"Yang benar saja?! Aku tidak menyukai wanita itu, Rizal!"
"Siapa yang mengatakan kalau kau menyukainya? Aku, ‘kan hanya menyampaikan apa yang aku dengar. Rana menyukaimu, Rayhan. Terima saja! Lagi pula dia mempunyai tubuh yang seksi. Sayang sekali kalau kau lewatkan."
Rayhan hanya mendengkus. Sementara Rizal, Carissa, dan David terkekeh di hadapannya. Lelaki itu menggeleng beberapa kali, tetapi tidak bisa menunjukkan kemarahannya pada sang sahabat yang baru saja menggodanya.
Rayhan Andira adalah seorang laki-laki yang sangat beruntung, mempunyai paras yang elok, hampir sempurna dan kaya raya. Siapa yang tidak mengenal Rayhan, Casanova abad ke-21. Ia terkenal sebagai pewaris tunggal Andira Group, yaitu perusahaan penyulingan minyak dan petrokimia terbesar di Indonesia. Selain itu, Rayhan pun banyak digilai oleh perempuan-perempuan pribumi, bahkan luar negeri. Terang saja takdirnya itu membuatnya merasa berdiri di atas awang-awang.
Setiap bulan, bahkan minggu, Rayhan selalu saja gonta-ganti pasangan. Ia tidak pernah puas akan wanita, sekaligus tidak pernah memikirkan perasaan mereka. Rayhan dan para wanitanya sama-sama mendapatkan keuntungan. Ia mendapatkan tubuh mereka dan para wanita bodoh itu mendapatkan uangnya.
Hanya satu hal yang belum pernah dilakukan Rayhan, yaitu meniduri seorang perawan. Bukannya takut, tetapi ia hanya tidak nyaman melakukannya.
Rayhan menikmati hidupnya yang dikelilingi uang, wanita, serta kehormatan. Lelaki itu mengukur segala sesuatu hanya dengan uang, karena begitulah cara hidup yang diterapkan ayahnya. Oleh sebab itu, Rayhan tidak mengenal sebuah rasa yang sebenarnya jauh lebih berharga daripada apa pun di dunia ini.
Cinta dan kasih sayang.
Rayhan tidak mendapatkan kedua hal itu sejak ibunya meninggal. Ibunya meninggal ketika pergi keluar kota dengan selingkuhannya. Kala itu Rayhan berusia sepuluh tahun. Ia menaruh dendam pada ibunya dan bersumpah mulai saat itu dia tidak akan menghargai apa itu cinta. Ayahnya pun terlalu sibuk dengan pekerjaannya dan tanpa Rayhan sadari, bahwa sebenarnya kehidupan yang ia miliki telah hancur.
"Jadi ...." Ucapan Carissa mengambil perhatian Rayhan lagi. "Kau benar-benar tidak menyukai Rana? Bolehkah kami mengetahui alasannya?"
Rayhan mengedikkan bahu. Topik mereka masih saja tentang wanita desa yang bernama Rana itu.
Sebenarnya, Rana adalah wanita baik-baik yang bekerja sebagai sekretaris ayahnya. Wanita itu lebih tua tiga tahun dari Rayhan dan terang-terangan mengungkapkan kalau dia sangat mencintai Rayhan. Namun, Rayhan sama sekali tidak tertarik padanya. Lelaki itu memang seorang playboy, tetapi bukan berarti ia tidak mempunyai kriteria wanita yang membuatnya tertarik.
"Tidak. Aku tidak menyukai wanita sok polos seperti Rana. Aku bisa pastikan kalau wanita itu sangat ketinggalan zaman dan tidak tahu cara bercinta dengan baik," tandas Rayhan sinis.
Carissa, Rizal, dan David tertawa keras.
"Maafkan kami, Rayhan. Kami lupa kalau kau tidak suka wanita yang sangat bodoh di ranjang!" sambar David diikuti tawa lepas Carissa dan Rizal.
Rayhan hanya tersenyum miring, lalu menegak segelas wiski di tangannya sampai habis. Laki-laki itu melirik arlojinya dan berdecak malas. Sudah pukul tiga pagi dan harus pulang ke rumah saat ini juga. Ia teringat pesan ayahnya---bahwa besok pagi beliau akan menyampaikan satu kabar penting.
Lantas, Rayhan berdiri dari duduknya. Tubuhnya yang tinggi menjulang di hadapan ke tiga sahabatnya yang masih duduk di sofa tersebut sangat mencuri perhatian pengunjung kelab yang lain, terlebih para wanita.
"Aku pulang, besok kita bertemu lagi di sini. David, ajak istrimu sekaligus, mengerti? Aku tidak ingin kau melirik wanita lain di kelab ini sementara istrimu menunggu di rumah," goda Rayhan, lalu terkekeh.
David mengangkat gelasnya. "Aku mencintai Sekar, tidak mungkin aku melirik wanita lain. Aku tidak seperti dirimu, Rayhan," tukas David, lalu dibalas dengan cibiran oleh Rizal.
Rayhan mengacungkan ibu jarinya ke arah David. "Dan kau Rizal, jangan pulang terlalu malam! Jika ingin bermain dengan Carissa, jangan pakai kamar VIP-ku, mengerti?!"
Carissa menendang kaki Rayhan sambil berdesis, "Aish, aku rasa kau sudah mabuk, Rayhan. Pergi sana!"
Rayhan pun pergi dengan seringaian jahil di wajahnya.
***
"Apa? Kakak akan menikah? Kenapa mendadak sekali?"
