Imelda, hanya itu namanya yang artinya berjuang. Yah dia sedang berjuang melawan ketidakadilan yang menimpa dirinya sejak dia masih 13 tahun, saat itu ibunya yang seharusnya menjadi pelindung terakhir malah membuangnya dan hari ini, hal yang sama menimpanya sekali lagi dan dia begitu hancur.
"Lebih baik aku mati.. aku tidak sanggup hidup lagi, ya Tuhan... Izinkan aku bahagia sekali saja, aku mohon.." Lirihnya sambil berlutut menatap langit dan mengangkat wajahnya melihat kegelapan diatas sana. Imelda sengaja naik ke atap gedung apartemen yang dia tinggali bersama paman dan keluarganya setelah hal menyakitkan itu terulang lagi.
"Aku tak sanggup lagi." Lirihnya dengan airmata yang terus berlinang tanpa henti, kemudian dia memejamkan mata, berdiri, melangkah dan dia terjun dari atas gedung itu.
Imelda membuka matanya karena dia merasa melayang, ada sesuatu yang menariknya pelan kembali keatas, dia bingung dan takut lalu dia dibawa kembali ke atap gedung, dia terduduk lemas dan "Itu apa... haaaaaaaaa...!" Teriaknya begitu melihat akar itu hidup merambat masuk kembali ke pot bunga yang di pegang oleh seorang wanita cantik yang berdiri didepannya.
"Kamu gak papa kan?" Tanya wanita itu dan Imelda masih membeku di tempat. "Kenapa kamu melompat? kamu akan mati jika melompat dari sini." Tanya wanita itu lagi dan Imelda tetap tak bergerak bahkan matanya tak berkedip sama sekali.
"Jangan takut, aku Flora, siapa namamu?" Tanyanya lagi dan Imelda memegang dadanya dan masih terduduk lemas atas apa yang baru saja dia alami.
"Ka kamu siapa?" Tanyanya dan Flora tersenyum.
"Sudah terlanjur ya udah aku jujur saja deh. Aku Flora dan aku seorang peri bunga." Jawabnya memperkenalkan diri.
"Pe pe peri.." Imelda gugup, "Mana ada peri di dunia ini.. " Gumamnya dan Flora menggeleng menatapnya lalu ikut duduk di depan Imelda yang masih ketakukan.
"Ada, aku.. dan masih banyak lagi di dunia ku. Aduuhh..." Flora terkejut karena terkena rintik hujan yang tiba-tiba saja jatuh mengenai kulitnya padahal sejak tadi malam begitu cerah.
"Sebentar ya..." Flora kemudian menggunakan jarinya dan bunga ungu di tangannya berubah menjadi besar dan kelopak bunga itu menjadi payung lalu daunnya menjadi karpet lembut tempat mereka duduk.
"Nah, percaya kan? Aku ini peri bunga yang cantik dan baik hati. lalu kenapa kau mau mati?" Tanya Flora lagi pada Imelda yang masih kaget tak percaya dengan penglihatannya.
"Sudahlah, nanti kau akan terbiasa melihatnya. Ayo cerita, aku ini sangat kepo dengan dunia manusia." Ucap Flora dengan sedikit memaksa dan Imelda menarik napasnya panjang.
"Sepertinya dia baik, sudah lah apa lagi hal buruk yang akan menimpaku.." Ucap Imelda dalam hati.
"Namaku Imelda, kata ayah arti namaku ini adalah berjuang dan memang benar. Aku selama ini berjuang untuk menahan rasa sakit dan penderitaan hingga aku tak tahan lagi untuk memperjuangkan hidupku. Apa ayahku salah memilih nama untukku? Hingga aku harus berjuang hingga mati?" Jelas Imelda dan dia meneteskan airmatanya lagi.
"Tidak, ada arti Imelda yang lain. Dari bahasa italia Imelda adalah bunga kecil yang cantik seperti dirimu. Kau terlihat sangat cantik Imelda." Ujar Flora membuat Imelda sedikit tersentuh. "Ayo lanjut, rasa penasaranku ini bisa membuatku kesal nanti." Ujar Flora lagi dan Imelda mulai ceritakan masa lalunya.
+++ 4 tahun lalu +++
Imelda kecil yang baru 10 tahun menangis pilu waktu warga desa membawa jasad ayahnya yang sudah kaku dan sangat kotor akibat tertimbun tanah longsor semalaman, dia tidak sanggup melihatnya dan tetangganya memeluk dan menutup matanya agar dia tidak melihat ayahnya dalam keadaan seperti itu tapi terlambat, dia sudah melihatnya. Imelda menangis terus dan ibunya Yulia juga tak henti-hentinya histeris sambil memanggil nama suaminya.
Tiga hari berlalu dan para tamu masih berdatangan, ada om Tian yang menjadi penghibur tersendiri bagi Imelda.
"Om Tian." panggil Imel saat Tian baru saja masuk ke kamarnya, Tian baru bisa datang hari ini karena sedang ada di Amerika dan tidak ada tiket tercepat untuk kembali karena mereka sekeluarga sedang liburan, jadi akhirnya hanya Tian yang pulang sendiri.
"Hai gadis cantik.. Keponakan Om yang paling cantik sedunia." Puji Tian melihat Imel kecil sangat senang melihatnya karena Tian sangat mirip dengan ayahnya. Imel memeluknya dengan erat seperti memeluk ayahnya yang sudah 3 hari tak ada lagi disisinya.
"Sudah malam kenapa belum tidur?" Tanya Tian dan Imel hanya menggeleng, Tian tau kalau Imel pasti merindukan ayahnya. "Om temani ya..." Imel mengangguk dan benar saja hanya 10 menit Imel sudah tertidur pulas sambil memeluk lengan Tian seperti dia memeluk ayahnya.
"Yulia.. kamu harus kuat demi Imel." Ujar Tian yang kini duduk bersebrangan dengan Yulia yang masih syok dan tidak mau makan atau tidur, dia selalu ditemani oleh adik lelakinya yang memang tinggal disana bekerja dengan William sudah hampir 3 tahun.
