Sebuah cinta yang terbentuk saat kita balita, hingga aku tahu apa yang sebenarnya aku rasakan, rasa cinta yang sangat dalam.
Namun pernah sekali aku berpikir, apakah cinta itu benar nyata?, apakah hal itu benar adanya?, mungkin aku tak akan percaya, namun, ada apa dengan rasa ini, perlahan rasa ini tumbuh tampa dipinta, rasa sayang ini ingin sebuah balasan.
…
Gadis cantik itu tengah sibuk belajar, mata bening dibalik kaca mata itu tak berkedip kala melihat isi tulisan dari buku yang sedang ia baca.
Rambut coklat keemasan itu tergerai sempurna, bibir kecilnya terus bergerak, membaca setiap kalimat dari buku yang ada ditangan-nya. Jemari lentiknya menyoret beberapa bagian dari buku.
Tanpa lelah Yuriel belajar dengan sangat giat, gadis cantik itu akan mengikuti lomba tingkat provinsi yang akan dilaksanakan besok pagi, sebagai perwakilan dari kampusnya, Yuriel mengemban tugas yang sangat besar, dengan giat Yuriel belajar, agar segala yang ia cita-citakan bisa tercapai.
Tak lama pintu kamarnya diketuk, gadis cantik itu menoleh kearah pintu, perlahan pintu itu dibuka, disana terlihat Eliza tengah berdiri, bibirnya tersenyum manis melihat putri semata wayangnya sangat giat belajar.
"Makan dulu yuk, ayah sudah nunggu dibawah" ujar Eliza, perlahan pintu kamar Yuriel kembali ditutup.
Yuriel menghembuskan nafasnya kasar, matanya menatap foto bayi jabrik yang disimpan diatas meja. Setiap kali Yuriel menatap foto itu, hatinya selalu bergetar, seperti disengat listrik tegangan tinggi.
Sahabat masa kecil yang tak bisa Yuriel lupakan sampai dengan saat ini. Kalau saja ada sebuah kesempatan, dimana mereka dipertemukan lagi setelah sekian lama, Yuriel akan sangat bahagia.
Yuriel mengikat rambutnya asal, lalu segera bangkit dari kursi dan berjalan kearah luar kamarnya, untuk memenuhi panggilan dari sang ibunda.
Yuriel kini sudah sampai diruang makan, tangan-nya menggeser kursi agar dia bisa duduk.
"Cepat makan, ayahmu ingin bicara" ujar Eliza sambil menyodorkan piring yang telah diisi dengan nasi.
diruang makan hanya ada suara dentingan antara sendok yang diadukan dengan garpu, suasana nampak canggung, ayahnya nampak fokus dengan makanan-nya, begitu pula dengan sang ibunda. Mendadak perasaan Yuriel kurang mengenakan dengan hal itu.
Setelah selesai makan, mereka beralih pada ruang tengah, Ardi menatap putrinya dengan tatapan serius, sedangkan Yuriel, gadis itu hanya menunduk sambil mengelap kaca matanya yang sudah memburam.
"Ayah ingin membicarakan sesuatu" ujar Ardi serius, perlahan wajah Yuriel terangkat, menatap wajah sang ayah yang nampak tegas.
"Ada apa ayah?" tanya Yuriel sambil mengenakan kaca matanya kembali.
"Usiamu kini sudah cukup dewasa, sudah saatnya kamu memiliki keluarga sendiri, kehidupanmu sendiri, jadi karna kamu tidak ingin berusaha mencari seorang pria untuk menjadi pendampingmu, ayah berniat menjodohkanmu dengan anak sahabat ayah" ujar Ardi.
"Apa ayah?, dijodohkan?, tidak-tidak, ayah tahu kalau aku ini masih ingin merintih karirku, aku belum ingin memiliki sebuah keluarga" tolak Yuriel.
"Tolonglah Yuriel, ayah sudah berjanji pada sahabat ayah ini, tak apa kalau kau menolak, tapi setidaknya kita lihat lelakinya sekali saja" ujar Ardi mencoba mendesak putrinya.
"Baiklah, tapi beritahu aku dulu siapa pria itu?" tanya Yuriel.
"Namanya Hafizh Ramadan Zian Alfarezi"
"Apa Alfarezi, jadi maksud ayah aku akan dijodohkan dengan Rezi?, ceo dingin dan kasar itu?" tanya Yuriel tak terima.
"Cobalah pikirkan sekali ini saja, ini permintaan dari ayah"
"Gak perlu, aku gak setuju" ujar Yuriel sambil menaiki anak tangga, berjalan menuju kamarnya.
Setelah sampai dikamar, Yuriel menatap foto bayi yang ada diatas meja, pikiran-nya benar- benar kacau, memang menikah dengan Rezi tidak ada salahnya.
Namun Yuriel merasakan sebuah rasa pada foto bayi yang ada dihadapan-nya, walaupun dirinya tak tahu wajah siapa yang setiap hari ia pandang, namun hatinya selalu berkata kalau bayi itu adalah tambatan hati yang selama ini ia cari.
