Seorang gadis cantik dan imut sedang tertidur lelap dikasur empuk, kasur yang ukurannya tidak seberapa luas dengan ruangannya itu. Didalam ruangan hanya ada lemari dan kasur dan itu sudah cukup membuat ruangan itu menjadi lebih kecil.
Dag... Dag...
"Lynn, bangun!! Dasar pemalas!" teriak seorang wanita, dia terus mengedor pintu kayu yang sudah tua dan lapuk.
Gadis itu terbangun, suara ketukan pintu makin lama makin keras, gadis ini adalah Evelynn Cornelius atau sering dipanggil Lynn. Lynn segera turun dari kasur dan membukakan pintu kamarnya, Lynn takut jika dia lambat sedikit lagi, tidak buru-buru membuka pintu maka akan rumit masalahnya.
"Dasar pemalas! Mana, cepat berikan gajimu bulan ini dan turun beres-beres karena akan ada tamu yang akan berkunjung besok," kata Wanita itu memonyongkan bibirnya, dia adalah ibu tiri Lynn, Aila.
Aila mengulurkan tangannya meminta gaji Lynn, Lynn berjalan ke lemari dengan langkah berat, mengeluarkan uang hasil kerja yang dirinya dapatkan dari bekerja di kafe. Aila langsung merampas semua uang itu tanpa menyisakan sepeser pun ditangan Lynn.
"Anak baik! cepat beres-beres sana." Aila mengelus kepala Lynn, berjalan pergi, wajah Aila yang tadinya penuh dengan kerutan kini lenyap entah kemana, hanya ada senyuman dibibirnya.
Emosi Aila secepat membalikkan telapak tangan, Lynn menghela napas panjang, menutup pintu kamarnya turun dari loteng mulai bersih-bersih lebih awal agar dia bisa pergi bekerja lebih awal juga.
Di Kafe, Tempat Lynn bekerja
Lynn sudah selesai menganti seragamnya, memutarkan tanda papan yang bertulisan tutup menjadi buka, menunggu ditempat kasir. Karyawan yang lain mulai berdatangan dan menyapa Lynn, lalu berpindah ke posisi mereka masing-masing.
Kring...
Baru beberap menit, bel pintu sudah berbunyi menandakan adanya pelanggan yang datang, Lynn yang berjongkok, berdiri dengan cepat dan mengulas senyuman di bibir cerinya.
Dua pasangan berjalan masuk melewati Lynn, keduanya tidak memperdulikan Lynn yang menyambut kedatangan mereka. Lynn merasa diabaikan, mengambil napas dalam-dalam, mencoba tersenyum kembali menyambut pelanggan lain.
"Lynn, Americino dua, satu manis dan satu tanpa gula antarkan ke meja 09," tutur pekerja yang baru datang dari arah meja tersebut.
Lynn mengangguk paham, mengantarkan minuman itu, memperhatikan dua pasangan duduk saling berhadapan, sibuk memainkan ponselnya. Lynn memperhatikan sebentar, pasangan wanita berpakaian terbuka layaknya baju kekurangan bahan dan pacarnya terlihat sangat rapi dan berwibawa dalam stelan jas hitamnya.
"Tampan," gumam Lynn pelan, Lynn menggelengkan kepalanya dan menaruh minuman mereka. Mata bulat Lynn melirik kedua pasangan itu secara bergantian.
"Selamat menikmati minuman anda!" Lynn tersenyum, belum jauh Lynn berjalan pergi, suara wanita itu meminta Lynn berhenti.
"Yang mana pesanan kami?" tanya wanita itu dengan nada angkuh dan juga sombong, matanya menatap Lynn dengan tatapan jijik.
"Yang ini Americano tanpa gula dan yang ini ada gulanya." Jelas Lynn sambil menunjuk gelas yang sedikit berbeda itu.
"Kalau begitu, pergilah." Usir Wanita itu, tangan melambai-lambai seperti mengusir hewan.
Lynn berjalan pergi meninggalkan kedua pasangan itu, entah kenapa wanita tadi seperti mau mencari masalah dengan dirinya.
"Mungkin dia mengira kalau aku bakal merebut pacarnya, gitu?" Gumam Lynn, menggosok kedua bahunya amit-amit.
