Siang hari di sebuah desa langit nampak begitu gelap. Padahal jam di tangan menunjukkan baru pukul satu siang. Seperti yang diperkiraan, kemungkinan hari ini akan hujan lebat. Terlihat beberapa ibu rumah tangga sibuk mengangkat jemuran yang sudah kering dan ada juga yang mencari anaknya untuk segera pulang.
Begitu juga seorang pemuda yang nampak berpakaian rapi sedang duduk di samping rumah seseorang.
Celana panjang dengan sepatu safety warna hitam dan kemeja polos berwarna biru yang ditutup dekat jaket tebal menambah pesona tersendiri pada pria yang usianya baru menginjak dua puluh enam tahun itu.
Dia bukan seorang CEO atau pengusaha sukses kaya raya. Dia hanya karyawan biasa yang kerjanya mengetuk dari satu rumah kerumah yang lain dengan membawa setumpuk kertas berisi tunggakan utang milik orang orang yang bersangkutan hutang dengan Bank besar atau kredit barang mewah.
Sehari harinya dia harus berkeliling memburu orang orang yang hendak lepas tanggung jawab dari hutang yang sudah menjerat mereka.
Bukan perkara mudah menjalankan pekerjaan seperti itu. Tapi dia beruntung, pekerjaannya legal jadi dia tidak takut jika ada kendala atau ada yang tidak terima. Tapi kalau dilihat dari wajahnya, Banyak yang takut jika dia sudah menunjukkan taringnya.
Meski kadang terlihat menyeramkan tetapi dia sesungguhnya adalah pria yang sangat menawan dan menggoda iman. Terutama kaum perempuan. postur tubuh dan ketampanannya sungguh sangat meresahkan bagi kaum hawa.
Godaan godaan kecil dan besar senantiasa menghampirinya. Dan hal itu sering dia dapatkan dari keisengan para ibu rumah tangga yang kadang tingkat malunya seperti terkikis oleh statusnya.
Namun tidak untuk detik ini. Pria bernama Perjaka Putra Sodiq atau yang akrab dipanggil Jaka itu seakan terperangkap hujan deras yang mulai turun. Hujan yang makin lama makin deras itu membuatnya harus berteduh di tepian salah satu rumah warga. Dan sialnya rumah itu nampak sepi dan sedikit lebih jauh dari rumah tetangganya yang lain.
Di belakang rumah itu terdapat sawah. Di sisi kanan dan depannya ada setapak dan kebun warga. Dia memilih berteduh di samping rumah karena kebetulan dia datangnya dari arah setapak samping rumah tersebut.
Hujan yang semakin deras membuat dia pindah posisi ke pintu samping rumah itu. Selain ada semacam anak tangga, genting yang menutupinya juga lebih lebar jadi dia bisa menyelamatkan sepatu dan celananya agar tidak basah.
Jaka duduk bersandar pintu, dia merogoh tasnya dan meraih benda pipih.
"Duh mau lowbet lagi ni hp." Keluhnya. Dia kembali memasukan ponsel itu ke dalam ranselnya. Jaka melamun wajahnya benar benar kusut. dan yang pasti rasa lapar juga menderanya.
"Hujan deras, perut lapar, ampun dah, mana ini rumah kayak nggak ada tetangganya lagi, serem amat." Gerutu Jaka.
Saat dia larut dalam lamunannya tiba tiba.
Cekrek..
Jaka terlonjak dan dia segera bangkit.
"Astaga.. !!." Teriaknya dan dia menoleh ke arah pintu yang menjadi sandarannya tadi. Munculah seorang perempuan yang rambutnya nampak basah.
Sejenak Jaka terpana. Perempuan itu terlihat cantik meski hanya menggunakan daster selutut. Pikiran nakal seorang pria pun berkelana kemana mana melihat kecantikan perempuan dengan rambut ikal dihadapannya.