“Pernikahan ini tidak bisa ditunda lagi, Lisa. Sebaiknya kau segera ke Jakarta setelah aku kirimkan alamatnya. Bawa semua pakaian dan keperluanmu karena kau akan tinggal bersama kami. Lisa, hanya dengan cara ini hidup kita akan sejahtera. Kita tidak akan kekurangan lagi."
“Lisa, kau mendengarkanku, ‘kan?"
"Y-ya, Kak. Aku mendengarmu."
“Kalau begitu, segeralah berkemas. Kakak akan menunggumu. Hati-hati di perjalanan.”
Klik!
Sambungan telepon terputus. Gadis yang baru saja dihubungi oleh kakak perempuannya itu termenung di tempat duduknya.
Ia sebatang kara di rumah yang sekarang ditempatinya, sedangkan kakak satu-satunya, Rana bekerja di ibu kota. Sebut saja nama gadis itu Lisa Destia. Ia adalah seorang penjual susu keliling di desa kecil yang terletak di Boyolali.
Sehari-hari, Lisa mencari uang dengan menjadi kurir susu botol untuk mencukupi keperluannya. Terkadang, ia mendapat kiriman uang tambahan atau pakaian dari sang kakak yang selalu mengkhawatirkannya. Sejak Lisa berusia lima tahun, ia telah menjadi seorang anak yatim piatu dan hanya Rana yang ia miliki di dunia ini.
Jarak usia mereka sangat jauh, yaitu enam tahun. Rana sangat menyayangi Lisa dan berusaha mendapatkan kehidupan yang layak untuk mereka. Rana merantau ke Jakarta satu tahun lalu dan langsung mendapatkan pekerjaan di sebuah perusahaan terkenal di sana. Terang saja Lisa ikut bahagia. Rana berjanji pada Lisa untuk mengajaknya tinggal bersama jika kehidupannya di Jakarta sudah mapan betul.
Inilah saat yang dinantikan Rana. Sebentar lagi ia akan menikah dan ia berpikir untuk mengajak Lisa masuk dalam kebahagiaannya.
Lisa hanya bisa menurut. Lagi pula, Rana adalah satu-satunya tempat berlindung baginya.
***
Rayhan terkejut karena seorang pelayan membangunkannya. Ia sedang terlena dengan mimpi indah, bertemu dengan seorang gadis cantik berkulit lembut, rambut hitam yang tebal, serta mata bulat paling indah yang pernah dilihatnya. Laki-laki itu hampir saja bercinta dengan gadis itu kalau saja pelayan sialan tidak membangunkannya.
"Tuan Muda, Tuan Besar memerintahkan saya untuk membangunkan Anda."
"Aish, kau ingin kupecat, ya? Aku masih mengantuk! Katakan padanya kalau aku ingin tidur dua jam lagi! Apa kau tahu, aku baru bisa tidur pukul lima pagi!" bentak Rayhan.
Pelayan itu tetap berdiri di dekat ranjang, meskipun kakinya gemetar mendengar ancaman Rayhan. Namun, lebih berbahaya baginya jika membantah perintah tuan besarnya. Jadi, dia menerima apa saja makian yang keluar dari mulut Rayhan sampai laki-laki itu menyerah dan bersedia bangun.
"Aku akan tetap di sini sampai Anda bersedia turun," ucap pelayan itu dengan suara hilang timbul.
Rayhan duduk dari tidurnya dan memberikan tatapan mematikan untuk pelayan laki-laki tersebut. Kepalanya masih pusing akibat pengaruh alkohol tadi malam. Namun, daripada melihat pelayan itu tidak beranjak dari kamarnya, Rayhan memilih untuk memenuhi panggilan sang ayah.
"Baiklah. Silakan kau keluar dulu!" pinta Rayhan dengan suara keras.
Pelayan itu masih bergeming. Melihat itu, Rayhan mendadak turun dari ranjangnya dan melayangkan pukulan ke perut laki-laki kurus tersebut. Terang saja, pelayan itu melenguh kesakitan.
"Itulah yang akan kau dapatkan karena tidak mendengarkan ucapanku. Aku akan keluar kamar tiga puluh menit lagi. Sekarang kau kuperintahkan untuk keluar!"
***
Rayhan menemui ayahnya di ruang kerja setelah merapikan dirinya sendiri. Ia tidak ingin tampil di depan sang ayah dengan rambut mencuat ke sana kemari serta pakaian yang seadanya. Bagaimanapun juga, ia ingin terlihat berwibawa dan sebagai anak baik-baik tentunya.
Setelah mengetuk pintu ruang kerja sang ayah, terdengar seruan dari dalam. Suara ayahnya menyuruh Rayhan untuk masuk.
Rayhan membuka pintu itu perlahan dan melangkah masuk. Ia tidak tahu siapa yang menunggunya di ruangan ini. "Selamat pa--“
Rayhan tersentak kaget sehingga ucapannya terhenti mendadak. Matanya terpaku pada sosok yang tidak seharusnya berada di dalam ruangan kerja ayahnya saat ini.
Ayah Rayhan, Aksano Andira tersenyum penuh misteri di kursinya. Rayhan tidak mengerti maksud senyuman itu. Laki-laki itu kembali menatap wanita yang membuatnya terkejut beberapa detik yang lalu.
Apa yang dilakukan Rana di ruangan pribadi ayahnya? Rayhan tahu kalau Rana adalah sekretaris ayahnya, tetapi sekarang adalah akhir pekan yang artinya tidak ada pekerjaan yang mengharuskan mereka bersama.
