Guyuran air sower di salah satu kamar mandi terdengar. Seseorang terlihat sedang membersihkan dirinya. Di bawah guyuran sower itu, terlihat punggung putih dan mulus terkena air yang sedikit menghasilkan asap yang mengepul ke atas.
Yang lebih indah dari punggung itu, ada sebuah tato pedang dengan pegangannya berukiran naga, yang sedang dilingkari oleh bunga Ranunculus berwarna warni di sepanjang pinggang hingga beberapa meter di bawah tengkuknya.
Jika kebanyakan orang yang bertato adalah seorang pria, maka kali ini tato cantik itu terukir indah di punggung seorang gadis berusia 15 tahun. Benar-benar gadis yang masih sangat muda.
Sampai saat ini, gadis itu tidak pernah tahu, kapan tato ini berada di punggungnya, dan siapa yang membuat tato ini. Gadis ini sudah berusaha mencari, tapi tidak menemukan hasil apapun. Keluarganya juga selalu mengalihkan pembicaraan ketika dia membahas tentang tato di punggungnya. Gadis itu yakin, keluarganya tahu sesuatu tentang tato ini.
Tapi sudahlah. Gadis itu tidak ingin mencari tahu lagi asal mula tato ini. Dia juga menyukai tato ini, jadi tidak masalah lagi. Hanya saja, dia tidak ingin orang lain melihat tato ini. Cukup keluarganya saja yang tahu. Jadi, tato itu selalu dia tutupi dengan rapat.
Rhiana Lavanya Veenick adalah gadis pemilik tato di punggungnya. Rhiana adalah Anak bungsu dari sepasang suami istri Zhicalyan Zant Veenick dan Rihhane Senora Lesfingtone. Gadis cantik berusia 15 tahun itu, kini duduk di bangku sekolah menengah atas, tepatnya kelas X salah satu sekolah elit di Swiss.
Jika kebanyakan gadis di luar sana ingin menjadi cantik, maka berbeda dengan Rhiana. Gadis itu lelah menjadi cantik, karena selalu dikejar-kejar setiap waktu oleh para fansnya. Bukan hanya kecantikannya, tetapi karena kekuasaan dan kekayaan kedua orang tuanya juga.
Rhiana akhirnya memutuskan untuk menyamarkan identitasnya dan merubah penampilannya menjadi gadis biasa saja.
Jika dulu mommynya hanya menyembunyikan identitas aslinya, dan tidak merubah penampilannya, maka Rhiana sendiri menutupi dua hal itu. Rhiana ingin menikmati hidup tenangnya tanpa ada gangguan apapun.
Tujuan Rhiana bersekolah di SMA elit Swiss adalah demi janjinya pada sahabat baiknya yang sudah meninggal. Janji untuk menjaga kakak laki-laki dari sahabat baiknya itu.
***
Mata biru tajam bak pisau itu kini terbuka sempurna. Pemiliknya terbangun dari tidurnya yang hanya beberapa jam di meja kerjanya. Menatap interior ruangan tempatnya berada, Mata setajam pisau itu, menatap datar lukisan yang belum selesai dia lukis, yang berada beberapa meter di depannya.
Bukan hanya satu lukisan. Ada banyak sekali lukisan dalam ruangan ini. Semua lukisan dalam ruangan ini adalah lukisan hasil karyanya sendiri. Lukisan pria itu sudah terkenal di seluruh dunia. Tapi tidak ada yang tahu seperti apa wajah aslinya. Mereka hanya mengenalnya dengan pelukis terkenal berinisial A3.
Dari semua lukisan yang dibuat, hanya satu lukisan yang paling pria itu sukai. Tepatnya sebuah tato yang pria itu lukiskan di punggung seorang gadis.
Pria itu sampai sekarang masih mencari keberadaan gadis dengan tato hasil karyanya itu. Pria itu begitu marah setelah mengetahui bahwa gadis itu menghilang setelah satu hari dikurung.
Sampai sekarang, masih menjadi misteri, bagaimana pria itu bisa membuat tato di punggung seorang gadis. Pria itu sendiri lupa apa yang sudah terjadi. Ingatannya hanya samar-samar bahwa dia membuat tato yang tidak akan bisa terhapuskan begitu saja di punggung seorang gadis muda. Ya, pria itu hanya mengingat bahwa gadis itu masih sangat muda waktu itu.
Karena ingatan samar itu, pria itu sangat ingin bertemu gadis itu agar dia sendiri bisa mengingat kembali apa yang sudah terjadi. Selain itu, tato itu adalah satu-satunya lukisan yang menurutnya lukisan paling indah yang pernah dia buat.
Pria itu bukan hanya menjadi pelukis terkenal, tetapi juga merupakan seseorang dengan beberapa identitas yang masih menjadi misteri. Banyak rahasia yang pria itu miliki.
