Suasana hinggar bingar memenuhi gedung serba guna kampus. Di parkiran pun ramai dengan para penjual dan stan-stan tiap fakultas. Alika bergegas menuju stan fakultasnya, dia hari ini gantian shift jaga stan fakultas di festival musik kampus. Dia makin mempercepat langkahnya. Namun matanya tak awas saat kaki nya yang tergesa dan menabrak seseorang.
Braaakkk...
"Ah... Maafkan saya"
Semua pamflet yang dia bawa bertaburan di jalanan. Dia sibuk memungut nya satu-persatu.
"Ini ... " seseorang membantunya mengumpulkan pamflet itu.
"Terima kasih"
Lika menoleh pada orang itu, pandangan mereka bertemu. Lika terkejut melihat siapa yang ada didepannya. Gide, seorang mahasiswa favorit dan vocalis grup band kampus mereka.
"Hei, maaf ya... Tadi aku tak melihat jalan. Apa kamu terluka?"
"Eehh..."
"Kamu baik-baik saja?"
"Oiya. ... Aku baik-baik saja. Maaf tadi aku terburu-buru"
"Kamu anak kampus sini?"
"Ya"
"Kebetulan. Aku juga anak kampus sini. Namaku Gide. Fakultas ekonomi"
"Alika. Panggil saja Lika. Fakultas teknik"
"Hmmm... Kamu mau kemana tadi buru-buru sekali?"
"Aaahh... Aduh... Maaf, aku harus kembali ke stan. Permisi" Alika ingat dia sedang di tunggu teman-temannya di stan fakultasnya.
Dia permisi pada Gide lalu berjalan menuju stan fakultas teknik yang ada di ujung. Dia sudah sangat terlambat, bisa-bisa teman-temannya marah karena dia terlambat sekali. Dan benar saja, sampai sana dia kena semprot habis-habisan dengan ketua.
******
"Kamu kamana saja tadi, lama sekali" tanya Rina, teman sekampusnya yang hari itu sama-sama menjaga shift.
"Aah, maaf. Aku baru sampai tadi pagi. Travelnya sedikit terlambat"
"Kamu pulang kampung?"
"Iya. Kemarin acara nujuh bulan anak kedua Mas Nabil"
"Hmmm... "
"Hei.." sapa seseorang pada Lika.
Mereka menoleh.
"Gide?"
"Hi, Lika" sapa Gide sambil tersenyum.
"Hi..."
"Aku tidak mengganggu kegiatanmu?"
"Tidak. Sama sekali tidak" Lika mengambilkan segelas jus jeruk dingin. Gide duduk didekatnya. Meminum jus jeruk dingin di tersenyum menoleh pada Alika yang salah tingkah dibuatnya.
"Nanti malam kamu ada acara, Lika?" tanya Gide memulai aksinya. Dia terkenal sekali dengan kepiawaiannya menjerat hati gadis-gadis.
"Tidak" jawab Lika singkat.
"Aku boleh main ke rumah mu?"
"Eehh..." Alika mengerutkan kedua alisnya.
"Itu juga kalau kamu tidak keberatan"
"Aah... Tidak. Tentu saja boleh"
"Bisa pinjam ponselmu?" pinta Gide sopan. Alika memberikan ponselnya. Gide menekan beberapa nomor, lalu menelepon ke ponselnya.
"Aku save nomor mu ya?"
"Hmm..."
"Kalau begitu sampai jumpa nanti malam" Gide berlalu pergi. Alika yang masih terpesona dengan aroma ketampanannya terbengong memandang punggung laki-laki itu.
"Kamu sebaiknya berhati-hati" seorang teman memperingatkan Lika.
"Eeh... Kenapa?"
"Dia itu terkenal playboy kampus. Punya banyak pacar dimana-mana. Sudah banyak yang patah hati karenanya"
"Iya" jawab Lina singkat.
Sebenarnya sebelum temannya memberitahukan hal itu pun Alika sudah tahu perangai Gide. Tapi pesonanya memamang membuat hati para gadis meleleh. Tipikal donjuan metropolitan, tak pernah menetap di satu hati.
Entah kenapa Alika pun turut larut dalam pesonanya. Dia tak kuasa memalingkan tatapannua dari paras rupawan Gide, bahakan dia segera meng-iya-kan, saat Gide hendak kerumahnya malam ini.