"Rayhan, silakan duduk. Kemarin aku telah berjanji akan menyampaikan suatu kabar baik padamu."
Rayhan mengangguk. Ia mengambil posisi duduk di depan meja kerja sang ayah, sementara matanya tidak lepas memandangi wanita berambut cokelat yang berdiri manis di samping kursi kebesaran ayahnya itu.
"Aku tidak pernah melihat Nona Rana di sini pada hari libur." Rayhan tidak tahan untuk tidak bertanya.
Aksa tertawa lalu menyenderkan tubuhnya ke kepala kursi. "Mulai sekarang, kau harus terbiasa untuk selalu melihatnya di rumah ini ...."
Rayhan mengernyit heran. Ia sungguh tidak mengerti apa maksud ayahnya. Laki-laki itu kembali melirik Rana. Kali ini, wanita itu tersenyum penuh arti padanya. Rayhan ingin muntah di hadapan mereka saat ini juga.
"Apa yang Ayah bicarakan? Aku tidak yakin dapat menangkap maksudmu dengan benar," ujar Rayhan tenang.
Lalu, adegan selanjutnya membuat Rayhan terperangah. Sebelah tangan ayahnya mengamit tangan Rana dan mencium punggung tangan lentik tersebut. Rayhan menyaksikannya dengan mulut setengah terbuka dan kening yang berlipat-lipat. Laki-laki itu menahan banyak pertanyaan di kepalanya.
"Rayhan, putraku. Aku dan Rana akan segera menikah. Tepatnya Minggu depan, dan mulai saat ini, panggil dia dengan sebutan ibu. Apa kau mengerti?"
BERSAMBUNG ....
Rayhan mengepalkan kedua tangan dengan kuat. Wajahnya merah padam dan urat-urat di wajahnya timbul karena amarahnya yang begitu besar. Laki-laki itu duduk di taman belakang rumah, menghabiskan waktu berjam-jam duduk di ayunan untuk menenangkan diri.
Pagi tadi, setelah mendapatkan kabar buruk di ruang kerja ayahnya, Rayhan langsung keluar dan membanting pintu. Ia tidak peduli Aksa akan tersinggung, sebab dirinya jauh lebih sakit hati. Bayangkan saja, wanita yang pernah dengan gamblang mengatakan kalau dia mencintai Rayhan, kini akan segera menikah dengan ayahnya. Rayhan syok bercampur geram. Ia tidak mengerti sama sekali apa tujuan wanita itu.
Jika Rana tergila-gila padanya, lalu apa tujuannya menikah dengan ayahnya? Rayhan memang tidak pernah mau tahu urusan asmara Aksa, tetapi tidak pernah terlintas di benaknya bahwa sang ayah akan menikahi wanita yang selama satu tahun ini menjadi sekretarisnya.
Rayhan tidak peduli jika Aksa mempunyai banyak wanita simpanan, tetapi ia sangat tidak setuju jika ayahnya menikah lagi. Harta kekayaan Aksa pasti akan terbagi kepada wanita itu. Rahang Rayhan mengeras membayangkan kalau sebenarnya Rana tidak mencintai ayahnya. Ia sangat yakin dengan hal itu.
Terdengar suara klakson mobil milik ayahnya. Rayhan pun mendongak dan melihat ke halaman. Mobil Aksa telah pergi dari rumah. Laki-laki itu menyeringai, ia bisa melihat dengan jelas kalau Rana kembali masuk ke rumah dengan senyum semringah di wajahnya. Mulai hari ini, wanita itu memang tinggal di rumah Aksano Andira.
"Aku akan membuat perhitungan dengannya," geram Rayhan, lalu masuk ke dalam rumahnya.
Langkahnya yang panjang dengan mudah mengejar Rana. Wanita itu hendak menaiki tangga menuju kamar yang telah disediakan oleh ayahnya. Namun, ia kalah cepat, Rayhan merenggut tangannya dengan kasar untuk turun kembali.
"Rayhan ...."
"Jangan sekali-sekali kau lancang menyebut namaku!" sembur Rayhan. Ia mencengkeram kedua pundak Rana dengan keras, sehingga membuat wanita tersebut meringis.
"Rayhan, kita bisa membicarakannya baik-baik."
"Kau ... iblis betina! Apa tujuanmu sebenarnya, hah?! Apa kau hanya menginginkan harta ayahku saja?! Kalau begitu, aku akan memberikan berapa pun yang kau inginkan asalkan kau pergi jauh-jauh dari kehidupan kami!" hardik Rayhan murka.
Mata Rana berkaca-kaca dalam pandangan Rayhan. "Apa kau belum juga paham dengan apa maksudku, Rayhan? Aku mencintaimu dan inilah jalan satu-satunya untukku agar bisa selalu ada di dekatmu."
Dada Rayhan bergemuruh. Cengkeraman tangannya semakin kuat dan Rana yakin kalau sekarang pundaknya kebas.
"Apa?"
"Aku selalu mencintaimu, Rayhan. Jika aku tidak bisa menjadi kekasihmu, hanya dengan cara ini aku bisa berdekatan denganmu. Menjadi istri dari ayahmu. Juga, ayahmu telah jatuh cinta padaku. Bukankah itu adil?"