***
Kisah Nona Muda Yang Menyamar dimulai di sini. Bukan hanya menjaga kakak laki-laki sahabatnya yang sudah meninggal, tetapi juga melakukan beberapa misi, mencari tahu alasan tato pedang dengan bunga Ranunculus yang melingkar di punggungnya, dan beberapa hal lainnya.
Meski menyamar menjadi gadis biasa tanpa status yang jelas, tetapi nona muda keluarga Veenick ini berhasil menarik perhatian para pria tampan pewaris keluarga besar dari kalangan atas.
***
"Hidupku, milikku sendiri! Tidak ada seorangpun yang boleh mengekangku selain orang tuaku. Ingin mengejarku? Silahkan, jika kamu mampu!
Berani meletakkan tangan pada orang yang aku jaga? Nyalimu sungguh besar!"
...
"Sampai ke ujung duniapun, aku akan mencarimu!
Berani lari dariku? Jangan harap untuk bersembunyi.
Tidak peduli harus memakan banyak waktu, selagi aku masih hidup, kamu harus menjadi milikku!"
...
"Hm... benar-benar menarik!"
...
"Maaf, mengecewakanmu. Maaf, karena aku egois!"
...
"Meski aku tidak mampu, meski dia dikelilingi orang-orang hebat, apa salahnya mencoba?"
...
"Bagaimana situasi di sana, Ly?"
"Aman! Sedikit lagi, aku selesai."
"Oke. Selesaikan dengan cepat. Aku punya kejutan untukmu, Ly."
"Benarkah? Aku sudah tidak sabar."
"Sudah cukup, kalian berdua. Fokus! Waktu kita tidak banyak!" Sebuah suara mengintrupsi dua orang yang berbicara tadi melalui earpice yang terpasang di telinga masing-masing.
"Kami tahu, Kak. Lycoris akan melakukan tugasnya dengan baik. Tenang saja!"
"Kakak tahu! Misi yang kalian kerjakan memang tidak pernah gagal. Kakak hanya mengingatkan kalian berdua,"
"Siap, Kak!"
Seperti yang dikatakan, mereka sedang dalam misi penyelundupan. Lebih tepatnya, misi dengan tujuan menggagalkan transaksi perdagangan manusia di sebuah pelabuhan kecil di pinggiran kota Kanada.
Orang yang berbicara pertama kali adalah Rhiana Lavanya Veenick. Anak bungsu Zant dan Rihan. Rhiana menjalankan misi bersama sahabat baiknya, Lycoris Ranny Shaclike. Rhiana biasa memanggilnya Ly. Keduanya diberi misi oleh Rihan. Sedangkan orang yang satunya lagi, adalah putra tertua Zant dan Rihan. Dalfa Aurellio Veenick.
Rihan yang memberi perintah untuk menjalankan misi, Dalfi adalah otak dari rencana ini, Dalfa bertugas memantau situasi, Rhiana dan Lycoris yang menjalankan misi. Seharusnya posisi dua pria dan dua gadis itu terbalik, tetapi dua gadis itu justru ingin turun langsung dalam misi ini.
Rihan masih tetap menjadi pemimpin organisasi Cruel Devil. Ketiga anaknya belum ada yang mau mengemban tugas sebagai pemimpin organisasi itu. Ketiganya menolak karena belum sanggup. Mereka merasa kemampuan mereka sama sekali belum menyamai kedua orang tua mereka.
Jadi, Rihan untuk sementara masih tetap pada posisinya. Rihan hanya memberi ancaman pada anak-anaknya dengan memberi ketiganya waktu selama 2 tahun. Setelah itu, Rihan akan memberikan kursi kepemimpinan pada salah satu dari mereka tanpa ada penolakan apapun. Rihan tidak tahu, bahwa Dalfa dan Dalfi sudah memutuskan untuk memberikan posisi itu pada adik bungsu mereka Rhiana.
Dalfa tidak ingin menjadi pemimpin organisasi itu, karena tugasnya sekarang sudah membuatnya sibuk. Dalfa sudah mengemban tugas sebagai CEO R.A Group, perusahaan milik sang mommy, Rihan. Sedangkan Dalfi sebagai CEO Cognizant Technology, perusahaan milik sang daddy, Zant.
Meski masih tergolong usia muda, tapi ketiga anak kembar Rihan dan Zant sangat terampil. Usia mereka sekarang 15 tahun. Benar-benar masih sangat muda.
Tidak ada seorangpun karyawan perusahaan yang berani menolak CEO baru yang begitu muda. Menatap wajah mereka saja, tidak ada yang berani. Aura CEO muda mereka benar-benar setara dengan CEO mereka sebelumnya.
Dalfa dan Dalfi sudah membuat keputusan diam-diam, untuk memberikan posisi organisasi Cruel Devil pada saudari kembar mereka, Rhiana. Jika bisa, keduanya juga ingin adik bungsu mereka mengambil alih kelompok daddy mereka. Keduanya hanya akan membantu menyusun rencana dan menjalankan setiap misi.
...
