NovelToon NovelToon

Perjodohan Membawa Bahagia

Episode *1

"Zara ... aku mohon, buka pintunya. Zara! Mama! Tolong buka pintunya." Kania berteriak sambil menggedor pintu gudang yang tertutup rapat. Walau sebenarnya, ia tahu, apa yang ia lakukan tidak akan membuahkan hasil apapun selain rasa sakit pada tangan dan tenaga yang terkuras habis.

Tit ... tit-tit-tit.

Klakson mobil berbunyi beberapa kali. Menandakan, Dafa sudah samapi ke rumah.

Dafa adalah pacar Kania. Namun, akhir-akhir ini, semua sepertinya sudah berubah. Dafa seakan bukan pacar Kania lagi, melainkan, pacar Zara, adik tiri Kania.

Kehidupan Kania seakan berubah seratus delapan puluh derajat sejak papanya membawa istri muda pulang ke rumah. Ia yang menjadi nona, sekarang sudah menjadi pembantu.

Semua ini berawal dua tahun yang lalu. Tepat di hari Kania menginjak usia dua puluh tahun. Saat itu, ia dan mamanya berniat merayakan ulang tahun Kania yang ke-dua puluh tahun di kampung kelahiran sang mama.

Ya meskipun tidak ada keluarga lain di sana. Tapi, seperti yang almarhumah nenek Kania minta sebelum beliau wafat. Beliau ingin ulang tahun Kania dirayakan di rumah peninggalan almarhum suaminya agar semua orang tahu, kalau ia masih punya cucu yang akan mewarisi taman bunga yang berada di samping rumah.

Saat Nia dan mamanya berangkat menuju desa, kecelakaan maut itupun terjadi. Kecelakaan maut yang menghilangkan nyawa mamanya, dan membuat ia trauma berat untuk mengemudi mobil hingga detik ini.

Satu minggu setelah kepergian sang mama, papa Kania yang bernama Burhan pun membawa pulang istri kedua dan anaknya yang selama ini ia simpan baik-baik di luar kota. Dan ... saat itulah perubahan hidup Kania mulai terlihat secara perlahan namun sangat pasti. Sampai detik ini, semuanya telah berubah total.

Tubuh Kania pun jatuh merosot sambil bersandar di pintu gudang. Bukan ia ingin menjadi wanita lemah, tapi apalah daya, ia memang lemah karena tidak memiliki kekuatan untuk melawan kelicikan dan kejahatan adik dan mama tirinya.

Jangan di tanya bagaimana perlakuan sang papa. Burhan yang memang tidak mencintai mamanya sejak awal, menganggap Kania hanya sebatas kesalahan yang seharusnya tidak pernah muncul sama sekali.

Pernikahan karena perjodohan itu mengakibatkan Burhan tidak terlalu menyayangi Kania sebagai anaknya. Walaupun Kania itu murni darah daging Burhan, namun, kebencian karena dijodohkan itu terus berimbas sampai Kania dewasa.

Papa Kania tetap bertahan dalam pernikahan tampa cinta hanya karena rasa sayangnya pada kedua orang tuanya saja. Sebenarnya, bukan karena rasa sayang, melainkan, rasa takut akan kehilangan semua warisan saja. Jika tidak, pernikahan orang tua Kania pasti tidak akan terjadi. Dan Kania tidak akan pernah muncul ke dunia ini.

Namun, beberapa bulan yang lalu, oma Kania sudah tidak ada lagi. Beliau sudah pergi untuk selama-lamanya. Hal itulah yang membuat hidup Kania semakin sulit saja.

Jika bukan karena warisan yang tertulis atas nama Kania. Mungkin, papanya sudah membuang Kania jauh-jauh dari rumah ini. Sejauh mungkin, sampai Kania tidak pernah terlihat lagi.