Pria tampan berjas hitam itu terlihat sangat gagah, dengan rambut jabriknya, menambah kesan maskulin pada pria itu.
Pria yang beberapa bulan lalu baru saja menyelesaikan kuliahnya, kini dia benar dinobatkan menjadi ceo muda di perusahaan kakeknya.
Pria yang tak pernah mengenal cinta ataupun wanita, siapa lagi kalau bukan Rezi, pria yang seumur hidupnya ia habiskan untuk menuntut ilmu, mana sempat untuknya mencari seorang wanita.
Dari balik tembok kaca, banyak mata terus memandanginya, bagaimana tidak?, hanya dengan melihat wajah tampan Rezi saja, semua orang sudah jatuh hati.
Risih dengan tatapan itu, Rezi menekan salah satu tombol yang berada tak jauh dari meja kerjanya, secara otomatis gordeng tertutup rapat.
Rezi kembali fokus pada apa yang sedang ia kerjakan, namun tak berapa lama, seseorang membuka pintu, Rezi menoleh kearah pintu, dilihatnya Dito, pria muda yang tak lain dan tak bukan putra dari Yudha, Dito mendekat dengan tergesa-gesa.
"Gawat bang, kak Anna udah disini" serunya
"Mama disini?" gumamnya pelan, tak perlu pikir panjang, Rezi segera mengambil kunci mobil nya dari atas meja, keluar dari dalam ruangan-nya sambil menyelinap dibalik meja para pegawai.
Apa yang dia takuti benar terjadi, pasti Anna akan menyuruhnya untuk menyetujui perjodohan yang telah ditetapkan.
Dilihatnya Anna sudah sampai didepan pintu masuk, Rezi segera bersembunyi dibalik meja resepsionis.
Melihat bosnya bertingkah seperti kucing yang dikejar anjing, membuat kariawan-nya terheran, bos yang selama ini selalu bersikap cool dan dingin, sikapnya kini berubah 180° hanya karna seorang wanita yang tak lain adalah ibunya.
Anna terus berjalan melewati beberapa pegawai, senyuman itu selalu terlukis dibibur manisnya. Namun pandangan-nya dengan cepat menangkap mahluk asing yang bersembunyi dibawah meja "Dito" panggilnya kencang.
Kini Dito benar-benar tidak bisa mengelak atau menghindar, tempat persembunyian-nya sudah diketahui oleh Anna.
Dito berjalan pelan ke arah Anna, kepalanya tertunduk tak kuasa menatap tatapan tajam dari Anna.
"Rezi mana?" tanya Anna.
"Bang Rezi emmm....., meating, iya meating, meating" jawab Dito terbata-bata.
"Masa sih, padahal sebelum kesini, udah bilang sama sekertarisnya, katanya hari ini kosong" ujar Anna bingung.
"Mungkin bang Rezi kabur gara-gara gak mau ketemu sama mbak Anna" ujar Dito, pria muda itu menutup mulutnya rapat kala kata yang disembunyikan tak sengaja ia lontarkan.
Sesuatu yang diawali degan kebohongan memang tidak akan berjalan dengan baik.
"Berani bohong ya kamu sama kakamu ini?, awas aja nanti kak Anna bilangin sama om Yudha" ancam Anna.
"Janga kak jangan" ujar Dito sambil memegang kaki Anna, kalau sampai perbuatannya ini diberi tahukan pada Yudha, tamatlah riwayat Dito.
Begitulah akhir dari Dito yang malang, siap-siap diomeli habis-habisan oleh kakaknya.
Berbeda jauh dengan Rezi, pria tampan itu akhirnya bisa bernafas lega, jauh dari sang ibunda membuatnya merasa tenang.
Rezi memutuskan untuk melihat kantor cabang yang ada di kota bagian selatan.
Tak butuh waktu lama, pria tampan itu akhirnya sampai ditempat tujuan, Rezi segera turun dari mobil, pria tampan itu terus melangkah, mendekat kearah pintu masuk. Namun sebelum Rezi masuk kedalam gedung, dering ponsel terdengar.
Rezi memutuskan untuk mengangkat telpon terlebih dahulu.
Gadis cantik berkaca mata itu keluar dari dalam gedung, matanya tertuju pada lembaran kertas yang ada ditangan-nya. Karna tidak fokus pada jalan, Yuriel menabrak seseorang, kertas ditangan-nya berhamburan di lantai.
"Pak kalau angkat telpon jangan ditengah jalan" protes Yuriel pada pria yang berdiri membelakanginya.
Seketika Rezi menoleh, menatap Yuriel yang lebih pendek darinya "maaf, bukankah anda yang salah, anda telah menabrak saya lebih dulu" ujarnya dingin.
"Untuk apa mata empat tapi tidak bisa melihat" timpal Rezi sambil melewati Yuriel lalu masuk kedalam gedung begitu saja.
Dengan bibir yang mengerucut, Yuriel memunguti lembaran kertas yang berserakan. "es balok berjalan" maki Yuriel dalam hati
"Aku menyesal karna harus datang kesini, cuaca sedang panas-panasnya, tapi kenapa es balok itu tak ikut mencair." rutuk Yuriel tak karuan.
