NovelToon NovelToon

I'M Not Crazy (Love Me Please)

Awal mula

Malam menampakkan sinar indahnya, lampu lampu jalanan ibu kota memberikan kesan indah dari gedung atas. Sebagian orang menghabiskan waktunya bersama dengan kekasih, sebagian lagi menghabiskan dengan kesendiriannya.

Namun tak seindah kehidupan sepasang suami istri, yang saat ini tengah berdebat hebat. Sang suaminya tanpa sengaja menyaksikan sang istri tengah bermesraan dari arah berlawanan. Ia tahu itu istrinya, ia meyakininya. Wajah istrinya terpampang nyata, sementara sang laki laki tengah membelakanginya dengan memangku istrinya.

Sakit?

Tentu, jangan di tanya lagi.

Kecewa?

Sangat.

Wanita yang selama ini ia percaya, wanita yang selama ini menemani hidupnya selama sepuluh tahun, kini telah mendua. Ingin menghampirinya namun logikanya masih berjalan, laki laki itu memikirkan tentang masih menjaga harga diri istirnya agar anaknya kelak di masa depan mendapat beban moral.

Ia masih dapat berfikir jernih tentang orang orang sekarang yang tak perduli dengan satu sama lain, yang mereka pikirkan hanya tentang konten, bagaimana menjadi fyp, tanpa ada perduli dengan orang lain. Bahkan mereka menggunakan sebuah caption yang benar benar menunjukkan seolah mereka sangat perduli, padahal terkadang itu hanya untuk sebuah penarik perhatian untuk pengikutnya.

Sungguh ironi memang tapi inilah dunia sekarang, dipenuhi tipu daya muslihat. Orang yang hanya mengejar viewer mampu melakukan segalanya. Bahkan menghilangkan privasi orang lain, menghilangkan harga diri orang lain, hanya untuk apa? Ya tentu demi konten. Kini kita berada di masa tidak tahu yang baik dan hanya berpura pura. Karena kita tiba dimana media sosial yang seharusnya menghubungkan yang jauh agar mendekat, namun kini menjadi menjauhkan yang dekat, dan menipu yang jauh.

Sore itu ia kembali dengan hati yang berkecamuk. Lama ia menunggu kepulangan sang istri dari kencan terlarangnya, laki laki itu berencana memberikan kejutan kepada istrinya, namun rencana memang tak selalu berjalan dengan baik. Ibarat kata pepatah, bahwa manusia hanya mampu berencana sementara Tuhan lah yang menentukan.

Laki laki itu menunggu kepulangan istirnya hingga malam menjelang, dan wanita itu baru pulang saat magrib telah datang, istrinya tak membawa anak mereka, itu bertanda anak mereka masih dititipkan kepada adiknya dan juga sahabat adiknya.

Wanita itu melenggang sambil bernyanyi masuk ke dalam apartemen. Laki laki itu sengaja tak menjemput anaknya dan bersyukur Istrinya tak membawa anak mereka, meski rasa rindunya sangat membuncah hatinya. Tapi ia tak ingin bertengkar di hadapan anaknya.

"Dari mana kamu?"

Suara yang sungguh sangat mengejutkan wanita itu, ia terkejut mendengar suara suaminya yang telah duduk di ruang tamu. bahkan wanita itu tak sempat menutup pintu apartemen mereka.

"Dari keluar," ujarnya sekenanya, ia mencoba bersikap santai di hadapan laki laki itu. Toh selama ini ia juga tak ketahuan dengan belangnya. Ia berfikir suaminya bo*doh tak mengetahui apa apa. "Kau sudah pulang Atala? Kapan?"

"Dari tadi sore," ujarnya dingin. Laki laki yang biasa di panggil Atala itu kini tangah duduk dengan menghilangkan tangannya, mencoba menahan diri agar tidak bermain tangan dengan wanita yang telah membuatnya kecewa. "Yanti kau dari mana?"

Atala sangat kesal sehingga memanggil wanita itu dengan namanya saja. Hal itu sungguh sangat mengejutkan Yanti. Laki laki yang memiliki mata hazelnut, dan berperawakan tinggi, serta berwajah blasteran itu menatapnya dengan tajam. Yanti sadar ada sesuatu yang membuatnya marah. Yanti mencoba menerkanya, tapi tak mungkin ia ketahuan pasti ada yang mengadukannya. Pikir Yanti.

