NovelToon NovelToon

Gadis Penakluk Hati Pak Dosen

Aku Belum Siap

Cafe Mentari

"Sa, kapan kamu siap untuk aku kenalkan kepada orang tuaku?"

Arbi menatap Sasa dengan mata yang sendu, laki laki itu memegang tangan kekasihnya dan meminta jawaban atas pertanyaan nya.

Sasa membalas pegangan tangan Arbi, lalu tanpa ragu menatap manik mata laki laki di depannya yang sudah di pacarinya selama tiga tahun.

"Maaf Ar, bukannya aku menolak atau aku meragukan mu, bukan Ar."

Air mata sudah jatuh di pipi mulus Sasa, dan Arbi dengan cekatan langsung menghapus dengan tangannya.

"Tapi, kamu tau sendiri, aku bukanlah dari keluarga kaya raya, aku bukanlah anak dari konglomerat, bahkan aku sendiri juga tidak tau siapa ayah kandungku. Aku hanya di besarkan oleh Om ku yang kebetulan dari golongan berada, dan kamu juga tau, ketika Om ku meninggal aku sudah tidak punya apa apa, bahkan kuliah ku pun kamu yang menanggungnya."

"Lalu apa mau kamu Sa?? setiap aku mau kenalin kamu kepada kedua orang tua ku alasan kamu selalu saja sama."

"Bahkan aku sudah berjanji dengan Om kamu untuk menikahimu."

Arbi mengingat janji yang di ucapkan oleh Om nya Sasa sebelum beliau meninggal.

[Nak Arbi, tolong jaga Sasa, dia sudah tidak punya siapa siapa lagi di dunia ini selain Om dan kamu, dan Om sebentar lagi akan meninggalkan dunia ini, jadi tolong jaga Sasa. Kamu menncintai nya kan nak?? Kalau kamu mencintai nya, menikahlah dengan nya, berjajanliah nak?

Dan setelah itu Om nya Sasa menceritakan tentang asal usul Sasa, siapa Sasa sebenarnya. Hingga Om nya Sasa menghembuskan nafas terkahirnya].

Dan saat itulah, Arbi yang membiayai semua kuliah dan kehidupan Sasa, hingga Sasa bisa kembali ke Indonesia dan membuka sebuah butik untuk menopang hidupnya.

Sasa adalah adik tingkat Arbi sewaktu mereka kuliah di London. Sasa bukan anak orang kaya, dia dari kecil sudah hidup dengan Om nya dan Tante nya. Om nya hanya seorang manager di salah satu anak cabang perusahaan orang tua Arbi yang ada di Jakarta, dan karena sesuatu hal Om dan Tante Sasa di pindah tugas kan ke London untuk membantu mengurus perusahaan yang ada di sana, dan juga waktu itu dengan ibu Sasa, yang merupakan seorang janda, oleh karenanya, Sasa dan ibunya di bawa sekalian untuk pindah ke London bersama Om dan Tante nya, hingga satu persatu meninggalkan Sasa.

Usia Sasa dan Arbi terpaut dua tahun, Arbi mengenal Sasa sewaktu di kampus. Arbi tertarik dengan Sasa bukan hanya dia cantik, selain cantik juga pintar dan apa adanya.

Hingga Arbi lulus kuliah dan meninggalkan London, karena kebetulan orang tua Arbi yang sakit sakitan dan menginginkan Arbi untuk menggantikannya memimpin perusahaan.

Karena Sasa masih kuliah, Arbi terpaksa meninggalkannya di negara tetangga, tentu dengan seorang Om yang sudah sakit sakitan, hingga Sasa lulus, lalu Om nya meninggal dan Arbi membawanya kembali ke Indonesia.

"Lalu apa mau kamu Sa?"

Arbi mengulangi pertanyaan itu lagi, karena Sasa sedari tadi hanya terdiam saja, bahkan sesekali menghapus air mata nya yang sedari tadi menetes karena teringat akan Om nya, Om sekaligus sudah dianggap Ayah Sasa sendiri.

"Tolong berikan aku waktu dulu Ar. Aku mau meniti karir ku dulu, sebentar saja. Kamu tau kan, kalau cita cita ku ingin jadi desainer hebat?? dan aku baru saja memulainya."