"Bagaimana ini..Will cepat sekali pergi.. aku tidak sanggup." Tangisnya pecah lagi dan adiknya Deon selalu menenangkannya. Mereka akhirnya membahas bagaimana masa depan Imel dan perkebunan yang dikelola oleh William kedepannya demi kelangsungan hidup mereka dan banyak pegawai yang masih bergantung pada mereka.
Sebulan berlalu dan Tian masih berada disana untuk mengajari Deon dan Yulia untuk mengelola perkebunan, memang Tian sangat handal karena dulu dia dan William lah yang bersama ayah mereka mengelolanya sampai Tian ke kota untuk membuka perusahaan Teh dengan hasil kebun dari William dan mereka berhasil bersama. Perusahaan Tian mengambil hasil dari kebun Will dan mereka sama-sama berhasil.
"Baiklah kalian sudah paham dan aku akan pergi besok untuk kembali ke kota." Ujar Tian dan Yulia juga Deon sangat berterima kasih padanya.
Hari dimana Tian pergi membuat Imel kembali menangis sedih, sosok Tian menjadi pengganti ayahnya kini juga akan pergi meninggalkannya. Dia masih 10 tahun dan dia tidak bisa mengeluarkan pendapatnya karena Imel memang pendiam dan tidak terlalu dekat dengan orang lain, Will selalu menjaganya dari segala hal buruk karena dia tau Imel sangat cantik dan berbeda dari gadis kecil pada umumnya.
Beberapa tahun berlalu, Imel tumbuh menjadi gadis remaja yang sangat cantik bahkan sudah dilamar oleh banyak orang untuk menunggunya dewasa tapi semua ditolak oleh Yulia dan Deon.
Deon juga sudah menikah dan tidak bekerja dengan Yulia lagi dan pindah ke kota tapi dia masih sering berkunjung melihat keadaan Yulia, Imel dan perkebunan.
"Kak, yakin akan menikah dengan Satrio? Dia itu terlihat masih labil loh?" Tanya Deon terakhir kali berkunjung disana.
Iyalah.. dia bisa nerima kakakmu yang janda dengan 1 anak saja uda syukur dan lagi dia gantengkan dan kakakmu ini juga masih cantik." Jawab Yulia yang sebenarnya sudah sangat ingin cepat menikah karena sangat mencintai Satrio kekasihnya.
"Tapi Imel gimana kak? Gak mudah lo gadis remaja 13 tahun punya ayah tiri dan Imel tuh cantiknya luar biasa jangan ada hal aneh nanti." Deon cemas tetapi Yulia malah anggap remeh dengan pesan dari Deon.
"Ah gak lah, aku juga cantik dan Satrio udah bucin tauk." Balasnya dan Deon hanya berdoa supaya tidak terjadi hal yang dia takutkan.
"Imel.. dah pulang?" Tanya Deon dan Yulia menaikkan bahunya tanda tidak tau, mereka memang sejak tadi berada di kantor dekat kebun teh dan Deon hanya menggeleng kesal melihat kakaknya yang sangat cuek pada anak gadisnya sendiri. Deon memilih kembali ke rumah untuk melihat apakah Imel sudah pulang sekolah atau belum.
"Om Deon kapan datang? Kok ga bawa Chaca?" Tanya Imel begitu membuka pintu melihat Deon di depan.
"Hai Imel, makin cantik aja ponakan om, Chaca kan masih kecil ga bisa dibawa jalan jauh dan lagian om cuma sebentar." Jawab Deon dan mereka duduk mengobrol dan becanda.
Imel memang lebih dekat dengan Deon ketimbang Yulia yang sibuk kerja dan pacaran. Tapi Imel memang anak yang pengertian dan dia selalu berkelakukan baik dan penurut.
Setelah hampir sejam Deon pamit balik ke kota dan dia juga akan pindah ke kota yang lebih jauh karena tugas dari perusahaan. Hal itu membuat Imel sedikit sedih.
.
.
.
"Imel.. udah kenal kan sama Satrio? Sekarang dia ayah baru kamu ya dan akan tinggal disini." Ucap Yulia pada suatu malam dan Imel sedikit terkejut karena yang dia tau Satrio ini suka mengganggunya dan main-main dengan banyak gadis di desa, itu yang sering dia lihat pas pulang sekolah.
"Tapi bunda..." Imel terhenti saat Yulia mengibaskan tangannya dan menyuruh Imel masuk ke kamarnya. Imel menurut, dia masuk dan mengunci pintu kamarnya seperti yang selalu diajarkan Deon.
Sudah beberapa bulan mereka bertiga tinggal bersama, sebanarnya ada mbok Pini tapi mbok sudah 2 hari izin sakit dan dibawa ke kota untuk berobat jadinya Imel kesepian dirumah. Yulia dan Satrio selalu pergi pagi dan pulang malam karena bekerja jadinya Imel hanya sendirian dari pulang sekolah hingga mereka ibunya kembali.
Imel juga tidak suka dengan Satrio yang selalu memandangnya dengan tatapan aneh, seperti ingin menelannya hidup-hidup. Remaja 13 tahun seperti Imel belum mengerti akan hal dewasa maka dia hanya cuek saat Satrio melihatnya dengan tatapan mesum itu.
Imel selalu menjaga diri seperti pesan Deon, dia selalu memakai pakaian sopan dan longgar, baju kaos dan celana panjang jika di luar kamar, tapi jika di dalam kamar dia suka pakai baju terusan ala remaja dan tidur tanpa dalaman, tentu setelah mengunci pintu kamarnya.
Siang ini Imel pulang sekolah dan merasa sangat gerah sehabis pelajaran olahraga dan dia segera mandi lalu ganti pakaian paling nyamannya dengan daster lucu dan setelah kunci pintu dia tertidur pulas, tapi ada sesuatu mengganggunya.