Berbicara tentang misi, Rihan tidak menyangka, ternyata masih ada kaki tangan organisasi bawah tanah. Meski bos mereka sudah dibunuh 15 tahun lalu, ternyata masih ada beberapa bawahan setia mereka, sehingga organisasi bawah tanah yang sudah dihancurkan dulu, kini kembali berdiri.
Tujuan Rihan mendirikan organisasi Cruel Devil untuk membantu rencana balas dendamnya, juga membantu pemerintah. Belum lagi organisasi bawah tanah yang kini semakin meresahkan. Jika 15 tahun lalu, mereka membuat dan menjual belikan obat terlarang, senjata dan virus, kini apa yang mereka lakukan semakin berbahaya.
Bukan saja melakukan rutinitas mereka 15 tahun lalu, mereka kini menjual manusia hidup, juga organ tubuh manusia secara ilegal. Tidak hanya itu. Organisasi bawah tanah itu juga menjadi pembunuh bayaran yang tidak kenal ampun. Mereka akan membunuh siapa saja yang menjadi target klien mereka. Tentu saja dengan bayaran yang mahal.
Aksi mereka kali ini benar-benar membuat pemerintah sakit kepala. Sudah banyak korban karena organisasi itu. Hampir setiap hari selalu ada laporan orang hilang di setiap negara. Pemerintah sama sekali tidak memiliki kekuatan untuk membasmi organisasi itu.
Rihan yang merasa tugasnya di masa lalu belum selesai, akhirnya memberikan misi untuk anak-anaknya. Suami posesifnya tidak ingin dia turunkan langsung, sehingga Rihan hanya bisa memberi perintah. Anak-anaknya yang akan melakukan semuanya itu.
...
Beralih pada situasi pinggiran kota Kanada.
Rhiana ada di salah satu pohon tertinggi didekat pelabuhan itu. Dia bertugas sebagai sniper. Lycoris berperan sebagai salah satu sandera yang akan diperdagangkan.
Biasanya di misi-misi sebelumnya, Rhiana yang selalu menjadi sandera, atau menjadi umpan. Tapi kali ini, Lycoris ingin mencoba menjadi sandera. Gadis itu sedikit bosan menjadi sniper. Akhirnya keduanya bertukar posisi untuk sementara.
"Siap-siap, Ly! Seseorang menuju ke arahmu." Rhiana memberi instruksi setelah melihat melalui senjata Barrett M82 miliknya.
Barrett M82 adalah senjata sniper militer Amerika Serikat yang merupakan senjata sniper mematikan. Pelurunya bisa menembus hingga ke tembok. Setelah dimodifikasi lagi, senjata itu semakin canggih. Selain peluru yang menembus tembok, jarak tempuhnya juga semakin jauh. Bukan hanya itu. Penggunanya juga bisa melihat apa saja dibalik tembok yang memiliki ketebalan hingga 30 cm.
Lycoris, selain menyamar sebagai sandera, gadis itu juga diam-diam memasang bom rakitan di beberapa tempat jaga dan tempat penyimpanan. Tujuan pemasangan bom rakitan itu untuk rencana cadangan, atau untuk hal mendesak.
Mereka baru tahu bahwa bukan hanya transaksi perdagangan manusia malam ini, tetapi juga transaksi perdagangan obat terlarang dan beberapa senjata militer.
"Oke." Lycoris hanya menjawab dengan singkat dan dengan cepat bersembunyi, lalu kembali berbaur dengan para sandera lainnya.
Lycoris bersama para sandera kemudian digiring menuju jembatan dan bersiap-siap naik kapal. Transaksi sudah selesai beberapa saat lalu, sehingga para sandera siap dikirim.
BOOMM!!!
Suara ledakan keras membuat para sandera dan orang-orang organisasi bawah tanah menjadi panik. Selama ini rencana mereka tidak pernah bocor keluar. Mereka selalu melakukan semuanya dengan bersih. Mereka hanya akan meninggalkan beberapa bukti untuk menunjukkan seberapa besar kekuasaan organisasi bawah tanah pada dunia.
Ledakan itu terjadi, karena dipicu oleh peluru seorang Rhiana yang menembak bom rakitan yang dipasang oleh sahabatnya.
"Sorry! tanganku licin," Rhiana dengan santai berbicara. Lycoris hanya tersenyum tipis mendengar penuturan sahabatnya ini. Tentu saja dia tahu Rhiana ingin main-main.
Di saat para sandera didorong paksa untuk masuk ke kapal, Lycoris tetap tenang dan berjalan masuk ke dalam kapal.
Setelah itu, dengan tiba-tiba satu persatu orang-orang organisasi bawah tanah mulai tumbang di pelabuhan itu. Mereka tidak tahu dari mana asal tembakan itu. Suaranya bahkan tidak ada. Mereka mulai panik. Beberapa orang mulai bersembunyi.