Sasa menggenggam tangan Arbi, meyakinkan laki laki yang berparas tampan itu untuk mengerti dirinya, tetapi dia tidak mengerti Arbi.

"Huffh..." Arbi menghembuskan nafasnya kasar. Dia memalingkan wajahnya sebentar, melihat ke arah jalanan luar. Dia tidak ingin melihat gadis yang di cintai menangis, apalagi menangis karena nya.

Sebenarnya Arbi tidak mempermasalahkan soal pernikahan, dia akan tetap menunggu Sasa, tetapi dorongan dari kedua orang tua Arbi membuat Arbi ingin cepat cepat menikahi Sasa.

"Hanya karen itu kan?? tidak karena laki laki lain?"

Sasa menggeleng, di dalam hatinya mana mungkin dia akan mengkhianati Arbi, sementara Arbi sudah banyak membantu nya selama ini, meskipun rasa cinta nya tidak sebesar rasa cinta yang Arbi berikan pada nya, Tetapi Sasa tidak akan pernah mengecewakannya.

"Tidak Ar. Mana mungkin aku mengkhianati mu? kamu telah banyak membantu aku dan juga Om ku. Jahat sekali jika aku harus membalasnya dengan menyakiti mu."

Tutur Sasa dengan lembutny, tetapi kata kata yang barusan Sasa ucapkan malahan membuat Arbi emosi karena menganggap Sasa tidak mencintainya dan hanya membalas budi nya saja.

Arbi melepaskan genggamnan tangan Sasa, seketika dia menjauhkan tangannya dari tangan Sasa dan memalingkan wajahnya lagi. Kali ini Arbi marah, dia sangat emosi mendengar ucapan kekasihnya. Yah Arbi memang bukan tipe laki laki manis dan bersikap lembut, dia adalah laki laki arogan yang tidak pernah tersenyum dan berucap lembut. Namun karena Sasa lah perlahan lahan sifat jelek Arbi hilang, tetapi hari ini...

"Jadi kamu tidak mencintai ku Sa?? jadi kamu selama ini bersama ku hanya karena ingin membalas budi sama aku saja?Iya Sa?"

Arbi menaikkan volume suara nya, dalam pikirannya, ini adalah alasannya kenapa Sasa selalu menolak untuk di kenalkan kepada orang tua nya.

"Bu kan begitu Ar, aku!"

Ucap Sasa dengan bergetar, melihat raut wajah Arbi membuat dirinya takut seketika. Sasa mencoba meraih tangan Arbi, namun Arbi menepisnya, Sasa tidak tau harus berbuat apa. Ini pertama kalinya melihat Arbi emosi dan marah padanya.

"Alasan.!! hanya alasan kamu saja.!"

"Aku jadi semakin yakin jika kamu tidak mencintai ku Sa. Apa kurang nya aku??"

Arbi memalingkan wajahnya, kali ini Sasa bener bener telah membuatnya kecewa, tiga tahun menjalin hubungan dengan nya, tidak membuat gadis yatim piatu itu dengan mudah bisa langsung di ajak untuk menikah.

"Sekarang, aku tau semua. Terserah!! apa yang kamu akan lakukan.!"

Arbi dengan emosi meninggalkan Sasa, dia tidak ingin menyakiti Sasa lebih lanjut lagi. Arbi memilih pergi, daripada dia nanti melakukan kekerasan yang berdampak buruk.

"Ar....."

Sasa berteriak, namun sayang sekali Arbi tidak mendengarnya dan memilih pergi meninggalkan dirinya yang masih menangis.

"Arbi, maafkan aku. Aku hanya ingin memantaskan diriku supaya lebih pantas bersanding dengan mu.."

Ucap Sasa, namun tidak di dengar oleh Arbi yang sudah pergi meninggalkannya begitu saja. Sasa yakin kalau Arbi saat ini sedang kecewa dengan nya dan itu terlihat dari wajah Arbi.

Setelah kepergian Arbi, Sasa juga meninggalkan Cafe mentari.Tujuan utama nya saat ini adalah ke butik, butik yang baru beberapa bulan di buka nya dan tentunya itu atas bantuan Arbi.

Dengan pikiran yang kalut, Sasa mengemudikan mobilnya menuju butik di mana tempat dia mempraktekkan ilmu nya dan menggantung kan cita cita nya di sana.

