Alezo Rafael, 33 tahun.
Seorang aktor papan atas yang berasal dari keluarga berada. Tidak sengaja menjadi artis karena bertemu seorang produser saat ia sedang makan siang sendirian di sebuah cafe. Pendiam namun berhati lembut. Menjadi idaman para wanita karena ketampanan dan sikap dinginnya yang mempesona.
Jemima Tsamara, 27 tahun.
Seorang penyanyi solo yang bertalenta. Menjadi diva di usia muda membuatnya menjadi idola. Sosok jelita nan sederhana yang selalu memikat siapa saja dengan pesona wajah dan suaranya. Siapapun nyaman berada di dekatnya karna kehangatan dan sifat keibuannya.
Neil Samudra, 33 tahun
Sahabat Alezo sejak SMA. Berkarir sebagai dokter spesialis bedah jantung yang bekerja di rumah sakit milik ayah Alezo. Sosok pintar namun memiliki dua sisi kepribadian. Tidak akan ada yang menyangka dia dokter jika sudah lepas dari jam praktek dan ruang operasi karena tingkah konyolnya
Najla Sabitha, 28 tahun
Sahabat Jemima sesama penyanyi di agensi yang sama. Sosok swag yang selalu terlihat cuek namun sebenarnya selalu kesepian dan memiliki masa lalu buruk dengan keluarganya. Tidak pernah jatuh cinta karena merasa tak ada gunanya.
POV JEMIMA
Netra coklat itu tak gentar menantang sorot lampu kamera. Gaung suara yang memanggil namanya seolah senandung merdu yang memenuhi relung kalbu. Karpet merah yang terbentang bagaikan panggung mewah yang menampilkan kecantikan sempurna bak dewi Yunani yang dianugrahkan Tuhan padanya. Dress hitam brand kenamaan yang ia kenakan bagaikan sihir yang menghipnotis semua mata, sehingga sangsi apakah wanita muda itu benar-benar manusia. Ia melemparkan senyum dan melambaikan jemari lentik tangan kanannya, yang tentu saja menambah sorak lautan manusia di hadapannya. Kaki jenjang berbalut stiletto itu kemudian melanjutkan langkah setelah merasa cukup menampilkan dirinya.
"Jemima...Jemima...."
Teriakan namanya terus menggema mengiringi langkah anggun sang bintang hingga ia menghilang dari pandangan. Ia pun lalu menuju ballroom bersama seorang staff yang mengantarkannya.
"Thankyou," ucap Jemima tulus pada wanita muda yang terlihat kikuk sejak saat mereka berjalan bersama. Ia lalu duduk di kursi yang bertuliskan namanya, Jemima Tsamara.
"My pleasure," jawab sang wanita muda membungkukkan badan, yang tanpa Jemima tahu ia sangat berdebar.
Jemima melihat sekeliling. Senyumnya seketika merekah saat mendapati beberapa temannya sudah mengisi tempat duduk mereka lalu saling melambaikan tangan. Ia masih duduk sendiri dengan meja bundar di hadapannya, sementara meja lainnya sudah terisi penuh dengan tamu. Jemima lalu menatap panggung besar yang begitu mewah dan gemerlap. Dalam hati ia bersorak 'luar biasa!'. Tidak salah Prestige Award menyandang predikat penghargaan film tertinggi di Indonesia. Membawa pulang piala dari Prestige Award adalah impian semua insan perfilman Indonesia. Kalimat itu biasanya hanya dianggap sebuah informasi bagi Jemima. Namun kali ini menjadi doa.
"Hey," sapa sebuah suara bariton mengaggetkan Jemima. Ia menoleh lalu tersenyum setelah mengetahui siapa yg menyapanya.
Alezo Rafael. Pria bertubuh atletis itu lalu menarik kursi di sebelah Jemima lalu duduk di atasnya. Seperti Jemima, ia tak lupa menyapa tamu-tamu lainnya meski hanya dengan senyuman dan lambaian tangan. Mengenakan tuxedo hitam, ia tampak serasai dengan Jemima.
"Apa kau sudah lama di sini?" Tanya Alezo membuka percakapan dengan Jemima.
"Ah aku juga baru saja tiba," jawab Jemima.
"Aku bersyukur kau datang karena aku benar-benar gugup sendirian di sini," lanjutnya.
"Gugup? Biasanya bahkan kau sendirian di atas panggung dengan ribuan pasang mata menyaksikanmu," goda Alezo.
"Tentu saja berbeda, Al. Kau tau ini kali pertama buatku," kilah Jemima.