Saat Jaka memikirkan hal yang tidak tidak tiba tiba
Jedeerrr..!!!
Suara petir yang begitu keras membuat dia terlonjak dan dengan spontan dia maju ke tepian pintu sedangkan perempuan itu menunduk sembari menekuk kaki dan memegang kedua telinganya.
"Masuk aja mba, petirnya serem loh.." Saran Jaka.
"Aku ngagetin ya mas barusan? maaf ya? Kirain nggak ada orang.." Balas perempuan itu dan dia berdiri lagi.
"Iya tadi sempet kaget, kirain rumah kosong, habis tempatnya terpisah dengan yang lain. Mana gelap lagi." Ucap Jaka dan dia menggeser badannya agak menjauh dari bibir pintu.
"Mas masuk aja sini?" Tawarnya. Entah itu basa basi atau tidak yang jelas Jaka sedikit tertegun.
"Nggak usah mba, disini aja, bentar lagi sepertinya hujannya reda." Tolak Jaka sopan.
"Sepertinya masih lama mas redanya, tapi kalau ngga mau ya udah nggak apa apa.."
Baru selesai perempuan itu menghentikan ucapannya tiba tiba
Jederrr..!!!
Lagi lagi petir terdengar begitu besar bahkan kilatannya pun jelas terlihat.
"Mas masuk aja deh, nggak apa apa, ngeri kalau diluar. Dan hujannya makin deres tuh.."
Sejenak Jaka berpikir. Sepertinya ucapan perempuan itu ada benarnya.
"Beneran nih mba boleh masuk?" Tanya Jaka memastikan.
"Beneran? silahkan masuk saja nggak apa apa.."
"Baiklah, makasih ya mba." dan Jaka pun masuk. Perempuan itu sejenak menutup pintu dan kemudian beranjak ke dalam rumah, Jaka mengikutinya.
Mata Jaka memandang ke sekliling rumah sederhana itu. Rumah itu hanya ada dua kamar, ruang tamu, ruang tengah yang mungkin bisa digunakan untuk apa saja, dapur dan kamar mandi.
Jaka sedikit heran, jika diperhatikan rumah ini seperti rumah baru dan penghuninya pun sepertinya tidak ada yang lain selain perempuan itu. Jaka ingin bertanya namun secepatnya dia mengurungkan niatnya
"Silahkan duduk mas." Tawar perempuan itu. Jika diperhatikan perempuan itu mungkin usianya tak jauh beda dengan Jaka.
"Kacanya bagus ya mba. dari luar nggak kelihatan kalau rumah ini ada penghuninya." ucap Jaka. Sang perempuan hanya tersenyum sambil meletakkan beberapa toples berisi cemilan di atas meja.
"Nggak usah repot repot mba, sudah diijinin masuk dan berteduh aja sudah syukur banget saya." Tolak Jaka merasa tak enak.
"Nggak apa apa, biar cepet habis juga. daripada dibuang. Bentar yah aku ambil minum." Jaka hendak mencegah namun perempuan itu keburu melenggang ke dapur.
Jaka mencuri pandang perempuan berdaster itu. Meski berdaster tapi lekuk tubuhnya kelihatan banget nampak indah. Pikiran nakalnya kembali berkelana. Sontak saja sesuatu yang bersembunyi di balik celana kini sedikit mengeras.
"Hust mikir apa aku.." Rutuk Jaka sambil menjitak keningnya sendiri.
"Kenapa kepala sendiri dijitak?" Tanya perempuan itu tiba tiba. Tangannya membawa nampan berisi dua teh hangat dan dua mangkok mie rebus.
"Ya ampun mba, jadi ngerepotin begini.."
"Nggak apa apa mas, kebetulan tadi aku lagi bikin mie rebus, kamu pasti lapar kan?" Dan tebakan perempuan itu memang benar.
"Makasih ya mba." Jaka pun menyantap mie rebus itu dengan perasaan canggung.