Anak Yang Baik

Di tempat lain.

Di sebuah Ruko, yah hanya Ruko (Rumah Toko) seorang gadis cantik yang baru saja menduduki bangku kuliah masih bergelung dengan selimutnya, padahal matahari sudah dari tadi menyinari bumi.

Tok....tok......

"Nggi....kuliah jam berapa? ini sudah siang."

Bunda Ani mengetuk pintu, karena tidak ada suaranya, janda dengan satu orang anak itu langsung masuk, dan kebetulan tidak di kunci pintunya.

"Ya ampun Anggi!!!" teriak Bunda Ani.

Bunda Ani kaget ketika meliihat anak semata wayangnya masih berada di dalam selimut, sepertinya masih asik dengan mimpinya.

"Nggi Anggi, bangun nak. Kuliah jam berapa?"

Bunda Ani menarik selimut Anggi, kemudian menggoyang goyangkan badannya.

"Bunda...."

Anggi kaget, dia melihat ada Bunda di kamarnya dengan wajah yang garang, seperti Kak Ros yang sedang memarahi upin dan ipin.

"Kamu semalam pulang jam berapa? sudah Bunda bilang, gak usah bekerja di Cafe itu Nggi. Biarkan Bunda yang mencari uang." Tutur Bunda lembut.

Anggi menggeleng, dia bukan gadis pembangkang yang tidak menuruti perkaataan orang tuanya, tetapi karena keadaan lah yang membuat Anggi harus ikut membantu mencari uang.

Jika ayahnya masih hidup, mungkin keadaan Anggi dan Bunda Ani tidak semenyedihkan seperti ini. Tetapi mereka masih bersyukur karena masih di berikan tempat tinggal, meskipun tidak semewah rumah nya dulu. Dengan Bunda Ani yang masih bisa memenuhi kehidupan dirinya dan juga Anggi dengan kemampuan Bunda yang bisa membuat kue kue, hingga akhirnya beliau membeli sebuah Ruko, yang atas untuk tempat tinggal, yang bawah untuk toko kue sekaligus dapur untuk membuat kue nya.

Sedangkan Anggi, dia mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan ke Universitas yang di impikan nya, karena berkat kerja keras belajarnya selama tiga tahun di SMA.

Satu tahun yang lalu. Pabrik Ayah nya mengalami kebakaran yang mengakibatkan Ayah Anggi mengalami kerugian yang sangat besar hingga menyebabkan kebangkrutan.

Karena tidak kuat mendapat tekanan dari para pekeja yang menuntut upah, dan juga rekan bisnis dari Ayah Anggi yang meminta ganti rugi, serta ada yang memutuskan kontrak kerja sama secara sepihak, mengakibatkan Ayah Anggi jatuh sakit dan meninggal dunia.

Kesedihan yang di rasa Anggi dan Bunda Ani tidak sampai di situ saja. Sehari setelah Ayahnya di makamkan, Rumah besar yang sudah belasan tahun di huni harus di tinggalkan nya segera, karena untuk membayar hutan pada pihak Bank, itu pun belum bisa menutup hutang yang di tinggalkan oleh Ayah Anggi.

Alhasil, dengan sisa tabungan Yang Bunda Ani punya, Bunda Ani membeli sebuah Ruko yang letaknya sangat strategis, tentunya dengan harga yang terjangkau sesuai dengan keuangan Bunda saat itu.

Perlahan lahan Bunda Ani dan juga Anggi semakin bangkit, mereka harus tetap semangat menjalani kehidupan dunia yang penuh dengan teka teki ini. Dengan semagat yang kuat, Bunda Ani bisa membangun toko kue yang bisa di bilang tidak pernah sepi dari pelanggan setiap harinya.

Dan tentunya, sebagian hasil berjualan kue di gunakan untuk mencicil hutang yang suami nya tinggalkan. Begitu juga dengan Anggi yang ikut membantu Bunda Ani dengan bekerja paruh waktu di salah satu cafe yang sangat ramai pengunjug.

Sampai sekarang mereka tentunya masih mengumpulkan uang untuk membayar utang utang yang entah sampai kapan tiap bulannya.

"Nggi?? di tanya Bunda kenapa hanya diam saja? kamu pulang jam berapa? pasti larut sekali nak?"