Rhiana yang melihatnya menyeringai. Bersembunyi pun, senjata miliknya tetap akan menemukan mereka. Rhiana dengan santai terus menembaki orang-orang itu. Kapal juga belum berangkat. Bagaimana mau berangkat, nahkodanya sudah Rhiana tembak mati.
Rhiana akan membunuh para bawahan lebih dulu. Untuk utusan yang melakukan transaksi, akan dia urus belakangan. Baginya, mereka adalah makanan penutup.
"Para sandera aman, Rhi. Bagaimana situasimu?" Tanya Lycoris melalui earpice di telinganya.
"Sebentar lagi! Amankan para sandera dalam satu ruangan. Bantu aku memblokir jalan para utusan itu. Aku akan turun ke sana," Rhiana setelah mengatakan itu, bergegas merapikan senjatanya dan bersiap melompat.
"Oke. Waktumu hanya 5 menit, Rhi. Aku sudah tidak sabar mendengar kejutan darimu."
"Hahaha... kamu benar-benar. 5 menit terlalu banyak. Berikan aku 3 menit."
"Oke."
Selama berbicara dengan sahabatnya, Rhiana tetap bergerak dengan tenang dan gesit menuju pelabuhan. Gerakannya tidak meninggalkan suara apapun. Bahkan nafasnya pun hampir tidak terdengar.
"2 menit 50 detik! Di mana posisimu, Ly?" Rhiana berbicara setelah menatap waktu di jam tangannya.
"Di kabin! Para utusan itu akan segera pergi."
"Aku tahu. Mereka bagianku. Tenang saja!" Rhiana kembali memposisikan senjatanya untuk menembak mobil yang bersiap keluar dari pelabuhan. Karena jaraknya dengan target hanya beberapa meter, sehingga Rhiana begitu santai.
"Baiklah. Aku akan mengurus para utusan di sini. Mereka sepertinya sudah menyadari kematian sang nakhoda."
"Hati-hati, Ly!"
"Siap, Tuan puteri!" Lycoris menjawab dengan tegas dan terkekeh diakhir kalimatnya.
Keduanya lalu melakukan tugas masing-masing dengan baik.
BOOMM!
BRAKK
BRUKK
BRUKK
Dua kendaraan berhasil Rhiana hentikan. Dua sedan hitam itu, kini terbalik dan berguling karena ledakan pada ban masing-masing.
"Kak, sekarang tugasmu menghubungi polisi." Rhiana menginstruksi Dalfa, Saudara kembarnya.
"Oke."
Rhiana kemudian merapikan senjata sniper miliknya, dan mengendongnya di punggung. Gadis itu kemudian mengambil pistol yang tersimpan dibalik pinggangnya dan bersiap menyusul sahabatnya.
...
Dor
Dor
Dor
"Kenapa kecolongan?" Tanya Rhiana setelah menghampiri Lycoris dan membantunya menembaki musuh yang tidak jauh dari mereka.
"Entahlah. Aku juga heran, kita ketahuan." Lycoris menjawab sambil mengisi kembali amunisinya.
"Benar-benar aneh," Rhiana bergumam dan sedikit berpikir.
Tidak memikirkan solusinya, Dua gadis itu harus mengatasi beberapa hambatan di depan mereka.
"Butuh bantuan?" Suara Dalfa terdengar.
"Tidak perlu, Kak. Kami bisa mengatasinya," Lycoris menjawab dengan santai.
"Ya, sudah. Hati-hati. Jangan terlalu memaksakan diri."
"Siap!" Rhiana dan Lycoris lalu menjawab dengan serempak.
Dor
Dor
Dor
Dor
Aksi tembak menembak masih berlangsung. Rhiana dan Lycoris tidak menyangka, misi kali ini memakan cukup banyak waktu. Tidak terasa aksi mereka berakhir setelah satu jam lebih. Benar-benar di luar ekspetasi. Biasanya misi keduanya paling lama hampir satu jam. Kali ini benar-benar lama.
"Jadi, dimana kejutanku?" Tanya Lycoris setelah misi mereka selesai.
Keduanya saat ini sedang bersantai di jembatan sambil menatap para polisi yang mengamankan beberapa orang organisasi bawah tanah yang masih hidup. Para sandera juga sedang dievakuasi.
"Sebentar," Rhiana lalu merabah saku celananya.
Lycoris menaikkan sebelah alisnya melihat sesuatu di tangan Rhiana.
"Untukmu!" Rhiana mengulurkan tangannya pada Lycoris.
"Hei... Tiba-tiba aku merasa jijik!" Lycoris memeluk dirinya sendiri dan bergidik ngeri melihat Rhiana.
"Maksudmu?" Rhiana bertanya dengan bingung.
"Kamu memberiku sebuah kalung, seperti ingin menyatakan cinta. Aku merasa jijik. Ingat! Aku ini masih normal." Lycoris menggeleng pada Rhiana.