Tak butuh waktu lama. Mie dalam mangkok pun habis tanpa sisa. Perempuan itu tersenyum manis dan Jaka terpana.
"Gimana? kenyang?" Tanya perempuan itu begitu melihat mangkok Jaka bersih tak tersisa.
"Alhamdulillah mba, makasih ya."
"Sama sama."
"Rumah sepertinya sepi, yang lain pada kemana mba?" tanya Jaka akhirnya memberanikan diri bertanya karena penasaran.
"Oh, nggak ada.." jawab perempuan itu santai. Dan pastinya Jaka terkejut.
"Nggak ada? maskudnya?"
"Iya nggak ada, saya hidup sendirian mas."
"Apa? kok bisa?" Jaka semakin keheranan.
"Ya bisa lah, masa nggak bisa."
"Emang mba nggak punya keluarga? Misal suami atau.."
"Suami? Nggak punya mas."
"Oh, mba belum nikah?"
Perempuan itu mengulas senyum dan sedikit tertawa renyah kemudian dia berkata.
"Aku janda mas.."
Waduh
@@@@@@
Perjaka
Di luar hujan masih begitu deras. Petir pun sesekali menggelegar dengan dasyat. Sedangkan di dalam sebuah rumah nampak seorang pemuda yang wajahnya sudah terlihat letih kini dihadapkan pada situasi yang membuat pikirannya berkelana kemana mana.
Bagaimana tidak berkalana, saat ini dirinya berada dalam rumah sepi dan pemilik rumah tersebut perempuan cantik dengan rambut basah dan berdaster selutut yang menyandang status seorang janda.
Pria manapun kalau dihadapkan pada situasi ini pasti hatinya meletup letup tak karuan. Begitu juga seorang Jaka. Rasa gugup seketika merasuki jiwa yang tadinya nampak tenang.
"Kenapa? kok kayak orang kaget gitu?" tanya sang janda tersenyum tipis membuat getaran hebat di dada pemuda itu.
"Ngak apa apa. kaget aja gitu loh mba.." balas Jaka setenang mungkin menutupi hatinya yang rresah.
"Kaget yah dengan statusku?" tebak perempuan itu dan memang benar Jaka terkejut dengan status perempuan cantik di hadapannya itu.
"Maaf mba, siapa pun pasti terkejut lah. Mba itu cantik loh..'' Balas Jaka jujur.
"Cihh, gombal kamu mas.."
"Gombal apaan, aku jujur loh mba, mba itu cantik, manis dan.."ucap Jaka terlalu jujur hingga perempuan itu nampak tersipu.
"Cantik bukan jaminan seorang pria setia mas.." Ucap perempuan itu dan wajahnya nampak berubah. Jaka mengernyitkan dahinya.
"Maksudnya?"
"Ya itu, perempuan cantik nggak menjamin seorang laki laki setia mas. Buktinya aku." ucap perempuan enteng.
"Mba diselingkuhin?" tebak Jaka dan perempuan tu mengangguk.
"Astaga..!! cewek secantik mba diselingkuhin? dasar pria buta.." gerutu Jaka namun perempuan itu malah terkekeh.
"Hhahhha, ya begitulah pria. Selalu cari yang lebih. lebih cantik, lebih baik, lebih inilah itu lah.." Cibir perempuan itu.
"Haiss, aku nggak loh mba, aku pengecualian.." balas Jaka tak terima.
"Bisa aja sekarang kamu bilang enggak. suatu saat kamu pasti merasakannya. Kamu sudah nikah?" dan Jaka menggeleng.
"Pria setampan kamu belum nikah?" Tentu saja pertanyaan itu membuat seorang Jaka merasa diatas awan.
"Namanya juga belum ketemu mba. jodoh aku seorang janda kali yah.." Goda Jaka.
"Emang kenapa kalau janda? malu?"
"Ya enggak, cuma aku ngerasa aja kaya gitu mba."