"Apa maksud mu? Aku tentu saja dari luar, Putra ingin bermain dengan Linda dan Nisa, tentu saja aku membawanya ke sana. Aku ke sana tadi, baru kemudian aku kembali ke sini, tapi teman ku ada masalah jadi aku menemaninya," bohong Yanti menampakkan wajah lugunya.

Atala tahu itu semua hanya kebohongan, ia tadi melihat dengan mata kepala sendiri, tak mungkin mereka hanya teman. Bermesraan di hadapan hal layak. Berteman? Itu tidak mungkin, Atala terkekeh di buatnya.

Yanti tahu Atala tengah menertawai kebohongannya, akhirnya ia kesal sendiri. "Apa mau mu? Kenapa kau pulang pulang begini? Apa kau menemukan wanita lain? Sehingga kau mulai mencari masalah dengan ku?" Yanti mencoba mengembalikan keadaan. Ia tak mau terlihat bersalah di dalam hal ini.

Suara melengking Yanti sampai di telinga tetangga apartemen mereka, hingga beberapa di antara mereka mulai mendekat dan menguping pertengkaran rumah tangga tersebut secara langsung.

"Kau tak salah berbicara? Pertama kau berbohong tentang ku, kedua kau berbohong tentang adikku. Dan apa kau juga ingin berbohong tentang dirimu?" Atala memicingkan matanya ke arah Yanti. "Ah tidak kau telah berbohong, dan itu adalah kebohongan terbesar mu."

"Jangan gila kamu," tukas Yanti kesal suaranya semakin meninggi, ia telah di pojokan sejak tadi, ia ingin terlihat seperti seseorang yang tersakiti.

"Aku gila? Kau yang gila Yanti! Aku sibuk bekerja untuk mu, untuk putra kita, lalu apa?" Atala tertawa sumbang dengan sangat keras, bahkan sangat menggema di telinga Yanti, seolah menertawakan sesuatu yang tak seharusnya di tertawa kan. Ya Atala tengah menertawakan kebodohannya selama ini, Bagaimana mungkin ia di tipu habis habisan oleh wanita itu, kala dirinya tengah sibuk mencari nafkah untuk mereka. "Kau bermain gila di belakang ku? Kau bermesraan di tempat ramai Yanti, bukan aku tak melihat mu," Atala meninggikan suaranya, membuat Yanti tercekat. Niat hati ingin membalikkan keadaan, justru kini ia yang terpojokkan. Ia tak dapat bergerak, ia telah tertodongkan oleh bukti. "Kau masih tak percaya? Ini foto mu, apa harus ku sebarkan dulu keseluruhan penghuni apartemen baru kau akan mengakuinya?"

"Jangan gila, kau ingin merusak nama ku?" Yanti berteriak kesal, sudah kepalang basah, semua telah tampak, bukti perselingkuhan telah tampak.

"Kau sendiri yang merusak nama mu," Atala menunjuk ke arah Yanti yang hanya setinggi bahunya. "Aku akan ke tempat adik ku, kau pikirkan salah mu. Aku beri kau kesempatan demi putra ku," Atala meninggalakan Yanti sendirian di dalam apartemen. Yanti memandang ke arah pintu apartemen, terdapat beberapa penghuni yang memandang ke arah nya. Yanti menerka mereka pasti telah mendengar semuanya.

"Apa yang kalian lihat, apa kalian tidak punya pekerjaan? Dasar kalian penggosip pergilah dari apartemen ku," Yanti berteriak kepada seluruh penghuni yang memandang jijik ke arah nya.

"Dasar tidak punya rasa syukur, sudah jelas suami mu sangat setia, tampan dan mau bekerja keras untuk memenuhi kehidupan mu. Masih saja selingkuh, sekali murahan ya murahan," ujar salah satu di antara mereka, yang memang tidak menyukai Yanti sejak dulu.

"Kau bilang apa, dasar tukang gosip!" Yanti berucap sembari membanting pintu apartemennya, hancur sudah harga dirinya. Ia sungguh kesal dengan semuanya.

Atala baru saja sampai di halaman rumah sederhana yang dulu ia tinggali dengan ayah dan ibu angkatnya. Sungguh masa masa kecil yang sangat ia rindukan. Keluarga angkat yang sangat menyayangi dirinya. Atala mencoba tersenyum menyembunyikan semua kesedihannya. Ia akan tidur di sini dulu untuk malam ini.

"Assalamualaikum," Atala mengetuk pintu rumah sederhana tersebut.