"Ya, ampun! Aku juga normal astaga... lihat dulu pemberianku sebelum berkomentar. Tapi, kalau kamu jijik, tidak masalah. Aku merasa kamu tidak membutuhkan ini lagi." Rhiana lalu memasang gerakan ingin membuang kalung di tangannya.
"Aku hanya bercanda. Sini, berikan padaku!" Lycoris dengan cepat mengambil kalung di tangannya Rhiana dan tersenyum senang melihatnya.
"Buka liontinnya!" Rhiana menginstruksi.
Lycoris melirik Rhiana sebentar, kemudian membuka liontin kalung itu.
"Ini... terima kasih, Rhi. Jadi, kamu tahu keberadaan kakakku?" Lycoris menatap Rhiana dengan berbinar.
"Ya. Besok kita bisa berangkat ke sana,"
"Terima kasih, Tuan puteri!" Lycoris lalu tersenyum senang dan segera memeluk Rhiana dengan erat.
"Kamu memanggilku tuan puteri di saat senang saja. Ck..." Rhiana mendengus tapi membalas pelukan sahabatnya ini.
"Hehehe... kalau begitu, aku akan memanggilmu tuan puteri mulai sekarang, agar para lebah di luar sana kembali mengejarmu seperti dulu."
"Hentikan! Kau tahu, dikejar-kejar itu benar-benar melelahkan. Aku tidak suka itu,"
"Baiklah, baiklah. Siapa suruh kamu terlalu cantik." Pelukan keduanya pun terlepas.
"Ayo kita pulang! Aku lelah. Aku ingin istirahat." Rhiana kemudian berdiri diikuti oleh Lycoris.
Dua gadis itu kemudian berjalan dengan santai bersiap pulang.
Ketika sampai di tengah pelabuhan, suara tembakan mengagetkan semua orang, termasuk Rhiana dan Lycoris.
Dor
Dor
Dor
"Ini..." Rhiana mengerutkan kening kemudian bergegas bersembunyi. Begitu juga dengan Lycoris. Posisi keduanya berlawanan arah.
"Sejak awal, aku sudah merasa ada yang aneh. Ini benar-benar merepotkan!" Kesal Rhiana sambil menyiapkan pistol miliknya. Rhiana tidak lagi memakai senjata sniper
Dor
Dor
Dor
Dor
Aksi baku tembak sedang berlangsung, antara Lycoris dan beberapa orang yang berjarak 1 km meter dari mereka. Karena para sandera dan para polisi masih ada di pelabuhan, sehingga para polisi juga ikut membantu.
"Misi kali ini benar-benar gagal. Ck... mommy pasti akan kecewa padaku," Gumam Rhiana setelah membidik beberapa target di depannya.
"Aku penasaran, siapa mata-mata di sisi kita." Tanya Lycoris melalui earpicenya.
"Entahlah! Setahuku, hanya sedikit orang yang tahu rencana ini," Balas Rhiana pelan.
Sudah beberapa menit berlalu, tapi aksi tembak menembak masih berlangsung.
"Rhi, awas!"
Dor
Dor
Dor
Tiga tembakan beruntun terdengar. Suasana di pelabuhan itu tiba-tiba menjadi hening. Rhiana seperti kehilangan kesadarannya. Telinganya berdengung. Bukan karena tembakan, tapi karena cipratan darah yang mengenai wajahnya.
Gadis berusia 15 tahun itu sedang linglung. Tubuhnya lemas. Pistol di tangannya sudah tidak mampu digenggam lagi. Tangannya gemetar. Pandangannya kosong.
"Syukurlah, kamu baik-baik saja, Rhi." Suara lemah Lycoris mengalihkan kesadaran Rhiana.
"Ly... kenapa seperti ini?" Rhiana memangku kepala Lycoris. Tubuh Lycoris sudah dipenuhi darah.
Beberapa saat lalu, Lycoris menyadari titik merah di tubuh Rhiana. Tepatnya bagian jantungnya. Sahabat Rhiana itu kemudian dengan cepat berteriak dan merubah posisi keduanya, sehingga dia yang menerima tiga tembakan beruntun itu yang mengenai titik vitalnya.
"Bertahanlah, Ly! Sebentar lagi kak Dalfa akan datang," Rhiana sudah menangis. Betapa dia sangat menyayangi sahabatnya ini. Keduanya tumbuh bersama. Rhiana sudah menganggap Lycoris seperti saudarinya sendiri.
"Waktuku tidak banyak, Rhi. Terima kasih sudah menerimaku dalam keluargamu. Aku bersyukur menjadi bagian dalam keluarga Veenick. Sampaikan rasa terima kasihku pada Mama Rihan dan Papa Zant. Terima kasih sudah menganggapku anak mereka. Aku menyayangi mereka. Sampaikan salamku juga pada kak Dalfa dan Dalfi. Aku..."
"Berhenti bicara! Aku yakin kamu akan baik-baik saja, Ly. Aku mohon, bertahanlah!" Rhiana memotong perkataan Lycoris dengan cepat.
