NovelToon NovelToon

Luka Yang Tak Biasa

BAB 1

Pas di sudut kanan di kelas X11 MIPA 1 seorang gadis hanya sibuk menelungkupkan kepalanya di sela tangan. Tanpa teman yang bisa di ajak bercerita. Namanya Gianna. Sesingkat namanya cerita hidupnya mungkin akan sesingkat namanya. Tidak ada yang spesial dan bisa dibanggakan darinya. wajah yang biasa saja, tidak putih dan manjung seperti gadis yang dipuja kebanyakan orang.

Dari awal menginjak SMA dia tidak memiliki teman yang sering dikatakan sebagai sahabat. Kehidupan SMA yang katanya paling didambakan semua orang dengan segala pengalaman akan kenakalan dan pertemanan tidak dia rasakan. Jelas saja hidupnya hanya antara perpustakaan dan kelas. Waktu istirahat dihabiskan di dalam perpustakaan di pojok- pojok yang jarang terlihat siswa lainnya. Bukan untuk belajar melainkan membaca novel. Sungguh indah kehidupan di dalam novel seandainya bisa hidup di dalamnya.

Waktu pulang dari sekolah pun hidupnya lebih datar lagi. Kehangatan tidak pernah di rasa ketika menginjak rumah. Bukankah rumah adalah tempat ternyaman ketika segala macam rasa yang dipikul tak pisah dihindari. Tapi dia tidak merasa rumah yang dia tempati seperti itu.

Gianna punya satu saudara laki-laki yang sekarang sedang sibuk mengurus salah satu usaha keluarganya dalam bidang perhotelan. Jadi sangat jarang untuk pulang ke rumah. Biasanya pada hari Sabtu Minggu saja dia pulang kalau memang ingin. Tidak seperti saudara bagi kebanyakan orang

Gianna dan Galang tidak pernah duduk bersama hanya untuk saling tukar cerita, tegur sapapun kakaknya itu sangat enggan untuk berlama-lama berada di dekatnya. Gianna pun tidak tau akan itu. Bukan cuma kakaknya tapi kedua orangtuanya juga dingin. terhadapnya. Ribuan sesak yang tiap hari mengisi kekosongan hatinya semakin bertambah saja. Tapi itu sudah biasa. ingin bertanya alasannya pun lidahnya keluh untuk memulai dan takut menerima kemungkinan yang semakin menyakitkan. Sudah cukup pertahanannya selama ini, ia tidak ingin hanya karena rasa penasaran dan ketidakadilan yang dia rasa, membuat hatinya remuk redam.

Dalam kehampaan yang selalu ingin pagi cepat datang hanya untuk menghindari malam yang dingin, kadang dalam siang yang ingin segera berlalu untuk menghindari sekolah. Kegelisahan seperti itu tidak ada akhirnya bahkan ujungnya . Hal itu justru semakin menjadi-jadi. Namun satu tahun lalu tepatnya ketika ia menginjak kelas XI, satu harapan membuatnya memiliki setidaknya sedikit tujuan. Ya , dia merasa bermanfaat di sekolah. Dari sekian banyak yang berada di kelasnya, hanya ada satu yang secara tiba-tiba berbicara kepadanya, meminta bantuannya.

Dari hal -hal kecil seperti meminta buku catatan, menyalin tugas membuat Gianna semakin giat memperbaiki catatannya. Bahkan ketika ia sakit hanya sosok itu yg memperhatikan Gianna dengan mengatakan hal- hal yang harus diperhatikan Gianna untuk menjaga pola hidupnya. Sesederhana itu kebahagiaan yang dirasa Gia. Sebelumnya tidak ada yang perhatian bahkan keluarganya sekalipun . Dan Gia merasa sangat terharu. Dari hal- hal kecil itu rasa yang tidak bisa dihindari akhirnya muncul. Diam- diam Gia memendam kekaguman yang nyata yang semakin hari menjadi perasaan cinta.

padahal bisa dikata hal- hal kecil itu hanya beberapa kali didapatkan tapi rasa itu sudah terlanjur tumbuh. Namun ,ketika memasuki kelas XII perhatian tersebut tidak pernah lagi di dapatkan, terlebih ketika ternyata sosok yang dikaguminya telah memiliki pasangan yang hampir semua orang mengenalnya dipenjuru sekolah. Siswi yang cantik terlebih dalam matematika. Mereka pasangan yang sangat serasi.