Tapi, sebenarnya, itulah yang Kania inginkan. Dibuang jauh-jauh, sejauh mungkin. Karena dengan begitu, ia akan terlepas dari siksa rumah yang lebih mirip neraka ini. Tidak ada kebahagiaan, tidak ada canda tawa. Yang ada hanya sakit hati karena melihat kebahagiaan keluarga lengkap papanya, yang setiap hari bermesraan layak sebuh keluarga harmonis pada umumnya.

Sedangkan dia, di abaikan begitu saja. Layaknya seorang pembantu yang tidak memiliki hubungan darah sedikitpun. Yang datang hanya untuk mencari nafkah di keluarga ini.

Bukan hanya itu saja. Kania juga harus menyiapkan mental untuk setiap perlakuan adik tirinya yang begitu jahat, yang bermuka dua dan sangat licik.

Adik tirinya tidak hanya mengambil papa dan semua harta yang ia miliki. Tapi, juga sudah mengambil pacar yang ia cintai.

Sudah beberapa kali Kania di kurung di gudang saat Zara tahu Dafa akan datang ke rumah. Bukan hanya itu, Zara juga sudah beberapa kali menggantikan Kania untuk menemani Dafa jalan-jalan.

Dan yang paling menyakitkan, Zara juga pernah menggantikan dirinya untuk datang ke pesta pernikahan saudara dekat Dafa. Saat semua keluarga Dafa berkumpul di acara pernikahan tersebut. Zara yang menggantikan Kania dengan dalih, Kania yang meminta Zara pergi karena dirinya sedang sakit flu, dan tidak mungkin membiarkan Dafa sendirian sedangkan yang lain berpasangan.

Hancur sudah segalanya. Semua yang Kania miliki sekarang sudah lenyap. Sudah sirna, sudah direbut oleh sang perusak kebahagiaan. Yang tinggal sekarang hanyalah, sebuah harapan yang mungkin sebentar lagi akan ikut sirna.

"Oma! Mama! Nenek! Tolong ... tolong aku! Bawa aku pergi bersama kalian!" Kiara menangis dengan kesedihan yang sangat mendalam.

"Kalian jahat! Sangat jahat padaku. Kalian tega meninggalkan aku sendirian di dalam neraka dunia ini. Aku ingin pergi bersama kalian, mama."

Kania semakin merintih, meringkuk sambil memeluk kedua lututnya. Berharap, ia bisa meninggalkan semua kesedihan ini dan menata kebahagiaan yang selama ini ia impikan.

Dulu, ia pernah berharap pada Dafa. Berharap, suatu hari nanti, Dafa yang akan membawanya pergi dari rumah ini, dan memberikan kebahagiaan padanya. Tapi sayang seribu kali sayang, sepertinya, harapan itu hanya tinggal harapan saja.

Dafa yang sekarang telah tergoda kata-kata manis Zara dan mamanya, kini seperti sudah melupakan keberadaan Kania. Ditambah, sangat sulit untuk bertemu dengan Dafa karena Zara selalu menutupi setiap kesempatan yang Kania miliki.

Alasannya cuma satu, Zara menyukai Dafa. Sehingga ia akan melakukan segala cara agar bisa mendapatkan hati Dafa. Salah satunya dengan menyembunyikan Kania ke dalam gudang ketika tahu Dafa akan datang.

Ini tidak akan terjadi jika ponsel satu-satunya milik Kania tidak berada di tangan Zara. Karena kelemahan yang Kania miliki, ia terpaksa menyerahkan barang berharga satu-satunya yang ia miliki sejak papanya menelantarkan dia dan menjadikan dirinya pembantu di rumah sendiri.

"Ya Allah, kuatkan lah aku," ucap Kania lirih sambil terus membenamkan wajahnya pada kedua lutut.

Tidak ada yang bisa ia lakukan selain pasrah dengan keadaan dan berusaha berdamai dengan takdir. Dengan begitu, sepahit apapun hidup yang sedang ia jalani, ia masih sanggup melangkah walau dengan menyeret kaki agar tetap berjalan.

Episode *2

Byur ....

Satu ember air menguyur tubuh Kania dengan kasar. Kania sontak bangun dengan perasaan kaget yang bercampur tak mengerti dengan apa yang sedang terjadi.