"Aku punya satu permintaan, Rhi."
"Aku tidak mau mendengarnya! Aku tidak ingin kamu meninggalkanku! Tidak!"
"Rhi... aku ingin kamu menjaga kakakku. Jagalah dia untukku. Anggap saja dia adalah aku. Apapun yang terjadi, tolong bantu kakakku, Rhi. Bantu aku menjaganya. Bantu aku menjaganya dari orang yang ingin menyakitinya.
Kakakku adalah orang yang dingin, tapi hatinya sangat lembut. Aku harap, kamu bisa mencairkan gunung es itu. Jika boleh... aku ingin kamu bersama kakakku. Aku ingin kamu mendampinginya, Rhi. Aku selalu berharap kamu bisa bersanding dengan kakakku, karena aku merasa kalian pasangan yang cocok. Mau ya, Rhi?"
"Tidak! Kamu harus menjaga kakakmu sendiri. Aku tidak mau!" Rhiana menolak dengan gelengan pelan.
"Aku lelah, Rhi. Aku tidak bisa menahannya lagi. Berjanjilah padaku, hm?"
"Ly..."
"Berjanjilah untuk selalu di sisi kakakku, Rhi. Berjanjilah padaku, Rhi."
"Baik. Aku berjanji! Tapi bisakah kamu bertahan untukku?"
"Maafkan aku, Rhi. Misiku hanya sampai di sini. Sepertinya kamu harus mencari partner baru. Selamat tinggal, Rhi. Aku menyayangimu." Lycoris menggembuskan nafas terakhir di pangkuan Rhiana.
"LYCORIS! Maafkan aku, aku juga menyayangimu. Tenang di sana, My Sister."
Sebuah motor metic memasuki tempat parkir. Pengendaranya adalah seorang siswi. Melihat dari penampilannya, semua orang bisa menebak jika gadis itu berasal dari kalangan bawah.
Jangan heran, karena sekolah tempat gadis itu akan melanjutkan pendidikannya, sekaligus menjalankan misinya adalah sekolah elit di Swiss. Gadis itu tidak lain adalah Rhiana Lavanya Veenick.
Dengan kaca mata besar dan rambut yang dikepang dua, Rhiana dengan santai turun dari motornya. Seulas senyum tipis terukir di bibirnya ketika melihat penampilan barunya melalui kaca spion motor.
"Benar-benar cupu," Gumam Rhiana dan terkekeh pelan.
Dua hari lalu Rhiana baru saja tiba di Swis. Setelah pemakaman sang sahabat bulan lalu, Rhiana hanya membutuhkan waktu satu minggu untuk berkabung. Sisa waktunya dia gunakan untuk berlatih agar misi selanjutnya tidak gagal lagi.
Rhiana tidak ingin terlalu terpuruk mengingat pesan terakhir sahabatnya itu untuk menjaga kakak laki-lakinya. Jadinya, Rhiana menguatkan diri dan menjalankan wasiat terakhir dari Lycoris. Almarhuma sahabatnya.
Rhiana menuju ruang kepala sekolah untuk mendapatkan kelasnya. Gadis itu kemudian diantar oleh wali kelasnya.
Tidak perlu basa-basi, Rhiana lalu memperkenalkan dirinya dengan nama Rhiana Senora. Setelah itu, dia mengambil tempat duduk bagian pojok paling belakang dekat jendela.
Karena penampilannya yang biasa saja, tidak ada seorang pun yang tertarik berkenalan dengannya. Belum lagi, semua yang bersekolah di sini adalah anak-anak orang kaya.
Lagipula, Rhiana juga tidak ingin memiliki teman di sini. Dia hanya ingin menjalankan misinya untuk menjaga kakak laki-laki sahabatnya.
...
Kelas dimulai beberapa menit setelah Rhiana duduk di kursinya.
Selama kelas dimulai, Rhiana tidak memperhatikan guru yang sedang mengajar. Fokus gadis itu teralihkan ke luar jendela. Tepatnya lantai satu taman sekolah. Rhiana sekarang di lantai dua.
Rhiana menaikan sebelah alisnya dan menyeringai melihat ketiga manusia di bawah sana. Salah satu dari ketiganya adalah pria yang harus dia jaga.
Rhiana kemudian mengetik sesuatu di ponselnya mengirim pesan pada seseorang. Hanya satu menit, pesan balasan masuk di ponselnya. Rhiana lalu membuka dan membacanya. Itu adalah data pribadi ketiga orang di bawah sana.
Yeandre Lawrence. Umur 18 tahun. Anak angkat seorang direktur rumah sakit terbaik di Swiss. Yeandre adalah kakak kandung dari Lycoris Ranny Shaclike yang harus dia jaga.
Sony Corbyn. Umur 18 tahun. Anak pengusaha tambang emas di Swiss. Yang terakhir, Annalisha Stewart. Umur 18 tahun. Anak mentri politik negara Swiss.
