Seorang pria muda dan tampan kini tengah memasuki area club miliknya dengan kaki jenjang yang membuat setiap wanita bisa tergiur melihat pria pujaan hati setiap wanita.
Wajah datar dengan mata hitam legam yang tajam membuat dia berkharisma dan berwibawa tinggi.
Pria itu menaiki lift khusus untuk orang-orang yang penting dan berpengaruh di Club ini. Pria lain yang berada tepat disebelahnya menekan tombol dengan nominal angka 36, dia sampai dilantai tertinggi gedung terkenal dikeramaian pusat jakarta. Dilantai ini hanya CEO dan tamunya yang bisa menginjak lantai mewah yang bersih dan tertata sangat rapi dengan desain elegean yang memanjakan mata.
Hanya satu pintu besar yang terdapat disana dengan desain corak yang tak kalah mewah.
Arselo Brian Alexanran. Arsel, panggil saja dia begitu.
Ia masuk setelah pintu dibuka oleh kedua bodyguard berbadan tegap besar dengan pakaian serba hitam dimasing-masing sisi pintu. Hening seketika saat Arsel memasuki ruangan itu. Dia duduk dibangku khusus dimana tempat itulah kursi kebesarannya, sekaligus tinjauan kalau dialah yang berkuasa.
"Lanjutkan." Suara Arsel yang tajam dan dingin membuat penghuni lain bergidik ngeri namun tetap melanjutkan presentasi yang sudah disepakati untuk dibahas hari lalu.
Arsel adalah seorang pekerja keras yang tidak mengenal lelah, Mempunyai 1 anak laki-laki berumur 6 tahun dimana anaknya sudah masuk ke taman kanak-kanak(tk).
Bukanlah masalah besar bagi diri Arsel untuk mengurus seorang anak sendirian. Arsel sendiri belum memiliki istri... lalu bagaimana anaknya bisa lahir? Itu adalah cerita kelamnya yang membuat Arsel enggan menjalin hubungan asmara atau hubungan lebih lanjut lagi dengan wanita manapun.
Sudah 6 tahun pula Arsel men-jomblo dengan prioritas pada pekerjaan, beruntunglah keluarganya mau menerima Aris sebagai keturunan mereka.
Tidak ada waktu untuk Arsel bermain dengan Aris Braen Alexanran, anak satu satunya saat ini. Alasannya karena pekerjaan, ditambah dia harus bolak-balik keluar kota maupun keluar negeri.
Arsel sendiri tidak terlalu repot untuk mengurus Aris dikarenakan anaknya adalah sosok kecil yang pintar dan bijaksana. Bahkan diumurnya yang masih belia dia sudah mandiri membuat siapa saja gemas melihat tingkah Aris yang sok dewasa. Aris sudah dipastikan mengikuti gen ayahnya.
"Baik sampai disini saja, semoga perusahaan kita bisa menjalin kerjasama lebih dan mendapatkan keuntungan. Terimakasih atas waktu anda Tuan".
Arsel menjabat tangan Pak Harson, rekan bisnis barunya dengan wajah bersahabat. Setelah Pak Harson keluar ruangan, dia menyuruh orangnya untuk mengambilkan wine favorite juga memanggil wanita pemuas nafsunya.
Jangan salahkan penampilan Arsel yang super cool. Walau dia seperti itu, Arsel tidak pernah mempermainkan perasaan wanita. Dia hanya memuaskan nafsu biologisnya.
...***...
Pagi yang indah bagi Arsel, ntah kenapa hatinya mempunyai mood yang bagus pagi ini. Dia membuka matanya perlahan, wajah pertama yang dilihat adalah Aris yang tengah menduduki perut miliknya. Hari ini adalah hari minggu. Seperti hari minggu sebelumnya, Arsel akan mengajak Aris jalan-jalan keluar untuk menikmati udara dikota yang padat penduduk dan penuh kendaraan yang berlalu lalang.
Aris meminta Arsel untuk menemaninya ke toko kue miliknya sendiri. Aris sangat menyukai kue manis yang mempunyai bentuk unik juga menggemaskan seperti dirinya.
"Pa Alis mau kue... ya ya ya." Aris mengedipkan matanya berulang kali yang membuat Arsel gemas. Arsel bukanlah sosok yang terlalu tegas dan dingin bila berada didekat anak juga orang-orang terdekatnya.
"Yaudah kita berangkat." Arsel semakin gemas saat Aris menggoyang-goyangkan bokongnya kearah belakang karena gembira.
Keduanya pun sampai ditoko kue yang lumayan besar dan sukses. Arsel sendiri kurang mengembani toko kue ini, namun Aris sangat menyukai kue membuat Arsel mau tidak mau harus membuka toko kue sendiri agar menjamin kebersihan makanan untuk anaknya.
Terkadang, seminggu sekali Arsel juga Aris akan mengunjungi toko kue besar dan terkenal yang diberi nama Aris Shop Cake's.
Aris tidak pernah mau diistimewakan. Ayah dan anak ini akan berbaur dan makan ditempat umum tanpa ada ruangan khusus. