NovelToon NovelToon

Istri Kontrak CEO

01

Kring... Kring...

Suara lonceng sepeda yang sedang ku kendarai menuju ke sebuah toko buku di ujung gang, di perempatan dekat jalan raya. Dimana aku bekerja.

Nama ku Naira putri, usia ku 20 tahun beberapa bulan yang lalu. Dan sekarang, di pagi yang cerah ini di antara kesibukan semua orang di pagi hari, aku sedang mengayuh sepeda ku menuju ke tempat kerja favorit ku.

"Pagi Nai!" sapa Kaktus setelah aku sampai di tempat kerja ku.

Aku serius ya, namanya memang Kaktus. Usianya sekitar 22 tahun lebih tua dua tahun dari ku. Kakak laki-laki Mini, teman kerja ku di toko buku.

Aku memarkirkan sepeda ku di tempat biasa. Aku tak perlu menguncinya, karena siapa juga yang mau mengambil sepeda ku yang sungguh mencolok ini. Aku sengaja mendekor nya layaknya akan ikut pawai tujuh belasan. Aku yakin tidak ada yang begitu percaya diri mengendarai nya selain aku.

"Pagi Kak Tus!" sapa ku.

"Udah sarapan belom? kita mojok yuk di mamang pisang goreng depan!" ajaknya sambil menunjuk ke gerai pisang goreng yang ada di seberang toko buku.

"Ini masih pagi Kak, ngajakin mojok aja. Gak malu tuh sama kain pel?" ucap ku sambil melirik kain pel yang ada di pojokan toko buku.

Dia malah terkekeh.

"Udah hampir setahun kakak ini coba ngajakin kamu nge date, gak pernah berhasil! sebenarnya cowok kayak apa sih yang kamu pengenin jadi pacar kamu? Mini juga bilang, katanya Si Haris tuh temen kerja kalian mau deketin kamu juga susah!" tanya nya padaku dengan raut wajah begitu penasaran.

Aku terkekeh geli mendengar pertanyaan nya itu.

"Aduh geli dengernya, berasa gimana gitu aku ini ya? sebenarnya gak muluk-muluk kak, Nai itu cuma pengen punya cowok yang matanya dua, kupingnya dua...!

"Tangannya dua, kakinya juga dua!" sambung Mini yang baru keluar dari dalam toko.

"Ih, semua cowok juga gitu kali Nai! kamu lihat tuh kakak ku yang ngenes ini. Matanya dua, kuping nya dua, jarinya sebelas malahan tuh!" seru Mini kesal seperti nya.

"Ih, apaan!" protes Kak Kaktus yang jari tangannya memang hanya ada sepuluh.

"Udah sono pulang Kak, ngapain sih gangguin Naira terus? aku adeknya sendiri gak pernah di gangguin?" tanya Mini.

Aku terkekeh mendengar ucapan Mini.

"Stress dong kakak kalau gangguin adek sendiri. Udah ah mau pulang aja, mau bantuin Abah bikin batu bata. Kamu kalau pulang telepon kakak ya, nanti kakak jemput!" seru kak Kaktus sambil menoleh ke arah Mini.

Sedetik kemudian dia menoleh ke arahku.

"Calon makmum ku, kakak pulang dulu ya. Kamu hati-hati ker...!"

Plak

Belum kelar tuh si kak Kaktus ngomong, sudah keburu di gaplok tangannya sama Mini.

"Udah buruan pulang, calon makmum.. calon makmum, Mini bilang Abah ya, disuruh ngaji aja ka...emmpt!"

Protes Mini, dan sebelum dia bisa menyelesaikan kalimatnya. Kak Kaktus membungkam mulutnya. Mungkin karena tak ingin Mini mengatakan sesuatu yang tak boleh ku dengar.

Kak Kaktus pulang, aku dan Mini masuk ke dalam toko. Ini masih pukul 7 pagi dan toko sebenarnya belum buka, karena toko Ko Acong ini buka jam 8 pagi.

Aku dan Mini masih menyapu dan mengepel lantai ketika Haris datang.

"Selamat pagi selir-selir ku!" sapa Haris sambil meletakkan tasnya di loker kami di dekat meja kasir.