Yeandre, Sony dan Annalisha adalah sahabat baik. Ketiganya bersahabat sejak masuk ke SMA elit di Swiss. Ketiganya juga tergolong dalam siswa berprestasi. Mereka sekarang duduk di kelas XII. Yeandre dan Sony sama-sama menyukai Annalisha. Annalisha sendiri belum menentukan pilihannya. Tetapi melihat situasi, Rhiana menebak, Annalisha menyukai Sony.
Fokus menatap ponselnya, Rhiana tiba-tiba mengerutkan kening dan dengan cepat mengelak ke samping.
Tidak menampilkan ekspresi terkejut, Rhiana beralih menatap ke depan. Tepatnya menatap guru killer yang merupakan pelaku lemparan spidol yang tidak sempat mengenai dahinya, karena Rhiana berhasil menghindar.
"Kamu murid baru, beraninya tidak memperhatikan kelasku? Poinmu semester ini dikurangi 10 poin. Keluar dari kelasku sekarang juga!"
Sekolah elit ini memang memperhitungkan poin setiap siswa. Setiap siswa diberi poin standar oleh sekolah sebesar 50 poin. Jika ada yang melakukan kesalahan atau melanggar aturan, poinnya akan dikurangi. Siswa yang memiliki poin kurang dari 20, tidak akan naik kelas. Mereka juga akan dipindahkan ke kelas dengan predikat terburuk di sekolah elit itu.
Sebaliknya, jika siswa itu berkelakuan baik, dan berprestasi, poinnya akan bertambah dan akan diberi penghargaan oleh sekolah saat pengumuman nilai akhir semester. Bukan hanya itu. Mereka juga akan diberi beberapa fasilitas dan perlakuan khusus selama bersekolah di sana.
Rhiana tidak membantah, segera berdiri dan bergegas keluar tanpa mempedulikan cibiran siswa lainnya karena sudah melakukan pelanggaran di hari pertamanya sekolah. Lagipula, bagus juga dia keluar. Ada yang harus dia lakukan.
...
Sampai di luar kelas, Rhiana kembali mengirim pesan pada seseorang. Setelah mendapat balasan, gadis itu lalu mengunci pintu dari luar kemudian menuju pagar pembatas lantai dua kelasnya dan melompat ke bawah. Tujuan Rhiana mengirim pesan, adalah untuk menyabotase cctv beberapa gedung. Rhiana tidak ingin aksinya dilihat oleh orang lain.
Sampai di bawah, Rhiana dengan tenang menyembunyikan dirinya tidak terlalu jauh dari targetnya.
Melihat situasi, Rhiana menggeleng dan terkekeh karena melihat cinta segitiga di depannya. Gadis itu lagi-lagi mengirim pesan singkat, kemudian menatap situasi dua orang pria dan seorang gadis tidak jauh di depannya.
Sony terlihat menjawab sebuah panggilan masuk di ponselnya. Wajah pria itu terlihat panik, dan dengan cepat pamit meninggalkan Yeandre dan Annalisha. Sepertinya telah terjadi sesuatu.
"Mari kita lihat, apa yang akan kamu lakukan. Jangan menyia-nyiakan kesempatan yang aku berikan," Rhiana bergumam kemudian mengambil satu permen lolipop dalam saku seragamnya dan memasukan dalam mulut.
Baru saja Yeandre akan membuka suara, Annalisha sudah berdiri dan pergi meninggalkan Yeandre seorang diri di bangku taman itu.
"Lycoris tidak sebodoh pria ini," Gumam Rhiana menggeleng kepalanya pelan. Padahal dia sengaja membuat Sony pergi dari sana agar Yeandre bisa berduaan dengan Annalisha, tapi kakak sahabatnya itu sama sekali tidak menggunakan kesempatan yang dia berikan.
Di saat Rhiana akan kembali, tingkah Yeandre membuatnya menghentikan niatnya dan mengikuti pria itu.
Rhiana menaikkan sebelah alisnya ketika membaca papan nama yang dipasang di atas pintu sebuah ruangan. Ternyata ini kelas khusus siswa yang memiliki poin kurang dari 20.
Yeandre tiba-tiba berhenti setelah melewati kelas khusus itu beberapa meter. Rhiana ikut berhenti tepat di depan kelas khusus itu.
"Ly... Kakakmu ini ternyata punya sisi seperti ini," Gumam Rhiana dalam hati melihat Yeandre yang sedang merokok di depan sana.
Kelas dengan predikat terburuk di sekolah ini, memiliki gedung sendiri. Tepatnya di belakang gedung utama. Ada tiga lantai. Suasana di sana benar-benar seperti pasar. Sangat ramai. Tidak ada aktivitas belajar sama sekali. Para siswa di sini memang tidak diperhatikan oleh sekolah.
