Hidup dengan penuh didikan dan tuntutan yang keras dari orang tua tunggal nya membuat gadis cantik itu sangat bosan dengan kehidupannya yang datar. Hanya ada kemewahan dan pendidikan yang memenuhi waktunya setiap saat, tak ada hari di mana wanita itu bisa merasakan kehidupan seperti gadis remaja pada umumnya.
"Apa kau tidak pergi ke les lagi hari ini hmm?" Tanya laki-laki setengah baya yang masih terlihat tampan dan menawan itu.
"...." Gadis yang sedang duduk di balkon kamar itu hanya diam dan tak menghiraukan ucapan nya itu.
Laki-laki itu memilih duduk di samping putri nya yang nampak sangat cantik dan mempesona itu, di elusnya rambut putri semata wayangnya itu dengan penuh kasih sayang.
"Maafka...."
"Tidak apa-apa Vaola mengerti." Balas gadis itu dengan tersenyum kecut.
"Papa melakukan semua ini demi kebahagiaan mu sendiri sayang, papa tidak ingin kau..."
"Terjerumus seperti anak-anak liar pada umumnya, sudahlah pa.... Aku sudah bosan mendengar perkataan papa yang selalu di ulangi itu." Kesal Vaola dengan beranjak dari duduknya dan memilih untuk berbaring di atas ranjang dengan tubuh yang di selimuti oleh selimut hingga ujung rambut.
Robby selaku sang papa hanya bisa menghela nafas panjang, sebelum pergi ia menyempatkan untuk mengecup sang putri dari balik selimut dan pergi dari kamarnya.
Setelah kepergian sang papa, Vaola mendengus sebal. Usianya yang sudah 20 tahun terasa seperti bocah berusia 5 tahun saja, melakukan hal ini di larang, melakukan hal itu tidak boleh hingga membuat nya kesepian.
"Maafkan aku pa....."
Vaola segera bergegas mengganti pakaian tidurnya dengan memakai pakaian pelayan, sebelum itu Vaola sudah menyiapkan semua keperluan nya di pos gerbang nya termasuk surat yang ia letakan di atas meja riasnya.
Anting berlian nya yang terdapat GPS segera ia lepaskan, Vaola juga tidak membawa ATM nya karena ia sudah menyiapkan uang tunai nya agar tidak di ketahui oleh sang papa jika dia pergi.
Jantung Vaola berdetak kencang saat dirinya berpapasan dengan pengawal sang papa yang nampak menyeramkan itu, namun Vaola berusaha sedatar mungkin agar tidak di curigai.
"Kau mau kemana?" Tanya seorang wanita dengan penasaran pada Vaola.
"Itu, nona Vaola menyuruh saya untuk mengambil sesuatu di gerbang." Balas Vaola dengan suara beda nya.
"Pergilah, jangan membuat nona menunggu." Ucap nya dan kembali pergi.
Vaola menghela nafas berat, dengan cepat ia kembali melanjutkan perjalanan nya hingga berada di depan gerbang Vaola menghela nafas lega.
"Apa kau yang di suruh nona besar untuk memberikan koper ini pada anak jalanan?" Tanya satpam dengan melihat Vaola dari atas hingga bawah.
"Ya." Angguk nya.
"Ambilah, saya tidak bisa membantu mu tapi saya sudah memanggil taksi."
"Baik."
Vaola tersenyum kecil di balik masker nya, ternyata satpam tersebut sangat mengerti dirinya. Di simpannya koper tersebut di bagasi mobil dan Vaola segera pergi dari sana.
"Nona kita akan ke mana?" Tanya supir tersebut dengan melirik Vaola dari kaca mobilnya.
"Ke butik terlebih dahulu, saya ingin bertemu dengan teman saya." Balas nya dengan santai.
"Baik."
Vaola memejamkan matanya, apakah tindakan nya sudah benar? Vaola hanya ingin pergi beberapa bulan saja untuk merasakan kehidupan wanita muda pada umumnya.
"Nona sudah sampai."
"Terimakasih pak."