"Bagus ya. Sudah sore bukannya bantuin bik Narti masak, eh malah tidur-tiduran di gudang ini." Salma menatap Kania dengan tatapan tajam penuh kebencian.

Ternyata, Kania tidak sengaja tertidur sangking lelahnya dia dengan apa yang sedang ia lewati.

"Maaf, aku tidak sengaja," ucap Kania dengan nada kesal.

"Uh, tidak sengaja ternyata. Apa tidak sengaja itu bisa mengubah dan mengembalikan waktu kembali lagi ke beberapa jam yang lalu, hah?" tanya Salma mendadak emosi karena jawaban Kania barusan.

"Tentunya gak akan bisa dong, Ma. Dasar gadis males, bukannya beresin tuh bekas tamu gue yang baru aja pulang, eh, malah diam di sini." Zara yang datang dari belakang ikut bicara.

"Aku gak akan diam di sini jika bukan karena kalian!" ucap Kania dengan nada tinggi karena emosi yang tidak bisa ia tahan lagi.

Plak plak.

Dua buah tamparan mendarat di pipi Kania dengan cepat. Kania yang tidak siap dengan tamparan itu, kaget bukan kepalang. Ia langsung memegang pipinya yang terasa sangat panas dan perih akibat tamparan itu.

"******* busuk. Sudah berani bicara dengan nada tinggi kamu padaku rupanya. Lihat apa yang akan aku lakukan padamu nanti," kata Salma dengan tatapan marah. Kemudian, ia langsung meninggalkan gudang tersebut.

Sekarang, tinggal Zara yang masih tetap berada di sana. Ia tersenyum menatap Kania yang masih menahan rasa sakit dan amarah yang memuncak dalam hatinya saat ini.

"Sakit bukan?" tanya Zara dengan nada mengejek.

"Makanya, jangan coba-coba lawan mama gue. Lo gak tahu aja siapa mama gue. Lo bisa lenyap di tangannya jika lo bertingkah," kata Zara sambil tersenyum menyeringai penuh kemenangan.

"Sedikitpun gak ada rasa takut dalam hatiku pada perempuan berhati batu seperti mama mu itu."

"Wuah, benarkah? Kalau gitu, kenapa lo gak lawan aja mama gue, hmm? Dengan begitu, lo bisa buktiin ke gue kalo lo gak takut sama mama gue, Ka-nia."

"Ups ... tentunya lo berani. Tapi, asal lo siap kehilangan satu-satunya harta milik almarhumah mama lo yang udah gak ada itu."

"Ya walaupun gak ada artinya buat kami sekeluarga, tapi gue yakin, buat lo mungkin berarti banget deh."

"Gue gak tahu yah, gimana perasaan lo jika kehilangan taman bunga yang nenek lo sediain buat lo itu, Nia. Apa sangat sedih sampai nangis berhari-hari sambil menyalahkan diri lo yang tidak ada gunanya ini? Atau .... "

"Cukup! Apa kalian sekeluarga tidak punya cara lain buat ngancam aku selain taman bunga yang almarhumah nenekku miliki? Apa kalian sekeluarga benar-benar rendahan, hah!" Kiara bicara dengan nada tinggi karena tidak kuat lagi menahan hati.

Sejak tadi ia ingin mengeluarkan unek-unek yang adalah hatinya. Namun masih ia tahan. Tapi pada akhirnya, hati Kania tidak kuat lagi untuk menahan. Amarah itu meledak juga akhirnya.

Namun sayangnya, amarah itu meledak pada waktu yang salah. Tepat saat Dafa datang untuk mengambil ponselnya yang tertinggal, ia mendengar keributan itu, lalu segera menuju sumber keributan karena ia masih sangat mengenali suara Kania dengan baik.

"Kania." Suara khas milik Dafa menyentuh telinga Kania. Sontak, Kania kaget bukan kepalang.