Haris segera melaksanakan tugasnya mengecek mesin fotocopy dan juga menyalakan semua komputer yang memang di rental disini.

Aku hanya mendengus tawa, tapi Mini memeluk gagang sapunya sambil melihat ke arah Haris yang tengah sibuk dengan pekerjaan nya. Aku tahu Mini memang suka dengan Haris, tapi dia tidak pernah mau mengutarakan tentang perasaan nya itu. Meski dia jujur padaku, tapi dia melarang ku mengatakan nya pada Haris. Aku sangat menghormati keputusan nya itu, jadi aku tak ikut campur lagi meskipun sebenarnya aku ingin membantunya.

"Selamat pagi semuanya!" sapa ko Acong yang baru keluar dari dalam kantor nya.

"Selamat pagi ko!" jawab kami bertiga lalu berkumpul.

Kami semua berdoa bersama, seperti biasanya setiap pagi ko Acong akan memimpin doa, tapi sesuai dengan kepercayaan kami masing-masing.

"Berdoa mulai!" seru ko Acong dan kami berempat menundukkan kepala kami.

Beberapa menit kemudian.

"Selesai, semoga hari ini Tuhan memberikan Riski dan keberkahan untuk kita dan toko buku ini. Amin!" ucapnya lalu mengusap wajahnya dengan kedua tangannya.

"Amin!" sahut kami bertiga, aku, Mini dan juga Haris lalu melakukan apa yang ko Acong lakukan. Mengusap wajah kami dengan kedua telapak tangan kami.

Kami lanjut bekerja, tak terasa jam demi jam berlalu. Hari ini lumayan ramai, dan sekarang sudah waktunya makan siang. Tapi pelanggan toko masih sangat ramai.

"Wah, gak bisa makan siang nih banyak yang masih rental komputer!" keluh Haris.

"Eh, aku kan gak sibuk nih, aku aja yang beli makan siang buat kita. Mau pada makan apa ini?" tanya ku pada Haris dan juga Mini.

"Ayam geprek aja pakai nasinya dobel!" jawab Haris lalu mengambil uang dari saku celananya.

"Nih!" tambahnya sambil menyerahkan selembar uang dua puluh ribuan pada ku. Aku meraihnya lalu beralih ke Mini.

"Kalau kamu Mini?" tanya ku.

"Samain aja, tapi nasinya seporsi aja!" jawab Mini malu-malu saat melirik Haris.

"Wokeh, aku berangkat ya!" seru ku setelah Mini menyerahkan selembar uang kertas pecahan dua puluh ribuan juga padaku.

Aku keluar dari dalam toko buku, menghampiri sepeda lucu ku lalu mengayuhnya ke gerai ayam geprek yang berada tak jauh dari toko buku. Sesampainya di gerai itu, pelayan disana yang sudah mengenal ku segera bertanya pesanan ku.

"Kayak biasanya Nai?" tanya Indah salah satu karyawan di sana yang juga adalah tetanggaku.

Aku dengan cepat menganggukkan kepalaku.

"Iya, ini!" jawab ku sambil membayar.

Aku duduk sebentar menunggu pesanan ku dibuat, dari sini aku bisa melihat ke arah luar. Dan ada pemandangan yang begitu membuat ku terfokus ke arah sana. Ada seorang wanita bergaun merah, sangat minim mengejar seorang pria yang sedari tadi terus menepis tangannya dan berusaha menjauhi nya.

Aku menggidikkan bahu ku melihat nya, aku hanya merasa kalau sebagai wanita tidak perlu seperti itu mengejar pria kan.

"Ini Nai, gimana toko buku? Rame?" tanya Indah sambil meletakkan pesanan ku di atas meja.

"Alhamdulillah Ndah, gimana disini?" tanya ku berbasa-basi padahal aku lihat dari tadi pengunjung datang dan pergi.

"Alhamdulillah juga!" jawabnya.

Setelah itu aku keluar dari gerai ayam geprek menuju sepeda ku. Ternyata karena sangat ramai, pengunjung lain parkir nya berdekatan sekali. Aku agak kesulitan saat akan mengeluarkan sepeda ku.

Brakk

"Astaga!" pekik ku ketika aku berhasil mengeluarkan sepeda ku tapi sebuah sepeda motor besar jatuh dan menimpa sebuah mobil mewah yang terparkir di sebelahnya.