"Walaikumsalam," seorang gadis cantik tampak membuka pintu rumah tersebut dengan tersenyum manis.

"Kakak, ayo masuk. Putra di dalam sedang bermain dengan Nisa," ujar gadis tersebut.

"Linda bagaimana kuliah mu?" Atala memandang kearah Linda yang tengah mengenakan pakaian santai.

"Baik kak, semua lancar. Tapi kalau Nisa sudah masuk ke tahap akhir. Nisa tinggal nyusun aja," ujar Linda terkekeh.

"Lah kamu belum nyusun?" Atala tampaknya lupa keadaan Linda yang memang dulu menganggur dua tahun dulu untuk mencari uang masuk kuliah.

"Kan Linda nganggur dulu kak, semester depan saja baru mau magang," ujar Linda terkekeh. Mereka memasuki rumah tersebut sembari berjalan bersama hingga di ruang keluarga yang merangkak menjadi ruang tv tersebut. Atala segera duduk di ruang tersebut, tepat bersebelahan dengan putra dan adiknya. "Linda ambilin minum apa kak?"

"Apa aja, yang dingin ya," ujar Atala segera mendudukkan diri di samping putra dan Anisa. "Aduh adik dan anak ayah..."

Atala mengecup pipi keduanya, baru kemudian ikut bermain. Linda datang membawa minuman untuk Atala, dan ikut duduk. Linda memilih untuk menonton televisi.

"Yah... ayah malam ini Putra tidurnya dengan Tante Linda dulu ya," ujar Putra cemberut. Anak itu mengira bahwa ayahnya akan membawanya kembali ke apartemen. Jujur saja ia sangat takut kepada ibunya, terlebih ibunya suka marah ketika ada teman laki laki ibunya.

Putra masih ingat betul bahwa ibunya pernah marah kala Putra tanpa sengaja menjatuhkan makanannya, dan laki laki yang ada di hadapannya hanya menggeleng. Kemudian meninggalakan meja makan. Ibunya sangat marah dan mengurungnya di kamar, hingga ia tak bersekolah ke esokan harinya.

"Iya kita tidur di sini," ujar Atala mengusap lembut kepala putranya.

Anisa jelas tahu betul siapa Atala, mereka memang bukan saudara kandung, namun jelas mereka tumbuh bersama. Anisa tahu bahwa Atala memiliki masalah dan memilih menyembunyikannya.

"Kakak, are you okey?" Anisa memandang lekat wajah Atala, membuat Atala tersenyum.

"I'm ok, don't worry," ujar Atala tersenyum menutupi semua kesedihannya.

"Kak menurut dosen Linda ga baik menyimpan luka, lebih baik bicarakan biar hati lega," ujar Linda menyambung omongan kedua kakak beradik tersebut.

Atala tersenyum memilih mengusap lembut rambut Linda, ia juga telah menganggap Linda seperti adik sendiri. Atala sudah sangat mengenal Linda dengan baik. "Kalian belum saatnya mengetahui permasalahan rumah tangga, ada saat nya ketika kalian telah menikah."

"Masih lama kak, pacar aja belum punya sampai sekarang," ujar Anisa dengan segala ekspresi yang keluar dari gestur tubuhnya.

*Othor salah satu fans Isyana Sarasvati ya, jadi mohon di maklumi.

"Sudahlah kambuh lagi, pasti mau curhat colongan," Linda tertawa melihat tingkah Anisa yang memang mudah membuat semua orang tertawa.

Anisa memang memiliki wajah yang selayaknya orang Indonesia, karena Anisa asli orang Indonesia asli, sementara Linda memang memiliki ayah yang berketurunan Turki dan ibu asli Indonesia. Orangnya meninggal dunia setelah kecelakaan menimpanya mereka, dan Linda kecil di titipkan di panti asuhan oleh pamannya. Kini Linda tinggal bersama sahabatnya, dan menjalankan semua dengan berjuang sendiri.

Malam semakin larut, kini Atala berbaring di kamar Linda, rumah itu memang hanya memiliki dua kamar, dulu sebelum ia menikah ia akan tidur di ruang tv. Namu setelah menikah, ia memilih untuk tinggal di apartemen. Atala memang sudah meminta kedua orangtuanya pindah, namun mereka tidak mau meninggalakan rumah sederhana tersebut.

