"Hei, amu kenapa menangis?" tanya Zahra yang berdiri tepat di samping anak laki-laki tersebut.
Anak laki-laki tersebut hanya menggelengkan kepalanya. "Hei, nama atu Jahla, nama amu ciapa?" tanya Zahra yang kini menyodorkan tangan kanannya untuk bersalaman.
"Jidan," jawabnya singkat, ya anak laki-laki tersebut tak lain adalah Zidan.
"Atu punya dua lolipop," ucap Zahra sambil mengeluarkan lolipop dari ranselnya. "Catu buat Jidan satunya lagi buat Jahla," lanjutnya sambil menyodorkan lolipop yang ada di tangan kanannya kepada Zidan.
Zidan menggelengkan kepalanya, "kata bunda, Jidan nggak boleh makan lolipop," jawab Zidan yang sudah berhenti menangis.
"Kenapah?" tanya Zahra yang kemudian duduk di rerumputan depan Zidan.
"Kalena Jidan lagi atit," jawab Zidan dengan menantap wajah Zahra yang imut.
"Jidan atit?" tanya Zahra sambil meletakkan punggung tangannya ke kening Zidan, "tapi ga anas kok," lanjutnya yang kemudian menurunkan tanganya dari kening Zidan.
"Jidan bukan demam tapi Jidan punya penyakit bawaan sejak Jidan masih alam peyut bunda." Jawab Zidan dengan bijak.
"Kan sekalang Jidan udah nggak di alam peyut bunda lagi, kenapa macih atit?" tanya Zahra yang membuat Zidan kebingungan untuk menjawabnya.
Seorang wanita berumur sekitar dua puluh tujuh tahun datang menghampiri Zahra dan Zidan yang tengah duduk santai di atas rerumputan seraya berkata, "kata pak dokter, Zidannya masih sakit." Sahut Amira.
"Ohh gitu ya Ma," jawab Zahra polos. Ya wanita tersebut adalah Amira, Mama dari Zahra.
"Yaudah kalau gitu kita pulang ya!" pinta Amira sambil merangkul bahu mungil Zahra.
"Jidan boleh ikut nggak Ma?" tanya Zahra dengan mendongakkan kepalanya menghadap Amira yang lebih tinggi darinya.
"Boleh," jawab Amira tersenyum.
"Zidan, rumah kamu di mana?" tanya Amira yang juga merangkul bahu mungil Zidan.
"Di kompek Pelangi nomol dua ima tante," jawab Zidan polos.
"Wah kebetulan dekatan dong sama rumah Zahra, rumah Zahra komplek Pelangi nomor dua puluh satu, loh." Ucap Amira dengan merekahkan senyuman manisnya yang membuat Zahra sontak meloncat-loncat kesenangan.
"Pulang bareng tante dan Zahra ya Zidan!" pinta Amira.
"nggak ucah tan, bental lagi bunda jemput Jidan kok," jawab Zidan. Benar saja, beberapa detik setelah Zidan mengatakan bunda akan menjemputnya, sosok wanita cantik berumur tidak begitu jauh dari Amira sedang berjalan menghampiri mereka.
"Itu bundanya Jidan tan," ucap Zidan sambil menunjuk ke arah seorang wanita yang diduga adalah bundanya.
Zidan yang melihat bundanya spontan langsung berlari mengejar bundanya. "BUNDAAA!" teriak Zidan yang langsung memeluk tubuh bundanya.
"Bun, Jidan udah punya teman, ayo kenalan Bun!" ajak Zidan sambil menarik-narik tangan bundanya.
"Iya Zidan," jawab Mira pasrah.
"Tante kenalin ini Bundanya Jidan," ucap Zidan.
"Halo, saya Mira." Ucap Mira sambil menjulurkan tangan kanannya.
"Hai, kok namanya bisa samaan ya?" tanya Amira yang kemudian menjabat tangan Mira. "Saya Amira," lanjutnya yang disambut kekagetan yang sama dengan yang Amira rasakan tadi.
"Wah iya nih," jawab Mira terkekeh.