Bukan tidak diperhatikan. Hanya saja, para guru tidak sanggup lagi mengurus para siswa ini. Kebanyakan adalah anak-anak pewaris keluarga kaya yang tidak bisa diurus lagi kenakalannya. Guru yang bertugas di sana sudah angkat tangan mengajar mereka. Jadi, suasana di sana benar-benar kacau.
SRET!
Rhiana kaget karena tiba-tiba ditarik masuk ke dalam kelas. Baru saja dia akan beranjak keluar, matanya tidak sengaja melihat seorang pria yang tertidur di barisan paling belakang.
Di saat kelas ramai, pria itu tidak peduli dengan situasi dan malah terlelap. Yang membuat Rhiana tertarik, adalah sebuah tato di tengkuk pria itu.
Sejak Rhiana memiliki tato di punggungnya, dia sangat tertarik dengan tato. Melihat orang yang memiliki tato di tubuh mereka, Rhiana ingin tahu alasan mereka membuat tato itu.
"Satu lagi teman baru kita. Perkenalkan namamu, teman." Seorang siswa membuka suara membuat semua perhatian dalam kelas teralihkan pada Rhiana yang berdiri di depan kelas.
Rhiana sedikit berpikir, kemudian mengangguk pelan. Sepertinya mereka berpikir dia adalah siswa dengan poin kurang dari 20, yang baru dipindahkan ke sini.
"Sepertinya menarik bermain dengan mereka," Batin Rhiana sedikit menarik sudut bibirnya.
"Namaku Rhiana. Aku... aku hanya anak beasiswa," Rhiana memperkenalkan diri dengan pelan. Nada suaranya dibuat gugup. Tubuhnya bahkan sedikit bergetar.
"Anak beasiswa? Anjing baru teman-teman... Hahaha..." Seorang siswa menyahut, membuat yang lain ikut tertawa.
Setiap siswa yang pindah ke sini, akan selalu diperlakukan seperti pembantu. Apalagi jika status keluarganya di bawah mereka. Sudah beberapa siswa yang terpaksa pindah karena tidak tahan di kelas ini.
Rhiana baru mengetahui hal ini beberapa saat lalu, melalui chip di belakang telinganya.
"Kamu anak beasiswa, tapi sudah berani melanggar aturan? Benar-benar berani! Aku penasaran apa yang sudah kamu lakukan sehingga dikurangi poin." Tanya siswa dengan nametag, Jony Zacir.
"Ak...aku... terlambat, dan... dan tidak memperhatikan guru," Rhiana menjawab dengan suara menyedihkan. Matanya sudah berkaca-kaca.
"Wah... sangat berani! Baiklah. Karena keberanianmu, aku sebagai ketua di sini, menganugerahkanmu penghargaan menjadi pembantu tingkat satu. Tugasmu selama di sini, yang pertama, membeli sarapan pagi dan makan siang untuk kami semua. Kedua, membersihkan kelas ini sebelum kami masuk. Ketiga, mematuhi semua yang kami perintahkan." Siswa dengan nama Jony itu berbicara dengan sombong.
"Bagaimana jika ak... aku menolak? Bukankah, ka...lian bisa membeli makan sendiri?" Rhiana berbicara sambil meremas tangannya sendiri.
"Jika kamu menolak..." Jony menggantung perkataannya.
Pria itu lalu menatap seisi kelas memberi isyarat. Rhiana menyadarinya, tetapi tetap tenang di tempatnya. Rhiana masih memainkan perannya sebagai gadis polos yang penakut.
BRUKK
Rhiana didorong oleh seorang gadis hingga menabrak dinding kelas. Gadis satunya lagi berdiri di depannya dengan tangan terlipat di dada. Rhiana tetap dengan aktingnya. Rhiana memasang ekspresi ketakutan dan meringis sakit.
Seorang pria menghampiri Rhiana dan dua gadis lainnya dengan seember air kotor. Rhiana bisa menebak jika sasarannya adalah dia.
Melihat siswa itu akan menyiramkan isi ember itu padanya, Rhiana menyeringai dan melepaskan sesuatu di tangannya yang entah sejak kapan ada digenggamannya. Benda itu lalu berguling menghampiri pria tadi.
BYURR
BRUKK
"Hahaha..."
Tawa seisi kelas memenuhi ruangan itu. Mereka tertawa karena siswi yang mendorong Rhiana tadi basah kuyup, sedangkan pria yang menyiramnya jatuh telungkup di depan kelas.
"Denis sialan...! Aku akan membunuhmu!" Teriak gadis yang basah kuyup itu.
Keduanya kemudian saling kejar-kejaran hingga keluar kelas.
"Sayang sekali. Tapi tenang, masih ada kejutan lain untukmu!" Jony kembali memberi isyarat pada dua teman prianya.
Dua pria itu terlihat keluar entah kemana. Gadis yang masih bersidekap dada di depan Rhiana dengan tanpa perasaan memaksa Rhiana berlutut setelah menendang betisnya. Rhiana kini berakting menangis sambil menahan sakit. Seisi kelas tertawa senang melihat penderitaannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!