Dua tahun lalu kedua orangtuanya meninggal dan ia harus menjadi kakak sekaligus seorang ayah untuk Anisa. Meski gadis itu menolak untuk tinggal di apartemennya, namun Atala boleh tenang, karena Anisa tinggal bersama Linda.

Atala memandang anaknya yang kini tertidur pulas, anaknya akan menginjak umur delapan tahun. Ia tak ingin anaknya kehilangan kasih sayang dari kedua orangtuanya. Ia ingin anaknya seberuntung dirinya, meski dengan kondisi yang berbeda.

Atala memilih untuk keluar dari kamarnya, dan berjalan ke arah dapur. Tenggorokannya terasa kering ketika mengingat seluruh masalahnya. Ingin pergi namun ada yang mengikat, ingin bebas namun seperti ada sangkar yang mengurungnya. Itulah yang di rasakan oleh Atala saat ini. Saat tengah berjalan menuju dapur, ia melihat cahaya di kamar Anisa. Atala mengintip kegiatan kedua gadis itu, tampaknya Anisa sibuk dengan tugas akhirnya, sementara Linda tampak sibuk membaca buku. Atala tersenyum melihat keduanya, inilah kenapa ia tak ingin bercerita kepada gadis itu, ia telah melihat betapa sulitnya hidup kedua gadis itu, bekerja sembari kuliah, sungguh tidaklah mudah, jadi ia tidak ingin menambah beban dengan cerita mereka.

Tanpa terasa air mata Atala menetes membuat Atala segera mengusapnya dan berjalan ke arah dapur, membuka kulkas, dan menyesapnya hingga habis. Atala mencoba menenangkan kepalanya dengan meminum air dingin.

......................

"Halo honey..." Yanti tampak sibuk memainkan kuku cantiknya.

"Ya baby? Kenapa? Kangen?" Yanti tersenyum kala mendengar suara laki laki itu, Yanti bak remaja yang di mabuk asmara.

"Kita ketahuan sama suami aku honey..." Yanti merengek dari ujung sana.

"Apa?! Apa dia tahu wajah ku? Gawat kalau dia tahu, dia akan membuat citra perusahaan ku rusak, akan ku pecat dia," El Barack berteriak dari ujung sana.

El Barack merupakan bos dari Atala bekerja. Sejujurnya dirinya juga telah memiliki istri, namun ia tetap menjalani perselingkuhan yang telah mencapai tiga bulan itu.

"Tenang honey, dia hanya melihat mu dari belakang," ujar Yanti menenangkan, baginya El Barack merupakan orang yang sangat sempurna, sudah mapan, tampan pula. Ia bahkan merasa beruntung hanya menjadi simpanannya.

Mereka awalnya bertemu di acara tahunan perusahaan milik El Barack, saat itu Atala membawa Yanti, dan memperkenalkannya dengan bosnya. Beberapa pertemuan yang tak di sengaja akhirnya membawa mereka pada hubungan terlarang.

"Bagus lah baby, hm... besok aku akan mengirimnya keluar negeri, mewakili ku," ujar El Barack di ujung sana.

"Hm... tidak masalah, kau suruh saja dia, biar Putra ku titipkan kepada adiknya," ujar Yanti tersenyum senang.

"Ok baby, I'll gonna miss you," ujar El Barack di balik telfon sana. "Ah istri ku sayang, bay baby."

Barack mematikan telfonnya tepat ketika pintu terbuka, tampak seorang wanita cantik tersenyum menawan ke arah nya. "Kamu tidak lelah sayang? Ayo kita tidur."

"Hm... tapi aku minta ya," ujarnya segera menggendong sang istri. Wanita itu tertawa sembari memeluk suaminya.

Obrolan pagi

Pagi menjelang, Atala telah bangun, sementara Linda dan Anisa masih bergumul di bawah selimut. Atala segera memasak untuk kedua gadis tersebut, kebetulan saat ini ia masih libur, tadi pagi pagi sekali ia telah menerima telfon dari bosnya bahwa besok ia harus keluar negri untuk mewakili perusahaan. Baginya itu tidak apa apa, sebentar lagi tabungannya cukup untuk membangun perusahaan kecil kecilan, minimal ia telah mendapat banyak ilmu dan jaringan. Ia berencana tahun depan akan membangun perusahaan, setidaknya anaknya akan memiliki hari yang cerah. Sementara istrinya? Atala tidak begitu memikirkannya, entah kenapa semenjak perselingkuhan istri terkuak, dirinya terlalu menelan kecewa yang amat sangat dalam, kekecewaan itu tubuh begitu saja, dan membuat dirinya seolah kehilangan rasa kepada wanita yang menemaninya selama sepuluh tahun.