******
Alika memikirkan lagi kata-kata temannya tadi, sebenarnya dia mungkin dibilang terlalu nekat. Jangan-jangan malah dia yang akan jadi korban Gide berikutnya.
"Aduh, bagaimana ini? Bagaimana kalau dia benar-benar datang kesini? Tidak! Aku tidak boleh berburuk sangka dulu padanya. Mungkin saja dia sekarang sudah berubah. Bagaimana kalau apa yang dikatakan orang-orang itu benar? Aduuuhhh... Alika. Kamu bodoh sekali"
Pergulatan hebat terjadi dihatinya. Disatu sisi hatinya dia mulai terpesona dengan Gide. Sementara sisi lainnya mengekang hatinya untuk mendekati Gide. Alika hanya merebahkan kepalanya di atas meja belajarnya. Bimbang terdapat dari dua bilah hati kecilnya yang lugu dan buta oleh cinta pada pandangan pertama.
******
Tok... Tok...
Suara seseorang mengetuk pintu. Bude yang sedang memasak didapur bergegas menuju pintu. Seseorang muncul di balik pintu, laki-laki bergaya perlente namun agak selengekan.
"Selamat malam,"sapa Gide yang berada di ambang pintu.
"Malam," jawab Bude.
"Maaf, apa Lika ada dirumah?" Gide tersenyum.
"Ooh, iya... Anak ini siapa ya?" Mata Bude menjelajah setiap sudut penampakan Gide.
"Saya Gide. Teman kampusnya Lika."
"Kalau begitu silakan tunggu sebentar, saya panggilkan Lika"
Bude menuju kamar Lika yang berada di ujung lorong rumah. Lika yang sudah selesai berpakaian menoleh kearah pintu. Bude menunjukkan wajah tak sukanya. Kedua alis Lika bertemu, menerka kedalam manik mata Bude.
"Bude," sapa Lika.
"Ada seseorang yang mencarimu di depan."
"Siapa?" tanya Lika.
"Laki-laki. Tadi dia bilang namanya Gide."
"Gide?" wajah Alika berubah senang. Cerah sekali.
"Ya," jawab Bude singkat. Mata Alika berbinar mendengar Gide datang memenuhi janjinya. Dia merapihkan rambutnya lalu hendak keluar menemui Gide, namun Bude menahan tangannya.
"Lika!" panggil Bude.
"Ya, ada apa Bude?" Alina menghentikan langkahnya dan menoleh pada Bude.
"Kamu hati-hati dengan pemuda itu!"
"Kenapa, Bude?"
"Perasaan Bude mengatakan kalau dia bukan laki-laki yang baik. Bude takut nanti dia menjahatimu."
"Bude tenang saja. Lika bisa jaga diri, Kok. Lika masih tau norma dan batasan susila kita. Sudah, bude tak usah cemas." Lika memegang pipi Bude, menghilangkan kecemasan di hati perempuan paruh baya itu.
Bude adalah sahabat kedua orang tua Lika. Bude yang hidup seorang diri setelah kematian suami dan anak laki-laki nya itu, meminta Lika untuk tinggal menemaninya. Lika sudah tinggal dengan bude sejak SMP. Bude juga mempunyai beberapa pintu kamar kos khusus perempuan di belakang rumahnya. Jadi setiap hari Bude tidak merasa kesepian. Terkadang sesekali putrinya yang sudah menikah dan keluarganya datang menemuinya.
"Hi," sapa Gode ketika melihat Lika keluar dari dalam rumah.
"Hi," sapa Lika sambil tersenyum.
"Maaf aku datang menganggu mu malam-malam begini"
"Ah, tidak apa-apa. Silakan duduk!"
"Terima kasih."
"Tunggu sebentar ya, aku ambilkan minum."
"Ah, tidak usah. Aku tidak lama-lama. Aku hanya ingin melihatmu saja."
"Eeh?" Alika menatap heran kearah laki-laki muda perelente itu.
"Apa kamu besok malam ada waktu?"
"Besok malam??"
"Ya," jawab Gide singkat. Perempuan berambut panjang selengan itu duduk dikursi sebelah Gide.
"Besok sepulang kampus, aku ada siaran di radio sampai pukul delapan."
"Kalau begitu sesudah kamu siaran saja. Aku jemput di stasiun radio ya?!"
"Hmmm ... " Lika mengangguk. Pemuda gagah itu menatap Lika erat-erat, dia mencoba menembus hati perempuan cantik yang duduk disampingnya itu. Lika jadi salah tingkah dibuatnya, namun dia mencoba bersikap tenang dihadapan Gide.