Jemima sang diva tentu lebih memilih berada di belakang panggung bersiap-siap untuk tampil dengan suara emasnya ketimbang duduk di manis di acara penghargaan film. Sepanjang karirnya sebagai penyanyi, pertama kalinya ia membintangi film. Di luar bayangan, filmnya bersama Alezo yang berjudul Salju Pertama Desember meledak dan menjadi box office. Mereka bahkan baru pulang dari USA menghadiri piala Oscar meski hanya sebagai nominasi. Jemima pun menerima banyak pujian karena aktingnya yang memikat padahal ia bukan seorang aktor. Tak ayal kini ia bersama Alezo menjadi begitu fenomenal. Kontrak kerjasama dengan banyak brand sudah mereka tanda tangani bersama. Itu pun masih ada brand yang kecewa karena tidak mendapatkan kesempatan sangking penuhnya jadwal mereka.
"Ternyata kalian berdua sudah tiba," ujar Abindra, sang sutradara yang tanpa disadari sudah berada di samping Alezo.
"Obrolan kalian seru sekali bahkan tidak menyadari aku sudah berdiri di sini," canda pria bertubuh tambun itu.
Alezo dan Jemina tergelak. Mereka berdua kompak mengatakan 'maaf' pada Abindra.
"Aku merasa kita akan membawa pulang banyak piala," ucap Abindra setengah berbisik.
"Aku harap begitu. Tapi pastinya bukan berasal dari kategoriku," ucap Jemima pesimis. Bagaimana tidak, ia disandingkan dengan aktris-aktris senior yang sudah berkecimpung di dunia film. Apalah arti dirinya yang baru sekali bermain film dan 'hanya' beruntung karena lawan mainnya adalah Alezo, aktor kenamaan dan termahal di Indonesia, yang bahkan sudah beberapa kali menjadi cameo di film Hollywood. Bahkan hanya Alezo yang memiliki fanbase yang benar-benar garis keras dan begitu mencintai sang aktor.
"Justru aku paling optimis padamu, Jemi," sanggah Abindra.
"Aku tidak pernah seyakin ini," lanjutnya.
Jemima menghela nafas. Ia ingat betul bagaimana Abindra memohon agar menerima peran utama wanita di filmnya. Kala itu Jemima menolak karena tidak yakin bisa berakting dan belum tentu agensinya mengizinkan. Apalagi Abindra adalah sutradara yang terkenal dengan karya film yang luar biasa. Bahkan menjadi pemain di filmnya adalah impian para aktor. Jemima tidak ingin merusak image beliau dengan kemampuan aktingnya yang belum teruji.
"Ayolah Jemi, katakan pada agensimu bahwa kau akan bermain di filmku. Aku tidak bisa membayangkan aktris manapun yang pantas menjadi pemeran wanita selain dirimu," rayu Abindra berkali-kali kala Jemima masih saja menolak tawarannya
Tidak tega, Jemima lalu menanyakan pada Ibra, direktur agensi tempatnya bernaung apa ia boleh menerima tawaran Abindra. Toh ia tidak sedang memepersiapkan lagu dan album baru.
"Baiklah. Aku akan bicara pada Abindra," ucap Ibra kala itu.
Tak lama berselang, Jemina menerima telepon dari Abindra yang bersorak kegirangan karena ternyata Ibra mengizinkannya untuk bermain film. Dan yang paling membuatnya terbelalak, ternyata Ibra menawarkan fee dua milyar yang tanpa ragu disetujui oleh Abindra. Beruntung menurut penilaian sang sutradara akting Jemima memuaskan dan pendapat filmnya jauh berkali-kali lipat. Jika tidak ia akan merasa bersalah dan akan dengan senang hati memgembalikan bayarannya.
Salam dari pembawa acara menjadi penanda bahwa acara akan segera dimulai. Jemima pun membetulkan posisi duduknya agar lebih nyaman, begitupun Alezo. Sejujurnya meski ia dan Alezo sudah akrab sejak syuting bersama, Jemima masih selalu merasa terintimidasi dengan sikap dingin sang aktor. Apalagi mereka berperan sebagai pasangan dengan kisah cinta yang tragis. Mereka sering beradegan romantis, dimana Jemina selalu berdebar tak karuan. Tapi Alezo selalu dengan cepat berubah dan menarik tubuhnya begitu sutradara berteriak 'cut!'. Hebatnya, Alezo tidak serta merta menjadi canggung pada Jemima. Ia bersikao seperti biasa seolah adegan berciuman dan berpelukan yang mereka lakukan tidak pernah terjadi. Profesional sekali, pikir Jemima saat itu.
"Dan pemenang aktor terbaik Prestige Award tahun ini adalah...." sang pembaca penghargaan menggantung kalimatnya, sengaja memancing debar jantung para nominasi.
"Alezo Rafael!" Sorak dan tepuk tangan seketika menggema ketika nama Alezo disebutkan.
Sang aktor lalu berdiri dan berjalan menuju panggung untuk menerima piala. Jemima menatap lekat Alezo yang sedang berpidato. Tuxedo hitam yang membalut tubuh kekarnya betul-betul memberikan aura yang begitu mempesona. Alezo bagai sedang berjalan di atas catwalk saat ia menuju tempat duduk dengan semua mata yang tertuju kepadanya.