Sebuah pertemuan tak terduga akan menjadi awal dari sebuah cerita.
Dengan bibir yang masih mengerucut, Yuriel berjalan ditrotoar yang sepi, batin-nya terus merutuki pria yang baru saja ia temui.
Tangan-nya mencengkram kuat kertas yang ada ditangan, mengingat wajah pria itu saja sudah membuatnya mual, memang Yuriel mengaku kalau dirinya yang salah, namun setidaknya pria tadi membantunya sebagai rasa kemanusiaan, bukan mengejeknya dengan menyebutnya si mata empat.
"Yuriel" panggil seseorang.
Seketika mata bening dibalik kaca mata itu mulai mencari asal suara, saat Yuriel berbalik, dilihatnya Siska mendekat, Siska adalah satu-satunya sahabat yang Yuriel miliki.
"Kenapa tuh muka, kelindes truk ya?" canda Siska.
"Tadi itu, aku ketemu cowok nyebelin banget," ujar Yuriel pada sahabatnya.
"Nyebelin, apa nengengin?" ejek Siska sambil menyenggol-nyenggol bahu Yuriel pelan.
"Tadi itu beneran nyebelin, karna kamu aku jadi makin kesel deh" ujar Yuriel.
"Sabar, inget, benci sama cinta itu bedanya dikit banget, sekarang aja ngomongnya sebel, tau-tau nantinya jadi suka" ujar Siska
"Amit-amit" seru Yuriel.
Mereka terus melanjutkan langkah, sesekali bercanda layaknya sahabat pada umumnya, Yuriel sangat senang karna di dunia ini ada yang ingin berteman dengan-nya, awalnya Yuriel pernah tidak percaya diri ketika keluar dari rumah, dirinya hanya wanita berkaca mata, pikir Yuriel kala itu, tapi setelah bertemu dengan Siska, semuanya berubah, menjadi wanita berkaca mata tidaklah buruk.
Suara klakson mobil terdengar begitu jelas, mengagetkan dua sahabat yang masih senang bercanda itu, Yuriel dan Siska berbalik, dilihatnya mobil warna hitam itu mendekat dan berhenti di dekat mereka, lalu salah satu kaca mobil terbuka.
"Yuk naik" ajak Eliza pada putrinya.
"Mau kemana mah?" tanya Yuriel.
"Nanti juga tau, Siska sekalian ikut aja yuk, biar seru" ajak Eliza pada sahabat putrinya.
"Maaf tante, Siska udah ditungguin sama mama dirumah" jawab Siska tak enak hati.
"Yah padahla kalau rame makin seru"
"Gak bisa tante, kalau gitu Siska duluan tante, aku pergi duluan ya" pamit Siska pada sahabatnya.
Setelah Siska benar-benar pergi, Yuriel segera masuk kedalam mobil, didalam mobil suasana nampak sepi, Ardi fokus pada jalan, begitu pula dengan Eliza, sedangkan Yuriel, gadis cantik itu terus menatap kertas ditangan-nya.
Menghapal setiap isi dari tulisan yang ada di sana, karna waktu lomba yang makin dekat, membuat Yuriel harus belajar lebih giat.
Tak lama mobil itu berhenti didepan sebuah restoran, mereka segera turun dari dalam mobil, "Kita mau makan?, ini baru jam setengah sepuluh loh" ujar Yuriel heran.
"Enggak, kita gak akan makan" jawab Eliza.
"Terus kesini mau apa kalau gak makan?"
"Nanti juga kamu tau" ujar Eliza dengan senyuman penuh arti.
Mereka segera masuk kedalam restoran, seorang pelayan mendekat kearah mereka, lalu mengantar mereka pada meja yang sudah dipesan sebelumnya.
Tak berselang lama, beberapa minuman dan camilan sudah tersedia. Ardi dan Eliza kini tengah berbincang-bincang tentang masalah yang Yuriel tak mengerti.
Gadis manis itu kembali menghapal tulisan yang ada dilembaran kertas.
"Tuh mereka sudah pada dateng" seru Ardi sambil melihat kearah pintu masuk.
Yuriel juga mengikuti arah pandang orang tuanya, dilihatnya sepasang suami istri itu mendekat kearah mereka.
"Apa kabar, udah lama banget kita gak ketemu" seru Anna girang, setelah 22 tahun tidak bertemu secara langsung, akhirnya kini mereka bisa bersama lagi.
"Baik kok baik" jawab Eliza.
"Wah ini Yuriel ya?, sekarang udah besar ya, padahal dulu waktu bak Eliza pindah, Yuriel masih bisa digendong, sekarang Yuriel udah dewasa aja" ujar Anna sambil mengelus kepala Yuriel lembut.
"Iya, gak kerasa, udah 22 tahun aja sejak aku pindah ke luar negri" ujar Eliza. "Oh... ia, Rezi mana?, gak dateng ya" tanya Eliza lagi.
"Tenang, Rezi pasti dateng, pasti" ujar Anna dengan senyum penuh arti, bukan Anna kalau tidak bisa mendesak orang lain untuk mengikuti kemauan-nya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!