Satrio yang pulang siang itu demi melancarkan aksinya, dia sudah tidak tahan dengan Imel yang selalu mengganggu pikirannya, wajah cantik Imelda perpaduan dari wajah oriental William dan sedikit jawa dari Yulia membuatnya sangat cantik, dengan kulit putih mulus bercahaya, rambut hitam sebahu dan meskipun dia baru 13 tahun tapi tubuhnya sudah terlihat montok berkat turunan dari Yulia yang mempunyai tubuh indah sempurna.
"Om ngapain?!" Teriak Imel saat membuka mata dan ada Satrio di tempat tidurnya dan dia langsung bergerak dan ingin lari tapi Satrio menariknya kembali dan menindihnya, menciumi wajahnya dan lehernya tapi Imel terus berontak hingga Satrio dengan beringas mengangkat rok daster Imel dan menarik turun ****** ********.
Dia menyentak kuat memasukkan miliknya kedalam Imel yang masih remaja dan tidak mengerti apapun tapi karena teriakan Imel yang sangat kesakitan membuat Yulia yang pas juga baru pulang membuka kamarnya dan melihat kejadian itu.
"Apa yang kalian lakukan?" Teriak Yulia dan Satrio yang terkejut langsung melepaskan Imel yang kini bergerak dan meringkuk kesakitan sambil menangis.
"Sayang... Yulia, maafkan aku, itu karena dia yang menggodaku. Lihat bajunya saja begitu." Ujar Satrio menunjuk ke Imel yang sedang menangis dan meringkuk memeluk lututnya sendiri.
Yulia melihat pakaian Imel, dress terusan tanpa lengan, biasanya juga dia memakai kaos dan celana panjang kenapa hari ini dia pakai baju seperti itu?
"Dasar anak kurang ajar! Satrio itu ayahmu, suami ibumu, benarni kau menggoda ayahmu! PLAKK"
Sebuah tamparan keras dari Yulia menghampiri pipinya. Imel terus menangis.
"Gak bundaaa... tadi Imel lagi tidur dan bangun sudah ada Om Satrio di kamar." Lirih Imel tapi Yulia malah lebih percaya pada Satrio. Yulia mengurungnya di kamar dan tidak memperbolehkan Imel keluar.
Sakit, sangat sakit yang Imel rasakan, kesuciannya direnggut paksa tetapi ibunya sendiri malah menyalahkannya, sakit di tubuhnya tak seberapa, sakit di hatinya lebih besar lagi dirasakan olehnya.
Tian yang mendengar hal yang dialami Imel langsung saat itu juga dia berangkat dan menemui Imel. Dia tidak percaya Imel akan melakukan hal seperti yang diceritakan Yulia. Keponakannya masih 13 tahun dan hal itu sangat tidak mungkin.
"Imel.." Panggil Tian mengetuk pintu kamar Imel di malam harinya. Imel yang mendengar suara Tian langsung membuka pintunya dan memeluk Tian dan menagis pilu, Tian juga tak kuasa menahan air matanya dan memeluknya.
"Bukan Imel om, Imel gak lakukan apapun. Imel hanya tidur siang dan sudah kunci pintu seperti yang diajarkan om Deon." Ujar Imel sambil mennagis, kini mereka duduk di tepi ranjang Imel.
Tian tau Imel tidak berbohong, karena dialah yang selalu berpesan pada Deon untuk menjaga Imel. Keponakannya memang sangat cantik dan auranya berbeda dari gadis seusianya, itulah yang selalu ditakutkan oleh William adiknya sejak Imel lahir. Tian begitu sakit hati tidak bisa menjaga keponakannya setelah adiknya meninggal.
TBC~
Satrio kini duduk di sofa di depan Tian dengan wajah babak belur dihajar Tian sementara Yulia terlihat menangis melihat keadaan suaminya itu.
"Kau itu ibunya Yulia, kau tega melihat anakmu masih 13 tahun sudah mengalami hal mengerikan seperti ini. bagaimana dia hidup kedepannya?" Bentak Tian dan Yulia masih menangisi Satrio daripada memikirkan Imel.
"Aku akan bawa Imel ke kota dan kalian nikmati saja kebersamaan kalian sampai membusuk disini dan akan kuhetikan semua kerjasama kita. Will juga sudah tidak ada, Imel aku bawa jadi aku tidak punya tanggungjawab apapun pada kalian." Geram Tian yang sudah emosi karena Yulia tidak mau melaporkan kejadian ini ke polisi karena terlalu cinta pada Satrio.
Malam itu juga Tian membawa Imel ke kota dengan mobilnya dan mereka berkendara 5 jam lamanya untuk sampai ke rumah Tian yang merupakan apartemen mewah di tengah kota.
"Mas Tian apaan sih bawa dia kesini? Biarkan saja ibunya yang urus." Kesal Tessa istri Tian yang sudah dia beritahu tapi tidak mau mengerti.
"Ini keputusanku dan kalian semua ingat, jangan membahas ini atau uang jatah bulanan akan papi potong, berlaku juga untukmu Tessa." Tegas Tian dan seluruh keluarganya hanya diam dan patuh.
"Kamar Imel sudah disiapkan bi?" Tanya Tian dan Bi Nini mengangguk dan mengantarkan Imel ke kamarnya yang kebetulan dekat dengan kamar nya di dekat dapur karena hanya itu ruangan kosong di rumahnya.
"Maaf ya Imel, om hanya bisa berikan kamar ini, sementara tidur di kasur busa ini dulu. Besok kita belanja kebutuhnmu ya.." Tian membelai kepala Imel dengan lembut dan Imel masih dengan wajah sendunya mengangguk.
Ini juga sudah cukup bagianya meskipun kamar dirumahnya lebih besar dan ada kamar mandi didalam tapi ini juga nyaman dan yang paling penting aman untuknya.