Aku meninggalkan sepeda ku dan melihat ke arah mobil mewah itu.

"Yah, ke gores parah! aduh gimana nih!" gumam ku panik sambil menutup mulut ku.

Bersambung...

02

"Kabur, enggak, kabur, enggak? aduh gimana nih? masa' gue kabur? tapi kalau gak kabur, panjang nih urusan. Mobil mewah gini pasti mahal banget, kemaren tetangga aja ke gores pager, 15 juta. Apalagi ini mobilnya bagus banget, aduh! gimana nih?" ucapku frustasi.

Aku berusaha mengambil nafas dalam-dalam. Ku letakkan pesanan makanan di keranjang sepeda ku dan aku menghampiri mobil itu dari dekat. Bagaimana pun juga aku harus bertanggung jawab, karena semua ini kesalahan ku. Aku mendekati jendela kemudi, aku mengintip ke dalamnya. Dan tidak ada orang di disana. Aku beralih ke kaca belakang tapi tiba-tiba...

"Hei mau ngapain kamu? mau mencuri ya?" bentak sebuah suara dari arah belakang ku. Membuat aku tersentak kaget dan melompat ke belakang.

Aku memegang dadaku yang masih berdetak kencang.

"Huh, ngagetin aja si bapak! Siapa juga yang mau nyuri, orang saya lagi nyari yang punya mobil ini!" jawab ku cepat. Karena penampakan orang yang membentak ku tadi ternyata tidak seperti ekspektasi ku. Ku kira orang nya seram karena suara bariton dan nadanya tinggi tadi. Tapi pas aku lihat, orang nya kecil, tua dan berkaca mata. Mirip seperti ko Acong.

"Ngapain nyari yang punya mobil ini?" tanya nya terlihat memperhatikan sekeliling ku.

Nah, saat dia bertanya tentang hal itu. Aku kembali gugup, aku takut mengatakannya. Karena aku mengira dialah pemilik mobil ini

"Bapak yang punya mobil ini ya?" tanya ku gugup.

"Ini mobil tuan saya, saya supir... Astaga!!" pekik nya ketika menemukan alasan aku berada disini.

Dia lantas mendekati baret besar yang aku buat di mobil mewah ini.

"Ya ampun kenapa bisa begini sih neng?" tanya nya dengan suara yang juga bergetar. Aku rasa dia juga takut di salahkan oleh tuannya itu.

Aku makin ketakutan, tangan ku gemetaran dan saat aku menyatukan tangan ku rasanya sangat dingin.

'Aduh gimana nih, supirnya aja ketakutan gitu. Pasti tuannya galak kan! mampus aku!' batin ku benar-benar panik.

Saat kami sedang memperhatikan kerusakan pada mobil yang aku buat dari arah belakang, aku mendengar suara seorang wanita yang mendekat ke arah kami.

"Sayang, aku kan sudah minta maaf. Tolong jangan acuhkan aku terus!" ucap seorang wanita yang sepertinya aku lihat tadi dari gerai ayam geprek dan si pria juga masih sama, pria yang kelihatan sangat dingin pada wanita itu.

Tapi, tiba-tiba pria itu menarik pinggang ku mendekat ke arahnya. Aku sampai membelalakkan mata ku sanking terkejutnya. Aku berusaha melepaskan tangannya dari ku tapi dia membisikkan sesuatu di telingaku.

"Ikuti saja apa yang ku perintah kan, aku tahu apa yang sudah kamu lakukan pada mobil ku!" bisik nya sangat pelan, suara nya pelan tapi membuat ku merinding.

"Kamu sudah datang, lama sekali aku menunggu mu! Pak Urip buka pintu, aku akan mengajak calon istri ku ini ke rumah!" ucap laki-laki itu dan si supir langsung membuka pintu.

Aku masih berusaha mencerna kejadian ini. Ke rumah? dia akan mengajak ku ke rumahnya. Aduh, gimana sama ayam geprek nya Mini dan Haris.

"Tap...tapi saya..." bantah ku gugup tapi pria itu langsung menarik tangan ku dan masuk ke dalam mobilnya.

Pria ini langsung menutup pintu mobilnya setelah aku dan juga dirinya masuk kedalam mobil.