Vaola segera bergegas kesana, tapi bukan butik tersebut tempat utamanya melainkan sebuah toko kecil yang berada di sampingnya. Vaola tersenyum kecil saat memasuki toko tersebut setelah memastikan bahwa kondisinya sudah pas.
Kringg kringgg kringgg
Bunyi tersebut berasal dari gantungan yang berada di atas pintu, Vaola melirik sekitar yang nampak sepi dan sedikit seram. Bahkan bulu kuduk Vaola pun sudah berdiri sejak dia memasuki toko tersebut.
"Selamat datang nona, apakah anda ingin meramal garis tangan anda? atau membeli barang antik yang sangat menarik ini?" Tanya seorang wanita tua dengan tersenyum manis pada Vaola yang nampak terkejut dengan kemunculannya yang tiba-tiba itu.
"Astaga....." Pekiknya.
"Ahh nona? benarkah ini dirimu? senangnya, ternyata benar bahwa hari ini saya akan kedatangan orang spesial. Mari masuk, kita bicarakan di dalam ruangan saja." Senang nya dengan menggiring Vaola.
Tapi sebelum itu, Vaola meminta izin untuk mengganti pakaiannya terlebih dahulu karena sangat tidak nyaman menggunakan pakaian pelayan itu.
"Jadi anda ingin pergi meninggalkan negara ini?" Tanya sang peramal itu dengan nada biasa saja, seakan sudah tahu apa yang terjadi pada Vaola.
"Benar nek, nenek pernah berkata padaku bahwa jika saja aku pergi meninggalkan rumah maka aku akan menemukan kehidupan ku yang sebenarnya. Aku ingin tahu, kehidupan apa yang nenek maksud itu." Jelas Vaola membuat nenek tersebut tersenyum manis.
"Benar, nenek tahu kehidupan mu selama 20 tahun ini sangat membosankan bukan? pergilah..... Nenek yakin papa mu akan mengerti dan baik-baik saja."
"Baik nek." Angguk Vaola dengan tersenyum kecil.
"Tapi sebelum itu, kau harus mengetahui tentang kehidupan yang akan datang. Tak selamanya akan baik dan tak selamanya pula akan buruk, cukup nikmati dan jalani saja."
"Hmm aku mengerti."
"Pergilah, nenek sudah menyiapkan tiket pesawat untuk mu tanpa ada yang tahu. Pake lah topeng wajah ini, ini sangat mirip dengan cucu nenek yang berada di Prancis." Ucap nya dengan memberikan sebuah topeng kulit yang sangat bagus dan Vaola yakin itu sangat mahal.
"Nenek sudah menyiapkan nya?" Kaget Vaola.
"Hanya kebetulan..." Ucapnya dengan tersenyum kecil.
Vaola tak tahu lagi harus mengatakan apa, yang jelas dia hanya menuruti saja apa perkataan wanita tua di depannya itu.
"Kau pintar bahasa asing bukan? gunakan bahasa tersebut agar tidak di ketahui oleh orang-orang dan..... Jangan lupa bahwa di setiap hidup akan ada perubahan, semangat." Ucap nya dengan tulus.
"Terimakasih nek." Senang Vaola karena ada seseorang yang mendukung nya untuk hidup bebas.
Bukannya tidak ingin hidupnya yang sekarang, hanya saja Vaola butuh kebebasan untuk sementara waktu.
Di sebuah gedung tinggi yang nampak mewah nampak ramai orang-orang dengan pakaian hitamnya, hari ini adalah hari di mana mereka semua sedang memperingati hari kematian pasangan suami istri yang sangat berpengaruh di negara tersebut.
5 tahun sudah berlalu namun nama mereka masih di ingat oleh para petinggi yang menjalin hubungan baik dengan mereka sebelumnya.
"Nyonya besar dan tuan besar, kami turut berdukacita. Tak menyangka, ternyata mereka sudah pergi 5 tahun yang lalu...." Ucap seorang laki-laki gagah dengan menundukkan kepalanya pada kakek dan nenek itu.
"Terimakasih tuan..." Balas sang kakek dengan tegas.
Kepergian anak dan menantu kesayangannya itu membuat kakek Subono berduka setiap saat, terlebih cucu satu-satu nya pun masih koma hingga sekarang.