"Da .... "

"Kak Dafa. Kamu kok ada di sini. Kak .... "

"Jadi, apa yang kamu katakan tentang Kania itu benar?" tanya Dafa sambil melihat ke arah Kania dengan tatapan mengiba.

"Iya kak Dafa. Aku tidak bohong bukan? Inilah kak Kania ku yang sekarang," ucap Zara dengan nada dan wajah yang sangat sedih.

"Ap .... "

"Zara, Dafa, apa yang kalian lakukan di sini?" tanya Salma dengan cepat memotong perkataan yang hampir saja Kania ucapkan.

"Mama. Aku .... "

"Zara, bukankah mama sudah katakan, jangan datang ke sini lagi. Papamu bisa marah nanti jika tahu kamu main ke gudang ini. Apalagi, jika terjadi sesuatu padamu, mama bisa diomelin papamu nanti, Zara."

"Maaf, Ma. Zara hanya ingin melihat kak Kania."

"Udah, cepat bawa Dafa pergi dari sini. Kasihan dia jika melihat Kania terlalu lama. Dan, kasihan juga sama Kania nya. Ia pasti tidak ingin di lihat oleh pacarnya ketika ia dalam kondisi yang terpuruk seperti saat ini."

"Iya, Ma. Ayo kak Dafa, kita pergi dari sini."

"Iy--iya," ucap Dafa sambil terus melihat Kania yang sedang menatapnya dengan tatapan yang sulit untuk ia pahami.

Sementara itu, Kania terdiam mematung. Benaknya memikirkan apa yang sedang terjadi sehingga ia lupa untuk menjelaskan pada Dafa soal hubungan mereka.

'Apa yang sedang terjadi sebenarnya? Kebohongan apa lagi yang mereka perbuat sekarang?' tanya Kania dalam hati.

Setelah Dafa dan Zara pergi, Kania baru menyadari kalau dia telah menyia-nyiakan sebuah kesempatan emas yang mungkin tidak akan pernah datang lagi.

Berharap ia masih bisa mendapatkan kesempatan emas itu, Kania bergegas beranjak

untuk mengejar Dafa dan Zara. Namun sayang, niat itu terbaca oleh Salma. Dengan sigap, ia menahan tangan Kania, lalu mendorong Kania kembali ke dalam gudang. Kania pun terjatuh karena dorongan keras tersebut. Ia terduduk di lantai gudang yang kotor.

"Mau ke mana kamu, hah? Mau nyusul Dafa?" tanya Salma dengan tatapan tajam.

"Jangan harap kamu bisa melakukan hal itu putri pemimpi," kata Salma dengan senyum menyeringai penuh ejekan.

Kania menatap tajam wajah Salma yang sedang tersenyum penuh kemenangan. Hatinya sangat kesal. Ia abaikan rasa sakit karena jatuh tadi. Ia pun bangun.

"Apa yang telah kalian katakan pada Dafa? Kenapa dia menatapku seperti itu, hah?" Kania bertanya sambil menggenggam erat tangannya. Ia tidak ingin menuruti rasa emosi yang ada dalam hati saat ini. Jika ia turuti, mungkin ia akan menerkam Salma sekarang juga.

"Kamu mau tau apa yang aku dan Zara katakan ada Dafa?"

"Tapi ... itu bukan urusan kamu, Kania. Apapun yang kami katakan, seharusnya, tidak ada urusannya denganmu."

"Apa kamu hilang, tidak ada urusan? Kalian telah membuat aku tersiksa. Sekarang, apa lagi yang kalian perbuat, hah!"

"Kamu pantas mendapatkan semua siksaan itu putri pemimpi. Karena kamu adalah anak dari ******* yang menjadi perusak kebahagiaan aku dan anakku."

Episode *3

"Kamu pantas mendapatkan semua siksaan itu putri pemimpi. Karena kamu adalah anak dari ******* yang menjadi perusak kebahagiaan aku dan anakku."

"Apa? Mamaku perusak kebahagiaan kalian? Apa kamu tidak salah bicara, hah!"