"Kamu lagi nggak merayu aku kan mas?" selidik perempuan itu dan sontak saja Jaka terbahak seketika.
"Hahha,orang lagi cerita dikira merayu. Aku mah nggak perlu merayu juga banyak yang jatuh hati sama aku mba.." ucap Jaka jumawa.
"percaya deh, kalau orang tampan mah banyak yang naksir." Cibir Janda itu.
"Hhaha tapi emang jujur sih mba, ini aja aku lagi di kejar dua janda."
"Hah? kok bisa?" Perempuan itu terkejut.
"Nggak tau mba, padahal aku sudah menolak mereka tapi mereka tetap aja maju. Ya udah aku jalani aja."
"Kamu playboy juga yah?"
"Bukan playboy mba. Orang aku aja belum menyatakan cinta pada mereka." Jawab Jaka jujur.
"Ntar mereka sakit hati loh merasa dipermainkan?"
"Yang penting kan aku sudah jujur mba. Eh mereka ngotot mau maju ya udah aku sih mau mau aja. Lagian mereka masih punya hutang di tempat kerjaku mba."
"Karena hutang?" Dan Jaka mengangguk.
Diluar hujan masih sangat deras. Jaka melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan kanannya. terlihat disitu sudah pukul dua sianf. tak terasa sudah satu jam dia berada dirumah janda tersebut.
Jaka kembali minum teh yang hangatnya sudah berkurang. Dia melirik perempuan di kursi samping. sang perempuan sedang menatap jendela memperhatikan hujan yang turun.
"Ini hujan kenapa nggak reda reda ya?" keluh Jaka.
"Sepertinya akan hujan sampai malam.." ucap perempuan itu tanpa menoleh.
"Yah, bisa gawat, mana nggak bawa jass hujan lagi."
"Kenapa, takut sama seseorang?" tanya perempuan itu dan dia menoleh menatap Jaka
"Takut sama siapa? paling emak yang nanti banyak tanya."
"Lah terus janda janda itu?"
"Kan mereka rumahnya jauh jauh mba. Beda kota jadi jarang ketemu dan ketemu juga kalau jadwal aku narik disana."
"Kenapa kamu nggak pilih yang serius trus di ajak nikah?"
Jaka tergelak sejenak mendengar pertanyaan si janda
"Pernah rencana mau nikah mba eh malah calon main serong sama tetanggaku sendiri. mana hamil duluan lagi." Ucap Jaka.
"Loh kok bisa?"
"Ya bisa mba, dan lagian belum jodoh mungkin.."
"Hahaah bisa aja. Emang kamu waktu pacaran sama dia nggak.." tanya janda itu sengaja memotong ucapannya dan Jaka mengerti apa maskud perkataan itu.
"Enggak mba. Aku kan anak baik nggak merusak anak orang." ucap Jaka sembari senyum dan menaik turunkan kedua alisnya.
"Cihh, berarti kamu kalah sama tetanggamu dong.." ledek perempuan itu dan keduanya tertawa
"Sepertinya semakin gelap.." perempuan itu beranjak dan melangkah menuju ke arah dinding yang ada saklar lampunya.
Ceklek, ceklek, ceklek
"Kok nggak nyala?"
"Mati lampu kali mba, ujannya deres banget."
perempuan itu mencoba lagi dan masih tetap sama. Lampu tak mau menyala.
"Coba ruangan lain mba?" Usul Jaka dan perempuan itu melangkah ke kamar.
"Waduh benar listrik mati, gimana ini.." Tanya nya khawatir.
"Emang kenapa mba? lagian kan dari tadi petirnya serem banget. wajar sih, mungkin ada aliran yang kena."
"Aku nggak sedia lilin kayaknya." perempuan itu pun keluar kamar. Dia menuju kotak kecil yang dia taruh di meja dekat telvisi dan membawanya ke meja dimana Jaka berada.