Rayhan menggeram. Jika Rana laki-laki, ia sudah mematahkan lehernya dari tadi. Rayhan tidak pernah semarah ini. Wanita di hadapannya sengaja memanfaatkan ayahnya hanya untuk berdekatan dengannya. Rana memang wanita freak. Rayhan mendorong kasar tubuh Rana, hingga wanita itu terjerembab ke belakang. Laki-laki itu tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ia ingin menunggu waktu yang tepat untuk membuka kedok Rana di depan ayahnya.
"Aku akan membuatmu keluar dari rumah ini!" Rayhan menghardik lagi, lalu melangkah pergi dengan amarah yang berkobar, sementara Rana menangis di lantai tempatnya jatuh.
"Maafkan aku, Rayhan. Aku benar-benar mencintaimu. Hanya dengan cara ini aku bisa melihatmu sepanjang waktu, dan tidak mungkin aku katakan padamu kalau aku ingin kehidupan yang lebih sejahtera. Aku lelah hidup melarat."
***
Lisa telah sampai di rumah Aksano Andira. Ia langsung disambut pelukan hangat oleh kakaknya, Rana. Gadis itu sedikit terkejut ketika melihat ternyata calon suami Rana adalah seorang pria tua yang seusia dengan ayah mereka jika beliau masih hidup. Namun, Lisa lebih suka menyimpan pendapatnya. Ia tidak ingin mencampuri urusan Rana, terlebih lagi bagi Aksano Andira ternyata adalah atasan Rana selama satu tahun ini.
Aksa memberinya kamar di lantai atas, tepat di sebelah kamar Rayhan. Lisa membungkuk tanda hormat dan mengucapkan terima kasih, lalu setelah itu Aksano meninggalkannya berdua saja dengan Rana. Lisa memandangi kamar barunya dengan tatapan kagum. Ukuran kamar itu lima kali lebih besar dari kamarnya di desa.
Rana menatap adiknya dengan mata berbinar-binar. Inilah tujuan hidupnya, yaitu membuat hidup mereka sejahtera. Selain itu Rana juga bisa menjalankan tujuan utamanya, yakni di dekat Rayhan. Sekali mengayuh dan tiga pula terlampaui.
"Apa kau senang?" Pertanyaan Rana membuat Lisa tersenyum simpul. Senyuman yang sangat manis dan cantik menurut kakaknya.
"Aku senang sekali, Kak. Aku juga ikut senang untukmu. Selamat Kak, akhirnya Kakak menemukan pria yang baik sebagai calon suami. Aku berharap kalian selalu bahagia," ungkap Lisa tulus.
Rana memeluk Lisa, lalu mengusap-usap rambut hitam tebal itu. "Terima kasih, Lisa. Aku ingin kau ikut merasakan kebahagiaan ini."
Lisa tersenyum haru, kemudian mengangguk. Ia merasa beruntung mempunyai kakak seperti Rana.
***
"Ayolah, Sayang. Aku sangat merindukanmu," rengek seorang wanita muda di dalam pelukan Rayhan. Namun, laki-laki itu tidak tidak mendengarkan apalagi menatap wajahnya. Ia sibuk dengan pikirannya sendiri, sambil terus meneguk bir yang ada di tangannya.
Carissa dan Rizal saling pandang. Tidak biasanya Rayhan mengabaikan gadis cantik yang merengek minta dimanja olehnya. Setidaknya, setiap wanita memang minta ditiduri Rayhan. Namun, laki-laki itu sangat berbeda malam ini. Wanita cantik yang selama empat hari menjadi teman dekatnya. Mauryn terus saja meraba-raba dada Rayhan, berharap laki-laki itu akan tergoda.
"Ya! Singkirkan tanganmu dariku! Aku sedang tidak mood!" bentak Rayhan murka.
Carissa menggigit bibir bawahnya ketika melihat Mauryn gemetar ketakutan.
"Ta-tapi … a-aku, ‘kan kekasihmu, Sayang. Kenapa kau membentakku?" rengek Mauryn lagi.
Rizal menepuk keningnya, ia tahu apa yang akan selanjutnya terjadi.
"Kalau begitu, mulai saat ini kau bukan kekasihku lagi! Aku sama sekali tidak menyukaimu! Aku minta kau pergi sekarang juga!" raung Rayhan.
Carissa dan Rizal yang sejak tadi duduk di hadapan mereka, serentak seraya menggeleng. Satu lagi korban Rayhan malam ini. Adegan selanjutnya adalah wanita itu menangis tersedu-sedu dan berlari keluar kelab, sedangkan Rayhan menyeringai puas di tempatnya.
"Kau belum mendapatkan karma saja, Rayhan! Kau pikir menyakiti hati wanita tidak akan mendapatkan balasannya?!" tukas Carissa dingin.
Rayhan mendengkus tanda meremehkan. "Karma hanya berlaku untuk orang lemah!"
Rizal mengusap-usap pundak Carissa, memberi isyarat agar wanita itu tetap diam. Berdebat dengan Rayhan sama saja berdebat dengan orang gila. Hasilnya pasti akan membuat sakit hati.
Rayhan telah menghabiskan dua botol bir. Laki-laki itu sudah cukup mabuk untuk pulang ke rumah.
Rumah? Rayhan jijik mendengarnya. Ia bahkan membenci rumahnya sendiri saat ini. Rumah yang dihuni oleh wanita yang kini paling dibencinya. Rayhan tetap tidak rela kalau wanita itu menjadi ibu tirinya. Bagaimanapun caranya, Rayhan akan membalas permainan licik Rana.
"Rayhan, mungkin selama ini Rana hanya membual. Tidak mungkin jika dia mencintaimu, tetapi menikahi ayahmu," komentar Rizal.
