NovelToon NovelToon

Fire On Fire

Kecelakaan

Prang...!!

Suara gaduh terdengar dari kamar Jennifer. Ia tidak menyangka jika kekasihnya tega mengkhianatinya. Bayangan-bayangan dimana Diko sedang mencumbu wanita yang Jennifer sebut sebagai ****** itu terus bermunculan di otaknya.

Jennifer kacau, hatinya sesak dan pernapasannya terasa tersumbat bersamaan dengan buliran air mata yang mulai turun mewakilkan bagaimana hancur hatinya.

"Kurang apa gue sama lo baj**gan!" teriaknya menatap miris pantulan dirinya.

"Lo bod*h dan gue akan buat lo nyesel Diko!" tangis gadis itu semakin pecah. "Akhh....pecundang!" umpatan demi umpatan kembali terdengar.

Meski suara tangisnya terdengar oleh beberapa asisten rumah tangganya. Namun tidak ada yang bisa menolongnya. Jika nona mudanya sedang mengamuk maka mereka hanya perlu membersihkan sisa-sisa barang pecah setelah Jennifer puas melampiaskan amarahnya nanti.

Brak

Pintu kamar terbuka. Jennifer dengan segala kekalutannya menuruni anak tangga dan berniat untuk pergi. Tujuannya jelas untuk mencekik cowok tidak tahu diri yang sudah berani membuat sakit hatinya.

Menjalin hubungan bersama dengan Diko kurang lebih selama 2 tahun membuatnya percaya setengah mati. Ia pikir Diko itu lelaki yang baik, menerima Jennifer bukan karena dia seorang model yang sedang naik daun dan banyak diminati, tetapi karena mereka yang memang sudah mengenal cukup lama dan juga memiliki hati yang tulus.

"Gue bunuh lo brengs*k!" umpatnya menyetir mobil dengan ugal-ugalan.

Niat Jenni untuk membuat Diko tidak bisa lagi menyakitinya. Namun takdir berkata lain. Justru Jennilah yang sebentar lagi akan berperang dengan maut. Dari arah yang berlawanan bus besar melaju dengan sangat kencang. Sampai terjadilah sesuatu yang membuat Jenni tidak sadarkan diri.

Brak

Samar-sama Jenni melihat beberapa pengendara yang sengaja berhenti dan mengerubuninya. Sebelum akhirnya gelap menyapa dan membuatnya tidak sadarkan diri.

Di tempat berbeda. Alendra terus berjalan lemah dengan tatapan nanar melihat keadaan istrinya. Meski dia tidak memiliki rasa untuk gadis di depannya ini. Namun tidak tega rasanya melihat keadaan Alina terbaring tidak sadarkan diri di ranjang rumah sakit karena percekcokan yang terjadi dengan mereka beberapa jam yang lalu.

Perasaan bersalah kini menyelimutinya. Harusnya dia tidak mengatakan kata-kata kasar untuk gadis yang sebenarnya juga menjadi korban dari keegoisan orang tua mereka. Perjodohan itu tidak diinginkan oleh Alendra, begitu juga dengan Alina yang hanya bisa pasrah ketika kedua orang tuanya meminta.

"Gadis ceroboh," gumam Alendra mengamati wajah pucat di depannya.

"Endra bagaimana keadaan Alina?" Wanita paruh baya dengan nama Intan itu mendekat.

Beliau adalah Ibu kandung Alendra. Wanita yang juga sangat berperan dalam perjodohan mereka.

"Seperti yang mama lihat," balas Alendra seketika mendapat tatapan tajam dari Intan.

Beliau tahu pernikahan itu tidak didasari rasa cinta dari kedua belah pihak yang bersangkutan. Tetapi perjodohan itu ada karena perjanjian kakek keduanya dulu semasa masih hidup.

"Bersikaplah yang sopan Endra!" tegas Pak Dirta kepada anak semata wayangnya.

"Sebentar lagi kedua orang tua Alina akan datang, kamu jangan menambah khawatir mereka Endra," jelas Pak Dirta.

Tidak ada balasan dari Alendra. Karena memang ya...untuk pura-pura bersikap seakan peduli dengan Alina sangat enggan rasanya untuk dia lakukan. Terlebih dengan kejadian ini malah semakin menambah Alina gadis yang tidak berguna di mata Alendra. Meski terbesit sedikit rasa bersalah kepada gadis yang masih memejamkan matanya itu.