"Tante nama aku Jahra," ucap Zahra yang tiba-tiba menyambar tangan kanan Mira. Ya begitulah Zahra mudah sekali akrab dengan orang lain, namun orang lain sulit akrab dengannya entah kenapa orang-orang pada tak mau bergaul dengannya.
"Wah si imut ini namanya Zahra ya?" tanya Mira sambil mencubit pipi cubby Zahra.
"Hehehe," Zahra hanya terkekeh mendengar ucapan Mira.
"Yaudah kalau gitu kita pulang dulu ya," ucap Mira sambil merangkul Zidan.
"Iya, ati-ati ya tan," ucap Zahra sambil melambaikan tangannya.
"Iya sayang," jawab Mira sambil mencubit kembali pipi cubby Zahra.
Zidan dan Mira pun akhirnya pergi meninggalkan Zahra dan Amira yang masih tersenyum lebar ke arahnya.
Sejak saat itu Zidan dan Zahra menjadi teman dekat bahkan sahabat. Zidan yang lemah selalu dilindungi oleh Zahra. Zidan dan Zahra selalu bersama, tak seharipun mereka lalui sendirian. Zahra selalu melindungi Zidan dari orang-orang yang ingin menjahilinya.
...***...
Waktu begitu cepat berlalu dan saat ini Zidan dan Zahra sudah menginjak umur enam belas tahun. Mereka berdua sudah duduk di kelas sepuluh, Sekolah Menengah Atas. Sayangnya untuk kali ini Zidan dan Zahra kurang beruntung, karena di mana Zidan dan Zahra untuk pertama kalinya tidak sekelas.
Terlihat wajah sedih yang terpancar dari Zahra yang sedang termenung di kursinya. Zidan yang berada diambang pintu tersenyum melihat Zahra yang tengah sedih itu. Ia sangat paham apa yang sebenarnya membuat Zahra sedih seperti itu. Tanpa pikir panjang Zidan langsung menghampiri Zahra yang murung itu.
"Zahra," ucap Zidan yang kemudian duduk di depan Zahra.
"Lo kenapa sedih?" tanya Zidan sambil merapikan poni Zahra yang menutupi matanya.
"Gimana gue nggak sedih, kita nggak sekelas nanti siapa yang jagain lo?" jawab Zahra dengan kembali melontarkan pertanyaan.
"Ya Allah Zahra, gue udah segede ini masih mau lo jagain Ra, gue laki-laki Ra harusnya gue yang jagain lo, bukan malah sebaliknya Zahra." Jawab Zidan tegas namun tetap dengan nada yang lembut. Ya itu lah Zidan yang tak pernah kasar terhadap Zahra, meskipun terkadang Zahra membuatnya kesal.
"Gue tau kok, cuma gue khawatir dengan kondisi lo Dan," ucap Zahra dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
Zidan memegang tangan kanan Zahra seraya berkata, "Zahra, gue nggak apa-apa kok selagi lo dengarin apa kata-kata gue," jawab Zidan dengan suara yang sangat lembut.
"Tapi lo harus janji sama gue kalau lo ga bakalan ninggalin gue!" pinta Zahra sambil mengacungkan kelingkingnya.
Zidan menyatukan kelingkingnya dengan kelingking Zahra, "insyaAllah gue janji Ra," jawab Zidan tersenyum.
GUBRAAAKKKK,
Hana tiba-tiba datang memukul meja Zahra. Hana adalah musuh Zahra sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama atau SMP.
"Lebay amat sih lo berdua, jijik tau gue liat lo lo pada," ucap Hana sambil menunjuk Zahra dan Zidan secara bergantian.
Melihat kelakuan Hana membuat Zahra naik tensi. "Lo bisa nggak sopan dikit?" tanya Zahra dengan volume meninggi.
"Nggak, kenapa rupanya?" tanya Hana santai tanpa merasa bersalah.