"Mamaku bukan ******* yang merusak kebahagiaan kalian. Tapi sebaliknya, kalianlah yang telah merusak kebahagiaan kami."

"Heh! Kalau bukan karena mamamu ******* yang telak menjebak kekasihku untuk tidur seranjang dengannya, kekasihku tidak akan menikah dengan mamamu yang ******* itu, tau."

"Dan sekarang, yang diakui sebagai cucu itu kamu, bukan Zara. Jika saja tidak ada kamu, pasti Zara yang menjadi cucu satu-satunya keluarga ini. Dan yang paling penting, nama yang tertulis dalam surat wasiat itu nama Zara, bukan nama kamu."

"Jadi, sekarang, apapun yang kamu miliki itu sebenarnya milik Zara. Tidak salah jika Zara mengambil kembali apapun yang kamu miliki. Karena seharusnya, memang semua itu milik dia. Termasuk, Dafa pacarmu itu."

"Kalian adalah manusia tidak tahu malu. Ibu dan anak sama-sama serakah dan tidak beradab. Kalian biadab."

Plak ....

Sebuah tamparan mendarat di pipi Kania dengan cepat. Kali ini, Kania tidak memegang pipinya lagi. Ia hanya menggenggam tangannya dengan erat untuk menyalurkan emosi yang tidak bisa ia lepaskan.

"Itu adalah peringatan kecil dariku sebagai pengingat untukmu. Kalau kamu tidak berhak bicara dengan kata-kata kotor dan kasar padaku. Ingat gadis pemimpi, aku adalah mama tiri mu. Aku adalah nyonya di rumah ini," kata Salma sambil mencengkram dagu Kania dengan keras, kemudian melepaskannya dengan kasar. Sehingga, kepala Kania harus ikut menoleh ke samping karena dorongan keras itu.

Sementara itu, di depan gerbang masuk rumah, Zara sedang ngobrol dengan Dafa.

"Zar, apakah kalian tidak takut Kania akan menyakiti kalian? Kenapa dia tidak diletakkan di rumah sakit jiwa saja?" tanya Dafa dengan nada sangat prihatin.

"Kak Dafa, mana mungkin kami bisa meletakkan kak Kania ke rumah sakit jiwa. Dia itu adalah saudaraku, aku tidak akan tega melihat ia tersisihkan ke rumah sakit jiwa sendirian." Zara bicara dengan nada sangat sedih sambil tertunduk.

"Tapi Zar, Kania itu sudah sampai ketingkat yang membahayakan. Jika ia dibiarkan di sini bersama kalian, mungkin ia akan membahayakan keselamatan kalian semua."

"Hiks-hiks-hiks, tidak. Kami tidak bisa melepaskan kak Kania ke rumah sakit jiwa walaupun ia terbilang orang gila yang membahayakan. Karena kami tidak sanggup melihat kak Kania sendirian di sana."

Zara sekarang memainkan sandiwara dengan sangat baik agar Dafa percaya dan simpati padanya. Air mata buaya juga tidak lupa ia perlihatkan untuk menambah kesempurnaan akting yang sedang ia jalankan.

"Zara, jangan nangis. Hatimu sangat lembut sekali, Zar. Kamu sangat baik. Kamu ternyata sangat amat menyayangi Kania walaupun ia hanya sebatas kakak tiri mu. Kania beruntung punya adik seperti kamu, Zara." Dafa berusaha menenangkan Zara yang sedang menangis dengan membelai lembut rambut Zara.

"Kak Dafa, sudah sewajarnya adik menyayangi kakak. Walau apapun yang telah kakaknya lakukan. Seorang saudara tidak akan pernah memikirkan kejahatan yang telah kakaknya perbuat."

"Kamu adalah gadis yang sangat baik dengan hati lembut, selembut kapas. Aku tidak tahu harus berkata apa lagi padamu."

"Oh iya, aku harus pulang sekarang. Katakan setiap perkembangan Kania padaku, ya. Sampai jumpa," ucap Dafa sambil tersenyum manis. Lalu, ia beranjak dari tempatnya masuk ke mobil untuk pulang.