******
Benar saja, besok malam Gide sudah menunggunya di parkiran stasiun radio. Lika yang keluar dari gedung radio tersenyum melihat Gide yang setia menunggunya.
"Kamu sudah dari tadi menunggu ku?" tanya Lika
"Lumayan." Gide menggoda Lika dengan senyuman manisnya.
"Maaf ya, aku tadi ada briving sebentar."
"Tidak, apa-apa, Sayang. Demi kamu apapun aku lakukan."
Gide mulai mengeluarkan rayuan mautnya, kata-kata manis Gide membuat Lika seperti melayang terbang keangkasa. Manis sekali terdengar di telinga nya. Wajah cantik Lika bersemu kemerahan dengar rayuan maut laki-laki petualang wanita itu.
Mereka pergi menuju sebuah warung tenda sederhana di pelataran pertokoan pusat kota. Dua porsi lele bakar dan sambal terasinya serta lalapan segar terhidang dihadapan mereka. Bagi Lika ini adalah kali pertamanya makan berdua dengan laki-laki selain Mas Nabil, kakak kandungnya.
"Lika," Gide memulai perkataanya saat mereka sampai ditaman kota setelah makan malam.
"Ya."
"Boleh aku mengatakan sesuatu padamu?"
"Hmmm..."
"Sejak kita pertemu pertama kali di festival musik kampus kemarin, aku merasa aku menemukan apa yang aku cari, aku menemukan seorang bidadari cantik yang sekarang berdiri dihadapanku. Lika .... Aku mencintaimu. Aku ingin kamu menjadi kekasih ku?" Gide langsung pada sasaran.
Mata Lika melotot karena terkejut mendengar ucapan Gide. Hatinya berdebar-debar saat Gide memegang kedua tangannya. Berlutut dan mencium kedua punggung tangannya.
"Maukah kamu menjadi pacarku?" ulang Gide. Lagi, Lika masih terdiam. Dia mencoba mencerna kata-kata Gide. Mencoba mencari kesungguhan dibalik ucapan laki-laki itu.
"Kamu sungguh-sungguh dengan ucapanmu itu?" tanya Lika.
"Tentu, Sayang"
"Tapi kamu punya banyak perempuan disisimu, Gide. Bagaimana dengan mereka"
"Mereka hanya aku anggap sebagai teman bisa. Seperti seorang fans yang memuji ku berlebihan. Itu saja. Tidak lebih. Tapi cintaku, rasa sayangku, hanya padamu Lika. Percayalah padaku." Gide berusaha meyakinkan Lika dengan kata-kata manisnya itu. Sejenak Lika kembali terdiam. Sampai akhirnya dia membuat suatu keputusan.
"Baiklah, aku percaya padamu. Aku mau jadi pacarmu, Gide."
Rona wajah Gide berubah jadi sumringah, dia senang mendengar ucapan perempuan yang ada dihadapannya itu. Gide hendak memeluk Lika namun Lika menghindar dan menggelengkan kepalanya.
"Maaf," ucap Lika.
Gide hanya tersenyum lalu mengantar Lika pulang. Pukul sebelas malam, waktu yang diluar kebiasaan Lika. Bude sudah menunggunya dengan cemas. Hatinya makin tak karuan ketika melihat Gide mengantar Lika pulang. Bude hanya memberi ekspresi dingin saat Gide berpamitan padanya.
******
Drr .... Drrr...
Lika mengambil ponselnya di dalam tas. Sebuah pesan WhatsApp dari Gide masuk kedalam ponselnya.
"Hi Sayang ... Sedang apa?"
"Baru keluar kelas, Sayang. Ada apa?"
"Tidak ada apa-apa. Hanya saja aku ingin ketamu kamu"
"Ada hal penting?"
"Tidak. Aku jemput ya?!"
"Oke!"
Lika meletakkan kembali ponselnya dalam tas. Dia menunggu kedatangan Gide di pelataran gedung fakultasnya sambil merancang susunan acara untuk siarannya nanti malam.
Tin ... Tin ...
Gide memarkirkan motor besarnya di halaman parkir. Lalu segera menemui Lika.
"Hi, Sayang ... Sibuk sekali "
"Hi ... Aku pikir kamu masih lama datangnya. Jadi aku sedang men-set ulang rancangan siaranku nanti"
"Pekerjaanmu banyak sekali, Sayang. Bagaimana kamu membagi waktu mu nanti?"