Jatuh cinta untuk pertama kalinya dan kemudian patah. Tapi setidaknya dia pernah merasa dibutuhkan. Cinta yang ia punya biar semakin dalam dengan keterdiamannya dan perlahan membuka luka baru.

Inilah awal dari rasa sakit yang ternyata begitu indah untuk dinikmati

Bab 1-Perjodohan

Drttt,drttt bunyi alarm terdengar memekakkan telinga di salah satu kamar kediaman keluarga Bagus. Anak gadis yang awalnya tertidur nyenyak perlahan membuka matanya dan mematikan alarm. Hmm kayaknya aku baru aja tidur, kok sekarang udah mau jam 5 sih.

Freeya gadis yang satu bulan lalu baru saja menyelesaikan masa studinya dan meraih gelar sarjana ekonomi. Ia merupakan gadis manis dengan lesung yang melekat indah di kedua pipinya. Tidak terlalu putih tetapi mungkin tidak akan bosan untuk dipandang terutama ketika sedang tersenyum.

Rutinitasnya sedari remaja memang selalu bangun lebih awal dibanding penghuni lain. Sebisa mungkin pekerjaan rumah harus selesai sebelum jam 7. Karena keluarga akan mulai sarapan pada jam seperti itu. Di rumahnya dialah yang menjadi koki, dan membersihkan segala penjuru rumah. Padahal jika dilihat dia memiliki saudara yang hanya berbeda dua tahun dengannya. Tetapi saudaranya tidak pernah ikut atau disuruh untuk meringankan pekerjaannya.

Iri sudah tentu sering dirasakan freeya. Kadang dia merasa layaknya seorang pembantu, bahkan ketika lambat mengerjakan atau salah sedikit saja maka ia akan langsung ditegur bahkan menjurus ke singgung menyinggung tentang biaya hidup selama ini yang dikeluarkan untuknya. Karenanya ia hanya menjalankan apa yang diperintahkan ibunya, setidaknya ia menjadi anak yang berbakti belum lagi ia masih menjadi seorang pengangguran yang ketika lesehan sebentar saja mendapat tatapan sinis dari sang ibu.

"Freeya setelah semua kerjaan selesai kamu di rumah aja, nggak usah berkeliaran dengan teman kamu yang bejagulan itu, ingat cucian juga menumpuk dibelakang, nanti sore teman ibu akan datang berkunjung kamu harus menyiapkan makanan yang lebih dari biasanya".

"Iya buk" jawab freeya

Tidak terasa sekarang sudah jam 2 siang, bahkan freeya baru beristirahat sekitar 30 menit setelah menyelesaikan cucian yang menumpuk itu.

"Masak apa ya, nanti kalau aku masa yang biasa bisa-bisa ibu marah lagi dan malu sama temannya yang datang, tapi tidak biasanya memang ada acara apa sih?" Bertanya dengan dirinya sendiri

Sekitar jam 4 sore freeya telah menyelesaikan pekerjaannya, dan kebetulan mobil ibunya sudah terdengar dari luar.

"Bagaimana Freeya apa kamu sudah selesai memasak?"

"Iya Bu, sudah , emang ada acara apa sih Bu"?

"Udah, nanti kamu juga bakalan tau sendiri, intinya sekarang kamu mandi dan siap-siap pake baju kamu yang paling bagus, jangan sampai malu-maluin ibu, awas kamu kalau sampai model gembel keluar dari kamar"

"Iya Bu"

Freeya pun bergegas ke kamarnya untuk membersihkan diri, otaknya masih penuh tanda tanya karena baru kali ini, ibunya mau repot untuk memperhatikan penampilan dari Freeya, biasanya yang selalu diperhatikan dari kepala sampai ujung kaki hanya Jenni seorang.

Membahas tentang Jenni dia sekarang berusia 22 tahun, kuliah dengan jurusan manajemen. Ia merupakan anak kesayangan ayah dan ibunya.