Bunda Ani membelai rambut Anggi, beliau yang tadi nya mau marah marah, malihat Anggi dengan mata pandanya jadi mengurungkan niatnya.

"Jam sebelas Bunda. Maaf ya Bun. Anggi semalam lembur.."

Bunda langsung memeluk Anggi dengan erat nya, tidak seharusnya Anggi melakukan ini, tapi Bunda sudah melarangnya namun anak itu tetap keras kepala.

"Bunda yang seharusnya meminta maaf, karena Bunda lah kamu menjadi seperti ini, bekerja di cafe, pulang malam. Anak seusia kamu seharusnya menikmati masa masa remaja dengan indah, bukannya malahan bekerja. Kamu berhenti bekerja saja ya? Bunda masih sanggup untuk membiayai kehidupan kita sehari hari.."

Ucap Bunda lembut, merasa kasihan dengan Anggi, gadis yang seharusnya asik bermain dengan teman teman nya kini malahan harus ikut membantu mencari uang.

"Gak Bun... aku gak apa apa. Bunda memang bisa menghidupi aku, aku percaya itu, tetapi bagaiamana dengan cicilan hutang itu?? bulan kemarin kita aja sudah gak bayar, masak besok juga harus gak bayar lagi. Lagian aku kerjanya aman kok Bun dan gak ganggu kuliah aku."

Bunda mengangguk, memeluk Anggi lagi, mengusap lembut rambut Anggi. Beliau tau kalau Anggi anak yang kuat, tetapi beliau juga tau kalau pulang malam itu sangat bahaya.

"Ya sudah. Tapi kalau bisa jangan pulang malam nak, bahaya. Oh ya semalam kamu pulang sama siapa?"

"Sama Dito Bun. Anggi sengaja menelpon Dito, takut juga karena sudah malam, habis ujan lagi pastinya sepi.."

Dito adalah sahabat Anggi sejak kecil, yang dulunya rumah mereka berdekatan, hingga musibah yang menimpanya, mau tidak mau Anggi harus meninggalkan rumah itu.

Tapi, tidak bertetangga lagi bukan membuat hubungan persahabatan Dito dan Anggi menjadi pudar. Bahkan Dito juga pernah menawarkan bantuan kepada Anggi, agar Anggi bekerja menjadi asisten nya di kantor, Tetapi Anggi menolak.

Dito dan Anggi berbeda umur, Dito tujuh tahun lebih tua daripada Anggi, namun dia tidak mau dipanggil dengan kakak ataupun abang, karena kesannya lebih tua.

"Oh.....kirain di anterin sama temen mu siapa itu yang anaknya rada kemanyu...?"

"Boby Bun. Laki laki tapi imut dan lemah gemulai."

Anggi jadi cekikikan sendiri membayangkan salah satu temanny yang bernama Boby itu. Namany aja yang sangar tapi wajahnya enggak.

"Hus...jangan ngetawain. Kasian dia...."

Bunda langsung menyentil kening Anggi karena kedapatan putrinya sedang menertawakan temannya yang lemah gemulai itu.

"Aduh sampai lupa. Ini jam berapa?"

Anggi melihat jam dinding di kamarnya, dan dia masih bernafas lega karena masih satu jam lagi jadwal kuliah nya.

"Aman. Aku mandi dulu ya Bun.?"

"Iya sayang, habis itu langsung turun. Oh sampai lupa, Dito tadi ke sini, nganterin sarapan buat kamu, katanya titipan dari Mamah nya."

"Wah pasti enak tuh masakan buatan Tante Dira.", puji nya yang memang sudah pernah merasakan masakan Mamah Dito.

Anggi mengambil handuk, kemudian bergegas ke kamar mandi, tapi sebelumnya....

"Nggi? kamu beneran gak ada apa apa dengan Dito?"

Tanya Bunda serius, yang membuat Anggi menghentikan langkahnya dan berbalik menghampiri sang Bunda.

"Aku dan Dito murni bersahabat Bun. Kita bahkan sudah seperti saudara. Selain sahabat, aku sudah menganggap Dito sebagai kakak aku, dan sebaliknya Dito sudah menganggap aku sebagai adiknya. Tante Dira pun sudah tau."

"Jadi, Bunda jangan berpikiran macam macam. Lagian juga Dito sudah ada seseorang yang di taksir. Nanti kalau dah dapat pasti di kenalin sama Bunda."