Semula berawal dari tadi pagi ketika Alina akan bersiap untuk ke sekolah. Alina yang memang gadis patuh dan cukup polos itu berniat untuk menyalami tangan Alendra sebelum berangkat. Biasanya Alendra masih tidur ketika ia berangkat ke sekolah. Alina juga tidak berani untuk membangunkan Alendra di kamarnya.

Pernikahan yang sudah terjalin selama kurang lebih 3 bulan itu sama sekali tidak membuat Alina bahagia. Ia tinggal bersama dengan Alendra namun tanpa sepengetahuan kedua orang tua mereka. Keduanya tidur terpisah.

Entah dorongan dari mana pagi ini Alina berniat untuk pamit dengan Alendra. Melihat pintu kamar Alendra yang terbuka membuat Alina cukup nekat untuk masuk, seketika langkah yang tadinya cukup semangat itu terhenti ketika ia tanpa sengaja mendengar suara dari dalam kamar mandi.

Lebih tepatnya suara ketika Alendra sedang melakukan sambungan vidio call bersama dengan seorang wanita. Alina terkejut, ia tanpa sengaja sampai menjatuhkan laptop milik Alendra yang sedang di cs tidak jauh dari tempatnya tadi berdiri.

Brak

Alina semakin takut. Ia yakin jika Alendra akan marah setelah kejadian ini. Dan benar saja raut wajah sangar dari lelaki tampan yang sudah beberapa bulan ini menjadi suaminya menatapnya dengan tajam.

"Ngapain kamu di sini?" sinis Alendra seketika membuat nyali Alina menciut.

Perlu kalian ketahui. Alina ini sebenarnya gadis yang cantik, bahkan sangat cantik dengan penampilannya yang selalu polos tanpa ditambah-tambah lagi. Hanya saja kelebihan yang dimiliki oleh Alina itu seakan tertutup dengan sikap pendiam dan introvert nya.

"A-aku mau se-ko-lah," balas Alina tergugu.

Alendra memejamkan matanya. "Jangan pernah lancang lagi masuk ke kamarku!"

Alina mengangguk. Mengurungkan niatannya untuk pamit terlebih dahulu kepada Alendra sebelum berangkat sekolah.

"Gadis tidak berguna," gumam Alendra yang masih dapat didengar dengan jelas oleh Alina.

Yakin Alendra mengucapkan itu juga sengaja agar Alina mendengar. Karena lebih terdengar seperti umpatan dari pada gumaman.

Merasa semakin sakit di hatinya Alina beranikan diri untuk berhenti dan menoleh. Cukup ia dipandang sebelah mata oleh suaminya.

"Apa lagi?" tanya Alendra dengan tampang tanpa berdosanya.

"Aku capek," lirih Alina membuat sudut bibir Alendra tertarik ke atas.

Senyum miring yang Alendra berikan untuk Alina.

"Kamu pikir cuma kamu yang capek? Aku juga capek harus tinggal sama gadis nggak berguna seperti kamu! Perlu kamu tahu Alina, aku sudah mempunyai seseorang yang sudah mengisi hatiku!" seloroh Alendra seketika membuat Alina diam bersamaan dengan air mata yang tidak bisa lagi dia tahan.

Cukup. Alina selama ini sudah berusaha untuk menjadi istri yang baik untuk Alendra. Menyiapkan segala sesuatu seperti istri pada umumnya. Hanya satu yang sampai saat ini belum Alina berikan, kehormatannya. Terlebih Alendra sendiri memang tidak meminta haknya.

"Aku mau bilang papa, kita cerai!" tekan Alina seketike mambuat Alendra tertawa meremehkan.

"Silahkan, itu yang aku mau," balasnya membuat Alina menatap Alendra tidak habis pikir.

Sebelum akhirnya Alina pergi dengan sejuta luka yang Alendra berikan. Ia paham jika Alendra tidak menyukainya, Alina juga paham pernikahan mereka terjadi atas dasar perjodohan, namun ada secercah harapan jika pernikahan atas dasar perjodohan itu akan berakhir baik. Dalam artian baik Alina atau pun Alendra sama-sama mencoba untuk saling membuka hati.

"Kamu jahat kak Endra," desis Alina dengan air mata yang terus bercucuran.

Ia berniat untuk pulang ke rumah kedua orang tuanya. Tidak akan ada lagi kebohongan tentang rumah tangga yang harmonis dihadapan kedua orang tuanya. Alina menyerah dan dia berniat untuk mengakhiri pernikahannya bersama dengan Alendra yang baru berjalan kurang lebih 3 bulan.