Di rumah lain yang sangat mewah, sosok ayah masih bersitegang dengan sang anak. Hampir satu minggu ini ia selalu mendesak anaknya agar mengiyakan perjodohan uang telah direncanakan jauh hari sebelumnya.

"Pah ,Axel udah berapa kali ngomongnya, aku itu udah punya pacar. Kalau papa emang ngebet mau lihat Axel nikah hari ini juga, Axel bawah dia ke sini. Jadi nggak perlu ada perjodohan bodoh ini"

"Nggak bisa Xel, kalaupun bukan karena perjodohan, ayah tetap tidak akan merestui pacar kamu itu. Kamu kira ayah tidak tau bagaimana sifat pacar kamu itu".

Rahang Axel mengeras mendengar kata yang merendahkan kekasih. "Papa nggak berhak menghakimi dia, dia satu-satunya cewek yang bisa mengerti Axel bahkan mungkin saja lebih tahu bagaimana Axel dari pada ayah".

Setelah mengucapkan itu Axel kemudian bergerak untuk menaiki kamarnya, tapi belum sampai di pertengahan pijakannya berhenti mendengar kalimat dari ayahnya.

"Oke, ayah berhenti Axel, jalanilah hidupmu seperti yang kamu dan kekasihmu itu inginkan. Kami memang tidak akan pernah bisa menggapai kata orang tua terbaik untukmu. Setelah ini ayah membebaskanmu, tidak perlu memikirkan perjodohan ini".

Ayah Axel kemudian pergi dengan wajah yang biasanya tegas kini hanya tertunduk. Kata- kata Axel yang mengatakan bahwa mungkin pacarnya lebih mengenal Axel dari ayahnya seketika mencabik hatinya. Sejarang itukah ia memperhatikan putranya hingga secara tidak sadar Axel mengungkapkan kekecewaannya.

Setelah ayahnya menghilang, Axel masih bergeming di tempatnya. Apa ia telah salah memilih kata. Apa ia telah menyakiti perasaan ayahnya.

Lama berkutat dengan pikirannya akhirnya ia memutuskan untuk menemui ayahnya yang bisa dipastikan sekarang berada di ruang kerjanya.

Tok tok tok

Tidak ada sahutan dari dalam, lama menimbang Axel memutuskan masuk saja tanpa diizinkan.

Memasuki ruang kerja ayahnya ia melihat sosok paruh baya itu duduk dengan tatapan kosongnya yang membuat perasaan Axel semakin merasa bersalah.

"Yah,Ayah". Panggil Axel

"Hmm"

"Axel mau dijodohin"

" Tidak perlu Xel, sebentar lagi ayah akan menelepon mereka untuk membatalkan perjodohan ini dan kamu tidak perlu merasa bersalah karena hal ini"

Namun, saat ayahnya ingin menghubungi keluarga yang akan dijodohkan dengannya untuk membatalkan, Axel sudah merebut ponsel ayahnya.

"Yah , Axel serius, maaf untuk perkataan Axel tadi, tapi sekarang Axel benar menerima perjodohan itu. Axel yakin ini semua untuk kebaikan Axel kan?"

Ayahnya mengerjap sebentar. "Kamu serius menerima perjodohan ini?

" Ia ayah "

Dan benar saja ayahnya langsung sumringah dalam hati cocok juga aku jadi pemain film Axel saja si batu ini langsung berubah pikiran.

Bab 2 - Perjodohan 2

Jam sudah menunjukkan pukul 17.00 terdengar suara ribut dari lantai satu. Freeya juga telah selesai bersiap, tapi ia ragu apakah langsung turun ke bawah atau bagaimana, takutnya ia kena teguran dari ibunya.

Beberapa menit berlalu dalam kebingungan akhirnya kamar Freeya diketok dengan tidak sabaran. Ini pasti ibu pikirnya

Freeya membuka pinta dan ibu langsung melihat penampilannya." Apa-apaan dengan muka kamu itu, ibu kan sudah bilang jangan jadi gembel kenapa wajah kamu itu masih dekil?" Sembur ibunya disertai pelototan yang agak mengerikan menurut Freeya.