"Istirahat dulu besok pagi ikut om ke sekolah, sudah bawa semua buku dan surat penting kan?" Tanya Tian dan Imel menganguk dan tersenyum tipis lalu Tian keluar dari kamarnya. Tak lama ada yang mengetuk dan masuk kedalam, ternyata Bi Nini.
"Nona Imel, ini susunya Tuan Tian menyuruh bibi untuk buatkan untuk non." Imel tersenyum dan menerima susu itu.
"Terima kasih bi." Jawabnya lembut.
"Maaf ya non kamarnya masih begini, besok akan kita urus lagi, Tuan tadi kasih taunya tiba-tiba." Ujar Bi Nini, ruangan itu adalah gudang dan baru dibersihkan beberapa jam lalu.
"Iya bi, ga apa-apa ini juga bagus kok." Jawab Imel setelah selesai meminum habis susunya. Bi Nini lalu memberitahukan apa-apa saja yang ada dirumah ini dan untungnya toilet di dapur ada di depan kamarnya dan tidak susah baginya untuk sering ke toilet malam hari.
Besoknya Tian libur dari kerjaan nya dan menemani Imel ke toko furniture membeli kasur dan lemari juga memasang meja yang cocok untuk ukuran kamarnya, setelah selesai dia membeli banyak baju untuk Imel dan segala keperluannya juga memberikan Atm atas namanya sendiri yang baru dibuat saat ke bank tadi untuk uang jajan dan keperluannya. Setelah itu mereka makan siang dan lanjut ke sekolah sekalian menjemput Cintya yang akan pulang jam 4 sore karena ada ekskull.
"Pak Tian, setelah lihat nilai Imelda, dia sangat pintar dan banyak penghargaan juga disini dari juara 1 lomba menulis, lomba bahasa inggris dan ini ada lomba bidang pertanian?" Sang kepala sekolah melongo tak percaya dan Tian terlihat bangga dengan keponakan cantiknya yang ternyata pintar sepertinya dan Will.
"Iya karena ayahnya memang bekerja di bidang pertanian dan dari kecil Imelda sudah paham bercocok tanam." Jelas Tian.
"Wah, Imelda juga selalu rangking 1 dari pertama masuk sekolah. Kalau begini kita daftarkan saja ke program beasiswa dan lompat kelas. Ini kan masih awal semester jadi kalau Imel sanggup dia tidak perlu masuk ke kelas 7, kita coba test masuk kelas 8." Jelas sang kepala sekolah dan Tian melihat ke arah Imel dan Imel setuju karena dia juga sudah bosan dengan pelajaran kelas 7 yang menurutnya biasa saja.
"Baiklah, mau mulai hari ini atau besok? Kalau hari ini kebetulan masih ada guru yang bisa mendampingi."
"Hari ini saja." jawab Imel antusias.
Setelah itu Tian menemui Cintya yang sedang bermain bulu tangkis bersama beberapa temannya di lapangan dan Imel sudah ada di ruangan guru dengan Ibu Tari yang akan membimbingnya dan test masuk.
"Papi... " teriak Chintya dan langsung memeluk Tian, "Anak gadis papi.. main lagi sana. Papi kesini daftarin Imel dan sekalian jemput kamu." Jelas Tian dan Cintya langsung cemberut.
"Ah ternyata karna Imel toh kirain papa sengaja jemput Tya."
"hahaha kan mau daftarin sekolahnya dan untungnya Imel bisa lompat kelas karena pintar dan lagi tes untuk beasiswa loh." Puji Tian dan Tya sedikit terkejut.
"Dia sepintar itu?" Tanya Tya tak percaya.
"Iya, kepala sekolah yang bilang tadi setelah lihat rapor nya dari SD." jawab Tian membuat Tya sedikit iri karena sekeras apapun dia belajar hanya bisa masuk rangking 15 tidak pernah naik lagi.
"Ha.. ternyata memang aku aja yang gak pintar ya, Charles aja dari TK uda bisa ranking 3 pa.. aku tidak pernah diatas 15." keluhnya dan Tian mengacak rambut anaknya itu.
Dari jauh Imel yang sudah selesai test melihat kedekatan Tian dan Tya membuatnya sedih karena harus kehilangan ayahnya sejak 3 tahun lalu, meskipunn Tian sangat baik dan mirip ayahnya tapi tetap dia ayah dari Tya dan Charles.
"Om Tian, Ibu Rita mau bicara di ruang kepala sekolah." Ujar Imel setelah mendekati mereka.
"Oh ayo.. kita kesana lagi, Tya ikut atau disini?" Tya berpikir, "Disini ja." Tian dan Imel masuk kembali ke ruang kepala sekolah dan dia terlihat sumringah karena Imel jauh diatas yang dia harapkan.
"Pak Tian, pihak yayasan sangat senang dengan Imel dan dia besok bisa ke yayasan untuk ujian masuk beasiswa dan disana akan ada yang akan membantu Imel. Dia bisa masuk ke kelas 9." Jelas kepala sekolah dan Tian menganga tak percaya.
"Imel masih 13 tahun pak, bisa masuk kelas 9?" Tanya Tian tak percaya.
"Bisa pak, sudah saya test bahkan bisa masuk kelas 10 kalau mau." Jawab Bu Rita dan Tian menatap Imel tak percaya.
"Imel maunya kelas 9 atau langsung 10?" Tanya Tian.
"Terserah Om saja." Ujar Imel, Tian berpikir dan dia memutuskan kelas 9 saja.
"Kelas 9 saja pak, soalnya kalau langsung kelas 10 bukan soal pelajaran tapi saya takutnya pergaulan Imel yang jadi masalah, dia akan dewasa sebelum waktunya nanti." Jelas Tian dan kepala sekolah mengerti.
"Baik pak, untuk ujian masuk kelas 9 sudah selesai. Besok bapak bisa ke yayasan H&S untuk test beasiswanya dan mereka buka dari jam 9 pagi sampai 6 sore, ini surat pengantarnya." Tian mengambilnya dan dia sangat bangga pada Imel dan sejak tadi senyumnya tidak hilang dari wajahnya.