Sampai tanpa dia sadari kejadian yang menimpanya malam itu juga membuat hidup Alina seketika berubah. Alina mengalami kecelakaan tunggal yang sangat parah. Mobil yang sedang dikendarainya menabrak pembatas jalan dan membuat Alina langsung tidak sadarkan diri.

Wajah Asing

Bulu mata panjang nan lentik itu mulai merenggang dengan peraduannya. Bola mata yang indah dengan warna kecoklatan itu kian terbuka. Nuansa putih yang pertama ia lihat sebelum beberapa suara mulai terdengar di telinganya.

"Alina."

"Alina sayang."

"Alina sadar pa."

"Dokter!"

"Dokter cepat ke sini!"

Deg

Jantungnya terasa berdenyut sangat kencang. Nama yang asing terus dia dengarkan. Sebenarnya dia sedang berada dimana? Diliriknya orang-orang yang kini sedang mengitarinya. Mereka benar menatap ke arahnya. Tetapi kenapa menyebutkan nama yang sangat asing sekali?

Jennifer atau yang kini sudah berada di tubuh Alina itu ingin bersuara. Dia ingin sekali menjawab dan mengingatkan kepada para orang tua yang menatapnya penuh haru jika namanya Jennifer bukan Alina seperti yang mereka sebutkan.

Namun ketika ia berusaha untuk membuka suara. Rasanya masih sangat kaku, sampai akhirnya dokter datang untuk memeriksanya.

"Alhamdllah ibu, bapak... Nak Alina kini sudah sadarkan diri, bahkan suatu keajaiban Alina bisa melewati masa kritisnya dengan keadaan yang sangat normal begini, saya sudah memeriksa jantungnya yang sempat berhenti berdetak kini sudah kembali normal," jelas Dokter seketika membuat para orang tua yang berada di ruangan itu mengucap syukur tiada henti.

"Biar saya kasih tahu Alendra," ujar Pak Dirta yang disetujui oleh istri dan kedua besannya.

Sementara Jenni atau Alina kembali menutup mata. Obat yang baru saja diberikan oleh dokter membuatnya kembali tidur untuk beristirahat.

Sekitar pukul 10 malam. Jenni atau Alina terbangun, ia kembali membuka matanya setelah tadi tidur cukup lama karena obat yang dokter berikan tadi siang.

Matanya menangkap sosok laki-laki yang sangat tampan dan bahkan dibanding dengan Diko lebih tampan lelaki di depannya itu. Tapi tunggu, dia siapa? Kenapa bisa berada di ruangannya? Kenapa bukan Diko yang pura-pura datang untuk menjenguknya ketika mendengar ia kecelakaan.

Ah...mungkin cowok breng**k itu kini sudah tidak sudi lagi ketika sudah menemukan pengganti yang baru. Awas saja jika Jenni sudah sembuh, rencana untuk membuat Diko menjemput ajal akan dia lanjutkan. Baru sadar saja sudah mempunyai rencana jahat duh... Jenni-Jenni.

"Udah bangun?" suara lelaki yang berada di depannya tadi mengejutkan lamunan Jenni atau Alina.

"Tanya gue?" jawabnya lirih.

Lelaki di depannya itu terdiam menatap ke arahnya, sebelum terdengar kekehan dari lelaki itu. Apanya yang lucu coba? Pikir Jenni tidak habis pikir.

"Kamu gegar otak Alina," selorohnya membuat Jenni kembali merasakan dejavu.

Lagi-lagi nama Alina yang dia dengar? Siapa sih sebenarnya gadis yang brnama Alina itu?

"Lo ngomong sama gue kan?" tanya Jenni membuat Alendra semakin tertawa.

Iya lelaki yang kini sedang bersama dengan Alina atau Jenni itu ialah Alendra. Mau tidak sesuka apapun dia dengan Alina tetap saja sebagai suami harus bertanggung jawab. Tanggung jawab untuk menunggu Alina yang sedang sakit maksudnya bukan yang lain.

"Biar aku panggilkan dokter," balasnya berniat untuk pergi.

"Nggak usah, gue nggak papa! Nggak ada keluhan juga," tolak Jenni membuat Alendra mengurungkan niatnya.

Jika dilihat Alina memang lebih bugar sekarang. Padahal tadi pagi dia baru saja dinyatakan kritis selucu itu ternyata keadaan mempermainkan Alendra untuk merasakan rasa bersalah.

"Lo nggak kenal gue?" tanya Jenni seketika membuat Alendra tertawa remeh.