Perempuan itu menyalakan senter lewat ponselnya. Dia hendak membuka kotak itu dan nampaknya dia kesulitan karena tangan yang satunya memegang ponsel dan tutup kotak itu terlalu kencang.
Jaka yang melihat itu pun berinisatif membantunya.
"Sini mba biar aku yang buka. sepertinya tutupnya terkalu kenceng.." Perempuan itu mendorong kotak itu ke hadapan Jaka
Dengan cekatan Jaka mancoba buka penutup kotak dari plastik itu dan benar saja itu susah banget namun Jaka terus mencobanya.
"Coba pakai pisau?" usul perempuan itu.
"Pakai pisau?"
"Iya, ntar aku mabil pisau dulu.." Perempuan itu bergegas menuju dapur meninggalkan Jaka yang masih berusaha membuka tutup kotak itu.
Sepertinya usaha Jaka menunjukan hasil. penutup itu perlahan bergeser sedikit demi sedikit.
"Ini pisaunya.." ucap perempuan itu sembari menaduh pisau dihadapan Jaka.
"Ngak usah, sebentar lagi ini terbuka kok, nih.." tunjuk Jaka pada tutup kotak yang sudah bergeser keatas sedikit.
"Ya sudah, silahkan lanjutkan."
tanpa diperintah pun Jaka langsung mencoba meneruskannya. Dan benar saja secara perlahan penutup kotak itu melonggar hingga sedikit lagi.
Dan setelah melalui perjuangan yang lumayan menguras tenaga akhirnya penutup itu melonggar dan dengan mudah jaka menarik penutup kotak itu. Sang janda masih setia memberi cahaya memakai senter ponsel pada kotak yang menurutnya ada lilin tersimpan.
Jaka tersenyum penuh arti saat dia merasa berhasil membuka penutup itu.
"Nih udah longgar.." Tunjuknya.
"Ya sudah buka sekalian, kali aja disitu ada lilin."
Jaka segera membuka kotak itu dan saat kotak itu terbuka mata Jaka dan juga perempuan itu membulat sempurna.
"Bukankah ini..???"
Bukan lilin yang mereka lihat. Melainkan sebuah benda yang bentuknya sangat familiar. dengan spontan Jaka mengambil benda itu. dan seketika perempuan itu menutupi wajahnya yang merona malu.
@@@@@
"Bukankah ini?"
Wanita itu seketika menutup wajahnya dan Jaka malah tersenyum jahil. Tangannya memegang benda yang bentuknya mirip senjatanya. Pikiran kotor Jaka pun kembali berkelana. Dia membayangkan saat wanita ini bermain sendiri dengan benda yang sedang dia genggam, dia tertawa lirih takut wanita yang sedang malu tersinggung dan mengusirnya.
Sementara di luar hujan benar benar masih deras dengan kilatan petir yang sambung menyambung dan di dalam rumah keadaan gelap. Hanya ada dua manusia berbeda jenis terdiam dengan pikiran masing masing.
"Tolong taruh si mas, jangan dipegangin mulu." Ucap sang perempuan dibalik tangannya.
"Ini yang bisa bergetar ya mba? coba dong mba dihidupin?" Ledek Jaka sambil senyum senyum.
"Taruh mas ih, malah buat mainan." Ucap perempuan itu sebal.
"Ya ampun ngintip. Lagian ngapain pakai ginian sih mba?" tanya Jaka. Segera dia menaruh benda itu ke dalam kotak.
"Nggak perlu dijawab juga sudah tahu jawabannya." balas perempuan itu nadanya sedikit ketus.
"Maaf loh, bukannya meledek." ucap Jaka dan dia sadar ada benda yang tiba tiba mengeras akibat pikiran nakalnya.
Perempuan itu membuka tanganya dan meraih kotak tersebut serta mengaduk aduk isinya. Ternyata disana juga tak ada benda yang dia cari.