"Imel.. mulai sekarang jangan berpikir aneh-aneh, kejar impianmu dan lupakan hal buruk yang terjadi. kamu anak yang pintar." Ujar Tian setelah mereka ada di mobil dan Tya sejak tadi sudah merengut karena Tian terus-terusan memuji Imel.
"Ini untuk Imel dan belajarlah pakai itu, pulsa akan selalu om isi sesuai kebutuhanmu sama dengan Tya. Dan Tya.. lusa Imel sudah masuk sekolah dan kalian sekelas." Ujar Tian saat mereka sedang makan malam.
"Loh kok sekelas, Tya kelas 9 loh, Imel masih 13 tahun harusnya kelas 7 kan.." Ujar Tessa sewot karena Tian baru saja membeli hp baru buat Imel dan segala isi kamarnya.
"Iya, Imel bisa sekolah dengan beasiswa dan lompat 2 kelas tadi sudah test dan lulus. Besok jam 9 ikut om ke yayasan H&S untuk test lagi ya.." Jelas Tian dan Tessa juga Tya terkejut tak percaya, Imel sekelas dengannya dan beasiswa dari H&S.
"Wah.. ternyata anak ini pintar ya.." Tukas Tessa merasa tersaingi oleh kecantikan Imel yang masih 13 tahun juga ternyata anak ini lebih pintar dari anaknya Tya.
"Wah.. berarti kak Imel bisa ajarin Charles matematika dong.." teriak Charles ikut senang.
"Iya, kak Imel juara 1 lomba matematika di sekolahnya loh, nanti anak papi yang ganteng ini belajarnya sama kak Imel.." Sambung Tian lagi tapi Imel merasa tidak enak karena sejak tadi bukan hanya Tessa yang memasang wajah tak suka tapi Tya juga menatap sinis padanya.
.
.
.
Tian membawa Imel ke sebuah ruangan dan disana dia akan mengikuti ujian beasiswa nya hingga universitas dibawah naungan H&S Group, jadi setelah dia lulus secara otomatis dia akan bekerja di perusahaan H&S.
Tian begitu senang karena langkah Imel akan mudah untuk masa depannya dan dia tidak perlu khawatir lagi. Tian menunggunya 2 jam dan setelah keluar Imel terlihat biasa saja, tidak gugup ataupun takut, untuk gadis seusianya ini seharusnya berat tapi Imel melaluinya dengan baik dan hasilnya tentu saja Imel berhasil.
Setahun berlalu dan Imel sudah masuk ke kalas 10 bersama Tya, Imel mendapatkan ranking 1 di kelasnya dan jura juara umum di sekolahnya membuat Tya makin kesal karena iri, bukan karena itu saja tapi Imel yang sangat cantik meskipun masih muda membuat semua orang tertarik padanya. Padahal Imel selalu sendirian dan hanya bergabung ke kelompok orang pintar di sekolah kalau ada lomba membawa nama sekolah, waktu luangnya hanya dia gunakan untuk membaca di perpustakaan.
Tapi satu tahun ini tidaklah mudah, sebagai gadis remaja 14 tahun dia sudah melalui banyak cobaan, setahun awal setiap hari Tian akan mengantar dan menjemput mereka sekolah tetapi lama-lama Tessa melarangnya dan terjadi pertengkaran dalam rumah tangga dan Tessa mengancam akan bercerai.
Imel yang tau ini karena dirinya langsung mengakatakan kalau dia akan pergi sendiri saja tapi, terjadi lagi hal yang tak terduga. Baru 2 minggu dia berangkat sendiri dengan angkutan umum sudah terjadi lagi pelecehan terhadapnya dan membuat Imel takut untuk naik angkutan umum. Sedangkan Tya memang tidak suka di kekang memilih tidak ingin di antar jemput dan naik taxi atau dijemput teman lelakinya.
Imel yang takut terpaksa menggunakan ojek langganan saja di dekat sekolahnya dan beruntung dia mendapatkan seorang bapak tua yang baik hati dan menjadi langganannya.
2 bulan awal semua berjalan lancar, Imel selalu keluar rumah menggunakan masker dan pakaian tertutup ditambah jaket dan tudung untuk menutupi kecantikannya. Sampai dimana Tessa mengetahui bahwa Tian membuka rekening untuk Imel dan setiap bulan memberikan 5 juta untuknya, dia murka dan terjadi lagi pertengkaran.
Akhirnya Imel menyerah dan memberikan rekening itu pada Tessa. Tetapi memang Imel adalah anak yang cerdas, dia telah memindahkan sedikit demi sedikit uang tersebut ke rekening lain yang dia buka dengan bantuan Bu Tari di sekolah, jadi setidaknya dia punya sedikit simpanan jika ada kepeluan mendadak.
Imel tidak pernah bahagia tinggal di rumah itu karena Tessa dan Tya selalu menyiksa batinnya. jika ada Tian dirumah maka mereka berlaku biasa saja, tapi jika Tian keluar mereka dengan tega berlaku sesuka hati, menyuruhnya membersihkan kamar dan pekerjaan rumah lainnya padahal sudah ada Bi Nini tapi mereka sengaja agar Imel tidak betah dan kembali ke kampungnya.
Bahkan untuk makan saja dia hanya diber jatah nasi putih sedikit dan mie instan untuk berhemat jika Tian tidak ada. Tian sekarang jarang dirumah dan lebih sering keluar kota karena bisnisnya.
Bi Nini sering memasakkan mie instan untuk Imel dengan diam diam memasukkan sebutir telur atau beberapa potong daging, kadang ada sayuran apa saja agar Imel tetap sehat. Tian juga sering diam-diam memberikan uang saku terpisah ke Imel karena dia tau 5juta di rekening Imel diambil semua oleh Tessa dan hanya memberikan 100ribu seminggu untuknya, itu untuk ongkos dan sarapan atau makan siang jika ada kelas tambahan.