"Sam... Sam buka pintunya!" teriak wanita cantik berambut pirang itu sambil menggedor-gedor kaca jendela mobil.

"Jalan pak Urip!" serunya dan si supir paruh baya nya ini segera melajukan kendaraan yang kami tumpangi.

Aku panik, aku melihat ke arah sepedaku dan keranjangnya.

'Duh, kasihan banget Mini sama Haris, pasti udah pada kelaperan!' batin ku sedih.

"Jadi bagaimana kamu akan mengganti kerusakan mobil saya?" tanya suara berat lebih berat dari suara pak Urip dan suara itu berhasil membuat aku kembali gemetaran.

Aku perlahan menoleh ke belakang, aku memutar posisi tubuh ku menghadap ke arah pria tampan di depan ku ini. Aku masih diam, aku sungguh tak tahu harus bicara apa.

"Kamu jangan mengelak, lihat ini?" seru nya padaku sambil memperlihatkan ponselnya.

Mataku melebar, dia merekamnya. Aku melihat ke arah layar ponsel keluaran terbaru milik pria yang aku yakini sangat kaya raya ini.

Dia segera menariknya lagi dan menoleh ke arahku, aku tersentak kaget ketika melihat ke arah matanya yang begitu tajam ketika memandang.

Dia merekam saat aku menarik sepeda sampai saat aku menghampiri mobilnya. Kapan dia melakukan itu, bagaimana juga bisa seperti itu? Aku masih sangat bingung memikirkan semua itu. Aku kembali melihat ke arahnya.

"Tu... tuan maaf, ta... tapi sa... saya akan...!"

"Kamu punya penyakit kelainan saat bicara?" tanya nya padaku begitu santai.

"Saya kan gugup, jadi bicara nya begitu!" jawab ku dengan cepat.

"Nah itu, bisa bicara normal?" tanya nya lagi membuat ku tersadar jika apa yang dia ucapkan itu benar.

Aku menghela nafas ku lagi.

"Tuan, saya akan menggantinya, kerusakan mobil anda, tapi boleh nyicil ya?" tanya ku padanya memasang wajah memelas.

"Saya hanya bekerja di toko buku tuan, dan saya masih punya adik lelaki yang masih SMA. Ayah saya hanya seorang penjaga sekolah dan ibu saya hanya penjual nasi uduk di sekolah yang sama dengan ayah saya. Tolong beri keringanan ya tuan, saya mengakui kalau saya salah. Tapi jujur saja saya tidak sengaja, saya benar-benar minta maaf ya tuan!" jelas ku panjang lebar sambil melipat kedua telapak tangan ku di depan nya.

"Seratus juta!" serunya tiba-tiba.

Aku terkesiap mendengar apa yang dia katakan. Aku membuka lebar mulut ku, kurasa sekarang aku benar-benar terlihat sangat jelek.

"Seratus juta?" tanya ku mengulang pertanyaan nya.

"Apanya yang seratus juta?" tanya ku setelah mulut ku berhasil memaksa rahang ku sedikit terangkat.

"Kerusakan mobil yang harus kamu ganti!" jawab nya dengan santai dan ekspresi nya itu loh, datar banget.

Lagi-lagi aku membelalakkan mataku, uang sebanyak itu darimana aku bisa dapatkan. Yang benar saja? aku sungguh tak bisa berkata apa-apa lagi.

"Saya akan kasih kamu waktu dua belas jam untuk mengganti kerugian saya, jika tidak saya akan melaporkan kamu dan menuntut kamu. Saya punya buktinya!" gertak nya membuat lutut dan kakiku rasanya lemas. Seperti sudah tak ada darah yang mengalir disana.

Aku memejamkan mata ku frustasi, aku bahkan menutup wajah ku karena aku sudah tak mampu lagi membendung air mataku yang sedari tadi memang sudah akan keluar. Aku memikirkan bagaimana jika ayah dan ibu tahu, mereka sudah tua, bagaimana kalau karena aku ayah jadi sakit dan ibu, dia pasti mengomel tak karuan.

"Atau kamu bisa pilih satu cara lagi?" tanya nya dan membuat ku segera menyeka air mataku.