"Gue model sekaligus artis terkenal," jelasnya membuat Alendra menggeleng tidak habis pikir dengan kehaluan istri kecilnya.

"Kamu istri aku," jelasnya yang berhasil membuat Jenni menganga tidak percaya dengan pernyataan lelaki di depannya.

Mimpi? Apakah ia sedang mimpi sekarang?

Tetapi ketika jemari lentiknya sengaja mencubit kecil ia merasa sakit yang terasa nyata. Berati ini bukan mimpi tapi kenyataan.

"Istri? Jangan mimpi! Gue model terkenal Jennifer Mauren," jawabnya membuat Alendra seketika tertawa ringan.

Tawa yang sangat terlihat meledak.

"Kamu yang mimpi! Ngaku-ngaku model," cibirnya masih dengan tawa ringannya.

"Sorry untuk kata-kata aku tadi pagi," lanjut Alendra berniat untuk meminta maaf.

Bicara bersama dengan Alina yang tiba-tiba otaknya terbalik dan mengaku sebagai model memang harus ekstra sabar. Alendra turuti saja permintaan mamanya tadi untuk meminta maaf ketika Alina kembali sadar. Siapa tahu Alina kembali seperti sedia kala. Meski kehaluan Alina saat ini semakin asik.

Jennifer terdiam. Ia masih bingung dengan keadaan yang tiba-tiba sangat berbubah. Ekor matanya kembali menatap ke arah Alendra.

"Siapa nama lo?" tanya-nya.

"Kenapa? Udah mau tanda tangan surat perceraian kita?" balas Alendra seketika membuat Jenni semakin menaikkan sebelah alisnya.

Cerai? Yang benar saja. Menikah saja belum sudah harus mengurus surat perceraian. Enak saja Jenni kan belum pernah merasakan indahnya surga dunia.

"Kita akan tetap jadi suami istri sampai-"

"Stop! Jangan pernah ngomong lagi suami-istri atau apa lah itu. Lo nggak ada gitu liat berita tentang model yang kecelakaan?" sela Jenni sudah muak dengan pembahasan rumah tangga yang dia sendiri tidak tahu.

"Ada," balas Alendra enteng.

"Siapa?" tanya Jenni penasaran.

"Nggak penting buat aku," balas Alendra kembali sibuk dengan ponselnya.

Jenni membrengut kesal ia merasa model seterkenal dirinya bisa dicueki oleu satu mahluk di dunia ini. Tapi Diko yang sudah berhasil mengambil hatinya saja menyakiti apa lagi lelaki di depannya yang sama sekali tidak mengenalnya. Bersikap cuek tentu hal yang wajar.

Anehnya meski cuek mengakui jika Jenni sebagai istrinya

"Tapi kalau nggak salah dia dinyatakan meninggal dunia tadi sore," jelas Alendra seketika membuat Jenni menegang.

Dia belum tahu model yang Alendra maksudkan, namun rasanya sudah membuat detak jantungnya kembali berpacu tidak normal.

"Gue tanya siapa?" tekan Jenni menatap tajam ke arah Alendra.

Bahkan Alendra sendiri belum pernah melihat tatapan tajam dari Alina itu. Jika diingat-ingat Alina gadis yang sangat baik dan tidak neko-neko. Apa lagi menatao tajam Alendra jelas Alina tidak akan berani, sebelum kecelakaan yang menimpanya tadi pagi.

"Yang kamu sebutin tadi Alina. Kenapa sih tanya itu terus? Masih untung nyawa kamu tertolong," balas Alendra membuat degupan di jantung Jenni semakin terpacu dengan cepat.

"Gue pinjem hp lo," seloroh Jenni membuat Alendra menatap tidak percaya. Setelah kecelakaan semakin berani saja Alina.

"Gue pinjem hp lo!" ulang Jenni yang akhirnya membuat Alendra menyodorkan ponsel miliknya.

Percuma saja memang beradu mulut dengan gadis yang setengah sakit itu di depannya. Ajaib bukan Alina? Setelah hampir meregang nyawa kini berubah menjadi gadis galak dengan sejuta kehaluannya.

Deg

Dunia Jenni seakan berhenti berputar di malam ini ketika melihat pantulan wajah asing di depannya. Sketika matanya membola dengan sempurna bersamaan dengan ponsel milik Alendra yang ia lempar ke sembarang arah.

"Akkhhh....wajah gue!" teriaknya sebelum kembali tidak sadarkan diri.