Zidan yang tak ingin Zahra lagi-lagi masuk ruangan BK karena mukulin anak orang pun langsung menahan tangan Zahra. "Ra Ra udah, jangan berantem lagi bisa, kan?" Zidan memegang kedua tangan Zahra memohon.
"Dan, dia udah buat lo kaget, terus gue harus diam aja?" tanya Zahra sambil menatap kedua bola mata Zidan.
"Zahra, gue nggak mau lo masuk ruangan BK lagi, lo nggak kasian sama mama lo?" tanya Zidan tegas.
"Tuh dengarin Ra kata cowok lo yang lemah ini," ucap Hana sambil mendorong bahu Zidan.
Zahra yang dipenuhi amarah tanpa pikir panjang langsung melepaskan paksa kedua tangannya dari pegangan Zidan. Zidan yang tak terlalu kuat memegang tangan Zahra pun akhirnya membuat Zahra berhasil melepaskan cekraman tangan Zidan.
Sorry ya kalau masih belum ngefell🙏🙏
SYUKRON, JAZAKUMULLAH KHAIRAN KATSIRAN WA JAZAKUMULLAH AHSANAL JAZA, WASSALAMMU'ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH.
Jangan lupa di follow ya teman,😉
IG : @febiayeni
FB : Febi Ayeni
PLAKK!!
Satu tamparan mendarat di pipi Hana, “berani lo ngata-ngatain Zidan lemah lagi, bukan hanya pipi lo yang gue tampar!” ancam Zahra kepada Hana yang sedang meringis kesakitan, “AWAS LO YA!” ancam Zahra sambil menunjuk wajah Hana.
Zahra yang tak ingin membuat suasana menjadi lebih runyam, segera memutuskan untuk membawa Zidan keluar dari kelasnya. Zahra dan Zidan kini sedang berada di kantin untuk menyatap sarapannya.
“Dan, lo kenapa sih kok diem aja?” tanya Zahra yang kemudian menyuap sesuap nasi goreng ke mulutnya.
Zidan sama sekali tak menanggapi pertanyaan Zahra, ia hanya asik dengan ponselnya sendiri.
“Lo marah sama gue gara-gara Hana?” tanya Zahra lagi.
Zidan meletakkan ponselnya di atas meja, “mau sampai kapan lo kasar sama orang?” tanya Zidan yang kemudian menyuap nasi goreng miliknya.
“Jadi, lo mau biarin aja orang yang ngata-ngatain lo gitu aja?” tanya Zahra dengan tatapan sinisnya.
“Hana nggak salah kok ngatain gue lemah, buktinya untuk ngelindungi lo aja gue nggak bisa.” Tegas Zidan yang mulai emosi.
“Siapa bilang lo nggak bisa ngelindungi gue?” tanya Zahra, “justru lo yang buat gue jadi pemberani gini, mungkin kalau lo nggak ada gue bakalan jadi anak cupu.” Jawab Zahra yang kemudian tersenyum.
“Tapi gue nggak suka liat lo kasar gitu Ra, gue maunya lo jadi wanita yang feminim!” pinta Zidan dengan menantap kedua bola mata Zahra lekat.
“Untuk apa gue jadi feminim, Dan? Biar semua laki-laki dengan mudahnya permainin hati gue?” tanya Zahra dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
“Ra, jadi feminim bukan berarti lo harus jadi cewek lemah, tapi cewek yang bisa ngendalikan emosinya dengan baik.” Jawab Zidan sambil mengelus tangan kanan Zahra yang berada di atas meja.
“Kak Intan kurang sabar apa coba? Kurang feminim apa coba? Tapi tetap aja dia terus-terusan disakiti laki-laki, kan?” tanya Zahra yang sudah bangkit dari tempat duduknya.
“Kak Intan hanya belum ngerti bagaimana cara mencintai yang benar Ra,” jawab Zidan yang membuat emosi Zahra semakin meledak-ledak.
Seketika air mata Zahra jatuh, “jadi maksud lo kak Intan bodoh? Iya?” tanya Zahra dengan mata melotot.
“Ra, gue ga bilang kak Intan bodoh,” jawab Zidan yang mulai meninggikan volume suaranya.