Ibu Freeya kemudian menarik anaknya kembali memasuki kamar dan merias wajah Freeya sesuai keinginannya. Tidak buruk juga hanya saja lipstik yang ibunya gunakan untuk Freeya merah yang justru membuatnya terlihat seksi. Freeya mau protes tetapi takut kena semprot lagi. Setelahnya mereka turun dengan bergandengan tangan. Hati Freeya menghangat seketika bahkan air dipelupuk matanya hampir saja jatuh. Setelah sekian lama akhirnya ia dapat menggenggam tangan ibunya kembali.

Seandainya bisa ia ingin memeluk tubuh wanita paruh baya ini tapi dia tidak punya keberanian lebih. Menggenggam tangannya saja sudah sangat luar biasa baginya. Terhitung setelah Freeya duduk di bangku SMP ia mulai merasakan ketidakadilan dirumahnya.

Ayahnya yang sibuk jarang dirumah, ketika dirumahpun yang menjadi tempat bercandanya hanya Jennie. Sedangkan ibunya tidak pernah memperlakukannya sehangat memperlakukan Jennie. Ada ruang kosong dalam hatinya yang kadang ingin di isi oleh kehangatan sebuah keluarga tetapi ruang itu masih belum terisi. Terisi pun karena sesuatu yang kadang menyesakkan.

Setelah sampai dilantai bawah, Freeya melihat ayahnya ternyata sudah ada di ruang tamu bersama dengan teman ibunya.

"Freeya sini nak, kenalan sama teman ayah dan ibu dulu" Panggil ayahnya

Freeya pun maju mencium tangan dua orang paruh baya yang menatapnya dengan senyuman

"Hallo om, Tante saya Freeya"

"Hallo sayang kenalin saya Amanda dan ini suami saya om Wibowo".

Freeya kembali duduk di samping ayahnya yang masih kosong

"Oh, iya Jeng anak kamu yang kedua itu mana,kok nggak ikut gabung?"

"Iya jeng,biasa dia masih di kampus katanya, ada kegiatan tiga hari ini jadi belum bisa gabung". Dibalas anggukan oleh ibu Manda

"Anakmu mana jeng, nggak bisa datang?" Tanya ibu Freeya

"Datang kok, cuma katanya agak lambat soalnya tadi katanya ada meeting diluar".

Mereka mengobrol dan tak lama terdengar suara mobil diluar.

"Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam" jawab serempak penghuni ruang tamu

"Sini nak, kenalan sama yang punya rumah dulu"

"Sore om Tante,maaf saya lancang langsung masuk tadi"

"Nggak papa anggap rumah sendiri nak" Jawab ayah Freeya

"Kenalin saya Axel om tante"

"Salam kenal ya Axel, ternyata kamu ganteng banget ya, lebih ganteng dari potonya".Kata mama Freeya yang hanya dibalas senyum singkat dari Axel.

"Ehh hampir lupa, Axel kenalin ini anak pertama Tante namanya Freeya"

Freeya dan Kai hanya bersalaman dengan begitu singkat.

Setelah perkenalan singkat antara Freeya dan Kai. Mereka kemudian memutuskan untuk makan sebelum kembali membahas rencana pertemuan sore tadi yang sampai sekarang belum diketahui Freeya.

Setelah makan mereka kembali ke ruang tamu.

Setelah beberapa saat duduk pak Wibowo mulai membuka suara.

"Jadi begini mungkin di sini yang belum tau tentang maksud pertemuan ini cuma nak Freeya, karena Axel sendiri sudah setuju. Nak Freeya kan udah lulus kuliah yang diangguki Freeya. Jadi maksud om dan keluarga datang ke sini ingin melamar nak Freeya untuk anak kami Axel".

Seakan disambar petir di siang bolong, Freeya langsung saja kaku, kaget tentu saja. Tanpa aba-aba dan pemberitaun dari keluarganya, tiba-tiba ada kata lamaran yang sampai ditelinganya langsung.

Freeya melihat ke arah ayahnya seakan bertanya ada apa sebenarnya yang hanya di angguki ayahnya, kemudian melirik ibunya dan dibalas tatapan intimidasi dari ibunya seakan mengatakan untuk jangan berbuat macam-macam dan harus mengatakan iya.