Lagi lagi Atala melakukan semua itu demi anaknya, jika pun suatu saat nanti ia memang di takdirkan berpisah maka tidak akan apa apa baginya, setidaknya anaknya tidak boleh kekurangan kasih sayang saat ini. Atala akan sangat bahagia dengan cukup melihat keluarganya bahagia, biarlah masalah ini ia telan sendiri.

Namun kepergian Atala kali ini membuatnya resah, ia resah sendiri bagaimana jika sang istri tidak memperdulikan putranya? Padahal Anisa dan Linda cukup sibuk dengan kuliah dan bekerja, bagaimana mungkin harus merepotkan keduanya. Meskipun Atala tahu bahwa kedua gadis itu akan merasa senang, dan sama sekali merasa tidak di repotkan.

Lama Atala berfikir hingga sebuah tangan mematikan api yang di atasinya terdapat minyak panas yang telah mendidih. Atala terkejut melihat Linda tersenyum ke arahnya.

"Kakak sedang memikirkan apa sih? Itu hampir gosong," Linda tersenyum manis ke arah Atala.

Atala hanya menggaruk tengkuknya bingung hendak mengatakan apa, sungguh dirinya memang sedang tidak dalam keadaan fokus yang baik. Atala tersenyum canggung ke arahnya.

"Hm... kakak hanya kelelahan, aku rasa begitu pasalnya besok pagi harus keluar negeri lagi," ujar Atala mengusap tengkuknya.

"Benarkah? Wah titip gantungan kunci dong kak," ujar Linda bersemangat membuat Atala tersenyum dan menyentuh kepala Linda.

"Iya... masih saja suka mengoleksi gantungan kunci, dasar kolektor gantungan kunci," ujar Atala terkekeh, gadis di sampingnya memang selalu mampu menghilangkan penatnya dengan tingkahnya yang terkesan ceria. "Ah lanjutkan memasak kakak, buat nasi goreng. Kakak hampir lupa dengan titipan mu, tunggu di sini kakak ambil di mobil."

Atala segera keluar dengan sedikit berlari kecil membuat Linda terkekeh dengan sedikit gelengan, sungguh Atala merupakan sosok yang mendekati sempurna, dengan badan tegap dan garis rahang yang tegas serta mata yang tajam, membuat Atala menjadi sosok yang amat sangat di kagumi oleh kaum hawa, tidak terkecuali dirinya.

Atala sampai di halaman dengan mobil yang terparkir, Atala melihat seorang ibu paruh baya yang memang tinggal di daerah tersebut sejak dulu, kemudian tersenyum dan menyapanya. "Selamat pagi Bu."

"Pagi mas Atala, wah tumben ke sini?" Atala tersenyum menanggapi pertanyaan ibu itu.

"Iya Bu, kebetulan istri saya pulang ke rumah orang tuanya sebentar kemarin, si Putra juga maunya tidur di sini, jadi saya tidur di sini. Sudah lama juga saya tidak pulang ke sini, rindu suana Bu," ujar Atala tersenyum menutup pintu mobilnya.

"Wah iya nih mas Atala sudah lama sekali tidak tinggal di sini, saya kira lupa dengan lingkungan ini," canda ibu itu.

"Tidak Bu, mana mungkin. Saya di besarkan di sini, jadi tidak mungkin. Lagian adik saya tinggal di sini jadi pastinya saya akan sering kesini. Hanya saja saya sedikit sibuk akhir akhir ini," jawab Atala membuat ibu itu tersenyum. "Ya sudah Bu saya masuk dulu," pamit Atala.

"Iya mas," setelah mendengar kata kata ibu itu Atala segera masuk ke dalam rumah tersebut, dan berjalan menuju dapur. Atala dapat melihat Linda tengah memasak. Atala tersenyum, seandainya istrinya tidak berselingkuh, mungkin pagi ini mereka akan makan bersama di meja makan.

Linda meletakkan masakannya di wadah nasi yang sedang, kemudian melihat Atala yang baru saja masuk ke arah dapur dengan memegang sesuatu di tangannya. Linda terpana melihat Atala dengan kaus oblong putih tengah tersenyum memandangnya. Mata tajam itu sungguh dapat menusuk jantung siapapun yang melihatnya. Badannya yang semakin berotot, meski usianya semakin bertambah, namun badannya tetap terjaga.