•••
Vaola mengusap keringat nya yang mulai bercucuran, entah kenapa negara yang ia singgahi sekarang sangat panas sekali.
Vaola nampak celingak-celinguk menatap sekeliling, senyum menawan terukir di wajahnya. Nampak suasana yang berbeda dari negaranya, di mana banyak orang-orang di sana yang nampak berlalu lalang.
Ini pertama kalinya Vaola naik pesawat yang bukan milik pribadinya hingga membuat nya nampak sesak dan tak leluasa.
"Oke Vaola, semangat!!!" Girang nya dengan menggunakan bahasa asing.
Vaola menggiring kopernya dan mulai mencari taksi, sebelum sampai ke tempat ini Vaola sudah memesan sebuah rumah sederhana untuk ia tinggali selama beberapa bulan ini.
"Terimakasih..." Ucap Vaola pada supir taksi tersebut karena sudah menunjukkan rumah yang ia berikan alamat nya itu.
Nampak asri dan sejuk, meskipun sederhana tapi itu masih terkesan elit dan mewah dalam versi nya.
"Nona Vaola?" Tanya seorang wanita dewasa dengan tersenyum kecil.
"Ya?" Heran Vaola, dari mana wanita itu tahu namanya?
"Saya Ana, keponakan dari nenek. Saya di minta untuk bekerja dengan anda." Jelas nya.
"Ahhh ya, terimakasih.....?"
"Panggil bibi saja.."
"Baik bibi."
Vaola segera memasuki rumah nya yang nampak nyaman itu, setelah sampai di dalam barulah Vaola membuka topeng kulit nya hingga memperlihatkan wajahnya yang sangat cantik itu.
"Bibi, aku mau istirahat dulu. Sore nanti tolong bangunkan aku."
"Baik nona."
Vaola menatap sekeliling kamar nya, meskipun tak sebesar kamar nya namun di balkon kamarnya terdapat sebuah pohon yang besar dan di sana terdapat sebuah ayunan dan kolam ikan.
"Tidak buruk..." Gumam nya sebelum akhirnya terlelap.
•••
"Suamiku, lihatlah cucu kita satu-satunya. Bukankah dia sangat tampan?"
"Ya, dia memang tampan sama seperti ku."
"Ck kau ini, aku ingin dia menikah.... Kau tahu? dokter John bilang dia..."
"Itu masih analisis, kita berdoa saja semoga ada keajaiban yang membuat cucu kita segera sadar."
"Tapi aku ingin melihat dia menikah, meskipun sudah tidak ada gunanya lagi tapi kita masih membutuhkan pewaris!"
"Banyak memang tidak mau menikah dengannya, tapi mereka hanya menginginkan warisan saja. Sangat sulit menemukan wanita muda yang baik sekarang."
"Kau masih ingat dengan sahabat ku yang ada di LA? dia merekomendasikan seorang wanita cantik padaku, dia bilang wanita itu memiliki nasib yang bagus untuk cucu kita."
"Terserah kau saja..." Pasrah nya.
•••
"HATCHUUUUHHHHH..." Vaola mengusap hidungnya yang terasa gatal, entah kenapa dia merasa merinding tiba-tiba.
"Nona, salon mana yang ingin anda kunjungi?" Tanya Ana dengan merekomendasikan sebuah salon yang ada di sana.
"Aku tidak tahu, biasanya petugas salonnya sendiri yang datang ke rumah.." Cengir Vaola membuat Ana menggelengkan kepalanya saja.
"Baiklah, ayo saya antar."
"Hmm..."
Vaola saat ini hanya menggunakan celana pendek hitam dengan tangtop hitam yang bertali spaghetti yang di padukan dengan gardingan yang berwarna putih, tak lupa sepatu sneaker putih nya juga.
"Nona saya Alif..." Sapa seorang laki-laki dewasa pada Vaola dengan menundukkan kepalanya sedikit.
"Ehh..." Kagetnya.
"Nona, dia suami saya..." Balas Ana dengan menggaruk tengkuknya, dia lupa memberitahukan pada Vaola bahwa dia juga bersama dengan suaminya.
"Ahh ya..." Angguk Vaola dengan tersenyum.