Lynn tidak akan mau punyai pacar seperti pria tadi yang hanya memasang wajah datar dan dingin, itu bukan tipe idealnya, wajah Lynn berubah menjadi murung ketika kenangan masa lalu terlintas dikepalanya.
"Ayo, semangat Lynn!!" Lynn mengepalkan tangannya memberikan semangat pada diri sendiri.
...🍒🍒🍒...
Lynn yang baru pulang kerja, membuka pintu dan berjalan masuk. Langkah kaki Lynn terhenti, heran kenapa tidak ada satu pun orang di ruang tamu. Kemana perginya dua orang yang selalu mengawasi gerak-geriknya itu.
Lynn mengangkat kedua bahunya tidak peduli, berjalan ke dapur mengambil air minum. Langkah kaki Lynn berhenti didepan kamar Aila, telinganya menangkap suara isak tangis yang berasal dari dalam sana dan Lynn sangat mengenal suara siapa yang tengah menangis itu.
Lynn yang penasaran berjalan mendekati pintu mau mengetuk pintu tapi pintu kamar Aila sama sekali tidak tertutup, Lynn mengintip dibalik sela-sela pintu. Dirinya ingin tau apa yang membuat Kakak tirinya yang selalu menindas dirinya itu menangis sengukkan.
"Aku gak mau menikah dengan pria tua itu, bu... Hiks.." Tangis gadis yang umurnya lebih tua satu tahun dari Lynn, namanya adalah Cici.
"Pokoknya, Aku gak mau menikah dengan bangka tua itu, Ibu taukan kalau ada banyak rumor yang mengatakan kalau dia mau mencari tumbal karena putranya itu tidak normal alias gay, bu!" Bentak Cici marah.
"Lebih baik aku bunuh diri, dari pada jadi tumbal." Ancam Cici, Aila menghela napas, mencoba memutar otaknya.
Dia tidak tau kalau perjodohan itu adalah perjodohan dari keluarga Kernes yang merupakan keluarga terkaya di negaranya dan berada diurutan ke 2 untuk seluruh dunia tapi sayang banyak rumor jelek yang mengitari keluarga itu dan keluarga Kernes bahkan tidak memberikan klasifikasi apa pun mengenai rumor buruk itu.
"Ibu akan mencari caranya sayang, agar kamu tidak perlu menikah." Hibur Aila, mengelus kepala Cici.
Cici tersenyum senang seolah air mata yang tadi dia keluarkan hanyalah sebuah air mata palsu, Cici turun dari kasur berjalan membuka pintu. Pintu yang terbuka memperlihatkan Lynn yang tengah berdiri mematung ditengah pintu.
Pikiran Lynn menjadi kosong karena dia tidak tau kalau dirinya bakal ketahuan menguping pembicaraan mereka dengan sengaja.
"Ibu, kamu tidak perlu memikirkan caranya. Kita sudah punya penganti yang sangat cocok, bukan begitu adikku, Lynn?" Tanya Cici sambil memasang tampang polos seolah tidak paham apa yang bari saja di ucapkannya tadi.
#Jangan lupa tinggalin jejak kalian, seperti tekan tombol jempol atau hatinya, bisa juga tinggalin komentar kalian dikolom komentar.🍒
Lynn menelan salivanya dengan kasar, niatnya hanya datang berpamitan bukan ketahuan mengintip dan menguping apa yang dibahas oleh Ibu dan Kakak tirinya itu.
"Ah... Kamu benar sekali putriku." Aila tersenyum senang dengan perkataan Cici, dia tidak perlu membuat putrinya menikah dan juga dirinya tidak perlu menanggung resiko yang terjadi jika menolak pernikahan ini.
Rasa seperti melempar dua burung dengan satu batu, Aila mendekati Lynn mencengkeram dagu Lynn, matanya sibuk mengamati wajah Lynn.
"Kurasa keluarga Kernes akan sangat senang melihatmu Lynn." Bisik Aila di telinga Lynn, menghempaskan wajah Lynn kearah lain.
"A-apa? Menikah? Tidak mau!" Tolak Lynn, matanya memelototi Cici yang menertawakan dirinya yang tertimpa masalah yang Ibu tirinya timbulkan.