"Congrats," ucap Jemima tulus setelah Alezo kembali duduk di sebelahnya. "You deserve this,"
"Thankyou. Hope you'll get this too," balas Alezo tersenyum memamerkan lesung pipinya.
Penghargaan demi penghargaan terus dibacakan. Sesuai prediksi, Abindra memenangkan penghargaan sutradra terbaik. Ia mengangkat tinggi piala yang ia terima sebagai tanda rasa bangganya. Padahal hampir setiap tahun Abindra memenangkan penghargaan sutradara. Beberapa saat kemudian tibalah saat kategori Artis Pendatang Baru Terbaik dimana Jemima menjadi salah satu nominasi. Ia menunduk saat layar panggung menampilkan wajahnya saat namanya disebutkan. Kenapa rasanya lebih malu dibandingkan saat ia bernyanyi di panggung padahal sama-sama di hadapan banyak orang?
"Jemima Tsamara!"
Teriakan namanya sontak membuat Jemima terkejut. Tanpa sadar matanya terbelalak dan mulutnya terbuka, pertanda ia begitu tidak menyangka.
"It's you," ucap Alezo sambil bertepuk tangan.
Jemima pun dengan hati-hati berdiri dan berjalan menuju panggung dengan menahan debar jantung yang tak karuan. Sayup-sayup ia dapat mendengar beberapa suara yang menyebut namanya.
"Oh my God, Jemima jauh lebih cantik dari dekat!"
"She's not human,"
"Beautiful..."
Setibanya di panggung Jemima meraih piala yang diberikan padanya. Semua baik-baik saja sampai ia berdiri di podium untuk memberikan pidato kemenangan. Jemima tidak menyiapkan apapun! Apa yang harus ia katakan? Jemima dapat merasakan kakinya bergetar dan telapak tangannya dingin. Ia bahkan dapat mendengar detak jantungnya. Oh Tuhan bantu aku, pekiknya dalam hati. Seperti dikabulkan, tiba-tiba ia beradu pandang dengan Alezo yang menatapnya dengan seksama.
"Go. You can do it,"
Entah kekuatan dari mana Jemima dapat membaca gerak bibir Alezo meski jarak mereka berjauhan. Seketika ia merasa keberanian muncul dan setelah hening sejenak ia mampu mengucapkan sepatah kata.
"Ehm...Selamat malam semuanya. I have no idea that I receive this award tonight. Don't you see my legs shaking?"
Ucapan Jemima disambut tawa oleh para hadirin.
"Ini pertama kalinya saya menjajal dunia akting dan tidak pernah berharap untuk memenangkan penghargaan di bidang ini. Tapi hari ini ternyata saya diapresiasi dan tentu ini bukan karena kehebatan saya, tetapi orang-orang yang mendukung saya. Mulai dari lawan main, sutradara dan semua kru. Especially Alezo, thankyou for taking care of me selama kita kita syuting dan Abindra thankyou for the chance. This is for us,"
Gemuruh tepuk tangan seketika bergema setelah Jemima menyelesaikan pidatonya. Ia pun turun dari panggung dan berjalan hati-hati menuju tempat duduknya. Di saja telah menunggu Abindra dan Alezo yang sengaja berdiri untuk menyambutnya.
"You did well, my girl," ucap Abindra tulus sambil memeluk Jemina. "Kamu pantas mendapatkannya,"
"Great speech. Congrats," ucap Alezo yang memilih untuk bersalaman dengan Jemima.
"Thankyou. Ini berkat kalian," balas Jemima sumringah.
Jemima tidak menyangka ia pulang dengan piala emas bertuliskan namanya. Ia berencana meletakkannya di lemari kaca dimana ia menyimpan piala penghargaan musiknya.
Penghargaan terakhir yang ditunggu-tunggupun datang, penghargaan yang paling diharapkan seluruh insan film yang hadir.
"Dan pemenang kategori Film of The Year adalah...."
"Salju Pertama Desember!"
Sorak dan tepuk tangan meriah kembali menggema. Abindra mengangkat tangan pertanda ia sangat bangga hasil kerjanya memenangkan penghargaan tertinggi. Ia menarik tangan Alezo dan Jemima untuk mengikutinya ke atas panggung. Kebahagiaan tentunya juga mereka rasakan. Segala lelah dan pengorbanan selama syuting terbayar lunas. Konfeti pun menghiasi penutupan pidato Abindra pertanda berakhirnya acara. Semua orang lalu naik ke atas panggung dan berbaur saling mengucapkan selamat. Euforia luar biasa yang baru pertama kali Jemima rasakan. Biasanya panggung hanya menjadi miliknya, kini milik bersama.