Disaat Zahra dan Zidan sedang berdebat, tiba-tiba speaker sekolah berbunyi memanggil nama mereka berdua.
“Kepada Zahra Amira Kalandra dari kelas X. 1 dan Zidan Adhitama dari kelas X. 2 harap segera datang ke ruang BK!"
"Sekali lagi kepada Zahra Amira Kalandra dari kelas X. 1 dan Zidan Adhitama dari kelas X. 2 harap segera datang ke ruang BK!"
“Tu kan Ra, lagi-lagi kita masuk ruang BK,” ucap Zidan yang kemudian berdiri dari tempat duduknya.
“Kalau lo nggak mau terus-terusan masuk ruang BK, lo nggak usah berteman lagi sama gue!” perintah Zahra yang kemudian berjalan mendahului Zidan.
Zidan yang mulai usil pun akhirnya mempercepat langkahnya agar bisa mendahului Zahra, “galak amat sih Ra,” ledek Zidan sambil mencolek dagu Zahra.
“Bodo amat,” jawab Zahra ketus.
RUANG BK
“Zahra, butuh berapa kali lagi ibuk peringati kamu biar nggak mukul-mukul orang sesuka hati kamu kayak gini?” tanya Buk Rida tegas.
“Ini bukan salah Zahra kok buk, Hana kok yang mulai duluan.” Jawab Zahra yang merasa terpojokkan.
Buk Rida membesarkan kedua bola matanya menatap Zahra, “kamu ini ya udah jelas salah masih aja ngeles,” ucap Buk Rida ketus.
“Tapi memang benaran bukan Zahra yang salah kok buk, Hana yang duluan mancing emosi Zahra.” Jawab Zidan membela Zahra.
“Tapi Buk, meskipun Hana yang mulai duluan tapi, kan Hana nggak main fisik kayak Zahra Buk.” Sahut Hana yang tak mau kalah.
Zahra seketika berdiri, “Intinya kan lo yang mulai duluan, coba lo nggak mancing emosi gue pasti gue nggak bakalan nampar lo.” Tegas Zahra sambil menunjuk-nunjuk wajah Hana.
"Dasar lo nya aja yang nggak mau di didik sama orang tua lo," tukas Hana dengan tatap sinisnya.
"Nggak usah bawa-bawa orang tua bisa nggak?"
“SUDAH SUDAH SUDAH, pokoknya saya tidak mau lagi dengar ada keributan di antara kalian lagi,” ucap Buk Rida yang mulai kesal dengan mereka bertiga.
“Untuk kamu Zidan, kamu boleh masuk kelas sekarang!” perintah Buk Rida, “dan untuk kamu Zahra, bersihkan toilet wanita sampai benar-benar bersih!” perintah Buk Rida.
Mendengar ucapan Buk Rida membuat Hana tersenyum bahagia karena melihat Zahra yang harus membersihkan toilet. Hana menjulurkan lidahnya mengejek Zahra, “rasain lo,” ledek Hana dengan suara pelan.
“Lo kok saya dihukum sih, Buk?” tanya Zahra protes.
“Kalau nggak mau dihukum nggak usah cari masalah Zahra,” tegas Buk Rida yang membuat Zahra merengut.
“Dan untuk kamu Hana silahkan beresin buku-buku di perpustakaan!” perintah Buk Rida.
“Lho saya kok juga dihukum, Buk? Saya kan korban,” protes Hana kesal.
“Masih syukur disuruh beresin buku, daripada bersihin toilet kamu mau?” tanya Buk Rida.
“Eeh nggak Buk, beresin buku aja.” Jawab Hana, “entar kasian kuku-kuku saya yang baru perawatan ini kalau harus bersihin toilet, iuh.” Lanjut Hana sambil memperlihatkan kuku-kukunya ke arah Zahra.
Zahra langsung menekuk jari jemari Hana yang menghalagi pandangannya, “gue patahin jari-jari lo baru tau rasa lo nanti,” ucap Zahra kesal.