Lynn paling benci senyuman kedua ibu anak itu, senyuman yang memandang dan merendahkan orang. Aila menjambak rambut Lynn sambil mendekatkan wajahnya kearah Lynn.
"Kamu harus Lynn!!" Teriak Cici, menghentakkan kakinya ke lantai, wajahnya memerah penuh kekesalan karena bantahan Lynn.
"Yah... Kamu harus menikah, tidak ada bantahan atau pun penolakan Lynn. Disini tidak ada yang akan menyelamatkanmu." Kata Aila menarik rambut panjang Lynn dengan kuat membuat Lynn menjerit kesakitan.
"Kyaaa... " Teriak Lynn, Cici mengerutkan bibirnya geram. Adik tirinya ini benar-benar pembangkang tidak mau menuruti semua keinginan dan perkataan dirinya.
"Aku tetap tidak mau menikah, sampai rambutku rontok semuanya pun aku tidak akan mau!" Teriak Lynn, menahan tangan Aila untuk tidak menarik rambutnya lagi.
"Ckck... Dasar keras kepala." Cici berdecak kesal, ingin sekali dia menceburkan wajah Lynn kedalam air mendidih.
"Ha ha ha... Jika kamu menolak, maka mau tidak mau aku harus menjualmu. Seperti aku menjual kakak kembarmu itu!" Ancam Aila, melepaskan jambakan rambut Lynn. Aila duduk dikasur sambil menatap Lynn yang menunduk dalam diam.
"Gila... Orang gila..." Gumam Lynn, Cici mulai membisikkan bisa beracunnya di telinga ibunya, Aila tersenyum senang, mencubit pipi putri kesayangannya yang selalu pintar ini.
Aila mengangukkan kepalanya setuju, mereka berdua berjalan keluar dari kamar itu dan menguncinya dari luar. Lynn yang terbengong tersadar begitu mendengar suara pintu yang dikunci.
"Apa yang kalian lakukan? Cepat buka pintunya!" Lynn menggedor pintu kamar.
Pintu sama sekali tidak terbuka bahkan telinga Lynn tidak menangkap suara apa pun dibalik pintu.Lynn melirik ke kiri dan ke kanan mencari jendela sebagai ganti pintu agar dirinya bisa kabur dari sini.
"Kenapa kamar Ini gak ada jendelanya?" Cicit Lynn bingung, tubuh Lynn merosot kebawah meringkuk sambil bersandar pada pintu.
"Hiks... hiks..." Tangis Lynn dalam diam, dia hanya mau memberikan uang dan memberi tau kalau dia bakal pergi dari rumah ayah kandungnya ini agar mereka tidak perlu merasa kalau Lynn bakal merebut rumah ini.
"Kenapa?" Tanya Lynn pada udara kosong mengeratkan pelukannya, tertidur dalam tangis.
Pagi Harinya.
"Cih..." Cici menatap Lynn yang tertidur di lantai meringkuk kedinginan. Cici mendengus kesal, dia harus cepat membangunkan Lynn sebelum ibunya memanggil namanya lagi.
"Cepat bangun!" Teriak Cici, kakinya yang memakai hak tinggi menginjak jari tangan Lynn, hingga membuat Lynn berteriak kesakitan.
Melihat Lynn yang sudah bangun, Cici mengibarkan rambutnya yang terurai kedepan menatap Lynn sinis lalu berjalan keluar dari kamar itu. Cici berhenti, matanya melirik Lynn yang mengibas-ngibaskan tangannya ke udara.
"Pergi mandi gih, nanti tamunya datang malah mencium bau busuk lagi." Kata Cici, ujung bibirnya sedikit naik, menutup pintu dengan nyaring.
Lynn menatap pintu yang dibanting Cici, berdiri dari tempat tadi dan beranjak keluar dari kamar Aila menuju kamarnya yang berada di loteng.
Dak.. Dak..
"Lynn, apa kamu sudah selesai?" Tanya Aila dibalik pintu, suaranya sangat lembut tidak seperti biasanya, hal itu membuat Lynn yang mendengarnya merinding.
Ceklek
Aila terbengong memperhatikan penampilan Lynn yang tampak berbeda dari biasanya, dimana Lynn selalu mengunakan celana panjang dan baju yang kebesaran. Sekarang gadis itu dalam balutan dress putih yang elegan dengan sedikit corak pink diujung dress.
