NovelToon NovelToon

Gairah Sang Casanova

Blurb

Seorang lelaki tengah bergerak cepat di atas tubuh sang wanita. Peluh menderas bersama hentakan yang dia buat tiada habis. Cukup mudah baginya mendapatkan wanita seperti Maurin. Wanita yang usianya 10 tahun lebih tua darinya.

Maurin adalah wanita malam yang dia tampung di mansion miliknya bersama anak yang wanita itu asuh sedari kecil.

Semua biaya hidup Maurin dia tanggung. Asal wanita itu mau melayani kapanpun gairah itu datang. Tak ada ikatan yang mereka jalani, hanya sekedar timbal balik yang menyenangkan.

Maurin mendapatkan uang yang banyak serta kehidupan yang layak. Sementara Ken mendapat kepuasan yang begitu dahsyat, karena hidupnya tak jauh-jauh dari ****.

Namun, walaupun begitu Ken cukup mampu untuk mengendalikan perusahaan yang telah berdiri atas kaki kedua orang tuanya. Dia hanya meneruskan bisnis keluarga, menjadi seorang CEO di Tan group.

"Ken, kamu yang terbaik, senjatamu sangat perkasa, Sayang," puji wanita yang berada di bawah kungkungan raga kekar itu.

Ken semakin dibuat beringas. Dia menggerakkan pinggulnya semakin berpacu dengan waktu. Dia mengerang tak habis-habis, selagi senjatanya terasa dicengkeram kuat oleh milik Maurin.

Sementara di luar sana, seorang gadis cantik baru saja naik ke atas tangga, melewati kamar milik sang ibu yang berada persis di sebelah kamarnya.

Saat Zoya memegang kenop pintu, tiba-tiba dia harus dihadapkan dengan suara yang mengusik gendang telinganya. Suara yang selalu membuat dia ingin kabur dari tempat berdinding kokoh ini.

Dari tempatnya berdiri, dengan jelas Zoya mendengar lenguhan serta erangan bersahut-sahutan. Dari bibir ibu dan orang yang mengaku menjadi ayahnya itu. Dan hal itu membuat dia murka.

"Kenapa mereka selalu melakukan itu, bahkan Mommy tidak memperdulikan perasaanku!" Zoya menggeram, dia meremas buku yang dia genggam.

Gadis yang baru berumur 19 tahun itu cukup tahu bagaimana hubungan antara Maurin dan Kendrick, sebatas teman ranjang tanpa adanya tali pernikahan. Maurin membawanya kemari hanya karena satu alasan, yaitu uang.

Zoya sudah terlalu muak. Dia ingin ibunya berhenti dan mencari pekerjaan yang lain, setidaknya walaupun mereka tidak bergelimang harta, mereka tetap bisa makan dari uang yang halal.

Ken memang baik, bahkan sangat baik. Pria itu mau membiayai hidup bahkan pendidikannya sampai dia duduk di bangku kuliah. Tapi haruskah semuanya itu ditukar dengan tubuh ibunya?

Kenapa pria itu tidak memilih menikah saja? Hah, memikirkan itu semua rasanya membuat Zoya benar-benar ingin mengamuk. Hingga akhirnya dia memutuskan untuk masuk ke dalam kamarnya dengan membanting pintu kuat-kuat.

Brak!

Suara itu sampai ke telinga Ken dan juga Maurin. Keduanya menghentikan aktivitas sejenak, dengan nafas yang terdengar memburu. Maurin yakin, putrinya tahu apa yang sedang mereka lakukan.

"Sudahlah. Jangan membuat moodku berantakan," ucap Ken sedikit kesal karena birahinya yang sudah memuncak, hampir rusak karena Maurin memintanya untuk berhenti.

Maurin mengangguk. "Maafkan aku, Sayang." Dia mengelus pipi Ken dengan lembut dan kembali meraup bibir lelaki itu. Hingga di siang yang terik itu, suara erangan panjang dari kamar sebelah benar-benar membuat kepala Zoya ingin pecah.