Vaola duduk di kursi penumpang sedangkan Ana duduk di samping Alif yang akan menjadi supirnya mulai sekarang, Vaola membuka ponsel baru nya dan cemberut karena dia tidak bisa membuka akun nya karena takut di lacak oleh papa nya.
Setelah beberapa saat, mereka sampai di salon kecantikan yang nampak mewah dan mahal. Vaola turun dari sana dan segera melakukan pembayaran dengan di bantu oleh Ana.
Vaola ingin menyamarkan rambutnya, yang tadi nya berwarna pirang asli kini dia ubah menjadi silver yang sangat indah. tak semaunya berwarna silver karena bagian atasnya berwarna hitam legam.
9 jam berlalu dan sekarang sudah waktu tengah malam, untung salon tersebut buka 24 jam. Vaola puas dengan hasilnya yang sangat memuaskan, sangat sepadan dengan waktu nya yang sangat lama.
•••
Satu Minggu berlalu, Vaola sudah bisa menyesuaikan dirinya di sana. Hanya makanan saja yang masih belum terbiasa bagi nya, lidahnya masih terasa asing dengan makanan yang sering di buatkan oleh Ana meskipun terasa sangat enak.
Hari ini Vaola berniat mengunjungi taman, Vaola masih belum memiliki seorang pun teman karena tak ada yang pas di hatinya. Hingga akhirnya Vaola memilih duduk di kursi taman tersebut dan mulai memperhatikan orang-orang yang berpasangan sedang bermesraan di setiap jalan.
"Hah... Apakah itu yang di namakan sepasang kekasih? sangat senang sepertinya...." Ucap Vaola dengan cemberut.
"Tidak, rasanya tidak enak! semua laki-laki itu sama! mereka hanya manis di awal." Ucap seseorang yang berada di belakang Vaola.
Vaola yang mendengar itu tersentak dan segera membalikkan tubuhnya untuk melihat orang tersebut, ternyata seorang wanita yang berambut pendek yang duduk di belakang nya.
"Benarkah?" Tanya Vaola dengan penasaran.
"Ya, apa kau belum pernah berpacaran?" Tanya nya dengan penuh selidik.
Vaola hanya menggaruk kepalanya yang tak gatal, wanita yang melihat itu hanya melongo dan tak percaya melihat respon Vaola yang nampak jujur itu.
"Jadi benar jika kau belum pernah berpacaran?" Kaget nya.
Vaola hanya mengangguk. " Ya, apa salah?" Tanya nya dengan senyum menderita nya.
"Astaga, bagaimana bisa wanita secantik mu belum pernah berpacaran? apa jangan-jangan kau....." Selidik nya dengan melingkarkan kedua tangannya di dada.
"Ck, aku masih normal. Hanya saja..... Peraturan papa ku sangat ketat, aku tidak pernah merasakan kebebasan." Jujur Vaola dengan cemberut.
"Jangan bilang kau kabur dari rumah?" Tanya nya dengan mata yang menyipit.
"Dari mana kau tahu? apa terlihat sangat jelas?" Panik Vaola yang kembali membuat wanita itu tertawa terbahak-bahak.
"Kau sangat lucu, kau seperti anak kecil yang baru mengenal dunia. Jadi benar jika kau kabur?"
"Hmm..." Angguk Vaola.
"Astaga.... Bagaimana kau bisa? apa orang tua mu sangat jahat? atau mereka sering memukul mu?" Tanya nya dengan penasaran.
Sejak pertemuan itu, Vaola dan Lolita nama wanita yang tak sengaja di temui nya di taman kini mereka berdua sudah nampak akrab dan terlihat seperti sepasang sahabat lama.
Entah kenapa, Vaola menceritakan kisah hidupnya pada Lolita tapi tidak memberitahukan nama orang tuanya. Awalnya Lolita sangat terkejut dan takut namun ia tahu bahwa apa yang Vaola lakukan sudah menjadi keinginan besar nya.
"Hehe ini rumahku, pasti seperti kandang anjing yang ada di rumahmu bukan?" Tanya Lolita dengan cengengesan.