Rayhan tersedak minumannya, lalu tertawa seperti orang konyol. "Tidak! Dia tidak membual. Wanita sialan itu memanfaatkan ayahku untuk mendekatiku. Dia wanita psycho, Zal!"
Carissa menatap Rayhan prihatin. "Hei, kau mulai meracau tak jelas."
"Biarkan saja. Dia, ‘kan sedang mabuk," bisik Rizal pada Carissa. "Baby, lebih baik kita antarkan Rayhan pulang. Dia tidak bisa menyetir dalam keadaan seperti ini."
***
Lisa mengerjap-ngerjapkan mata, lalu sesekali menukar posisi tidurnya. Huft, ia mendesah lagi, entah sudah yang ke berapa kali. Mungkin karena tidur di kamar baru, jadi belum terbiasa.
Lisa melirik jam dinding di kamar itu dan baru menunjukkan pukul 02.00 pagi. Gadis itu pun duduk dari tidurnya dan memandang sekeliling. Tadi, ia telah menghabiskan waktu dua jam untuk menyusun pakaian serta barang-barangnya dan tetap saja belum mengantuk.
Lisa turun dari ranjang dan memakai sandal. Ia pikir jurus pamungkasnya saat ini adalah susu hangat. Gadis itu tahu kalau pada semua orang di rumah telah tertidur. Jadi, ia harus berjalan mengendap-endap agar tidak menimbulkan kebisingan.
Akhirnya, gadis itu pun keluar kamar, kemudian menutup pintu kamar dengan sangat perlahan. Meskipun kamar Aksano dan kamar Rana berada di lantai tiga, Lisa takut penghuni kamar di sebelahnya akan terganggu. Tadi saat makan malam, calon kakak iparnya sempat mengatakan kalau dia mempunyai seorang putra bernama Rayhan Andira. Lisa juga telah melihat foto Rayhan yang terpampang besar di lantai bawah.
Menurutnya, Rayhan benar-benar seperti seorang pangeran dan yang pasti, pangeran itu tidak akan menyukai gadis desa sepertinya.
Lisa sengaja tidak menyalakan lampu di lantai bawah. Dengan penerangan seadanya dari lampu teras, ia bisa menemukan jalannya menuju dapur. Gadis itu berjalan dengan hati-hati agar tidak menyenggol guci-guci antik milik Aksano. Rumah yang begitu besar membuatnya tidak sabar untuk cepat-cepat sampai ke dapur.
"Mudah-mudahan aku bisa tidur nyenyak setelah ini," gumam Lisa untuk diri sendiri.
Ia menyeduh susu bubuk di konter dapur dengan penerangan redup dari cahaya kulkas yang sengaja ia biarkan terbuka. Sekali lagi, Lisa tidak ingin membuat dirinya terlihat di tengah malam begini.
Gadis itu mengaduk susu putih hangat sambil bergumam merdu. Ia akan meminum susu ini dalam sepuluh menit, kemudian akan kembali ke kamar.
Tepat ketika Lisa ingin meniup susunya, ia mendengar derap langkah dan embusan napas kasar di belakangnya. Kontan saja gadis itu membalikkan badannya dengan cepat.
Gadis itu terkesiap, seolah-olah jatuh dari gedung paling atas. Tubuhnya limbung ke belakang dan begitu sepasang tangan mendorongnya agar bersandar di kulkas, ruangan dapur semakin gelap. Hanya ada lampu di lemari persediaan makanan yang menerangi dapur tersebut.
Lisa hendak berteriak, tetapi mulutnya langsung tertutup oleh telapak tangan yang lebar. Matanya melebar sempurna tatkala beradu pandang dengan sepasang mata tajam seperti elang, tepat di depan wajahnya. Lisa mengernyit, ketika mencium bau alkohol dari embusan napas laki-laki itu.
Rayhan menempelkan tubuhnya pada Lisa, sehingga gadis itu tidak dapat berkutik. Laki-laki itu menatap Lisa lekat-lekat. Meskipun ia dalam keadaan mabuk, tetapi Rayhan tahu kalau gadis ini orang asing di rumahnya.
Selama tiga puluh detik mereka hanya saling melempar pandangan heran dan ketakutan, setelah itu Rayhan menyeringai.
Saat itu, Lisa pun sadar kalau laki-laki yang kini tengah menekannya ke pintu kulkas adalah Rayhan Andira. Ia ingat seringaian laki-laki itu di dalam foto, tetapi kini Rayhan dalam keadaan mabuk. Lisa mencemaskan dirinya kalau ini adalah keadaan yang mungkin akan berbahaya.
"Kau siapa? Apa kau pencuri?" tanya Rayhan.
Lisa berdengung-dengung dalam dekapan tangan Rayhan. Merasa kalau laki-laki itu tidak akan melepaskan tangannya dalam waktu dekat, akhirnya Lisa hanya menggeleng.
"Jika kau bukan pencuri, apa yang kau lakukan di dapurku? Apa kau ... hantu?" Rayhan terkekeh.
Jika dalam keadaan normal, Lisa akan menganggap seringaian lebar Rayhan adalah yang paling menawan yang pernah dilihatnya seumur hidup.
Perlahan tangan Rayhan lepas dari mulut Lisa. Gadis itu menghirup udara dan berusaha mengabaikan bau alkohol dari mulut Rayhan.
Laki-laki itu menelengkan kepalanya, menatap wajah cantik gadis ini. Ia tidak bisa berpikir jernih saat ini, tetapi masih bisa memuji kecantikan gadis di hadapannya dalam hati.