Dress itu menonjolkan bentuk tubuh Lynn, membuat Lynn terlihat seperti wanita dewasa dan seksi. Aila berdehem pelan, mencoba menormalkan ekspresinya.
"Ayo cepat, mereka sudah menunggu kita dibawah." Aila menggandeng tangan Lynn layaknya ibu anak yang harmonis.
Cici berdecak kesal melihat penampilan Lynn, dia sudah memakai pakaian terbaik miliknya tapi masih saja Lynn kelihatan lebih cantik darinya.
"Lynn." Gumam Pria yang duduk ditengah sofa, memperhatikan Lynn yang merasa risih dengan tangan Aila.
"Apa ini putri anda Nyonya Aila? Dia sangat cantik!" Puji Wanita sudah berumur itu tetapi wajahnya masih awet muda.
Aila tersenyum kikuk, dia memperkenalkan Lynn dan Cici kepada empat orang yang tengah duduk manis disofa, memperhatikan kedua putrinya.
"Perkenalkan ini kedua putri saya namanya Lynn Kiranita dan Cici Kiranita." Cici melirik Lynn dengan tatapan penuh kebencian.
"Hoho.. Jadi yang mana akan menjadi istri dari putraku ini?" Tanya wanita yang memuji Lynn tadi, yang tidak lain adalah istri sah dari Tuan Robert Kernes, dia adalah Hana Kernes.
"Tentu saja putriku Lynn, dia adalah putri tertua. Cici masih sekolah jadi dia harus melanjutkan pendidikannya lebih dulu." Aila memutar balikkan fakta, memegang bahu Lynn.
Aila meremas bahu Lynn, tersenyum kaku pada Robert dan Hana karena Lynn dari tadi hanya diam tidak merespon sama sekali. Mendapat tekanan yang kuat dibahunya kening Lynn berkerut, ingin sekali dia berteriak kesakitan.
"Salam kenal paman dan bibi." Sapa Lynn, Cici memutar bola matanya malas.
Cici yang memutar bola matanya tidak sengaja melakukan kontak mata dengan mata coklat kehitaman milik seorang pria yang duduk ditengah sofa. Wajah pria itu penuh senyuman hangat, entah kenapa Cici merasa tidak asing dengan wajah tersebut.
"Hoho.. Jadi yang mana akan menjadi istri dari putraku ini?" Tanya wanita yang memuji Lynn tadi, yang tidak lain adalah istri sah dari Tuan Robert Kernes, dia adalah. Hana Kernes.
"Tentu saja putriku Lynn, dia adalah putri tertua. Cici masih sekolah jadi dia harus melanjutkan pendidikannya lebih dulu." Aila memutar balikkan fakta, memegang bahu Lynn.
Aila meremas bahu Lynn, tersenyum kaku pada Robert dan Hana karena Lynn dari tadi hanya diam tidak merespon sama sekali. Mendapat tekanan yang kuat dibahunya kening Lynn berkerut, ingin sekali dia berteriak kesakitan.
"Salam kenal paman dan bibi." Sapa Lynn, Cici memutar bola matanya malas.
Cici yang memutar bola matanya tidak sengaja melakukan kontak mata dengan mata coklat kehitaman milik seorang pria yang duduk ditengah sofa. Wajah pria itu penuh senyuman hangat, entah kenapa Cici merasa tidak asing dengan wajah tersebut.
Lynn dari tadi melihat kebawah mengangkat kepalanya, memperhatikan setiap orang yang duduk di sofa. Mata Lynn melebar saat matanya tidak sengaja melakukan kontak mata dengan pria yang duduk ditengah, dia adalah Wendy yang tidak lain adalah teman kuliahnya.
Wendy melambaikan tangannya pada Lynn, Lynn mengalihkan wajahnya ketempat lain sebelum melihat lambaian tangan Wendy. Kini Lynn makin terkejut dengan pria yang duduk di sofa tunggal dan menundukkan kepalanya berpikir keras.