***
Hari sudah menunjukkan pukul sepuluh malam ketika Jemima keluar dari ballroom. Ia berniat menelepon supirnya namun seketika terhenyak membaca beberapq pesan bahwa mobilnya mogok dan si supir masih memperbaikinya di jalan. Jemima mengutuk dirinya yang meminta Pak Ipul untuk pulang daripada menunggunya padahal supirnya itu sudah berniat menunggunya hingga acara selesai. Sementara Tita, managernya sedang izin karena sakit sehingga tidak bisa membantu apapun. Jemima gusar mengingat ia tidak berani pulang sendiri dengan taksi. Meminta tumpangan juga rasanya tidak mungkin karena belum tentu ada yang searah dengannya.
"Oh Tuhan bagaimana caranya aku pulang?" Keluh Jemima.
"Hey, kau tidak pulang?" Tanya sebuah suara pria yang sangat familiar.
Jemima menoleh. Ia terkejut mendapati Alezo ternyata sudah berdiri tepat di belakangnya.
"Hmm...itu..." Jemima menjelaskan pada Alezo tentang kondisinya. Gestur Jemima yang kikuk mengundang senyum tipis di bibir Alezo.
"Aku akan mengantarmu pulang," ucapnya.
"Ah tidak perlu. Itu akan merepotkan karena rumah kita berbeda arah," tolak Jemima sambil mengibaskan tangan.
"Lalu bagaimana caranya kau akan pulang?" Tanya Alezo meledek.
Jemima menggaruk kepalanya. Alezo adalah satu-satunya yang bisa mengantarkannya pulang saat ini. Tapi rasa sungkannya tak bisa ia sangkal.
"Apakah tidak apa-apa?" Jemima bertanya balik.
Alezo tak menjawab. Ia hanya memberi isyarat agar Jemima mengikutinya.
Mereka berdua lalu masuk ke dalam mobil Alezo. Semerbak parfum maskulin seketika tercium oleh hidung Jemima. Wangi yang menenangkan. Jemima ingat betul wangi khas Alezo saat mereka syuting. Entah kenapa saat tanpa sengaja menghirup aroma Alezo ia merasa sangat nyaman.
"Jadi dimana rumahmu, Mima?" Tanya Alezo.
"Swarna Residence," jawab Jemima sesantai mungkin. Padahal ia menahan debar di dada karena ini pertama kalinya Alezo memanggil nama sebenarnya. Selama syuting Alezo terus memanggilnya dengan Raya, tokoh yang ia perankan. Alasannya agar Jemima terbiasa dan dapat menghidupkan karakternya. Dan hey, semua orang memanggilnya Jemi. Lalu Alezo berinisiatif memanggilnya Mima. Is it cute?
"Maaf merepotkanmu," ucap Jemima. "Aku harus membalas kebaikanmu lain kali,"
"Kau membuatku seperti telah melakukan sesuatu pengorbanan besar," balas Alezo tergelak, heran dengan Jemima yang terlihat begitu sungkan.
"Kau penyelamatku. Minggu depan saat pemotretan dengan Vow Magazine aku akan mentraktirmu,"
"Hmm baiklah," ujar Alezo. "By the way, agensimu tidak melarang kau diantar pulang oleh pria, kan?"
Jemima tertegun. Aturan Magnolia Entertainment, agensinya benar-benar ketat. Meski tak seberat saat awal-awal ia merintis karir, tetap saja ada hal-hal pribadi yang masih diatur. Berhubungan dengan lawan jenis, misalnya. Ibra, direkturnya selalu mewanti-wanti para artis terutama Jemima untuk menyampingkan urusan asmara agar tidak menjadi konsumsi publik dan menjadi kontroversi. Demi karir, alasannya.
"Kali ini pengecualian," jawab Jemima tegas. "Ibra tidak akan bisa memarahiku karena aku tidak punya pilihan,"
Mereka tertawa. Obrolan pendek sesekali mewarna perjalanan mereka. Jemima memilih berpura-pura sibuk dengan handphonenya karena canggung. Ia kira mereka akan larut dalam percakapan hangat. Nyatanya daritadi hanya Jemima yang berinisatif mengajak berbicara. Bagaimana bisa Alezo tetap cool padahal mereka pernah berciuman dan berpelukan mesra saat syuting. Apa ini yang dikatakan profesional? Tidak melibatkan perasaan sama sekali sehingga tidak tertinggal sebagai kenangan berarti.
"Terimakasih sudah mengantarkanku," ucap Jemima ketika mereka sampai di apartemennya. Ia lalu membuka pintu mobil dan turun. Pikirannya bergumul apalah ia menawarkan Alezo untuk masuk atau tidak. Tapi sepertinya tidak usah mengingat sikap cool Alezo. Bisa-bisa ia dikira centil karena mengajak pria malam-malam.