"Ma-maafkan aku, Rayhan. Aku telah lancang memasuki dapurmu. A-aku hanya ingin membuat segelas susu," jawab Lisa takut.
Rayhan mendengkus. Sebelah tangannya mengelus sisi wajah Lisa dan mengagumi kelembutan wajah itu. "Aku tahu, kau pasti sulit tidur. Apa kau ... memerlukan bantuan untuk tidur nyenyak?" bisik Rayhan dengan suara parau.
Lisa menelan air liurnya kasar. "A-apa?"
Seringaian Rayhan semakin menjadi. Kini tangannya menangkup wajah Lisa dan memegangnya erat. Jantung Lisa berdegup liar. Ia belum pernah disentuh laki-laki mana pun seintim ini. Seumur hidupnya, ia tidak pernah mempunyai kekasih. Hanya yang sering terjadi padanya adalah cinta yang bertepuk sebelah tangan.
Rayhan menarik wajah Lisa dengan kelembutan teramat sangat, kemudian mendekatkan bibir mereka. Lisa mematung seperti terkena sihir atau hipnotis dan semacamnya. Ia terpaku pada bibir Rayhan yang merekah dan mulai bersentuhan dengan bibirnya sendiri.
Shhh ... Lisa merasa ada ribuan sengatan yang menyiksa tubuhnya saat bibir mereka bertemu. Ini adalah ciuman pertamanya dengan pria asing dan mabuk. Bodohnya, ia hanya diam saja seperti sebuah patung pajangan.
Rayhan mencium Lisa seperti ia mencium wanita-wanitanya, rakus dan kasar. Lisa menahan tubuh Rayhan dengan kedua tangan kurusnya, tetapi tidak kuasa melawan. Laki-laki itu menciumnya tanpa rasa hormat, penuh serta mendesak. Lisa kesulitan bernapas dan menolak membuka mulutnya. Pada awalnya Lisa merasa tersihir, tetapi sekarang ia merasa dilecehkan oleh laki-laki itu.
Lisa menginjak kaki Rayhan sekuat tenaga, dan pada saat itulah mulutnya terbebas. Gadis itu menghirup udara sebanyak-banyaknya. Ia merasa nyeri di bibirnya akibat ciuman paksa Rayhan. Lisa menutup mulutnya, menahan tangisan yang mungkin saja akan meledak sebentar lagi.
Rayhan menyenderkan tubuhnya di konter dapur, lalu tersenyum puas seperti seorang bajingan. Lisa pun segera meninggalkan dapur.
BERSAMBUNG ....
Rayhan memasuki ruang makan dengan penampilan seadanya. Ia hanya mencuci wajah dengan air dingin dan persetan dengan penampilan berantakannya pagi ini. Laki-laki itu tidak ingin lagi tampil penuh wibawa di hadapan Aksa. Keputusan ayahnya untuk menikahi Rana telah menorehkan dendam di hati Rayhan. Jadi, ia tidak peduli lagi dengan semua orang di rumah itu.
Saat Rayhan bergabung di meja makan, tiga orang yang duduk di sana hampir menyelesaikan sarapan mereka. Laki-laki itu menarik salah satu kursi di meja makan itu tanpa menoleh kepada Aksa sedikit pun. Ia bersikap seperti tidak ada siapa-siapa di sana.
Aksa hanya menggeleng-geleng heran. "Rayhan, ucapkan salam pada calon ibumu dan adiknya!" seru Aksa tegas.
Mendengar Aksa mengatakan 'adiknya', otomatis Rayhan mengangkat wajahnya. Apa? Rana dan adiknya?
Rayhan memandang liar ke setiap orang yang ada di sana. Benar, ada wajah baru yang dilihatnya. Seorang gadis berambut hitam yang duduk di samping Rana. Rahangnya berdenyut keras. Tentu saja ia melupakan kejadian semalam.
Lisa menunduk menatap piring sarapannya, tidak berani sama sekali bertemu pandang dengan Rayhan.
"Kau siapa?!" tanya Rayhan dingin kepada Lisa.
"Rayhan, jaga nada bicaramu!" Aksa memperingatkan, membuat putranya itu menggeram.
"Dia adalah adikku, Rayhan. Mulai hari ini dia tinggal di sini bersamaku," jawab Rana.
Rayhan kehabisan kata-kata. Rana benar-benar tidak tahu malu. Dengan kehadirannya saja sudah membuat Rayhan muak, kini ditambah dengan adiknya. Ingin sekali rasanya Rayhan membalikkan meja makan di depan wanita itu.
Rayhan menatap tajam ke arah Lisa sekali lagi. Entah apa yang dirasakannya, seperti ia pernah melihat wajah itu. Wajah yang sangat familier di dalam benaknya. Namun, ketika menyadari Lisa adik Rana, Rayhan bergegas membuang pandangan. Laki-laki itu tidak sudi!
Suasana sarapan pagi itu pun menjadi sangat membosankan bagi Rayhan. Ia tidak menghabiskan makanannya dan kembali ke kamar sesegera mungkin. Laki-laki itu ingin pergi ke apartemen Rizal saja. Berada di dalam rumah lebih lama lagi akan membuat kepalanya meledak. Untuk saat ini, Rayhan akan membiarkan Rana merasakan kemenangannya terlebih dahulu. Lalu setelahnya, ia akan membuat wanita iblis itu menyesal seumur hidup.
***
"Kakak?" panggil Lisa ketika menghampiri Rana yang akan memasuki kamarnya.