"Ada cara lain? oh saya tahu, saya akan bekerja pada anda tuan, menjadi pelayan pun tidak apa-apa tuan, sampai semua hutang saya itu lunas?" tanya ku dengan cepat.

Dia malah terkekeh.

"Menarik juga tapi bukan itu!" lugas nya.

Dia mendekat, mencondongkan tubuhnya ke arahku membuatku mencondongkan tubuh ku kebelakang.

"Menikah dengan ku!" ucapnya dengan tatapan yang sungguh tak bisa ku artikan.

***

Bersambung...

03

Aku langsung membulat kan mataku lagi. Aku rasa aku tidak salah dengar, tapi ini juga tidak mungkin kan?

"Ck... kenapa kamu selalu melotot saat melihat saya?" tanya nya mengeluh sambil menarik dirinya dan membuatku menghela nafas lega.

Tapi tunggu dulu, dia bilang menikah dengannya.

"Tu..tuan yang anda bilang apa tadi?" tanya ku memastikan apa yang aku dengar itu tidak salah.

"Menikah dengan ku, kalau tidak kamu harus bayar seratus juta dalam waktu dua belas jam!" serunya tegas.

"Tu.. tuan, jangan bercanda. Mana ada yang seperti itu. Saya lebih baik jadi pelayan...!"

"Apa maksud mu berkata seperti itu? kamu lebih memilih menjadi pelayan daripada menikah dengan ku?" tanya nya dan ekspresi nya sangat menyeramkan.

"Bu.. bukan begitu!" sanggah ku takut.

"Kalau begitu tunjukkan dimana rumah mu, aku akan melamar mu pada kedua orang tua mu!" ucap nya lagi dan aku lagi-lagi membulatkan mata.

"Ck... bisa tidak jangan melotot begitu?" keluhnya padaku.

"Tapi tuan, tapi saya...!"

"Mau menikah denganku atau bayar seratus juta, aku rasa aku berubah pikiran. Tidak dalam dua belas jam, tapi dalam dua jam!" serunya.

Rahang ku nyaris jatuh, yang benar saja. Dalam dua belas jam saja aku bingung bagaimana mengumpulkan uang sebanyak itu, ini malah di diskon waktunya jadi dua jam. Kenapa bukan uang ganti ruginya yang di diskon?

Lagian kenapa juga pria tampan dan kaya seperti dia ingin menikah dengan ku. Kami bahkan batu bertemu hari ini. Aku jadi curiga, jangan-jangan dia ini sindikat perdagangan manusia. Pura-pura menikahi wanita polos seperti aku lalu menjual ku ke luar negeri. Aku bergidik dengan pemikiran ku sendiri.

"Aku tidak suka bertele-tele, sebutkan alamat rumah mu pada pak Urip sekarang!" bentak pria itu lagi.

'Bisa jantungan aku kalau di bentak terus begini!' keluh ku dalam hati.

"Itu pak, di jalan Kahuripan, gang Marmut!" ucap ku pelan.

"Hei, kamu tahu kan pak Urip itu sudah berumur, bicaralah dengan suara yang bisa dia dengar!" protes pria ini.

"Jalan Kahuripan, gang Marmut pak!" teriakku membuat pria di sebelahku ini menutup telinganya.

"Oh ****, yang benar saja. Kamu ini tidak normal ya?" tanya nya kesal padaku.

'Ih, salah lagi. Tadi pelan salah, sekarang keras tambah salah lagi!' omel ku dalam hati.

"Pak Urip tahu alamat itu?" tanya nya terdengar sangat sopan. Seperti nya dia sangat menghormati supir tua nya itu.

Aku melihat pak Urip mengangguk kan kepalanya beberapa kali.

"Tahu tuan, kita harus putar balik, alamat itu tidak jauh dari tempat awal tadi!" jelas supir berkaca mata itu.

Pak Urip benar-benar putar balik, apakah ini serius? dia benar-benar akan menemui ayah dan ibuku? dan menikah? mana bisa seperti ini. Biar gadis sederhana tapi aku kan juga punya pernikahan impian ku sendiri, menikah dengan lelaki yang aku cintai dan mencintai ku. Mana bisa begini. Tapi dari mana juga aku bisa mencari uang sebanyak itu.