"Aku sudah biasa dengan semua ini. Kuliah sambil bekerja"
"Lalu aku?" tanya Gide.
"Eehh... " Alika menghentikan sejenak kegiatannya. Dia menoleh pada Gide yang sejak tadi menatap Lika yang sejak tadi asyik dengan kertas dan penanya.
"Maksudmu?" tanya Lina lugu.
"Ayolah, Sayang ... Bukankah aku ini pacarmu?"
"Hmm..."
"Lalu?" tanya Gide.
"Aku tahu itu" jawab Lika lagi.
"Iya, lalu?"
"Lalu apa?" tanya Lika yang tak mengerti pembicaraan mereka.
"Lalu bagaimana denganku. Kapan kamu punya waktu untuk ku?"
"Bukankah kita sering bertemu, Sayang?"
"Memang, tapi sebagai pacarku apakah kita tidak bisa melakukan hal normal selayaknya orang yang berpacaran?"
"Maksudmu?" Lika mulai paham arah pembicaraan Gide, namun dia berpura-pura tidak tahu.
"Ooo... Come on, Lika. Kamu ini sudah dewasa bukan. Kamu pasti paham maksudku"
Lika mengerutkan keningnya. Dia tau arah tujuan Gide sebenarnya. Sudah tiga bulan mereka berpacaran. Namun Lika tak pernah mengizinkan Gide menyentuh bibirnya apalagi tubuhnya. Gide hanya boleh menciumnya dipipi atau di keningnya. Namun Gide meminta lebih padanya.
"Baiklah kalau begitu, aku harus kembali ke basecamp. Ada jadwal latihan sore ini?"
"Oke. Hati-hatilah ... "
Laki-laki tampan itu menunggangi motornya menuju utara kota, tempat dia biasa menghabiskan waktunya bersama teman-teman band nya disana, tempat yang biasa mereka sebut basecamp. Lika pernah beberapa kali diajaknya kesana. Tempat yang pengap dan penuh asap rokok. Sangat berantakan. Mata Lika sangat risih melihatnya. Apalagi saat melihat teman-teman Gide yang menatapnya penuh nafsu. Lika merasa tidak nyaman disana. Namun Gide meyakinkan bahwa mereka adalah orang-orang yang baik.
Bagi Lika kali ini adalah kali pertamanya jatuh cinta pada seorang laki-laki. Mungkin juga bisa dibilang cinta pertamanya.
Tapi bagi Gide, Lika adalah perempuan yang kesekian yang berhasil dia taklukkan. Baginya perempuan hanya sebagai hiburan pembunuh kebosanannya saja. Setelah dia puas dia akan tinggalkan perempuan itu begitu saja.
******
Sore itu Alika sudah siap menuju stasiun radio. Jadwal siarannya kali ini lebih panjang dia memegang dua sessi acara. Mulai pukul 16. 00 wib sampai pukul 20. 00 wib.
Dan seperti biasanya sepulang siaran Lima langsung memacu motornya menuju rumah untu beristirahat.
"Lika .. kamu sudah tidur, Nak?" panggil Bude dari luar kamar.
Cekreeeeekkk ...
"Ada apa, Bude?"
Bude masuk kedalam kamar dan duduk ditepi tempat tidur.
"Bude mau melihat Retno, tadi padi dia baru melahirkan. Jadi sepertinya kamu harus dirumah sendirian. Kamu tidak apa-apa kan, Bude tinggal?"
"Tidak apa-apa,Bude. Tidak usah khawatir"
"Justru karena pacarmu yang playboy itulah, Bude khawatir padamu"
"Bude ... " ucap Lika sedikit merajuk.
"Dengar Lika, Bude ingatkan padamu. Gide itu bukan laki-laki baik-baik. Bude liat dari cara dia menatapmu sangat liar. Bude takut dia berbuat macam-macam padamu. Kamu itu anak perempuan, Lika"
"Iya, Bude. Lika paham maksud Bude. Tenang saja bude, tidak usah khawatir. Lika bisa jaga diri kok"
"Bude, percaya padamu" Bude keluar dan menutup pintunya perlahan. Lika kembali merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur. Membenamkan pikirannya ketempat yang ternyaman. Membuai raganya yang lelah dalam kenyamanan tidur malamnya yang nyenyak. Sampai matahari pagi menyapanya esok pagi.
******
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!