Rana tersenyum. "Ada apa, Lisa? Apa kau memerlukan sesuatu?"
Otomatis Lisa menggeleng. "Ng ... tidak. Aku hanya ingin bertanya."
"Apa yang ingin kau tanyakan?"
Lisa terdiam sejenak, kejadian tadi malam terus saja mengganggu pikirannya. Gadis itu tidak akan mengadukan Rayhan, sebab ia sendiri pun merasa malu. Ia hanya ingin menanyakan beberapa hal tentang Rayhan.
"Kak, sepertinya Rayhan membenciku. Apakah … keberadaanku membuatnya terganggu?" tanya Lisa pada akhirnya. Suaranya pelan sekali.
"Kenapa kau menanyakan hal itu? Lisa, dia memang selalu begitu. Lama-kelamaan kau juga akan terbiasa. Rayhan memang sulit menerima orang baru di rumah ini, termasuk aku. Namun, yang penting rumah ini milik ayahnya, calon suamiku. Jadi, kau tidak perlu khawatir, ya?"
Lisa tidak menjawabnya. Melihat kegusaran di wajah sang adik, Rana maju untuk memeluknya. Ia sangat menyayangi Lisa dan tidak ingin adiknya itu merasa tidak nyaman. Sebentar lagi Rana adalah seorang nyonya di rumah ini, jadi Lisa tidak perlu mencemaskan Rayhan.
"Kak, bagaimana kalau aku mencari kerja? Aku tidak ingin hanya duduk saja di dalam rumah megah ini," ujar Lisa tiba-tiba. Ia memang tidak terbiasa berdiam diri sepanjang waktu karena dirinya adalah tipe pekerja keras.
"Kau ingin bekerja? Baiklah, akan kubicarakan dengan Aksa, siapa tahu dia bersedia menempatkanmu di perusahaan," balas Rana ringan.
Lisa kembali menggelengkan kepalanya. "Tidak perlu seperti itu, Kak. Aku akan mencari pekerjaan sendiri. Lagi pula, aku tidak terbiasa bekerja di perusahaan bonafide seperti Andira Group," tolak Lisa lembut. Ia tidak ingin terlalu bergantung pada Aksano Andira.
"Apa kau yakin? Sebenarnya kau tidak perlu bekerja lagi, Lisa."
Lisa tersenyum penuh arti. "Aish, jangan memanjakanku, Kak. Aku tidak tahan jika menganggur saja. Kalau begitu, besok aku akan mulai mencari pekerjaan, hehehe ...."
Rana menghela napas. Ia mengerti dengan sifat keras kepala adiknya. Sejak dulu, Lisa tidak pernah meminta bantuan orang lain, tetapi akan menerima apa saja yang diberikan kakaknya.
Benar-benar adik yang baik, batin Rana bangga.
Tanpa mereka sadari, ada orang yang memperhatikan mereka dari jauh, yang tidak lain adalah Rayhan Andira.
Rayhan memperhatikan gerak-gerik Rana dan Lisa. Dari sana, ia dapat menyimpulkan bahwa Rana amat menyayangi adiknya. Laki-laki itu menyeringai. Seorang iblis seperti Rayhan Andira dengan mudahnya mencari cara-cara licik untuk menghancurkan hidup seseorang, terutama seorang gadis.
***
Tanpa disuruh masuk terlebih dahulu, Rayhan dengan seenaknya menerobos pintu apartemennya Rizal. Ia mempunyai kunci serta mengetahui password apartemen sahabatnya.
Rayhan langsung menuju dapur untuk mencari sebotol bir. Laki-laki itu bertanya-tanya apakah Rizal berada di apartemennya atau tidak.
"Hei, Zal! Apa kau di sini?!" teriak Rayhan sambil berjalan ke ruang tengah. Ia menyalakan televisi di sana dan menyelonjorkan kaki di atas sofa.
Tidak lama kemudian, terdengar pintu kamar terbuka dan Rayhan pun menoleh ke sana. Laki-laki itu tergelak ketika melihat Rizal keluar dengan hanya mengenakan celana boxer-nya saja. Tubuhnya berkeringat dan rambutnya berantakan.
Rayhan melihat kembali ke arah televisi, sedangkan Rizal menatap penuh dendam padanya. "Aish, dasar pengganggu! Kenapa tidak bilang dulu mau ke sini!" bentak Rizal sambil bertolak pinggang.
Lalu, selang beberapa detik muncul seorang gadis dari dalam kamar Rizal. Siapa lagi kalau bukan Carissa, ia hanya memakai celana pendek dan kemeja Rizal. Ekspresi wajahnya tidak kalah dongkol dari Rizal.
"Tidak tahukah kalian kalau aku sedang kalut! Jadi, sekarang temani aku minum!" seru Rayhan marah.
Carissa dan Rizal saling pandang, kemudian mereka berdecak sebal. Carissa duduk sisi sofa lain, sementara Rizal mengambilkan dua botol bir untuk dirinya dan coke untuk sang kekasih. Carissa menatap Rayhan lamat, lalu melipat kaki rampingnya sebelum melontarkan pertanyaan pada Rayhan.
"Sekarang apa lagi? Minggu depan adalah pernikahan Rana dan ayahmu. Jadi, kenapa kau masih kalut? Biarkan saja mereka bahagia."
Rayhan menguliti Carissa dengan pandangannya. "Kau menyuruhku bahagia? Hei Rissa, kau ingin mati muda, ya?" tanya Rayhan. Ia tahu Carissa tadi mencemoohnya.