"Duh bakal gelap gelapan nih. bisa gawat kalau sampai malam." keluhnya.
"Lilinnya nggak ada?" tanya Jaka tapi matanya terus memandang benda itu dengan pikiran yang masih bercabang ke arah yang tidak seharusnya.
"Nggak ada mas. kalau ada aku nggak akan ngedumel."
"Tapi kamu tambah cantik mba kalo lagi cemberut gitu." Goda Jaka lagi dan sang janda hanya mendengus.
"Ya coba kamu hubungi sodara atau siapa, kamu ngga tinggal disini sendirian kan mba?" Tanya Jaka lagi
Perempuan itu mendongak menatap Jaka yang juga menatapnya.
"Aku tinggal sendirian mas."
"Waduhh.." Jaka terpana. Kembali pikiran nakalnya muncul. Dia hanya berani berpikir dan tak mau mengutarakan.
"Kenapa bisa hidup sendiri?" Tanya Jaka penasaran.
"Sejak cerai, dan lagi pengin hidup sendiri aja mas.." Jawab wanita itu. Wajahnya berubah sendu namun tetap manis. Hati Jaka benar benar kalang kabut dibuatnya.
"Emang baru cerai atau gimana mba?" Jaka pun makin dibuat penasaran. Ada janda cantik hidup sendiri. Benar benar anugerah terindah. Pikir Jaka.
"Sudah dua tahun yang lalu mas tapi aku tinggal di rumah ini baru sekitar delapan bulan. Lumayan hasil keringat sendiri."
"Wah baguslah, berarti mba mandiri. Tapi kenapa malah milihnya disini sih mba? jauh dari tetangga?"
"Ya suka aja mas. pemandanganya indah dan nyaman, nggak brisik, yang pasti tanahnya murah."
Jaka hanya manggut manggut. Dan untuk sejenak mereka terdiam. Jaka memandang ke arah samping dimana motornya terparkir dan perempuan itu memandang ke teras rumahnya.
"Mbanya berarti cerai karena suami mba selingkuh?" tanya Jaka yang kini menoleh menatap perempuan itu.
"Iya, itu juga alasanku tinggal disini.."
"Loh? kok bisa?"
"Dia selingkuh sama anaknya bibiku." Mata Jaka membola mendengar cerita si janda.
"Mungkin salah aku sih, aku terlalu mementingkan pekerjaan. Tapi kan mimpi aku pengin punya rumah sendiri dulu. Tapi ya mau gimana lagi, takdir berkata lain."
"Dan mantan suami mba tinggal di.."
"Dirumah bibiku sedangkan rumah kita berhadapan, daripada aku makan ati mending aku yang ngalah tinggal disini."
Jaka tersenyum dan nampaknya sang janda terpesona dengan senyuman pemuda itu. begitu manis.
"Yang sabar ya mba, kita pernah ada diposisi yang sama. Cuma bedanya aku belum nikah doang heheh.." Perempuan itu pun tersenyum manis. dan sejenak dia bangkit.
Kemana mba?"
"nyoba cari lilin di dapur, kali aja ada." Perempuan itu beranjak menuju dapur dan Jaka diam diam memerhatikan perempuan itu.
Lagi lagi pikiran nakalnya berkelana. Apalagi postur tubuh perempuan itu sungguh membuat sesuatu miliknya terus menegang dan mengeras. Jaka melirik kotak yang masih dibuka. Dia kembali mengambil benda yang mirip dengan isi clananya.
"Kenapa harus pakai ini sih mba? kalau pengin, ngomong dong sama saya?" gumam Jaka dalam hati dan dia tertawa sendirian sembari secepatnya menaruh benda itu.
"Ada nih lilin dua, lumayan.." Ucap perempuan itu tiba tiba dan dia segera kembali ke kursi yang tadi dia duduki.
"Syukurlah mba kalau ada. Mau langsung dinyalain?"