Hana langsung menarik tangannya, “ih apaan sih lo, entar lecet lagi jari jemari gue yang aduhai ini.” Ujar Hana sambil mengelus-elus jarinya.
“Kuku jelek aja dipamerin,” jawab Zahra sinis.
“SUDAH SUDAH SUDAH, KERJAKAN TUGAS KALIAN SEKARANG!” teriak Buk Rida yang membuat Zahra, Zidan dan Hana menutup telinganya.
“Ii... Iya iya Buk,” jawab Zahra, Zidan dan Hana secara bersamaan.
Dengan sangat terpaksa Zahra mengerjakan hukumannya dengan omelan, “kalau nggak gara-gara Hana, gue nggak bakalan bersihin toilet gini,” oceh Zahra yang tak henti-hentinya.
“Buk nggak bosen apa ngomel-ngemel mulu?” tanya Zidan yang berdiri bersandar di tembok dekat pintu.
“DIAM LO!” perintah Zahra ketus.
“Udah sering dihukum juga lo nggak bosen apa Ra?” tanya Zidan, “gue aja nih ya yang cuma liatin lo dihukum aja sampai bosen lho,” lanjutnya.
“Hobby gue mah dihukum, dari pada hobby kok gangguin gue,” ledek Zahra kesal.
“Oh jadi gitu,” jawab Zidan sambil menunjukkan lolipop ke depan pintu toilet, “yaudah gue pensiun aja deh jadi teman lho, bye Zahra.” Lanjut Zidan yang membuat Zahra kesal.
“Ihh Zidan, ngacamnya kok pakai lolipop sih?” tanya Zahra, “gue kan ga bisa nolak kalau itu,” regek Zahra dengan ekspresi khas seperti anak-anak.
Zidan seketika tak peduli dengan rengekkan Zahra, “bodo amat,” ucapnya yang kemudian berjalan meninggalkan Zahra.
Disaat Zahra ingin mengejar Zidan, tanpa sengaja ia terpleset dan menoreskan luka di siku tangan kanannya. “AAA, ZIDAAAAN!” teriak Zahra yang seketika menghentikan langkah kaki Zidan.
Kira-kira apa ya yang Zidan lakukan ketika melihat Zahra terjatuh? 🤔
SYUKRON, JAZAKUMULLAH KHAIRAN KATSIRAN WA JAZAKUMULLAH AHSANAL JAZA, WASSALAMMU'ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH.
Jangan lupa di follow ya teman,😉
IG : @febiayeni21
FB : Febi Ayeni
Zidan membalikkan badannya ke belakang, “ZIDAAANNN, HUU!” panggil Zahra dengan rengekkan.
“Hhh, HAHAHA,” tawa Zidan pecah melihat Zahra yang sedang meringis kesakitan.
“Ck, Zidan bukannya bantuin malah ngetawain gue,” ujar Zahra sambil ngelus-elus sikunya yang terluka.
Zidan berjalan mendekati Zahra dan membantu agar Zahra kembali berdiri, “makanya jalan itu pakai mata Ra,” ucap Zidan.
“Jalan ya pakai kaki Zidan, jalan pakai mata yang ada tu mata buta kali,” jawab Zahra ketus.
“Iya juga ya,” ucap Zidan sambil membuka bungkus lolipop yang ia pegang.
Disaat Zidan ingin mengigit lolipopnya, tiba-tiba Zahra langsung menahan tangan Zidan untuk menjauhi lolipop tersebut, “ZIDAN!” pekik Zahra yang dibalas tatapan kebingungan oleh Zidan. “Lo itu nggak boleh makan lolipop tau,” lanjut Zahra yang kemudian melepas paksa lolipop tersebut dari tangan Zidan.
Zidan menekuk wajahnya kesal, “dikit aja boleh kali Ra, gue kan juga pengen!” pinta Zidan.
“Nggak boleh,” Zahra membesarkan kedua bola matanya kepada Zidan yang menimbulkan kesan seram.
“Pelit amat sih Ra,” jawab Zidan kesal.