"Astaghfirullah, Linda itu suami orang, bapak orang. Mata mata mata di jaga Linda, makin ganteng aja tuh orang," ujar Linda mencoba menyadarkan dirinya.

Atala mengerutkan keningnya melihat Linda yang tiba tiba bertingkah aneh. "Kenapa Linda? Ada yang salah? Kepala kamu sakit? Bira kakak saja kalau begitu," ujar Atala menawarkan bantuan kepada Linda.

"Em... tidak kak, aku baik baik saja, cuman tadi tiba tiba ingat film horor kak," ujar Linda berbohong. Namun hatinya melanjutkan. Horor banget kakak, masa Linda malah terpesona dengan suami dan bapak orang.

"Makanya jangan nonton yang aneh aneh," ujar Atala terkekeh.

"Daripada nonton yang drama cinta cintaan? Pacar tidak punya cuman bisa gigit jari," Linda terkekeh ketika mengatakannya. "Ya sudah kak, aku akan mengantar ini di meja makan, sementara kakak tolong ambil piring ya."

"Ok siap," ujar Atala segera mengambil piring dari tempatnya.

Atala meletakkan miring beserta paper bag di atas meja, Linda yang melihatnya memicingkan matanya bingung. "Itu apa kak," Linda menunjuk ke arah meja makan.

"Oh, ini," Atala segera mengeluarkan isi paper bag tersebut, kemudian meletakkannya di atas meja. "Ini untuk kamu, ini untuk Nisa."

"Wah... makasih loh, nambah nih gantungan kunci ku," ujar Linda bersemangat, Linda bahkan mengambil ponselnya di saku celana kemudian memotretnya beberapa kali.

Atala terkekeh melihat tingkah Linda segera menyendok nasi untuk dirinya dan Linda. "Ayo makan dulu, nanti di lihat lagi gantungannya."

"Kita tidak menunggu yang lain?" Linda meletakkan ponsel dan gantungan kunci tersebut di atas meja. Linda memandang Atala dengan penasaran.

"Tidak usah, nanti tunggu mereka bangun baru mereka makan," ujar Atala kemudian menyendok makanan ke dalam mulut. "Lin tolong minumannya."

"Iya kak," Linda segera menuangkan air ke dalam gelas. "Nih kak," Linda menyodorkan segelas air putih ke pada Atala.

"Thanks," ujar Atala tersenyum. Sesungguhnya Atala masih memikirkan rumah tangganya ke depan. Atala sangat ingin mempertahankan rumah tangganya, namun mengingat perselingkuhan istrinya, membuatnya ingin melepas pernihakan nya. Namun bayangan Putra membuatnya kembali mengurungkan niatnya.

Bohong jika Atala tidak sedih, dirinya hanya pandai memasang wajah bahagia, berkamuflase di balik senyum manis nan menawannya. Itu semua hanya topeng, di balik topeng itu ada wajah yang bersedih, ada wajah yang sebenarnya bingung memilih antara melanjutkan atau berhenti. Namun kembali lagi, Atala tak ingin kedua gadis cantik itu terbebani dengan segala permasalahannya.

"Kuliah kamu gi mana?" Atala mengalihkan pembicaraan mereka, laki laki itu tak ingin mengingat sakit hatinya atas perselingkuhan Yanti.

"Baik kak, tapi ya gitu. Bentar sebentar lagi masuk semester baru, dan bayar uang semester," ujar Linda tersenyum ke arah Atala.

"Mau kakak bantu? Sudah cukup uang nya?" Atala yang mengetahui kesulitan gadis tersebut segera bertanya.

"Lain kali aja kak, uang Linda cukup kok, kan Linda nabung," ujar Linda menolak bantuan Atala. Memang begitulah Linda tidak terlalu suka bergantung kepada orang lain. Wanita itu lebih suka berusaha sendiri. Kalau kata orang jaman sekarang mandiri.

Putuskan laki laki itu

Atala tengah menunggui anaknya mandi, Atala segera mengirimi pesan kepada istrinya bahwa dirinya hendak kembali ke rumah bersama putra mereka. Atala sebenarnya bingung harus mengatakan apa, entah kenapa rasanya Atala malas untuk mengirimi pesan kepada istrinya. Namun dengan pertimbangan anaknya akhirnya Atala mengirimi pesan untuk tetap berada di rumah.

📨 Tetap di rumah aku dan Putra akan kembali, jangan kemana mana, bersikaplah seperti biasanya.

Begitulah pesan yang di kirimkan Atala kepada Yanti, istrinya. Atala berharap Yanti akan memenuhi permintaannya, demi putra mereka. Jika dengan perasaan dirinya Yanti tidak perduli, maka setidaknya Yanti memikirkan putra mereka. Namun semua tak sesuai harapan, jawaban Yanti justru semakin membuat Atala kecewa.

📩 Aku ada janji dengan teman ku, aku sibuk titip saja pada Linda tau Anisa. Aku tidak bisa, kalau tidak dengan mu saja.

Atala memijit pangkal hidungnya, bagaimana tida seorang ibu mengatakan hal seperti itu dalam urusan anaknya. Atala benar benar tak habis pikir, entah bagaimana sikap Yanti ketika dirinya tidak ada.

"Papa Putra udah mandi, nanti papa ya yang ngatar Putra ke sekolah," ujar putra tersenyum ke arah Atala.

Atala ikut tersenyum berusaha menutupi kesedihannya di hadapan anaknya. Atala mengusap kepala Putra dengan penuh kasih sayang, sedih memikirkan bagaimana nasib putranya kedepannya. Bagaimana jika mereka harus berpisah, entahlah bagaimana yang pasti Putra adalah penyemangat dan penguat baginya.

"Kamu sekolah hari ini? Memangnya hari ini hari apa?" Atala jujur saja karena masalah rumah tangga mereka, ia mengira hari ini adalah hari minggu jadi ia berencana akan membawa putra kembali.

"Ih papa hari ini hari kamis, ayo pah Putra telat nih," Putra merengek kepada Atala membuat putra terkekeh.

"Iya ini papa sudah siap, kamu pakai baju gih, papa siapin sepatu sama tas kamu ya," ujar Atala kemudian beranjak mengambil tas dan sepatu Putra, menyiapkan kaus kaki Putra. Memastikan bahwa tali sepatu putra pas dan kaus kakinya tidak terbalik, melihat jadwal pelajaran anaknya, dan memastikan tidak ada buku yang tertinggal serta seluruh tugas telah terselesaikan.

"Pah, papa kenapa sih sibuk terus? Kan putra mau sama papa, kalau sama mama Putra ga di kasih makan pagi, kata mama ngantuk," adu Putra menyampaikan isi hatinya.

Atala yang mendengar hal tersebut tersentak, sungguh ia benar benar kecewa. Bagaiman mungkin istrinya melakukan hal tersebut, bagaimana mungkin seorang ibu yang seharusnya lebih menyayangi buah hatinya di banding apa pun tega melakukan hal tersebut. Ia tak tahu salah apa dirinya selama ini, mengapa istrinya melakukan hal tersebut. padahal selama ini ia melakukan segalanya, agar istri dan anak tidak kekurangan. Namun entah berapa kali ia harus menelan kekecewaan kembali.

Tanpa sengaja air matanya kembali menetes, ia benar benar kecewa kepada istrinya, kecewa kepada dirinya sendiri. Bagaimana mungkin ia tak tahu hal tersebut. "Papa nangis? Kan kata papa cowok ga boleh cengeng, harus kuat harus harus melindungi wanita."

Atala tertegun ketika anaknya menghapus air matanya, Atala tak menyangka bahwa anaknya bisa sedewasa itu. Atala tersenyum, benar kata anaknya bahwa laki laki tak boleh cengeng, harus kuat harus mampu menjadi pelindung wanita. Jika dirinya saja lemah bagaiman membahagiakan anak dan adiknya.

"Iya papa lupa, ya udah kita ga boleh nangis ga boleh cengeng biar bisa lindungin orang yang kita sayang," ujar Atala membuat Putra ikut tersenyum.

Saat tengah memasang sepatu Anisa dan Linda keluar dari dalam kamar, tampak ketiga gadis tersebut tersenyum ke arah keduanya.

"Lah kalian sudah mau ke kampus?" Atala tersenyum melihat keduanya.

"Iya kak, sudah hampir siangan soalnya, hari ini terakhir ujian semester," ujar Linda melihat pergelangan tangannya.

"Ayo sekalian kakak antar," ujar Atala tersenyum, laki laki itu memang sangat tampan ketika tersenyum, kerap kali membuat Linda malu sendiri.