Kecelakaan

Bunda keluar dari kamar Anggi dan menutup pintunya dengan pelan pelan, sangat pelan karena Bunda adalah wanita yang kalem.

Bunda ke bawah, melihat ke dapur dan mengecek kue nya yang baru saja di buat. Bunda membuka toko kue di bantu dangan satu orang karyawan wanita yang sudah di anggap nya sebagai anak nya sendiri.

Yah hanya satu orang saja yang Bunda pekerjakan, untuk lebih dari itu Bunda sudah tidak sanggup lagi membaayarnya. Apalagi bisnis makanan saat ini, sedang naik turun, tidak stabil yang membuat perekonomian Bunda juga naik turun.

Maklum lah namanya juga berjualan, hari ini habis, belum tentu besok juga habis. Hari ini tidak laku, belum tentu besok juga begitu.

"Sudah mateng Sar?"

Tanya Bunda kepada Sari, karyawan satu satu nya di toko kue Bunda Ani.

Sari tadi di minta untuk meneruskan meng oven kue yang sudah Bunda buat, dengan berbekal lulusan sekolah menengah kejuruan jurusan tata boga, Sari sudah paham dengan urusan perdapuran, bahkan membuat kue juga Sari sudah bisa, tentuny tidak seenak buatan Bunda Ani.

"Sudah semua nya Bun"

Jawab Sari yang memang sudah menganggap Bunda Ani sebagai ibu nya sendiri, karena Sari sudah kehilangan ibunya semenjak dia masih kecil, dan ayahnya meninggalkannya lalu menikah dengan wanita lain. Sehingga Sari di asuh oleh neneknya, dan satu tahun yang lalu, Nenek nya juga meninggalkan nya untuk selama lamanya.

"Kalau begitu kita sarapan sekarang.."

"Tapi Bun. Sari belum memasak atau membeli nya di warung?"

Sari tertunduk lesu, Bunda Ani sudah mengajaknya sarapan, tetapi dia belum menyiapkan sarapannya. Ada rasa bersalah di benak Sari.

"Gak perlu beli atau masak. Tuh liat di sana!"

Bunda menunjuk rantang yang berada di meja dan tentunya itu adalah menu sarapannya.

"Pasti dari Mas Dito."

Bunda Ani mengangguk, "Yah sayang antara Dito dan Anggi tidak ada hubungan apa apa, mereka murni sahabatan saja. Padahal Dito anaknya baik, Bunda lebih tenang jika Anggi bisa menikah dengan Dito, tapi itu tidak mungkin terjadi."

"Sari tolong kamu siapkan semuanya ya, sebentar lagi Anggi pasti turun."

Sari mengangguk lalu mengambil rantang makanan yang diberikan oleh Dito, membukanya, dan menaruh satu persatu isinya di piring.

Di dalam kamar, Anggi yang sudah rapi dan siap untuk berangkat ke kampus langsung saja mengambil kunci motornya., lalu bergegas ke bawah.

"Sarapan dulu Nggi, masih bisa kan?"

Bunda Ani melihat Anggi yang barun saja turun dari tangga.

"Masih bisa Bun."

Anggi pun menjawab dan langsung duduk di samping Bunda Ani, mengambil piring dan menaruh nasi beserta lauk pauk di atasnya.

Mereka bertiga makan dengan diam, bukan tidak boleh makan sambil bersuara tetapi memang kebetulan tidak ada yang perlu di obrolkan.

Anggi melihat jam di tanganny, masih tiga puluh menit, dan gadis cantik itu sudah menyelesaikan sarapannya.

"Bun, aku berangkat dulu."

Anggi salim kepada Bunda Ani dan mencium punggung tangannya.

"Hati hati. Nanti pulang jam berapa?"

"Pulang malam ya Bun. Setelah kuliah, Aku langsung ke cafe. Tapi janji gak seperti semalam."

Jawab Anggi meyakinkan Bunda Ani agar tidak perlu khawatir dan mencemaskannya.

"Bunda gak usah khawatir ya."

Bunda terpaksa mengangguk padahal di dalam hati nya sangat mengkhawatirkan Anggi, tetapi Bunda tidak mau membuat Anggi bersedih.

