea Costa. Dea … kamu masih bisa menerima Raymond sebagai suamimu, padahal ia sudah mengkhianatimu. Apa jangan jangan Raymond tak pernah memberitahumu bahwa ia pernah berselingkuh di belakangmu?

Status Raymond yang seorang duda dan single parent, cukup mengagetkan Alessandro. Namun, ia merasa mantan sahabatnya itu pantas untuk mendapatkannya karena telah mengkhianati dirinya dan mungkin saja menyembunyikan kenyataan ini dari Dea.

Alessandro melihat selembar foto, di mana terlihat Raymond bersama dengan seorang gadis remaja.

Deg …

Tiba-tiba jantung Al berdetak dengan cepat saat menatap mata biru yang dimiliki oleh putri Raymond. Ia menarik sesuatu dari balik kerah kemejanya, sebuah kalung dengan kerang sebagai buahnya.

Al tersenyum mengingat seorang gadis kecil dengan warna mata yang sama yang pertama kali membuatnya tersenyum setelah lebih dari 10 tahun ia harus hidup dalam kekosongan.

Mata biru yang begitu jernih mengingatkannya pada pantai dan laut, yang penuh dengan ketenangan dan kedamaian. Ia menutup map hitam tersebut, kemudian berjalan menuju jendela besar yang ada di sebelah kiri ruangannya. Ia memandang Kota Roma dari ketinggian, mengingat sebagian kenangannya yang tersimpan di kota ini, kota yang penuh dengan luka.

Aku akan menghancurkanmu, Ray, seperti dirimu menghancurkanku. Tapi ini pasti akan lebih menyakitkan bagimu. Batin Alessandro.

**

“Hi!” Sapa Bianca.

“Kak Bian!” Teriak beberapa anak yang usianya lebih muda dari Bianca.

Saat ini, Bianca berada di sebuah sasana yang digunakan untuk latihan bela diri. Di sana, ada beberapa jenis bela diri yang bisa ia pilih. Namun, Bianca hanya memilih 3 di antaranya, yakni karate, muay thay, dan juga krav maga.

Bianca memilih karate karena merupakan salah satu ilmu dengan gerakan yang paling dinamis. Ia bisa mengkordinasikan antara pikiran dan tubuh sehingga tubuh dapat mengeluarkan kekuatan yang kebih untuk menjatuhkan lawan.

Untuk Muay Thai, sebenarnya Bianca hanya ikut-ikutan saja karena saat itu bela diri jenus itu sedang digemari berbagai kalangan. Namun seiring berjalannya waktu, ia memperdalam ilmu bela diri ini karena memperkuat siku dan lutut, sehingga bisa mengakibatkan cedera lebih signifikan pada lawan.

Sedangkan Krav Maga adalah bela diri kekinian yang sangat praktis, tujuannya hanya untuk mencederai kawan serta melucuti senjata yang digunakannya.

Bianca sengaja mempelajari ilmu bela diri awalnya untuk mengalihkan perhatian dan pikirannya yang selalu saja tertuju pada Mommynya. Namun, seuring berjalannya waktu, ia ingin melindungi dirinya serta Daddynya. Ia mulai menekuni bela diri sejak berusia 11 tahun, tepat 1 tahun setelah kepergian Mommynya, Amadea.

“Bian!” sapa Bruno yang merupakan temannya di sasana tersebut. Bruno adalah teman latihannya dalam mempelajari Muay Thai.

“Kak,” Bianca membalas sapaan Bruno sambil meletakkan tas jinjingnya yang berisi minuman dan keperluan latihan.

Bianca berlatih sekitar 2 hingga 3 jam setiap kali datang ke tempat itu. Ia hanya datang di hari Sabtu dan Minggu jika sedang tidak ada keperluan lain.

Ia merentangkan kakinya dan menggoyangkannya perlahan setelah selesai berlatih. Ia selalu melakukan hal tersebut agar otot-otot kakinya tidak terasa kaku.

Bughhh bughh bughh …

Terdengar suara pukulan bertubi-tubi. Bianca yang tertarik pun bangkit dari duduknya. Ia melihat ke arah ruangan yang khusus digunakan untuk mempelajari tinju dan juga kickboxing.

Bianca memperhatikan seorang pria dengan tubuh yang tinggi dan sepertinya berhasil membentuk otot-otot perutnya sedemikian rupa. Matanya begitu berbinar memperhatikan latihan itu.

“Bi, Bian … Bianca!”panggul Bruno untuk ke tiga kalinya. Hal itu membuat Bianca kaget dan berbalik.

“Apa yang sedang kamu perhatikan, hmmm …,” gida Bruno sambil memainkan alisnya naik turun.

“Aku sedang memperhatikan latihan kickbocing,” jawab Bianca.

“Latihannya atau orang tang melakukannya?” Bruno kembali menggoda Bianca.

“Memangnya kamu mengenalnya, Kak?”

“Hmmm, dia baru beberapa kali kemari. Ia hanya menggunakan ruangan khusus itu sejak datang. Bahkan ia meminta seorang trainer khusus dengan bayaran termahal.”

“Apa dia akan mengikuti kejuaraan hingga harus mendatangkan trainer khusus?” Tanya Bianca ingin tahu.

“Aku kurang tahu, Bi. Kalau kamu mau, masuklah dan berkenalan dengannya. Tapi aku tidak bertanggung jawab jika nanti kamu diusir olehnya,” Bruno terkekeh.

“Apa dia pernah mengusir seseorang?”

“Hmmm, ia tak suka ada yang masuk ke ruangan itu saat ia menggunakannya. Hanya trainer khusus itu yang boleh masuk. Baiklah, aku pergi dulu, Bi. Aku harus melatih di tempat lain.”

“Baik, Kak. Sampai jumpa!”

Setelah Bruno pergi, Bianca ingin melihat kembali ke ruangan khusus itu. Namun, ia kaget saat pria itu sudah berada tepat di belakangnya. Ketika ia memutar tubuhnya, ia hanya tersenyum menampilkan deretan giginya, seperti seseorang tang tertangkap basah.

🌹🌹🌹

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!