Ken ambruk di atas tubuh Maurin, begitu bisa yang ada dalam tubuhnya menyembur ke dalam sana. Dia tidak pernah memakai pengaman apapun, karena Ken tidak pernah menyukai benda itu.

Nafas Maurin tersengal, dia memeluk tubuh kekar Ken dan memberi kecupan beberapa kali di leher pria perkasa itu. Hingga tak berapa lama kemudian, Ken sedikit mengangkat tubuhnya dengan raga mereka yang masih menyatu.

Menjadikan Maurin berada di atas tubuhnya. "Kali ini kamu yang pegang kendali. Let's play, Darling."

*

*

*

Ikutin yuk kisah mereka selanjutnya.

Pertengkaran

Setelah melakukan pergulatan panas yang benar-benar menguras energi, Ken segera membenahi pakaiannya lalu turun ke bawah. Dan Maurin pun menyusul, mereka berdua duduk di meja makan, siap untuk menyantap makan siang bersama.

Hanya tinggal Zoya saja yang belum turun. Tidak biasanya anak itu bersikap seperti ini, apa mungkin Zoya marah? Batin Maurin sambil menghela nafas. Hingga beberapa saat mereka menunggu, Zoya benar-benar tidak memperlihatkan batang hidungnya.

Akhirnya Maurin yang merasa tak enak hati, meminta izin pada Ken untuk memanggil Zoya terlebih dahulu. Dan memberi pengertian yang kesekian kalinya pada gadis itu.

"Ken, aku panggil Zoya dulu yah. Kalau kamu mau makan, makanlah dulu. Kamu tidak perlu menungguku," ucap Maurin seraya mengecup sekilas pipi Ken. dan semua itu hanya dijawab anggukan oleh pria lajang itu.

Maurin naik ke lantai dua dengan cukup tergesa, di mana kamar Zoya berada. Tak sampai lama, dia sudah sampai dan langsung mengetuk pintu kamar putrinya itu.

Tok tok tok

"Zoy, kenapa belum turun juga? Ayo kita makan siang bersama," ajak Maurin dengan sedikit berteriak.

Namun, Maurin tidak mendapat jawaban apapun. Sementara di dalam sana, Zoya masih mengepalkan tangannya kuat. Karena dia begitu kesal dengan ibunya. Bahkan suara-suara laknat itu masih terngiang di telinganya.

Maurin mencoba membuka pintu kamar Zoya, tetapi tidak berhasil karena kamar tersebut dikunci dari dalam. Maurin mendesah kecil. "Zoya apa-apaan ini, Nak? Kenapa pintunya dikunci?"

Zoya melayangkan tatapannya pada kenop yang berputar. Lalu dengan geram dia memukul ranjang untuk menguapkan kekesalan. "Mommy tidak perlu mengurusi Zoya, Mommy urusi saja Daddy Ken." Ujarnya tak kalah berteriak.

Mendengar itu, Maurin sangat yakin bahwa putrinya itu tengah marah padanya akibat kejadian tadi. Namun, memarahi Zoya bukanlah jalan terbaik.

"Zoy, apa yang kamu katakan? Tolong jangan seperti anak kecil, kamu ini sudah dewasa, jadi please, come on baby! Jangan buat mommy memarahimu." Balas Maurin.

"Terserah, Mommy mau marah sekalipun Zoya tidak peduli. Pokoknya Zoya ingin pergi dari rumah ini." Zoya tak kalah memekik, dia benar-benar sudah sangat muak dengan sikap sang ibu yang selalu mementingkan perasaannya sendiri.

"Zoya sudah berapa kali mommy bilang padamu. Mommy tidak akan meninggalkan mansion ini, apalagi meninggalkan Daddy Ken!" Tegas Maurin, menolak keras ucapan putrinya itu.

Mendengar itu, mengalir lah air mata Zoya, seperti mendapat hantaman keras di dadanya. Bahwa sang ibu lebih memilih tinggal dengan seorang lelaki yang menjadikan dia budak na*sunya.