“Gue nggak mau lo sakit lagi Dan,” ucap Zahra dengan penuh kekhawatiran.
Zidan seketika menatap wajah Zahra yang terlihat sangat khawatir itu dan kemudian Zidan tersenyum. “Ngapa lo senyum-senyum gitu?” tanya Zahra dengan menyembunyikan rasa malunya.
Zidan kemudian mencubit kedua pipi cubby Zahra, “lo tu lucu amat sih Ra kalau lagi khawatir gitu,” ucap Zidan.
Zahra melepaskan tangan Zidan dari wajahnya, “biasa aja kali,” jawab Zahra. Zahra lalu berjalan mendahului Zidan dengan pipi yang sudah mulai memerah.
Disaat Zidan ingin memanggil Zahra, tiba-tiba saja ia merasakan sakit yang berasal dari dadanya. Zidan meletakkan tangan kanannya di dada untuk menahan sakit yang ia rasa. Zahra yang sudah sangat jauh dari jangkauannya tiba-tiba menyadari bahwa Zidan sudah tidak lagi mengikutinya. Zahra membalikkan badannya, Zahra sangat terkejut ketika mendapati Zidan yang tengah membungkukkan badannya. Zahra kemudian berlari, “ZIIDAAAAANN,” teriak Zahra histeris. Zidan yang menyadari Zahra menghampirinya, dengan paksa ia melepaskan tangan yang menahan dadanya.
Zahra mengelus punggung Zidan, “Dan lo nggak apa-apa, kan?” tanya Zahra khawatir.
“Gue nggak apa-apa kok,” jawab Zidan yang masih membungkuk.
“Terus lo ngapain bungkuk-bungkuk gitu?” tanya Zahra yang mulai sedikit lega.
“Gue nyari sesuatu Ra,” jawab Zidan.
“Cari apaan dah paling juga nggak penting,” ucap Zahra dengan menyilangkan kedua tangan didadanya.
Zidan tiba-tiba membentuk simbol love dari tangan kanannya dan memberikan kepada Zahra, “cari ini,” jawab Zidan tersenyum.
Rasa bahagia yang hadir di hati Zahra membuatnya tersipu malu, “sa ae lo Dan,” ucap Zahra sambil menyingkirkan tangan Zidan dari hadapannya.
Zidan tersenyum lalu merangkul pundak Zahra santai. Zidan merangkul Zahra bukan dalam artian ia semena-mena terhadap Zahra, namun Zidan melakukan itu sebab ia tak sanggup berjalan tanpa bantuan saat ini.
“Ra, kantin yuk haus gue!” ajak Zidan.
“Yaudah yuk,” sahut Zahra yang kemudian memegang tangan kanan Zidan yang merangkulnya.
Sesampainya Zidan dan Zahra di kantin, Zidan langsung cepat-cepat duduk di salah satu kursi kantin. Zahra bingung melihat Zidan yang tak biasa seperti ini. “Dan, are you ok?” tanya Zahra yang kemudian duduk di samping Zidan.
“Pesanin gue minum dong Ra, jus alpukat tapi nggak pakai gula!” pinta Zidan.
“Itu aja?” tanya Zahra dengan tatapan khawatirnya melihat Zidan seperti ini.
Zidan mengangguk kepalanya, “sama bakso!” pinta Zidan.
“Oke, lo tunggu bentar ya!” pinta Zahra sambil menepuk pelan pundak Zidan. Zidan hanya menganggukkan kepalanya.
Setelah Zahra pergi untuk memesan makanan dan minumannya, Zidan diam-diam mengambil obat dari saku celananya dan kemudian ia meminumnya dengan bantuan air putih yang ada di atas meja kantin. Lima menit kemudian, Zahra pun datang dengan membawa pesanan Zidan. Kini Zahra mulai sedikit tenang melihat Zidan yang tidak segelisah tadi.
Zahra tersenyum sembari meletakkan pesanan Zidan di atas meja, “pesanan datang pangeran,” ucap Zahra.