"Bi Nini.. ini, masak rendang dan capcay hari ini, dan ini jatah makan sebulan si anak kampung itu." Ujar Tessa yang baru kembali dari supermarket. Dia membawa daging sapi dan sayur-sayuran lalu sekardus mie instan merek paling murah untuk Imel dan juga 2 kilo telur untuk Charles karena dia tidak bisa makan tanpa telur.
"Bi Nini, Charles mau ganti menu, telurnya di dadar pake sosis 3 telur ya..." Titah Charles dan Bi Nini sudah tau maksud dari bocah laki-laki itu yang berarti 1 telur adalah punya Imel. Charles selalu meminta makanan dobel dan sebagiannya diam-diam diberikan pada Imel.
"Terussss... tiap sarapan buatkan roti bakar ekstra masukin ke kotak ya bi..." Sambungnya lagi dan Bi Nini memberikan jempol untuknya, begitulah cara Imel melewati makannya tiap hari.
"Non Imel.. ini ada titipan buat non dari Tuan, tadi subuh Tuan berangkat." Bi Nini memberikan uang 500rb untuk Imel titipan dari Tian.
"Tumben banyak bi, biasanya 200ribu aja seminggu." Ucap Imel bingung.
"Oh karna Tuan perginya 2 minggu non makanya sekalian." Jelas Bi Nini dan Imel sudah menghela napasnya berarti 2 minggu akan makan mie instan lagi deh.
"tenang non, bibi sudah punya rencana buat non sama den Charles. Sarapan dan makan malam aman. Mending kan makan dadar sosis atau daging atau sayur, tiap hari dari pada mie instan?" Imel mengangguk setuju dan tersenyum pada Bi Nini yang selalu punya cara untuk membantunya.
"Makasih ya bi, kalau gak ada bibi mungkin Imel sudah mati kelaparan." imel memeluknya dan dia hanya bercanda, tidak mungkin mati kelaparan karena dia punya tabungan rahasia.
TBC~
Besok paginya Imel sudah bersiap dari jam 6 pagi untuk berangkat sekolah dengan jalan kaki, karena tidak terlalu jauh dan bi Nini sudah menyiapkan roti bakar keju untuknya di dalam kotak seperti permintaan Charles, Bi Nini selalu bikin 1 porsi besar dan dibagi 2 agar Tessa tidak curiga, kotak milik Imel juga yang sekali pakai jadi bisa langsung dibuang tanpa barang bukti.
"Hai anak kampung, ini jatah mingguan kamu dan ini titipan ibu kamu." Tessa memberikan selembar uang seratus ribuan dan sebuah amplop untuknya.
"Terima kasih tante Tessa." Ucap Imel pelan lalu kembali berbalik dan pergi ke sekolah.
Berjalan hampir 1 jam dipagi hari membuat Imel lebih sehat dan tubuhnya juga makin bagus, tanpa olahraga esktrim bentuk tubuhnya sangat porposional untuk ukuran anak 14 tahun. Dia selalu sampai duluan di kelas dan membuka amplop dari ibunya ternyata isinya hanya uang 500 ribu yang dia berikan tiap beberapa bulan sekali. Imel menghela napasnya panjang dan mengumpulkan semua uang yang dia dapat hari ini dan pergi menemui ibu Tari.
"Bu titip tabungan lagi ya, ini ada 800 ribu." Ucap Imel dan Tari dengan senang hati membantunya dan langsung mentransfer 800 ribu ke rekening Imel dan mengambil uang cash nya. Imel mendapatkan notif dari bank yang dia pakai.
Bu Tari sengaja membukakan rekening lagi yang tidak perlu buku tabungan untuk Imel agar tidak ditemukan oleh tantenya. Bu Tari tau semuanya makanya Imel selalu sehat sebab Bu Tari selalu membawa salad sayuran atau buah untuknya seminggu 3 kali.
"Ini untuk kamu, harus dihabiskan sebelum Tya datang, cepat dan ini ada lomba menulis kamu ikut yah. Kamu tulis saja di buku nanti ibu yang ketik dan kirim. Lumayan hadiahnya 1-3 juta.
"Iya Bu Tari tapi temanya apa ya?" Tanya Imel dan Tari melihat lagi syarat yang tertulis di pengumuman itu.
"Sepertinya sedikit rumit, ibu jelaskan disini saja kamu sambil makan deh.." Imel mengangguk dan menarik kursi milik guru lainnya sebab belum ada yang datang. Bu Tari menjelaskan dan memberikan masukan tentang tulisan yang akan dibuatnya lalu Imel mendengarkan dengan serius sambil makan sarapan roti bakar dan salad buah.
"Nah... kamu tulis dulu, nanti sambil ketik akan ibu edit." Ujar Tari lagi.
"Terima kasih bu Tari." Ucap Imel lalu keluar dari kantor guru. Bu Tari sangat suka dengan Imel yang tidak banyak bicara tetapi hasil yang dikerjakan sangat memuaskan. Tapi sayang anak secantik dan sepintar itu harus menderita.
Kehidupan sekolah Imel juga sangat sulit dia jalani, banyak siswa yang sangat suka padanya dan selalu mencari perhatiannya tapi Imel hanya diam dan tidak banyak bergaul untuk keselamatan dirinya sebab banyak siswi yang tidak suka dengannya.
Tiga tahun di lewati dengan susah payah oleh Imel dan berkat kepintarannya dan bantuan Bu Tari dia telah banyak mengikuti lomba menulis yang tidak perlu dia hadiri agar hadiah lombanya tidak diambil oleh Tessa dengan alasan akan dia yang mengelolanya. Tentu saja Tian tidak tau karena Tessa selalu beraksi saat Tian tidak ada.
Ujian nasional untuk kelulusan telah selesai hari ini, semua teman-temannya sedang bersorak sorai dan bergembira tapi Imel lebih memilih menghabiskan waktu bersama Bu Tari di ruang guru. Di umurnya yang belum 17 tahun tahun dia telah selesaikan 12 tahun sekolahnya dengan nilai terbaik dan Bu Tari sangat bangga padanya.