Mendadak Jadi Istri

Mata indah itu kembali terbuka. Kali ini bukan hanya lelaki tampan yang sudah berani sekali mengatakan mereka sebagai suami istri di ruangan itu. Namun juga para orang tua yang kemarin sore sempat dia lihat ketika sadar pertama kali.

"Kalian lagi," gumam Jenni.

"Sayang kamu sudah sadar nak," ujar wanita bernama Diana, ibu kandung dari Alina.

"Mantu mama sudah sadar," lanjut wanita bernama Intan yang berdiri tidak jauh dari Diana.

Jenni terdiam. Ia teringat ketika tadi malam melihat pantulan dirinya yang begitu terlihat asing. Tiba-tiba dadanya terasa sesak. Bersamaan dengan air matanya yang luruh tidak tertahan lagi.

"Sayang jangan nangis dong," seloroh mama Diana mengusap lembut puncuk kepala anaknya.

"Endra, istri kamu Ndra tenangin," suruh mama Intan kepada putranya.

Menuruti apa yang dikatakan oleh Mamanya. Alendra mendekat dan mengusap lembut wajah Alina.

"Jangan nangis Alina, kata dokter tadi malam kamu hanya syok, kalau kamu udah bisa lebih tenang lagi kamu bisa segera pulang," jelas Alendra mengelus lembut rambut Alina.

Jenni melirik lelaki tampan di sebelahnya ini. Bisa-bisanya dia berkata sangat lembut ketika berada di depan orang tua. Sangat berbeda dengan tadi malam yang sama sekali tidak ada lembutnya. Tidak kasar namun Jenni bisa merasakan jika lelaki di sampingnya ini tidak juga menyukai tubuh yang kini dimilikinya.

Lagian Jenni menangis bukan karena itu. Tetapi meratapi nasib hidupnya sekarang. Jika Jennifer dinyatakan meninggal berati itu artinya jiwa Jenni terperangkap di tubuh gadis bernama Alina.

Otaknya terus berpikir keras. Bagaimana caranya agar secepatnya dia bisa mencari tahu tentang nasib dirinya sebagai Jennifer yang sesungguhnya. Meski Alendra sudah memberitahu tentang nasib buruk hidupnya, namun Jenni tidak akan percaya begitu saja.

Mengatakan jika dirinya bukanlah Alina melainkan Jennifer juga tidak akan mungkin ada yang percaya. Akan sia-sia saja untuk menjelaskan disaat seperti ini.

Ekor matanya melirik ke arah wanita yang tadi begitu lega ketika melihat kesadaran dirinya. Ia sedang menunggu wanita itu untuk menyebutkan siapa dirinya atau gadis yang bernama Alina itu menyebutnya sebagai apa. Tidak akan lucu bukan jika tiba-tiba ia memanggil dengan sebutan 'Mom' seperti ketika dirinya memanggil nama Mommy nya yang masih berada di luar negeri sana.

Ngomong-ngomong tentang Mommy, Jenni jadi teringat bagaimana nasib orang tuanya jika mendapat kabar duka meninggalnya? Apa mereka akan segera terbang untuk pulang menemui jenazah anaknya? Ah...rasanya membuat dirinya lemas seketika setiap mengingat jika tubuh kesayangannya mungkin kini sudah berada di liang lahat.

"Mau apa sayang? Bilang sama mama," ujar Diana membuat Jenni tersenyum tipis.

"Mau pulang ma," balasnya pelan.

Sesuai permintaan Jenni tadi. Ralat sekarang Jenni akan memutuskan untuk menjadi Alina, nama dari gadis yang memiliki tubuh itu. Alina pulang ke rumah suaminya. Iya lelaki tampan yang pongah itu suami Alina sah secara agama dan juga negara.

Meski masih bersetatus sebagai siswi SMA tetapi Alina sudah melangsungkan pernikahan sebelum kakek dari suaminya itu meninggal 3 bulanan yang lalu.

Kakek Alendra meminta cucunya untuk menikah dengannya. Ia tidak ingin meninggal dengan membawa janji yang belum ditepati.

"Beneran Alin udah bisa sendiri?" tanya Mama Diana khawatir.

Alina mengangguk. "Iya ma, nih Alina nggak papa. Ajaib ya sempat kritis beberapa jam besoknya udah langsung seger gini," kekehnya membuat Mama Diama juga Mama Intan tersenyum.