Jemima melambaikan tangan dan segera balik badan untuk masuk ke lobby apartemen. Baru beberapa langkah tiba-tiba suara Alezo menghentikannya. Ternyata Alezo turun dan sontak membuat Jemima bertanya ada apa. Beruntung saat ini sedang sepi atau Alezo terpaksa melayani fans yang ingin berfoto dengannya.
"Apa kau bermaksud membayarku dengan handphonemu?" Tanya Alezo yang berjalan mendekat dengan menenteng handphone milik Jemima.
"Astaga. Aku pasti sudah mengantuk hingga tidak sadar meninggalkannya," ucap Jemima gugup sambil meraih handphonenya.
"Tidurlah. Saat syuting kau paling susah menahan kantuk. Aku akan pulang sekarang,"
Setelah berkata demikian Alezo bergegas masuk ke mobilnya meninggalkan Jemima yang masih berdiri. Jemima lalu berjalan menuju lobby apartemen dengan salah tingkah. Fakta Alezo yang masih mengingat kebiasaannya saat mereka syuting membuat ia bersemu. Setidaknya menjadi hiburan bagi hati nelangsa Jemima.
POV JEMIMA
"Kau datang ke Prestige Award sendirian? Tanpa bodyguard?" Cecar Ibra, direktur Magnolia Entertainment, agensi yang menaungi Jemima.
Saat ini Jemima sedang berada di ruangan Ibra karena sang direktur memanggilnya untuk membahas progres proyek single terbaru.
"Ayolah, Ibra. Rasanya berlebihan jika aku datang kesana dengan pengawalan Gery," jawab Jemima malas. Sungguh Ibra terlalu berlebihan memperkerjakan Gery, seorang bodyguard keturunan Turki untuk menjaganya.
"Tidak akan ada yang menculikku karena makanku banyak," canda Jemima santai.
"Bagaimana caranya membuatmu sadar bahwa kau adalah seorang diva?" Geram Ibra.
Ia tidak habis pikir Jemima masih saja lengah dengan statusnya sebagai seorang selebriti yang rawan akan gangguan jika ia berpergian seorang diri. Bukan hanya karena Jemima artis pemberi kontribusi terbesar di agensinya. Namun ia betul-betul khawatir dengan artisnya yang sudah ia bimbing selama sepuluh tahun itu.
"Jika aku merasa membutuhkan Gery akan ku beri tahu," ujar Jemima lagi.
"No. Aku yang memutuskan kapan Gery akan menjagamu. Aku tidak menerima bantahan," tegas Ibra.
Jemina menghela nafas. Ia tidak akan menang jika berargumen dengan Ibra.
"Apa ada lagi yang akan kita bahas? Hari ini jadwalku latihan vocal dan pilates," tanya Jemima sambil berdiri dari kursi, bersiap meninggalkan ruangan Ibra.
Ibra menggeleng. "Ah ya, selamat atas award yang kau menangkan. Sepertinya berakting bisa menjadi pilihan karirmu selanjutnya,"
Jemima tidak menjawab. Ia hanya melempar senyum dan segera berbalik menuju pintu keluar.
***
Hari sudah beranjak senja ketika Jemima selesai melakukan pilates di rumah dengan Irene, pelatihnya.
"Jemi, apa kau makan dengan baik?" Tanya Irene tiba-tiba saat ia akan keluar.
"Ya, tentu. Ada apa?" Tanya Jemima heran.
"Entah perasaanku saja atau kau terlihat lebih kurus," jawab Irene memperhatikan tubuh Jemi. "Apa agensimu menuntut badanmu agar lebih kecil lagi?"
Jemima tertawa. Irene memang sudah seperti kakak baginya.
"Akhir-akhir ini entah kenapa selera makanku berkurang. Aku hanya makan saat lapar,"
Irene mendengus. "Makanlah yang banyak. Kau mampu membayarku mahal. Gunakan juga uangmu untuk membeli makanan enak," ketus Inne gemas yang disambut tawa oleh Jemima.
"Kebetulan sekarang aku lapar. Aku akan memesan steak,"
"Tambahkan juga pizza. Lalu sesuatu yang manis,"
"Hey harusnya pelatih pilates memberi nasehat agar kliennya makan makanan sehat!"
"Kau pengecualian. Pesanlah. Lalu kirimkan fotonya padaku sebagai bukti. Aku pamit," ucap Irene seraya berlalu dan menghilang di balik pintu.
Sepeninggal Inne, Jemima langsung mandi setelah sebelumnya memesan makanan. Tak lama setelah mandi makanannya pun tiba. Ia baru saja akan menyuapkan steak ketika teringat kata-kata Irene yang menyuruhnya untuk mengirimkan foto makanannya. Jemima lalu mencari handphonenya dan kebetulan handphonenya berdering. Nama Tita sang manager tertera dilayar.
"Hey Tita. Bagaimana keadaanmu?" Tanya Jemima.