"Jangan coba-coba membunuh kekasihku kalau kau masih sayang dengan nyawamu!" tukas Rizal yang baru saja bergabung dengan mereka. Dia menaruh sekaleng coke untuk Carissa, sedangkan ia sendiri memegang botol bir di tangannya.
"Baby, jangan biarkan Rayhan menyakitiku," rengek Carissa manja.
"Aku tidak akan membiarkanmu disentuh oleh siapa pun, Princess."
Ingin rasanya Rayhan menendang mereka berdua karena sengaja bermesraan di depannya saat ini, tetapi laki-laki itu lebih memilih untuk menonton televisi.
Rizal menyenggol kaki Rayhan. Ia tahu kalau sahabatnya itu sedang butuh teman untuk bicara, tadi ia hanya bermaksud untuk menggoda Rayhan saja.
"Hei, ada apa lagi sekarang? Apa pernikahannya dipercepat, oleh sebab itu kau kalut?" tanya Rizal serius..
Rayhan menggeleng lemah. Ia meneguk birnya untuk ke sekian kalinya. "Tidak, bukan begitu. Kali ini ada masalah baru," ucap Rayhan, lalu mendesah.
"Masalah baru?" Carissa mengangkat kedua alisnya. "Apalagi memangnya?"
Rayhan melirik Rizal dan Carissa bergantian. "Rana Destia membawa serta adiknya yang datang dari desa untuk tinggal bersama kami dan dia bertindak seolah-olah yang memiliki rumah itu!"
"Benarkah?" tanya Carissa. "Wah, Rana sudah keterlaluan. Adiknya laki-laki atau perempuan?"
"Perempuan."
"Lalu, apa ia juga genit seperti kakaknya?" Rizal bertanya.
Rayhan mengangkat bahu. "Mana aku tahu. Aku bertemu dengannya pagi ini. Namun aneh sekali, sepertinya aku pernah melihat wajah gadis itu, tetapi aku tidak ingat di mana."
Rizal dan Carissa kembali saling pandang.
"Apakah dia cantik?" tanya Carissa. Ada seringaian jahil di wajah cantiknya.
Rayhan menatap Carissa sambil mengerjap ragu. "A-apa?" tanya Rayhan.
"Apakah adiknya Rana itu cantik?" Carissa memperjelas pertanyaannya.
Rayhan berdeham. "Ngg ... aku tidak tahu!" jawabnya ketus, lalu meneguk minumannya lagi.
Rizal menyeringai. "Jangan bilang kau kalut karena kehadiran gadis cantik di rumahmu. Hahaha!"
Hati Rayhan mencelos. Ia menatap Rizal tajam seakan-akan ingin melipat tubuh sahabatnya itu menjadi empat bagian. Carissa ikut tertawa di samping Rizal. Rayhan mendengkus jijik, mana mungkin dirinya kalut hanya karena kehadiran Lisa?
"Jangan mengada-ngada, Zal! Aku kalut karena rumahku kini seperti penampungan orang desa! Gadis itu sangat tidak modis dan ... dan tidak seksi. Tidak ada yang menarik darinya. Kalau bisa aku akan menendangnya keluar rumah sekarang juga tanpa sepengetahuan ayahku, aku akan melakukannya!"
"Baiklah, aku percaya padamu. Jadi, kau sepertinya membenci nona kecil Destia itu?" Rizal bertanya lagi.
"Tentu saja. Aku membencinya dari pertama melihatnya!" tegas Rayhan.
"Lalu, apa yang akan kau lakukan? Apa kau akan keluar dari rumah itu?" Ada nada menantang dari suara Carissa.
"Apa kau gila? Tentu saja bukan aku yang harus keluar, melainkan kedua perempuan desa itu! Aku akan melakukan segala macam cara untuk mengusir mereka. Aku hanya perlu menunggu waktu yang tepat," ujar Rayhan sinis.
"Hei, Rayhan. Memangnya apa rencanamu?" tanya Rizal waspada. Ia sangat mengenal Rayhan. Jika sahabatnya itu mempunyai niat yang tidak baik untuk korbannya, Rizal dapat memastikan kalau korbannya tersebut bisa menderita seumur hidup.
Pernah dulu, saat Rayhan berkencan dengan seorang gadis saat mereka masih duduk di bangku kuliah, pemuda yang ternyata kekasih gadis yang menjadi teman kencannya tersebut mengetahui hubungan gelap mereka. Pemuda itu menantang Rayhan sekaligus memperingatkan agar menjauhi gadisnya. Rayhan paling tidak senang jika ada seseorang yang menantangnya, maka laki-laki itu melakukan hal yang benar-benar kejam kepada pemuda tersebut. Rayhan mengikat tubuh pemuda itu dan menyeretnya dengan mobil mengelilingi lapangan bola, sampai pemuda itu cacat seumur hidup karena mengalami patah tulang yang serius di sekujur tubuhnya, dan nasib gadis itu sama menderitanya dengan si pemuda. Rayhan membayar beberapa orang berandalan untuk memperkosa gadis itu.
"Rayhan, apa yang kau rencanakan?" tanya Rizal lagi. Kali ini dengan nada yang lebih serius.
Rayhan menyeringai. Ia tidak akan mengeluarkan rencana biadab di kepalanya saat ini. Laki-laki itu tidak ingin siapa pun mengetahuinya karena dirinya ingin semuanya berjalan lancar.
"Kalian lihat saja nanti."
BERSAMBUNG ....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!