Samuel Virendra POV

Gadis di sebelah ku ini terlihat sangat gelisah, aku bahkan tidak tahu siapa namanya. Tapi aku sekarang sedang menuju ke rumahnya untuk melamarnya.

Benar, aku akan melamar gadis ini. Aku akan menikah dengan nya, tapi bukan pernikahan pada umumnya. Ini hanyalah pernikahan kontrak, untuk membatalkan perjodohan ku dengan Natasha, wanita yang di jodohkan orang tua ku padaku.

Aku tidak bisa menerima perjodohan itu meskipun itu adalah pilihan orang tua ku. Karena di luar negeri sana, kekasih ku sedang meraih mimpinya menjadi designer terkenal Dan aku juga masih sangat mencintai nya. Namanya Caren, dia adalah wanita yang sudah menjadi kekasih ku selama lebih dari tiga tahun. Kedua orang tuaku tidak menyukai nya karena dia terlalu modern, dan tidak begitu perduli pada adat istiadat dan sebagainya. Aku juga sama, aku juga tidak terlalu suka dengan pemikiran kolot kedua orang tuaku. Tapi aku juga menghormati hal itu.

Ibu dan ayah ku memaksaku untuk menikah jika tidak ingin perjodohan yang juga di atur oleh kakek ku ini terjadi. Aku sudah menghubungi Caren, tapi dia belum siap untuk menikah. Dia membujukku dan aku tidak bisa untuk menolak permintaan nya.

Dan tadi pagi, ketika akan bertemu dengan seorang rekan kerja di sebuah Coffee shop, Jessy mantan pacar ku dulu kembali menghampiri ku dan meminta kembali padaku. Rasanya malas sekali meladeni nya, tapi karena dia juga dekat dengan keluarga ku, aku tak bisa kasar padanya.

Aku melihat seorang gadis dari kejauhan memarkir kan sepedanya dan dengan semangat masuk ke dalam restoran. Aku melihat dia keluar membawa bungkusan berwarna putih, aku tidak sengaja melihatnya. Tapi aku tertarik untuk merekamnya karena dia terlihat kesulitan saat mengeluarkan sepedanya yang terhimpit dua buah motor di sisi kiri dan kanan.

Dia berhasil mengeluarkan sepeda nya tapi motor yang ada di sebelah kiri malah jatuh dan menimpa mobil ku. Aku segera bangun dari duduk ku. Mobil itu baru ku beli satu Minggu yang lalu.

"Yang benar saja!" gumam ku kesal.

Tapi saat tak ada satu orang pun melihat kejadian itu, dia malah menghampiri mobil ku dan bicara pada pak Urip, supir kepercayaan ku.

Aku jadi punya ide untuk menyelesaikan masalah ku dan masalah gadis itu. Aku menghentikan merekam dan menghampiri nya, sialnya saat keluar dari Coffee shop, Diandra kembali menghampiri ku. Seperti nya dia sengaja menungguku.

Samuel Virendra POV end

Beberapa saat kemudian mobil yang kami tumpangi berhenti tepat di rumah bercat kuning kunyit, dan itu adalah rumah ayah ku. Aku berharap ayah dan ibu tidak ada di rumah. Tapi sialnya pintu rumah malah terbuka. Pasti ada orang di dalam kan.

Aku makin gemetar saat akan turun dari mobil, jika pria ini mengatakan aku telah membuat mobilnya rusak, ibu ku pasti akan mengusir ku dari rumah. Meskipun dia akan mencari ku lagi setelah itu.

"Tunggu!" ucap pria itu dan aku segera berhenti.

"Tuan berubah pikiran ya? baguslah tuan, bagaimana kalau saya jadi pelayan tuan sa...!"

"Siapa namamu?" tanya nya lalu memalingkan wajah nya dan kembali menatap ponselnya.

'Ih, aku kira dia berubah pikiran!' keluh ku dalam hati.

"Naira tuan!" sahut ku malas.

"Nama lengkap!" seru nya.

"Naira putri tuan!" jawab ku lagi.

"Aku Samuel Virendra, akan sangat aneh jika kita akan menikah tapi tidak saling tahu nama lengkap kita, ayo masuk!" ucap nya lalu berjalan mendahului aku menuju ke arah teras rumah.

***

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!