"Sebenarnya aku masih pusing tetapi seketika menjadi sehat saat melihat postingan terbaru Spill The Tea," ucap Tita menyebut media yang selalu mengungkap rahasia selebriti.
"Ada apa? Siapa lagi kali ini yang mereka posting?"
"Kau belum melihatnya? Itu kau, Jemi!"
Jemima terhenyak. Otaknya segera mengingat apa saja yang ia lakukan akhir-akhir ini hingga masuk pemberitaan Spill The Tea. Rasanya tidak ada yang aneh. Jemima memutus sambungan dengan Tita dan segera membuka akun instagram. Ia pun terbelalak melihat fotonya bersama Alezo saat kemarin mereka di parkiran apartemennya terpampang nyata.
Jemima dan Alezo berpacaran dunia nyata?
Begitu penjelasan foto yang tertera. Sialnya foto yang ditampilkan adalah saat Jemima meraih handphone yang disodorkan Alezeo sehingga terlihat seperti bergandengan tangan.
"Oh Tuhan apa yang harus aku lakukan?"
Jemima ketakutan karena ia tau betul fans Alezo selalu menyerang artis perempuan manapun yang diberitakan dekat dengan sang idola. Bahkan Adila, lawan main terakhir Alezo yang hanya mengunggah foto berdua saat ia berulang tahun harus menutup akunnya karena tidak tahan dengan hujatan. Apalagi jika fotonya bersama Alezo seperti saat ini? Setelah menguatkan hati dan memikirkan kemana ia akan pergi jika ia tak kuat membaca hujatan, Jemima pun membuka kolom komentar.
"Pasangan sempurna!"
"Enyah kalian para artis yang menginginkan Alezo. Jemima adalah yang terbaik. Dia sempurna!"
"Berita yang sangat kutunggu setelah film mereka tayang,"
"Mereka pasti sedang jatuh cinta,"
"Aku sudah menduga mereka akan mengalami cinta lokasi. Ingat bagaimana mereka berciuman di film. Sungguh seperti pasangan yang dimabuk cinta!"
"Tidak masalah Jemima lebih muda tujuh tahun. Mereka serasi sekali,"
"Aku harap mereka menikah,"
Jemima mengernyitkan dahi membaca komentar yang diluar dugaan justru mendukungnya. Tidak ada komentar negatif maupun hujatan sama sekali. Ia bahkan mengucek matanya memastikan ia tidak salah baca, namun komentarnya tidak berubah. Para fans ternyata senang dengan kabar ia berkencan dengan Alezo.
Jemima tersentak ketika handphonenya berdering. Ia mengigit jari ketika nama Ibra muncul di layar. Setelah menghela nafas ia lalu menjawab panggilan direkturnya itu.
"Ada yang mau kau jelaskan padaku?" Tanya Ibra di ujung sana.
"Kami tidak berkencan," jawab Jemima singkat.
"And then?"
"Alezo mengantarku pulang karena mobilku mogok dan aku harap kau tidak lupa bahwa aku tidak berani naik taksi sendirian,"
"Lalu berpegangan tangan?" Selidik Ibra.
"Alezo memberikan handphoneku yang ketinggalan lalu aku meraihnya. Bahkan kulit kami tidak bersentuhan!" Jelas Jemima frustasi.
Hening sejenak. Jemima merasa bersalah berbicara dengan suara keras pada Ibra. Apa ia akan tersinggung dan memarahinya?
"Baiklah. Aku percaya padamu," tukas Ibra sejurus kemudian. "Istirahatlah,"
Sambungan terputus. Jemima meletakkan handphonenya di atas nakas dengan kasar. Sebenarnya ia tidak yakin apa yang membuatnya gusar. Tidak ada hujatan dan Ibra percaya pada penjelasannya. Alezo pasti tetap akan profesional meski mereka akan sering bertemu karena pekerjaan. Tidak akan ada masalah. Lalu apa yang membuat hatinya mengganjal? Seketika selera makannya hilang. Lagi-lagi ia melewatkan waktu makan. Irene akan menceramahinya tetapi siapa yang sanggup menelan makanan ketika hati sedang tidak tenang?
***
Satu Minggu setelah kabar ia berkencan dengan Alezo, Jemima hampir setiap hari menerima laporan dari Tita bahwa banyak wartawan yang menantikan klarifikasinya. Mereka meminta Jemima muncul di media menjelaskan apakah benar mereka sedang menjalin hubungan.
"Biarkan saja. Nanti mereka juga akan lupa,"
"JEMI! Berapa kali ku katakan mereka tidak akan berhenti mengejar kalian berdua. Apa kau tidak sadar pemberitaan tentang kalian dibahas setiap hari di infotainment dan media sosial?"
Tita menarik nafas. Ia kelepasan membentak Jemima yang notabenenya adalah bosnya. Ia benar-benar tidak tahan dengan sikap Jemima yang sering lupa dengan statusnya sebagai selebriti. Ia bekerja dengan seorang diva. Tapi ia lebih merasa mengasuh adik daripada melayani seorang mega bintang.