"Nggak lah buat nanti aja. Ini masih belum gelap banget." Jaka hanya mengangguk sesaat dan kembali mereka terdiam dan sepertinya mereka kehabisan bahan obrolan.
"Mba boleh tanya nggak?" Tanya Jaka beberapa menit kemudian.
"Boleh, tanya aja."
"Mba nggak nyari pendamping lagi? biar mba nggak kesepian gitu.." Perempuan itu tersenyum.
"Belum pengin mas, tapi kalau sekedar temen deket sih oke lah, untuk kerumah tangga, masih sedikit trauma. Kamu sendiri setampan itu kenapa nggak nikah? Apa lagi deket sama janda. aku rasa usia kamu cukup matang."
"Belum pengin."
"Kan deket sama dua janda? pilih aja salah satunya."
"Jandanya belum cocok mba hehhe."
"Emang yang cocok yang kaya apa? jangan pilih pilih.."
"Ya nggak pilih pilih sih mba, namanya juga belum cocok."
"kalau sama aku cocok nggak kira kira?" Tanya perempuan itu dan Jaka terperangah sejenak kemudian tertawanya pecah.
"Nggak cocok yah? pasti karena aku janda juga" Ucap perempuan itu seolah olah merajuk.
"Nggak gitu mba. Sekarang mah janda atau perawan sama saja. mba. Bahkan banyak kok ngakunya perawan tapi malah kaya udah janda."Oceh Jaka dan perempuan itu sedikit tercenung mengartikan ucapan pemuda di depannya.
"Hahah, bisa aja kamu. tapi ya fenomenanya jaman sekarang kebanyakan kaya gitu yah?"
"Nah itu mba tahu."
"Tapi sepertinya kamu pengalaman yah, bisa tahu perawan rasa janda. apa kamu sudah pernah?"
"Belum mba." Jawab Jaka namun senyumnya mengatakan lain.
"Hhhaa masa sih? nggak yakin deh aku? apa lagi kamu deket sama dua janda" Tanya sang perempuan entah itu bercanda atau sekedar kode. Yang pasti dada Jaka saat ini berdetak tak karuan. Pikirannya pun sudah kemana mana dan yang pasti pikiran nakal.
Sejenak suasana kembali hening. Tapi yang aneh kini perempuan itu terus menatap pemuda tampan di depannya. Entah apa yang dia pikirkan. yang jelas tatapannya menggetarkan pemuda yang sedang salah tingkah karena tatapan itu.
"Mba, mba beneran belum punya cowok?" tanya Jaka lagi mengurai salah tingkah di hatinya.
"Beneran. Sejak bercerai belum ada laki laki yang cocok mas."
"Masa sih?" tanya Jaka tak perceya dan dengan yakin perempuan itu mengangguk.
"Yah sayang sekali.."
"Kenapa?" tanya perempuan itu heran.
"Ya kan kalau punya pacar, mba nggak perlu main sama itu." jawab Jaka enteng sambil menunjukkan benda dalam kotak.
"Yah gimana lagi mas, belum ada yang cocok . Nggak mungkin juga kan nyari laki laki kalau lagi pengin. Terkesan murahan banget."
"Iya sih mba, Jadi janda rentan berita miring ya mba. Emang tipe mba yang kaya apa si?"
"Ya yang sreg dihati lah mas, kaya..." jawab perempuan itu dan dia sengaja menggantung jawabannya.
"Kaya siapa?" tanya Jaka penasaran.
"Kaya kamu hehe."
"Haaha bisa aja mba.."
"Ya bisa dong, kamu mau?"
"Mau apa mba?"
Perempuan itu tidak langsung menjawabnya dia malah mengambil benda dalam kotak tadi dan dia tersenyum ke arah Jaka.
"Mau main ini?"
Waduh
@@@@@@
...Wahh ada yang ngasih kode ini. Mana hujan lagi. Kalau jandanya cantik begini. gw juga siap bersaing sama Jaka...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!