"Kita malah bersyukur banget sama Tuhan yang masih kasih umur buat Alin, mama takut nak," jelas Mama Intan membuat Alina tersenyum teduh.

Ini Ibu martuanya saja sangat baik. Kenapa suaminya sangat berbeda sekali?

"Ya sudah kita pamit ya sayang, kalau ada apa-apa kabarin kita," jelas Mama Intan yang kembali diangguki oleh Alina.

"Endra kamu harus lebih waspada buat jagain Alina, jangan sampai Alina nyetir sendiri lagi. Mama nggak ngijinin, pokoknya kalau sampai terjadi apa-apa lagi sama mantu mama. Siap-siap kamu mama sunatin lagi," ancam Mama Intan seketika membuat Alina yang meneguk ludahnya susah payah mendengar ancaman ibu martuanya yang terkesan ambigu itu.

Ngeri banget ancamannya. Bisa pendek dong kalau dua kali motongnya. Wah...nggak baik untuk pasangan Alendra nantinya. Btw bukannya pasangan Alendra dia sendiri? Jadi yang rugi siapa dong.

Setelah kepulangan para orang tua yang baru Jenni ketahui kedua orang tua Alina dan juga lelaki yang katanya suaminya itu. Alina memutuskan untuk beristirahat.

"Hei...dimana kamarnya?" tanya Alina kepada Alendra. Namun tidak ada jawab dari yang bersangkutan.

"Lo bud*k ya?" tanya Alina semakin sewot.

Alendra menatap tajam Alina. Asli setelah kecelakaan Alina malah semakin membuatnya kesal. Menjadi gadis pendiam seperti dulu menurut Alendra jauh lebih baik.

"Jaga omongan kamu!" tekan Alendra menatap tajam Alina.

Tetapi kini ia bukanlah Alina yang dulu. Yang ketika di ancam atau hanya ditatap tajam akan takut. Justru gadis bar-bar seperti Alina sekarang malah akan semakin menantang.

"Gue nggak ngomong kasar, lo kenapa sih baperan?" sinis Alina seketika membuat Alendra semakin kesal setengah mati.

"Jangan bikin aku tambah kesal Alina. Masuk ke kamar kamu!" titah Alendra dengan nada keras.

Alina tidak kalah tajam menatap Alendra. Ia menghembuskan napas kasar di depan Alendra. "Dasar lelaki pongah, sok bergaya! Suami tidak tahu diri!" umpatnya lalu melangkah maju menuju tempat yang di tuju.

Berhubung Alina yang sekarang tidak tahu dimana letak kamarnya. Jelas ia masuk saja kamar yang paling dekat dengannya saat ini. Alina dengan segala kekesalan yang ada di dadanya karena sikap Alendra itu. Ia masuk ke dalam kamar yang bukan semestinya. Bahkan tanpa pikir panjang sengaja ia mengunci kamar itu dan langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang.

"Ganteng doang tapi songong banget, heran apa sih kurangnya gue?" gumam Alina menatap langit-langit kamarnya.

Detik berikutnya dia teringat lagi jika sekarang bukan tubuhnya yang dulu. Namun tubuh baru yang kini ada pada dirinya.

"Ah...si*l," umpatnya lagi menyadari kebodohannya.

Niatnya untuk melihat tubuh dan wajah barunya lagi. Namun rasa lelah dan kantuk akibat dari obat kini mulai menyerangnya. Alina memejamkan matanya butuh energi pastinya menghadapi lelaki seperti Alendra. Selain tidak peka kepada istri Alina juga dibuat kesal dengan kata-kata tajamnya yang seakan menusuk ke dalam relung jiwa dan raganya.

Baru beberapa jam berhadapan dengan Alendra ia sudah dibuat kesal setengah mati. Bagaimana jika selamanya hidup bersama lelaki seperti Alendra? Bisa-bisa bukan hanya tubuhnya saja yang dinyatakan meninggal, namun jiwanya juga sudah tidak bisa bergerak ke sana kemari seperti saat ini.

Sementara Alendra dibuat kesal beneran oleh Alina. Bayangkan saja pintu kamarnya tiba-tiba terkunci dari dalam dan itu karena kecerobohan gadis itu.

"Dasar gadis bod*h!" umpat Alendra mengambil kunci mobilnya.

Niatnya untuk pergi ke klub menemui teman-temannya. Namun sebuah pesan singkat dari Mama Intan membuatnya harus tertahan di rumah dengan berbagai umpatan atas dasar kesalahan Alina.

"Awas kamu Alina," ancamnya tiada guna.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!