"Besok jadwalmu pemotretan The Vow Magazine. Aku tidak bisa menjamin kau aman dari incaran wartawan," ucap Tita serius.
Jemima mengangguk. Besok pertama kalinya ia bertemu Alezo setelah rumor mereka berkencan berhembus. Sama sepertinya, Alezo tidak muncil di media manapun untuk klarifikasi. Bagaimana aku harus bersikap besok, rutuknya dalam hati.
***
Ucapan Tita menjadi kenyataan. Mereka baru tiba di gedung kantor The Vow Magazine dan langsung diserbu oleh wartawan.
"Jemi apa kau benar berkencan dengan Alezo?"
"Sudah berapa lama?"
"Apa kalian berkencan setelah syuting atau saat syuting?"
Pertanyaan bertubi-tubi dari wartawan hanya dibalas senyuman oleh Jemima yang terus berjalan untuk masuk ke gedung. Ia pun bernafas lega terbebas dari wartawan setelah berada di lobby. Kedatangan Jemima disambut hangat pimpinan redaksi The Vow Magazine. Setelah perjamuan singkat, Jemima pun kemudian bersiap untuk make up dan berganti pakaian sesuai tema pemotretan hari ini.
Jemima sudah siap dengan riasan dan outfitnya saat Alezo baru tiba. Mata mereka beradu dan seketika jantung Jemima berdebar.
"Hai. Sorry terlambat. Ada urusan mendadak yang harus kuselesaikan," ujar Alezo meminta maaf pada semua staff.
Ia pun lalu bersiap dengan outfit dan sedikit polesan sebelum pemotretan dimulai. Pemotretan kali ini masih mengusung tema film mereka sehingga pose mereka pun diarahkan sebagai pasangan kekasih.
"Hai," sapa Jemima kikuk saat mereka akan mulai.
"Hai. How are you?"
"Fine as you see. Hehe,"
Mereka berdua lalu berpose sesuai instruksi pengarah gaya. Semua berjalan lancar karena mereka sudah terbiasa pemotretan bersama. Namun konsentrasi Jemima hampir buyar saat mereka harus bertatapan. Biasanya bukan hal sulit menatap bola mata hitam Alezo meski dadanya bergemuruh. Namun kali ini ia betul-betul merasa terintimidasi dengan tatapan teduh itu.
"Maaf. Akan kuulangi," ucap Jemima saat ia lagi-lagi gagal menahan tatapannya dengan Alezo.
"Ada apa denganmu? Apa ada sesuatu di mataku?" Canda Alezo sambil menyentuh sudut matanya.
Semua kru tertawa. Pemotretan terus berjalan lalu dilanjutkan dengan wawancara. Wawancara hampir selesai namun ternyata Risa, sang jurnalis melemparkan pertanyaan pamungkasnya.
"Baru-baru ini kalian berdua dikabarkan berkencan. Apa itu benar?"
Jemima dan Alezo refleks saling memandang satu sama lain.
"Ah pertanyaan bagus. Kami berdua bisa sekaligus klarifikasi di sini. Aku dan Alezo menjadi sepasang kekasih hanya di film. Di dunia nyata kami partner kerja. Partner banting tulang..."
Ucapan Jemima disambut tawa sang jurnalis dan Alezo sendiri.
"Sayang sekali. Padahal fans kalian sangat mendukung. Kabar berkencan seolah menjadi lanjutan ending dari film kalian," tukas Risa lagi.
"Malam itu aku hanya mengantar Jemima pulang dan handphonenya tertinggal sehingga aku turun untuk mengembalikannya. That's it," timpal Alezo. Suaranya tenang tanpa beban.
"Ah begitu rupanya. Baiklah terimakasih atas waktu kalian untuk hadir di sini. Aku harap kita dapat kembali bekerja sama," ucap Risa.
Jemima lalu beranjak setelah beberapa kali berfoto bersama staff The Vow Magazine. Begitupun dengan Alezo. Mareka lalu berjalan beriringan dengan manager masing-masing yang membuntuti dari belakang.
"Aku masih tidak menyangka menjadi korban Spill The Tea," rutuk Jemima saat mereka berada di dalam lift.
Alezo tertawa kecil. "Kau harus hati-hati. Sepertinya mereka masih berada di sekitar apartemenmu,"
"Benar juga. Apalagi mereka juga menulis dengan jelas nama apartemenku di caption foto,"
Pintu lift terbuka. Tita dan manager Alezo segera keluar untuk menyiapkan mobil di depan lobby, sementara Jemima dan Alezo duduk menunggu di sofa. Jemima begidik melihat para wartawan yang masih menunggu mereka di luar. Jumlahnya pun lebih banyak dibandingkan saat tadi ia baru tiba.