"Hati-hati kak Dafa. Sampai jumpa lagi," ucap Zara sambil melambaikan tangannya.

Sementara itu, masih di gudang. Kania kaget bukan kepalang saat mendengarkan apa yang Salma katakan tentang dia pada Dafa.

"Apa! Kalian bilang aku sakit jiwa pada Dafa? Kalian jahat! Benar-benar jahat!"

"Kamu yang bodoh, bukan kami yang jahat. Sebagai seorang manusia itu harusnya pintar, bukan bodoh seperti dirimu, kutu busuk."

"Kau tahu, Zara menyukai Dafa. Sebagai mamanya, aku harus membantu dia untuk mendapatkan apa yang anakku inginkan. Termasuk, melakukan trik licik dengan berbohong."

"Tapi sepertinya, bukan hanya Zara yang menyukai Dafa sekarang. Namun sebaliknya, Dafa juga sudah mulai menyukai Zara. Dan yang paling penting, keluarga Dafa sudah menyukai Zara dan sangat mendukung Zara yang menjadi menantu keluarga mereka."

"Tidak! Itu tidak mungkin. Dafa tidak akan menyukai Zara, apalagi mencintai Zara. Itu tidak akan pernah terjadi, karena Dafa hanya mencintai aku saja. Sedangkan keluarga Dafa, mereka sudah tahu kalau aku adalah pacar Dafa dan orang yang Dafa pilih untuk menjadi istri Dafa nantinya."

"Hah ... ha ha ha ha. Kamu benar-benar putri pemimpi ya kutu busuk. Seberapa sulitnya sih untuk mengubah pandangan keluarga Dafa tentang kamu dan menggantikan pandangan itu dengan Zara. Sedangkan Dafa, apa kamu lupa bagaimana sikap Dafa saat bertemu dengan kamu barusan? Apakah dia menatap kamu dengan penuh cinta? Terus, apakah kamu mendapatkan pelukan hangat tanda kangen dari seorang pacar? Sepertinya, tidak. Ia malah patuh dengan apa yang Zara katakan."

Mendengar apa yang Salma katakan, Kania merasa kakinya lemah dan tidak mampu untuk menahan berat tubuhnya lagi. Ia terduduk ke lantai karena memikirkan apa yang terjadi tadi.

Melihat Kania yang begitu sedih dan terpuruk dengan rasa putus asa. Salma tersenyum bahagia penuh kemenangan.

"Kasihan sekali. Menyedihkan. Benar-benar menyedihkan." Salma berucap sambil berjalan meninggalkan gudang. Sedangkan Kania, ia tertunduk menangis walau sebenarnya, ia tidak ingin memperlihatkan kesedihan itu pada Salma dan membuat Salma merasa bahagia dengan keberhasilannya itu.

'Aku akan balas rasa sakit dan penghinaan yang kalian berikan padaku ini jika aku bisa bebas dari rumah ini. Kalian lihat saja apa yang akan aku lakukan pada kalian nantinya,' kata Kania dalam hati sambil menggenggam erat tangannya.

Zara yang baru masuk ke dalam rumah, berpas-pasan dengan mamanya yang baru datang dari gudang. Ia pun langsung menghampiri mamanya dengan senyum manis di bibir.

"Mama pintar banget bikin rencana. Semua yang kita harapkan, ternyata benar-benar kita dapatkan. Sekarang, aku yakin seratus persen. Kak Dafa pasti sudah tidak merasa ragu lagi dengan apa yang aku katakan padanya tentang Kania."

"Kamu yang pintar menjalankan sandiwara sayang. Jika kamu tidak cerdas dalam menjalankan peran, tentunya, rencana yang mama buat, tidak akan berjalan semulus ini."

"Selamat buat kita berdua mama," kata Zara sambil memeluk lembut mamanya.

"Selamat sayang," ucap Salma membalas pelukan anaknya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!