"Apa yang kau katakan? ini terlihat sangat nyaman dan terasa hangat." Senyum Lolita.
"Baiklah terserah padamu, ayo masuk. Ibu ku sedang bekerja dan masih belum pulang, biasanya aku juga masih belum pulang tapi aku meminta cuti karena laki-laki sialan itu!!" Geram nya.
"Hahaa kau ini, baiklah jika aku bertemu dengan mantan kekasih mu itu aku akan memberikannya hadiah yang tak akan pernah dia lupakan seumur hidupnya itu." Senyum Vaola membuat Lolita mengangguk senang.
Vaola melihat-lihat sekitar rumah Lolita yang memang sangat sederhana namun masih tergolong nyaman, Vaola sangat bersyukur karena dia memiliki keluarga yang berada tanpa bersusah payah dia bekerja untuk mendapatkan uang, tidak seperti Lolita yang nampak pekerja keras.
"Jadi, kau berhenti sekolah menengah atas karena tidak ada biaya?" Tanya Vaola dengan prihatin.
"Ya, ayahku meninggal karena sakit jadi tidak ada lagi yang bisa membiayai aku. Terlebih aku memiliki adik laki-laki yang masih sekolah dasar." Senyum Lolita yang nampak terlihat sangat lelah.
"Apa kau memiliki kegemaran lain? ahh atau keahlian?" Tanya Vaola dengan penasaran.
"Hmm, aku sangat suka merangkai bunga. Aku pernah mendapatkan juara juga... Memangnya kenapa?" Heran nya.
Vaola tersenyum mendengar nya, sepertinya dia tidak salah bertemu dengan Lolita.
"Bagaimana jika kau berhenti jadi pegawai restoran? aku bisa memberikan mu modal untuk membuka toko bunga." Ucap Vaola membuat Lolita terkejut bukan main.
"T-tidak usah... Aku..."
"Bukankah kau ingin membantu adik dan ibu mu? aku tahu ini sangat mendadak dan kita baru saja kenal kemarin tapi.... Aku tulus untuk membantu mu." Jelas Vaola.
"Kenapa kau mau membantu ku? apa kau tidak takut jika aku akan menipu mu?"
"Takut kenapa? kau pergi ke ujung dunia pun aku masih bisa menemukan mu dengan mudah, jangan lupakan keluarga ku..." Senyum Vaola membuat Lolita bungkam seketika.
"Maaf La, aku tidak bisa...." Tunduk nya.
"Hmm... Ahh atau begini saja, aku pemilik nya dan kau yang mengelola nya? hasilnya kita bagi dua bagai mana? aku sendiri tidak memiliki pekerjaan apapun sekarang." Antusias Vaola.
"...... Baiklah." Angguk Lolita dengan tersenyum.
"Good girl, apa kau tahu lokasi yang cocok untuk tempatnya?"
"Hmm, ada satu toko yang ada di ujung jalan. Lumayan besar juga sih pasti harganya..."
"Tidak apa-apa, aku akan mengurus supirku untuk melakukan semuanya. Jadi, mulai besok kau bisa resign di restoran itu."
"Baiklah, terimakasih La...." Tulus Lolita dengan mata yang berkaca-kaca.
Vaola tak menyangka bahwa hidupnya sangat berarti jika dia bisa merasakan keadaan sekitarnya, Vaola tak menyangka jika hidup nya yang dulu memang sangat sempurna tanpa cacat hingga orang bawah seperti mereka memiliki banyak sekali kecacatan.
•••
Ana dan Alif yang melihat Vaola sibuk dengan teman wanitanya itu hanya bisa tersenyum, mereka senang melihat Vaola yang mudah sekali berinteraksi dengan orang-orang sekitar.
"Bibi, bagaimana menurutmu? apa rancangan bunga ku lebih indah dari miliknya?" Tanya Vaola pada Ana yang mulai melihat hasil rancangan Vaola dan membandingkan nya dengan milik Lolita.
"Memang indah nona tapi tidak seindah hasil rancangan nona Lolita." Jujur nya yang membuat Vaola cemberut.
"Ck, kenapa bibi tak berbohong saja? aku tahu hasil rancangan ku sangat buruk!!" Kesal nya yang membuat Lolita tertawa kecil.