Jemima menggaruk pipinya. Sebenarnya ia paling tidak suka membahas hal pribadi dengan media. Sebelumnya selama ini ia tidak pernah mengalami desakan wartawan yang ingin mengetahui kehidupan pribadinya karena memang Magnolia Entertainment bekerja keras menutup akses kehidupan pribadinya dari media. Namun kali ini Ibra pun tak dapat berkutik karena berkaitan dengan Alezo, sang mega bintang. Pemberitaan tentang Alezo selalu menyedot perhatian publik. Bahkan mampu mengalihkan isu politik yang sedang berlangsung.
"Apa kau terganggu dengan rumor yang beredar?" Tanya Alezo pada Jemima.
Gadis itu menoleh. "Sejujurnya...hmm...iya. Apalagi itu tidak benar,"
"Apa agensimu tidak bertindak?"
"Ibra angkat tangan karena wartawan menuntut pernyataan itu keluar dari bibirku,"
Alezo tertawa. "Then just do it. Keluar dan katakan bahwa itu tidak benar,"
"Agensimu sendiri bagaimana?" Tanya Jemina penasaran.
Hexagon Entertainment, agensi yang menaungi Alezo satu level lebih di bawah Magnolia. Mereka pun sama sekali tidak mengeluarkan statement apapun.
"Mereka menyerahkan padaku,"
"Kalau begitu ayo kita klarifikasi sekarang dengan para wartawan. Aku ingin hari ini menjadi yang terakhir mereka mencecarku," tukas Jemima sambil berdiri dan menarik tangan Alezo.
Mereka lalu bersama-sama berjalan menuju pintu keluar untuk menemui wartawan. Seketika mereka lalu kerubuti dan ditodong microfon.
"Apa kalian benar-benar berkencan?" Tanya wartawan.
"Tidak, kami tidak berkencan. Foto yang beredar memang benar itu adalah kami berdua. Namun tidak seperti yang diberitakan. Alezo hanya mengantarku pulang karena ada masalah dengan mobilku," jelas Jemima panjang lebar.
"Ya, kami tidak berpegangan tangan. Jika kalian perhatikan itu aku sedang memberi handphonenya yang tertinggal. That's it," timpal Alezo.
Tentu saja wartawan tidak serta merta puas dengan jawaban mereka.
"Lalu apakah Jemima tipe idealmu?"
Alezo tersenyum. "Aku kira semua pria menjadikan Jemima sebagai tipe ideal," candanya.
"Lalu apa ada kemungkinan kalian akan berkencan?" Oh Tuhan kenapa wartawan begitu penasaran, pikir Jemima.
"Untuk saat ini kami sebatas partner kerja. Aku tidak bisa memprediksi kemungkinan yang kau tanyakan," jawab Jemima setenang mungkin. "Kami hanya bekerja profesional,"
Usai berkata demikian, Jemima dan Alezo pun berlalu meninggalkan kerumunan wartawan yang masih berusaha bertanya tentang hubungannya dengan Alezo. Beruntung mobil mereka sudah siap sehingga dapat segera menghindar.
"Aku harap mereka berhenti bertanya tentang rumor sialan itu," umpat Jemima kesal.
"Apa kau baru saja mengumpat?" Tita terkesiap. Ini kali pertama ia mendengar Jemima mengumpat. Biasanya Jemima akan mengamuk jika ada orang yang berkata kasar.
"Did I?"
"Entah kenapa rumor ini sepertinya membuatmu begitu gelisah,"
"Hmm...Aku tidak pernah membayangkan tertangkap Spill The Tea. Kau tahu itu sangat menakutkan," jawab Jemima begidik.
Ia ingat betul ketika Amber Sharia, penyanyi muda yang baru saja naik daun terpaksa kehilangan popularitasnya ketika tertangkap kamera masuk ke sebuah club malam bersama seorang pria. Sebenarnya hal biasa. Tapi netizen selalu menuntut artis untuk sempurna tanpa cela. Padahal lagu milik Amber sedang trending namun tidak ada yang mengundangnya.
"Tapi kasusmu berbeda. Bukannya hujatan, malah fans kalian berdua mendukung. Bahkan sudah banyak akun fanbase kalian berdua!"
Tita lalu menunjukkan akun-akun instagram yang memajang fotonya dengan Alezo. Bahkan ada yang mengunggah adegan ciumannya dengan Alezo.
"Astaga!!!!" Pekiknya menyingkirkan handphone Tita.
Tita tertawa. "He is a good kisser, right? Lihat tangannya saat menyentuh pipimu. Sepertinya ia sungguhan ingin menenggalamkan dirimu dengan bibirnya,"
"Tita stop! Harusnya aku menolak adegan itu," keluh Jemima.
"Lebih tepatnya kau harus bersyukur," canda Tita yang membuatnya ditimpuk bantal oleh Jemima yang merengut.
***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!