Freeya kemudian melirik Axel dan hanya dibalas dengan tatapan tajam darinya yang membuat keberanian Freeya seketika menciut

"Maaf sebelumnya om, saya memang belum dengar apa-apa, apa ada alasan tentang lamaran ini om? Karena jujur saya juga kaget terlebih saya,,MMM mohon maaf sebelumnya saya baru mengenal keluarga om"

Kemudian ayah Axel menjawab segala pertanyaan Freeya. "Kamu mungkin baru mengenal kami atau mungkin saja kamu lupa, tapi sebenarnya saya dan istri saya sudah lama mengenal kamu semasa kecil. Saya sangat menyukai pembawaan kamu dari kecil dan kebahagiaan sederhana yang kamu ciptakan, dan maaf sebelumnya om bahkan beberapa kali mencari informasi kamu ketika beranjak dewasa, karena sedari dulu om yakin untuk menjodohkan kamu dengan anak om. Dan ketika kamu sudah lulus, om beranikan diri untuk bicara sama ayah kamu yang kebetulan kerja di perusahaan om".

Freeya bingung mendengar penjelasan om Wibowo, tentu saja ia sangat ingin menolak, Freeya akui seorang Axel memang sangat gagah dengan bibir yang sangat seksi dan mata yang sangat tajam sangat cocok melekat diwajahnya. Tapi kembali lagi mereka baru saja saling mengenal itupun hanya sebatas nama. Menjalin hubungan yang serius sama sekali belum ada dalam benak Freeya terlebih selama ini ia belum pernah pacaran. Ia tidak tau bagaimana berhadapan dengan lawan jenis, kecuali dengan Adelio sahabat laki-laki dan satu satunya.

"Kalau boleh Freeya ingin meminta waktu om, jujur Freeya bingung apalagi ini bukan hubungan yang bisa selesai begitu saja"

"Cih berani sekali dia menolak ku, tapi baguslah setidaknya kalau aku tidak bisa menolak kemungkinan dia bisa meminta pertimbangan dari orang tuanya, tapi mana mungkin mereka melewatkan kesempatan ini, mereka sangat keliatan seperti keluarga mata duitan". Ucap Axel dalam hati

"Baiklah om akan berikan waktu kamu satu minggu ini . Om harap jawaban kamu nantinya tidak mengecewakan keluarga om dan keluargamu".Freeya pun mengangguk tanda menyanggupi waktu yang diberikan itu.

"Maaf om,apa boleh Axel berbicara sebentar dengan Freeya".

"Oh silahkan nak, kalian ke taman belakang saja, di sana sangat nyaman untuk bercerita ".

Axel kemudian melirik Freeya untuk segera beranjak di ikuti dirinya.

Mereka duduk di gazebo dan saling berhadapan yang hanya dibatasi meja kecil.

"Gue nggak mau basa basi, gue nggak kenal sama Lo dan tiba-tiba orang tua gue ingin Lo jadi istri gue. Cih pemikiran yang sangat kolot. Gue nggak bisa untuk menolak perintah bokap gue karena di ancam. Jadi gue harap Lo Freeya menolak lamaran ini. Gue udah punya kekasih, kecuali kalau Lo memang suka menjadi orang ketiga".

"Maaf Axel aku juga nggak tau apa-apa tentang ini karena semuanya tiba-tiba. Tapi kamu tenang aja aku akan berusaha menolak. Lagipula aku tidak senang berada di antara hubungan orang".

"Baguslah kalau Lo ngerti. Gue harap niat orang tua Lo yang menjodohkan Kita karena harta hanya pikiran gue semata. Gue pegang janji Lo".

Freeya terdiam mendengar ucapan Axel. Apa benar orang tuanya menjodohkannya karena uang semata. Tapi pikiran itu langsung di tepis Freeya, karena selama ini kehidupan keluarganya setidaknya melebihi kata cukup.

Mereka kemudian kembali masuk ke rumah dengan pikiran masing-masing. Setelah keluarga Wibowo pulang. Terjadi keheningan di dalam ruang tamu. Ibu menatap Freeya seakan ingin meluapkan emosi sedangkan ayahnya hanya diam saja seakan menyerahkan semua kepada istrinya.

"Kamu apa-apaan minta waktu segala, kamu hanya langsung mengatakan iya dan semuanya selesai. Bisa tidak sekali saja jangan membuat saya emosi. Anak tidak tahu diri".

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!