"Ya sudah ayo kak, takut telah soalnya," ujar Anisa segera berlari kearah mobil milik Atala.

Atala dan Linda menggeleng melihat tingkah Anisa. Namun mereka segera melangkah menuju mobil, Atala segera menggendong Putra sementara Linda mengunci rumah mereka. Setelah itu baru mereka masuk ke dalam mobil.

Atala memberhentikan mobilnya tepat di depan sekolah dasar, Putra keluar dengan Linda dan yang ikut mengantarkan bersamaan dengan Atala. Beberapa orang tua yang mengantar anaknya berbisik bisik. Linda hanya tersenyum ke arahnya.

"Putra anak papa belajar yang rajin ya," ujar Atala segera mengecup puncak kepala Putranya.

"Iya pa," ujar Putra tersenyum senang. Setidaknya hari ini putra merasa memiliki keluarga yang utuh, sama seperti yang lainnya. Putra merasa memiliki ibu yang perhatian, tak seperti ibunya saat ini yang tidak memperdulikannya.

"Iya sayang belajar yang rajin, biar jadi anak yang pintar," ujar Linda tersenyum manis.

"Dada..." Putra melambaikan tangannya ke arah Atala dan Linda, mereka kemudian masuk ke dalam mobil, dan melihat Anisa yang masih sibuk dengan berkas berkasnya.

"Mama kamu sama papa kamu ganteng sama cantik ya Putra. Pantas anaknya tampan dan pintar," puji salah satu guru yang baru pertama kali melihat Linda. Putra hanya tersenyum, ia paham bahwa mamanya memang jarang pergi mengantarkan dirinya, jika memang mengatakan mamanya tidak mau turun dari mobil.

Mereka telah turun dari mobil bersaman dengan Atala, mereka kemudian berjalan ke arah yang berbeda, pasalnya mereka memiliki jurusan yang berbeda, serta tujuan yang berbeda pula. Linda yang ingin memulai kelas, sementara Anisa yang ingin bimbingan.

Atala tersenyum melihat kedua gadis tersebut kemudian melajukan mobilnya ke apartemen miliknya, Atala sungguh berat hati ingin kembali ke sana. Sangat menyakitkan hati ketika mengingat perselingkuhan istrinya. Namun masalah ini harus selesai, ia akan kembali berangkat ke luar negri besok pagi.

Atala telah memarkirkan apartemennya di basmen dan segera naik ke unit apartemen yang di tinggali dirinya dan keluarga kecilnya. Saat pintu apartemen di buka Atala melihat sang istri bersiap siap untuk keluar, dengan tas bermerek nya yang Atala yakin itu dari selingkuhnya. Pasalnya harga tas tersebut amat sangat mahal, butuh beberapa tahun ia yang belanja yang harus istrinya kumpulkan. Atala bukan pelit dengan sang istri, semua kebutuhannya memang telah di penuhi oleh Atala, namun Atala juga tahu bahwa istrinya amat sangat boros, tak bisa menyimpan uang dengan baik. Maka dari itu Atala selalu menyisihkan untuk masa depan anak mereka dan juga untuk membangun usaha.

"Kau mau kemana?" Atala memandang istrinya yang memandangnya dengan pandangan acuh tak acuh, Atala dapat melihat pandangan mata istrinya yang sudah tak menghormati dirinya, bahkan cenderung merendahkan.

Yanti terkekeh, ia melengos hendak meninggalakan Atala. "Tentu saja pergi," ujar Yanti.

"Apa kau ingin bertemu dengannya? Dia tahu atau tidak kalau kau memiliki anak dan suami?" Atala masih saja mencoba menahan emosinya. Bukannya minta maaf, istrinya justru semakin bertingkah. Bahkan harga diri Atala rasanya seperti di rendahkan.

"Kalau iya kenapa?" Yanti berbalik arah memandang Atala dengan santai. Wanita itu memandang suaminya Daria tas sampai bawah, sungguh sangat jauh berbeda dengan selingkuhannya. Atala hanya menggunakan jas setelan dan kemeja yang tak seberapa mahal, sementara selingkuhannya? Pakaiannya sungguh di atas puluhan juta. Yanti menggeleng, bagaimana ia tidak jatuh hati pada selingkuhannya, bahkan apa yang dia inginkan semua tercapai.

"Putuskan laki laki itu," ujar Atala dingin ke arah Yanti.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!