"Jadi sambil tunggu hari kelulusan kamu mau ngapain Imel?" Tanya Bu Tari dan Imel tampak bingung.
"Imel masih bingung Bu, kan untuk kuliah harus tunggu 4 bulan lagi dan kuliah juga harus di Univ HS kan, jadi Imel sudah daftar dan masuk." Jawab Imel dan mereka sedang makan siang bersama di kantor guru dengan beberapa guru juga disana. Imel memang menjadi kesayangan para guru karena kepintarannya dan selalu mengharumkan nama sekolah.
"Imel pengen pindah dari rumah om tapi gimana bilangnya ke om ya?" Tanya Imel dan Tari juga bingung karena hal yang bagus dia bisa pindah tapi kasian Tian. Setelah ngobrol lama akhirnya Imel pamit untuk pulang dan kali ini untuk merayakan ujiannya dia akan naik taxi sebagai reward untuk dirinya sendiri.
Setelah pulang, dia melihat Tian ada dirumah dan sedang berkemas untuk pergi lagi setelah 2 minggu dirumah.
"Om mau pergi lagi?" Tanya Imel dan Tian segera memeluk keponakan kesayanganya itu.
"Iya, mungkin om akan lama dan tidak bertemu Imel, om pulang untuk bertemu tante dan Tya ternyata mereka belum pulang cuma ada Charles, untung kamu pulang Imel." Jelas Tian dan rasanya Imel begitu merindukan sosok Tian, dan sepertinya dia sangat tidak ingin Tian untuk pergi hari ini.
"Apa om harus pergi?" Tanyanya lagi dan Tian mengangguk.
"Ini untuk jajan kamu, jangan kasih tau tantemu karena ini dari tabungan rahasia om." Tian terkekeh memberikan amplop cukup tebal dan Imel bingung sesaat. "Sudah ya.. jaga diri kamu baik-baik kalau om tidak ada sebaiknya kamu pindah saja dari sini dan kejar kebahagianmu. Om tidak bisa menjagamu lagi..." Ucap Tian merasa sedih, tanpa sadar Imel menitikkan air matanya dan begitu juga Tian.
"Om pergi yah.." Tian keluar dari rumahnya dan hati Imel terasa berat dan dia menangis pilu.
"kenapa ya non? Tadi Charles juga nangis gitu loh.. bibi kok jadi tidak tenang ya..." Tanya Bi Nini dan membuat Imel lebih sedih lagi, seperti ada sesuatu yang buruk akan terjadi, perasaan ini seperti yang dia rasakan saat ayahnya dulu keluar rumah pada saat hujan deras ke perkebunan.
\~\~\~\~\~\~\~\~\~\~\~\~\~\~\~\~\~\~
"Jadi Om kamu gimana?" Tanya Flora yang sudah sejak tadi menangis mendengar cerita Imel.
"Om baru meninggal 2 hari lalu, dan itu kabarnya 1 jam setelah om pergi aku baru balik dari bank karna om memberikan uang 10 juta padaku." Ucap Imel dan kini dia menangis lagi.
"Jadi kamu ingin bunuh diri bukan karna itu kan?" Tanya Flora lagi dan Imel menggelengkan kepalanya.
"Aku baru saja hampir perkosa lagi..tapi dia sudah hampir masuk dan ketahuan istrinya makanya tidak jadi." Lirih Imel dan dia makin menangis dan Flora langsung memeluknya, ya dia baru saja hampir diperkosa untuk kedua kalinya.
"Kasian kamu... tapi jangan berpikiran untuk mati, ini bukan akhir dari hidupmu Mel." Ucap Flora dan Imel kembali melanjutkan ceritanya.
"Kamu tidak tau bagaimana usaha kerasku, aku tidak ingin dilahirkan cantik, lebih baik aku jadi wanita biasa pada umumnya. Aku sering dilecehkan di kendaraan umum atau di tempat ramai, mata laki-laki selalu liar menatapku, aku tidak suka itu." Sambungnya dan Flora mengerti bahkan dia juga mengalami hal itu, hampir di lecehkan tapi untung saja Flora memang bukan manusia jadi dia berhasil menangani itu dengan baik,
"Lalu kamu tadi kesini karena hal itu? Tantemu bagaimana?" Tanya FLora lagi dan Imel menarik napas dan membuangnya kasar.
"Mereka menyalahkan aku, katanya akulah yang menggoda paman itu seperti dulu saat aku diperkosa oleh ayah tiriku. Padahal pakaianku kalau tidur sangat tertutup dan bahkan aku memakai jaket lagi untuk menutupi tubuhku karena trauma. Aku langsung berlari kesini saat tanteku mengusirku." Jelas Imel dan Flora diam, dia sangat kesal dengan ibu dan tantenya. Tidak habis pikir sesama wanita tapi tidak bisa saling melindungi.
"Kamu mau ikut aku? Berapa banyak tabunganmu saat ini?" Tanya Flora dan Imel menatapnya curiga.
"Eh jangan menatapku begitu, uangku juga banyak kali.. cuma gatau mau kemana karena setiap 10-15 tahun sekali aku pasti pindah karena aku tidak bisa tua seperti kalian jadi aku bingung." Jelas Flora dan mereka termenung bersama sangat lama sambil menunggu hujan reda.
"Dengan yang diberikan om Tian aku sudah ada 20jutaan sebenarnya lebih banyak lagi karena hadiah lomba diambil tante Tessa semua." Ungkap Imel tiba-tiba dan Flo mengagumi Imel bisa menabung sebanyak itu.
"Kau pintar, setidaknya ada tabungan kalau keluar dari rumah itu. Kau belum mengambil barang-barangmu?" Tanya Flo tanpa berpaling dan masih melihat rintik hujan.