"Ma, aku sudah bilang padamu bukan? Kalau aku tidak mau menikah. Dan aku sudah punya pacar kenapa Mama masih mau menjodohkanku?" Kata Pria yang kakinya disilangkan, pakaiannya rapi dengan style formal, dia adalah Alfred Kernes.
"Tidak ada penolakan Fredy! Mama gak pernah setuju kamu pacaran sama wanita bernama Lidya itu. Sampai kapan kamu mau membohongi Mama, kalau hungan kalian itu cuma sebuah sandiwara?" Tegas Hana, Alfred berdecak kesal, menarik dasinya yang terikat rapi, geram.
Alfred paling malas kalau jika ada yang membahas tentang pernikahan, dia paling tidak mau terikat dalam suatu hubungan yang permanen dan merepotkan seperti pernikahan.
"Kalau Kak Alfred gak mau nikah, biar aku saja Momy. Calonnya cantik dan imut begini masa ditolakkan sayang Ma." Sahut pria yang duduk ditengah, dia adalah putra kedua sekaligus teman kuliah, Wendy Kernes.
"Gak boleh! Pokoknya yang bakal menikah itu Fredy titik gak pakai koma." Hana melipat kedua tangannya, keputusannya sudah bulat tidak ada yang bisa mengubah atau pun menolaknya.
"Anu..." Aila jadi bingung mau berkata apa karena keluarga itu malah berdebat, Hana tertawa canggung.
"Nyonya Hana, yang menikah itu putra anda? Bukan suami anda, Tuan Robert?" Tanya Aila bingung pasalnya apa yang mereka bahas dari tadi, nama Tuan Robert sama sekal tidak disebutkani, Cici menganggukan kepala setuju dengan perkataan Aila.
"Ha ha ha.. Nyonya Aila ini bercanda yah? Masa suami saya yang menikah? Tentu saja putra sayalah. Mana mungkin saya sendiri yang mencarikan dia istri lagi?" Kata Hana dingin, matanya menatap tajam kearah suaminya.
"Jadi saya sudah putuskan kalau yang menikah nanti adalah Lynn dan Alfred, dan pernikahan akan diurus oleh pihak keluarga kami. Jadi anda hanya perlu menjaga Lynn saja Nyonya Aila." Hana menyenggol tangan Robert, karena dari tadi suaminya ini hanya diam saja padahal yang menyarankan untuk menikahkan Alfred itu Robert.
"Ehem.. Pernikahan akan dilaksanakan secepatnya. Minggu depan adalah hari yang bagus, jadi minggu depan saja kita melaksanakannya." Tambah Robert yang paham arti dari kode yang diberikan Istrinya.
Perbincangan mereka berjalan dengan sangat lancar, Lynn memasang wajah datar, dia cuma bisa pasrah untuk saat ini, keadaannya berada di posisi sulit. Sementara Alfred dan Wendy menatap Lynn dengan tatapan aneh yang tidak disadari Lynn.
Cici mengepalkan tangannya erat, menahan amarahnya. Dia yang mencoba mendorong Lynn ke dalam jurang penuh ular tapi sayangnya ular itu sudah pergi dari sarangnya, hanya menyisakan emas dan barang berharga dibawah sana.
"Kami pamit pulang dulu Nyonya Aila, tolong jaga calon menantu saya yah!" Kata Hana, tapi tatapan matanya tertuju pada Lynn yang terlihat tidak senang sama sekali.
"Sampai jumpa Lynn, sayang." Hana mengelus kepala Lynn lembut.
Hana sangat menginginkan anak perempuan tapi sayangnya suaminya, Robert tidak mengizinkannya melahirkan lagi setelah melahirkan Wendy, Hana masih ingat dirinya punya janji yang harus ditepati dan ini waktunya.
"Sampai jumpa Bibi." Lynn mencoba tersenyum sebisa mungkin, Hana yang mendengar panggilan Lynn berdecak kurang puas akan panggilan Lynn.
"Mama sayang, Panggil Aku Mama." Ucap Hana mencoba memperbaiki ucapan Lynn, Lynn tersenyum tipis menganggukan kepalanya paham.
Keluarga Kernes sudah pulang, Lynn memilih masuk kedalam kamarnya dari pada berhadapan dengan Aila. Ibu anak itu duduk disofa melamun tidak percaya akan kejadian tadi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!