"Lagi pula asal kamu tahu, Daddy Ken itu orang baik, kalau kamu tidak mau makan, terserah. Sepertinya aku sudah terlalu memanjakanmu, hingga kamu membangkang seperti ini!" Maurin yang sudah tak bisa menahan emosinya akhirnya pergi meninggalkan kamar Zoya.

Dadanya naik turun karena menahan sesak. Selama ini dia bertahan, hanya karena ingin kehidupan Zoya lebih baik, tapi Zoya seakan tidak mengerti.

Di dalam kamar Zoya semakin menangis. Ibunya benar-benar seperti tidak peduli padanya. Dia membuang seluruh yang ada di atas ranjang sambil memaki.

"Mommy sudah tidak menyayangiku!"

Hingga dari arah luar sana, terdengar sebuah teriakan. Zoya langsung menghentikan amukannya, demi memastikan pemilik suara itu adalah sang ibu. "Mommy." Lirihnya.

Zoya segera berlari dan membuka kunci pintu dengan tergesa-gesa. Dia hendak menapaki anak tangga. Namun, alangkah terkejutnya saat dia melihat sang ibu, yang sudah terkapar tak sadarkan diri, bersimbah darah dalam pelukan Ken.

"Mommy!!!"

Ke Rumah Sakit

Entah sebab apa, Maurin tiba-tiba jatuh dari atas tangga, kepalanya terbentur keras mengenai ujung tangga yang berbentuk runcing itu, akibatnya darah segar langsung mengalir deras dari pelipis Maurin.

Ken yang kala itu sedang menikmati makan siang, segera berlari saat mendengar teriakkan Maurin, dan dia mendapati wanita itu sudah tidak sadarkan diri.

Dia hendak membawa Maurin ke rumah sakit, tetapi sebelum mengangkat tubuh Maurin, Zoya justru datang dan memekik penuh pilu, karena terlalu terkejut melihat ibunya sudah bersimbah darah.

Akhirnya kedua orang itu sama-sama membawa Maurin ke rumah sakit. Dengan kecepatan cukup tinggi Ken membawa kijang besi itu sendiri, dia ikut was-was karena takut terjadi sesuatu pada Maurin.

Zoya terus menangis sambil memeluk Maurin yang senantiasa memejamkan mata. Dia begitu kalut, mendapati sang ibu yang tertimpa musibah dengan begitu tiba-tiba.

"Mommy, please. Open your eyes, jangan buat Zoya takut, ayo buka matamu, Mommy," ujarnya sesenggukan, air matanya senantiasa menderas hingga mengenai pipi Maurin yang berlumuran darah.

Sementara Ken fokus pada jalan raya. Dia beberapa kali mengumpat karena tercekal macet, dan juga lampu merah. Ken memejamkan matanya sejenak, dalam hatinya terus berdoa agar Maurin bisa terselamatkan.

Hingga tak berapa lama kemudian, mereka sampai di rumah sakit. Ken langsung mengangkat tubuh Maurin dan dia letakkan di atas brankar. Dengan cepat para perawat mendorong brankar tersebut untuk masuk ke dalam Unit Gawat Darurat (UGD).

Ken dan Zoya menunggu dokter memeriksa Maurin. Dan selama itu Zoya tak bisa untuk bersikap tenang, dia terus saja meneteskan air matanya, takut terjadi sesuatu pada ibunya. Apalagi mereka habis bertengkar.

Kedua orang berbeda usia itu langsung bangkit, begitu dokter keluar dari ruang pemeriksaan. Pria dengan jubah putih itu langsung menanyakan keluarga pasien.

"Kami berdua keluarganya, Dok," jawab Ken.

Dokter itu mengangguk, lalu menjelaskan bahwa Maurin mengalami pendarahan otak, dan perlu tindak lanjut berupa operasi. Jika memang Ken dan Zoya setuju, mereka diminta untuk menyelesaikan administrasi, dan dokter akan segera mengambil tindakan.