"Bagaimana Bunda tidak khawatir, kamu anak Bunda satu satunya.Tapi Bunda percaya, kamu bisa menjaga diri nak."

Ucap Bunda tulus lalu mencium kening Anggi.

"Ya sudah. Anggi kuliah dulu ya Bun. Mbak Sari nitip Bunda."

Bunda Ani dan Sari mengangguk, dan berjalan ke luar, mengantarkan dan melihat Anggi sampai tidak terlihat lagi.

"Bunda masuk, angin di luar sangat kencang."

Ucap Sari dan langsung membawa Bunda Ani masuk ke dalam.

"Sari, mengapa perasaanku tidak enak begini?"

Bunda Ani tiba tiba merasakan tidak enak, ada sesuatu yang menyesakkan dada nya. Tapi Bunda mencoba berpikir secara positif, dan menepis perasaan yang tidak enak itu.

"Hanya perasaan Bunda saja. Bunda duduk saja, Sari bikinin teh hangat."

Bunda duduk seperti yang di katakan oleh Sari.

Semoga kamu benar Sar, dan hanya perasaan Bunda saja.

*****

Sasa yang keluar dari Cafe Mentari tadi, kini melajukan mobilny, niat awal ingin langsung ke butik karena pekerjaan ny sudah menanti di sana.

Tetapi setelah berulang kali menghubungi Arbi, Arbi tidak sama sekali menjawab panggilan telepon nya. Sasa mendadak khawatir, karena Arbi tidak pernah marah sampai seperti ini.

Dan Sasa memutuskan untuk ke Perusahaan Arbi, di mana Arbi setiap hari membantu Papah nya di sana.

"Arbi maafkan aku"

Ucap Sasa lirih, dengan tangan kirinya memegang ponsel dan tangan kanan nya memegang setir kemudi.

Sesekali Sasa menekan tombol di ponselnya dan menghubungkan dengan Arbi, namun laki laki itu sama sekali tidak mengangkat nya.

Hingga Sasa beberapa kali tidak fokus mengemudikan mobilnya karena kepikiran dengan Arbi.

Dan.......

Brakk

Citt...

Brakk

Brakk

Suara hantaman dari mobil berualang kali di dengar oleh warga dan pengguna jalan nya lainnya.

Terlihat mobil yang di kemudikan oleh Sasa menabrak pengendara motor dan setelah itu oleng kekanan sehingga menabrak pembatas jalan yang akhirnya mobil itu terguling berulang kali.

"Tolong...tolong.."

teriak seorang wanita yang baru saja melintas saat kecelakaan itu terjadi. Mendengar dan melihat ada kecelakaan, warga sekitar langsung menghampiri dan menolong.

Dito, sahabat Anggi yang kebetulan melintas, melihat ada ramai ramai lalu memelankan laju mobilnya.

Dari dalam mobil, Dito bisa melihat Mobil Sasa terguling dan tidak terbentuk lagi. Dia menggelengkan kepala nya pelan, merasa kasian dengan nasib seseorang yang ada di dalam sana, yang Dito juga tidak tau siapa pengemudi mobil naas itu. Apakah perempuan atau kah laki laki?

"Siapapun kamu, semoga kamu selamat. Amin."

Setelah melihat ke mobil yang sudah tidak berbentuk itu. Dito lalu melihat ke samping, melihat banyak orang yang sedang menolong korban yang di duga di tabrak oleh sang pengemudi mobil naas tadi.

"Kenapa perasaan ku tidak enak begini?"

Tiba tiba Dito merasakan nyeri di dada nya, dan peraaan yang tidak karuan.

Dito menepikan mobilnya, dan keluar untuk melihat seseorang yang menjadi korban tabrakan tadi.

"Maaf Pak, apakah yang di sana adalah korban yang ditabrak mobil?"

Dito menujuk segerombolan orang yang ada di sana, dan juga segerombolan orang yang sedang mengevakuasi mobil itu.

Bapak berbaju kotak kotak itu mengangguk, tanda membenarkan.

"Bagaimana kondisinya, dan perempuan atau laki laki?"

Tanya Dito lagi karena dia belum bisa mendekati ke tempat kejadian, yang sudah banyak nya orang orang yang berkerumunan.

"Perempuan itu tidak sadarkan diri. Sepertinya tidak apa apa, hanya motor scoopy merah nya saja yang rusak parah.."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!