“Terimakasih bidadari tomboy,” jawab Zidan yang membuat Zahra tersipu malu.
“Dan, lo tadi kenapa sih? Kok gue liat gelisah gitu?” tanya Zahra yang kemudian mencuri bola-bola bakso milik Zidan.
PUUKK
Zidan menepuk pelan tangan Zahra yang mengambil bola-bola bakso miliknya dengan menggunakan tangan kiri. “Kebiasaan amat sih makan pakai tangan kiri,” ucap Zidan dengan tatapan sinisnya, “GANTI!” perintah Zidan tegas.
“Galak amat sih Dan, kayak papa gue aja,” jawab Zahra yang kemudian memegang sendok dengan tangan kanannya.
“Gue tu galak gini biar nanti kalau lo udah nikah, suami lo nggak mau poligami.” Ucap Zidan dengan penuh penekanan.
Zahra kemudian mengunyah bakso sambil menjawab ucapan Zidan, “jauh amat sih pikiran lo, Dan.” Jawab Zahra.
Zidan yang melihat Zahra berbicara sambil makan tanpa basa-basi langsung menutup mulut Zahra dengan tangan kanannya. “Zahra, bisa nggak sebelum ngomong habisin tu makanan dulu?” tanya Zidan tegas.
Setelah Zahra berhenti mengoceh, Zidan pun melepaskan tangannya dari mulut Zahra lalu berkata, “entar kalau gue nggak ada, siapa yang bakalan ngingatin lo, Ra?” tanya Zidan yang membuat Zahra seketika menjadi sedih.
“Emang lo mau ke mana?” tanya Zahra dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
Zidan sejenak terdiam, “nggak selamanya gue bisa di samping lo, Ra dan nggak selamanya juga gue harus selalu ngingetin lo.” Jawab Zidan yang tak sanggup untuk menatap kedua bola mata Zahra yang sudah pasti ingin menangis itu. Zidan hanya terfokus dengan semangkuk bakso yang berada di depannya.
Zahra kemudian meraih paksa kedua tangan Zidan lalu berkata, “Dan, liat gue dulu!” pinta Zahra yang tak mampu menahan air matanya lagi. Dengan sangat terpaksa Zidan kemudian menatap kedua bola mata Zahra, “penyakit lo makin parah ya?” tanya Zahra.
Zidan kemudian mengalihkan pandangannya dan melepaskan genggaman tangan Zahra, “suatu hari nanti gue pasti pergi kan, Ra?” tanya Zidan yang sejenak menatap mata Zahra. “Sehat ataupun sakit gue pasti pergi Ra,” lanjut Zidan.
GUBRAAAKKKK
Tiba-tiba Hana memukul meja yang ada dihadapan Zahra dan Zidan. “Uluh uluh, sweet banget sih sampai nangis-nangis segala,” ledek Hana. Zahra langsung cepat-cepat menghapus air matanya.
Zahra kemudian berdiri menghadang Hana, “mau apa lagi lo?” tanya Zahra tegas.
“Ra,” Zidan memegang tangan Zahra agar tidak melakukan kekasaran lagi terhadap Hana.
“Pacaran kok di kantin, kayak nggak ada tempat lain aja,” ucap Hana yang kemudian pergi meninggalkan Zahra.
“Suka-suka gue dong,” sahut Zahra penuh emosi.
“Zahra, duduk!” pinta Zidan dengan lembut. Zahra pun akhirnya duduk.
“Ra, lo harus bisa kendalikan emosi lo!" pinta Zidan dengan tatapan penuh kekhawatiran terhadap Zahra.
“Dan, orang kayak Hana itu harus di kasih pelajaran,” tegas Zahra yang kemudian melipat kedua tangan didadanya.
Jangan lupa koment dibawah ini ya guys😉
SYUKRON, JAZAKUMULLAH KHAIRAN KATSIRAN WA JAZAKUMULLAH AHSANAL JAZA, WASSALAMMU'ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH.
Jangan lupa di follow ya teman,
IG : @febiayeni21
FB : Febi Ayeni
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!