"Kan tadi mau bunuh diri mana mungkin bawa barang." Ucap Imel dan Flora terkekeh.
"Aku ada ramuan sih untuk bikin laki-laki tak akan bisa lihat kecantikan kita, tapi sudah aku pakai. Nunggu bunga itu tumbuh butuh beberapa tahun jadi kau harus sabar ya.. aku pasti bantu kok." Ujar Flora dan Imel menatapnya, masih cantik dan mempesona memang mirip seorang peri.
"Kau masih cantik, umur mu berapa dan aku harus panggil apa?" Tanya Imel dan Flo akhirnya menatapnya.
"Aku sudah seratus tahun lebih dan panggil Flo saja. Kamu bisa melihat kecantikanku karena kamu tulus dan baik hanya orang seperti itu yang bisa melihatnya." jawab Flo dan Imel akhirnya mulai percaya akan adanya peri.
"Ternyata peri itu memang ada ya..." Gumam Imel dan Flora tertawa.
"Banyak hal-hal di dunia ini yang masih misteri bagi kaum manusia tapi mereka itu ada, aku tidak bisa memberitahumu karena itu rahasia dari pencipta kita. Awalnya aku juga terkejut adanya kaum manusia. tapi setelah disini lama, aku akhirnya mengerti cara hidup manusia pada umumnya." Jelas Flora dan Imel masih tidak mengerti karena selama ini yang dia pelajari adalah hal nyata dan sejak ayahnya meninggal yang dia hadapi adalah kenyataan, tidak ada lagi cerita dongeng indah sebelum tidur seperti yang sering diceritakan ayahnya.
"Apakah peri punya sihir untuk tidak terlihat?" Tanya Imel membuat Flora terbelalak tetapi itu lucu.
"Hahahah untuk apa itu? Kau mau hidup transparan dan tak terlihat?" Tanya Flo dan Imel menatapnya kesal.
"Bukan, aku hanya ingin kembali ke rumah tante untuk ambil barangku dan mereka pasti tidak akan izinkan aku mengambilnya jika itu berharga." Jelas Imel dan Flo mengerti.
"Tidak ada, tapi aku bisa bantu kok..." Ujar Flora sambil tertawa.
"Caranya?" Tanya Imel dan Flora sudah menumbuhkan sebuah bunga cantik di tangannya dan Imel sangat takjub melihatnya.
"Ayo, nanti buka pintu dan biarkan bunga ini masuk duluan dan aku akan membuat mereka tertidur." Flora berdiri dan Imel juga ikut, mereka berlari kecil menghindari rintik hujan yang masih saja deras padahal sudah 2jam lamanya.
Mereka menuruni tangga 1 lantai dan masuk kedalam liff, "Itu bunga apa?" Tanya Imel penasaran dan Flora tampak ragu.
"Gak boleh tau, belum cukup umur soal bunga ini yang penting bawa barangmu dan keluar dari rumah itu." Ucap Flora dan Imel mencebikan bibirnya.
"Padahal 2 bulan lagi aku 17 tahun loh.." Kata Imel tapi Flora tetap melarangnya. Lift terbuka dan mereka keluar Flora berjalan mengikuti Imel menuju unit rumah Tian dan begitu sampai dia menarik napasnya panjang dan menghembuskan perlahan.
"Jangan takut, aku akan melindungimu." Ucap Flora menepuk pundah Imel dan dia menekan sandi pintu dan membukanya sedikit lalu Flora mengambil alih dan memasukkan kuntum bunga itu dan mengeluarkan serbuk orange kemerahan.'
"Tahan napas atau jangan mendekat." Setelah beberapa menit Flo baru membuka pintu lebar dan melihat mereka sudah tertidur.
"Ayo masuk." Ajak Flo dan Imel berlajan dan terkejut melihat semua orang memang sedang tidur dalam posisinya masing-masing.
"Mana orang yang coba memperkosa mu itu?" tanya Flo karena dia melihat ada beberapa pria disana.
"Yang itu, baju biru." Imel menunjuk ke arah salah satu pria yang sedang duduk sambil memegang rokoknya yang masih menyala.
"Imel bereskan barangmu dan aku akan beri dia pelajaran." Titah Flo dan Imel masuk ke dalam kamarnya untuk memberekan barangnya.
"Non Imel.." Panggil Bi Ninik yang baru keluar dari kamarnya, dan Imel terkejut melihatnya.
"Bi Nini... hiks hiks " Imel menangis lagi sambil memeluknya, Bi Ninik mengelus punggungnya dengan lembut.
"Non, ibu suruh bibi bereskan barang non dan mau dibuang.. untung non pulang." Ucap bi Nini dan Imel segera melihat kamarnya dan benar semua sudah ada di kardus dan untung saja Bi Ninik mengikatnya dengan rapi.
"Bi, Imel akan pergi dari sini dan bibi jangan beritau tante ya kalau Imel balik, bilang saja barangnya sudah bibi buang. Mereka masih tidur di depan." Pinta Imel dan Bi Ninik mengangguk.
"tapi kenapa mereka tidur semua non?" Tanya Bi Ninik heran.
"Itu karena teman Imel itu dia pake obat bius di semprot gitu bi, Imel juga ga ngerti." Jelas Imel dan Flora hanya tersenyum canggung karena dia sedang memberikan sesuatu pada pria baju biru itu.
"Tenang saja, itu bukan racun tapi obat agar si otong dapat pelajaran biar ga seenaknya lagi." Geram Flo dan Bi Nini setuju dengan itu. Lalu Imel mendekat pada Charles dan mengelus kepalanya dengan lembut.
"Bi, Imel pergi ya.. jaga diri baik-baik dan terima kasih." Imel memeluk Bi Nini lalu menangis bersama. Beberapa menit kemudian Imel sudah ikut Flora pergi dengan taxi dan membawa 2 kardus baju dan 1 tas ransel berisi barang berharganya beserta 1 tas pingang kecil berisi HP dan uang.
TBC~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!