"Lakukan apapun untuknya, Dok. Aku akan segera menyelesaikan pembayaran," ujar Ken begitu mantap, membuat Zoya yang berdiri di sampingnya sedikit merasa beruntung.

Dan akhirnya, Maurin langsung dipindahkan ke ruang operasi untuk segera mengambil tindakan selanjutnya. Sementara Zoya kembali menunggu dengan harap-harap cemas.

Ken beberapa kali meminta Zoya untuk makan siang terlebih dahulu, mengingat gadis itu belum makan. Namun, Zoya terus menolak, dia ingin tetap berada di depan ruang operasi sampai selesai, dan memastikan bahwa Maurin baik-baik saja.

"Baiklah, terserah kamu saja," ujar Ken menyerah. Zoya memang sedikit keras kepala, dan Ken tak mau lagi memaksa.

Dan tak berapa lama kemudian lampu ruangan operasi berganti. Itu artinya Maurin sudah selesai ditangani. Dokter kembali keluar dengan para perawat, Ken dan Zoya pun bangkit menyambut mereka.

"Bagaimana dengan keadaan mommy saya, Dok?" tanya Zoya.

Dokter tersebut mengulum senyum. "Operasinya sejauh ini berhasil, tetapi kita perlu lihat nanti ditahap pemulihan." Jelasnya. "Tadi pasien juga sempat sadar, dan dia memanggil Tuan Ken. Jika memang nanti nyonya Maurin sudah siuman lagi, lebih baik temui dia. Dan ingat, hanya satu orang yang bisa masuk ke dalam sana." Sambung sang dokter.

Ken mengangguk, sementara Zoya merasakan sedikit nyeri pada ulu hatinya, karena lagi-lagi sang ibu justru mengingat lelaki badjingan yang berdiri di sampingnya.

Sore menjelang maghrib, akhirnya Maurin siuman. Dia mengerjapkan kelopak matanya, dan mendapati dirinya di sebuah ruangan serta banyak alat medis yang menancap di tubuhnya.

Maurin melirik ke arah pintu yang bergerak, dan mendapati seseorang masuk, dan ternyata itu adalah Ken, sang partner ranjang.

Ken melangkah ke arah pembaringan Maurin. Dia sedikit melengkungkan senyum melihat Maurin yang sudah sadarkan diri. Maurin mencoba menggerakkan jarinya, seluruh tubuhnya benar-benar merasakan sakit yang luar biasa.

Melihat itu, Ken segera menggenggam tangan Maurin. "Ada apa? Apa kamu butuh sesuatu?" Ken duduk di samping wanita itu, dan keduanya saling menatap.

"Ken, tubuhku sakit semua, dan sepertinya waktuku tidak banyak lagi. Aku ingin meminta sesuatu padamu untuk yang terakhir kali." ucap Maurin terbata.

"Maurin, apa yang kamu bicarakan? Kamu pasti sembuh!"

Dan Maurin menggeleng pelan.

"Aku benar-benar sudah tidak sanggup, Ken. Aku mohon, berjanjilah untuk menjaga Zoya untukku. Jangan pernah biarkan dia pergi dari sisimu, dan katakan padanya bahwa aku benar-benar menyayanginya seperti darah dagingku sendiri. Ken, aku..."

Seketika nafas Maurin tersengal, ludahnya tercekat dan genggaman tangannya pada Ken semakin kuat. Melihat itu, Ken membulatkan matanya dan segera membunyikan alarm yang berada tak jauh darinya.

"Maurin, ku mohon jangan bercanda!"

Suara detak jantung Maurin benar-benar membuat Ken merasa kalut. Hingga pria itu merasakan bahwa genggaman tangan Maurin mulai melemah, dan tubuh itu terkulai di atas pembaringan.

Sore itu, menjadi kabar duka bagi Zoya. Karena kini, Maurin telah meninggalkannya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!