"Aku akan mengajari mu, jangan terburu-buru...." Ucap Lolita.
"Bukankah nona berprestasi dalam berbagai bidang ya?" Ejek Alif membuat Vaola melotot.
"Paman pikir aku ikut kelas merangkai bunga? aku hanya memiliki prestasi dalam bidang ilmu pengetahuan, kedokteran, taekwondo, kungfu, berpedang, memanah, menembak, dan lain-lain. Tidak termasuk hal ini!!" Jelas Vaola.
Lolita yang mendengar semua prestasi Vaola mendadak shock, dia pikir Vaola hanya ahli dalam hal pengetahuan saja tetapi juga dalam hal perkelahian juga? bukankah itu sangat hebat?
"Jadi kau bisa bertarung?" Tanya Lolita dengan mata yang berbinar.
"Hmm tentu saja, kau pikir gadis seperti ku hanya tahu sikap lembut saja? hahaha...."
"Hehee...."
"Nona Lolita, apa anda ingin menginap?" Tanya Ana.
"Tidak bibi, lain kali saja. aku akan pulang sekarang, ini sudah larut sekali." Balas nya dengan tersenyum.
"Baiklah biar paman yang mengantar mu." Ucap Vaola dengan bangkit dari duduknya.
"Hmm..." Angguk Lolita karena tak ada gunanya menolak juga.
"Salam pada Tante, aku akan mengunjungi nya besok..." Ucap Vaola dengan melambaikan tangannya saat Lolita sudah berada di dalam mobil.
"Tentu..."
Setelah kepergian Lolita, Vaola menghela nafas panjang. Dia segera masuk ke kamarnya dan mulai membuka komputer nya, matanya menyipit saat melihat banyaknya perangkat yang sedang mencari keberadaan nya.
Untung saja Vaola sudah meretas nya hingga membuat sistem mereka terkena virus, tapi sebelum itu Vaola meninggal kan pesan untuk sang papa bahwa dirinya baik-baik saja dan hidup bahagia disini. Vaola hanya meminta waktu pada sang papa untuk menikmati hidupnya sekarang.
"Maafkan aku pa, tapi aku tidak bohong bahwa aku menyukai kehidupan ku yang sekarang. Aku butuh bersosialisasi dan juga..... Tempat untuk berkeluh kesah." Ucap Vaola dengan melihat foto sang papa di layar komputer nya.
Sedangkan di tempat lain, Seorang laki-laki dewasa hanya bisa menghela nafas berat saat melihat pesan yang di tinggalkan putri nya itu.
"Hentikan pencarian nya dan lupakan masalah ini..." Ucap nya dengan pergi begitu saja.
Mereka yang mendengar itu sangat heran, bukankah dia sangat posesif pada putrinya? tapi.... Mereka tak bisa pungkiri bahwa mereka juga kasihan dengan Vaola yang tak bisa bebas pergi kemana yang ia sukai, jika pun pergi itu pasti di ikuti oleh banyaknya pengawal bukan seorang teman yang ia butuhkan untuk melakukan aktivitas seperti remaja lainnya.
•••
Pagi ini Vaola bersiap untuk pergi ke rumah Lolita, tapi sebelum pergi Vaola mampir terlebih dahulu ke toko kue langganan nya beberapa hari ini. Namun kejadian tak terduga, Vaola tak sengaja menyerempet seorang nenek yang entah dari mana munculnya itu.
Vaola sangat panik dan segera keluar dari mobilnya untuk menghampiri nenek tersebut.
"Astaga, nenek? apa nenek baik-baik saja? aku akan menelfon ambulance dulu. Tunggu sebentar...." Panik nya.
"Tidak usah, nenek baik-baik saja... Hanya lecet sedikit saja...." Ucap nya dengan tersenyum kecil pada Vaola.
Vaola yang melihat itu merasa tidak yakin, dia tahu tangan nenek tersebut terluka.
"Antarkan nenek ke rumah saja, nenek memiliki dokter pribadi..."
"Baiklah...." Angguk Vaola dengan membantu nenek tersebut masuk kedalam mobilnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!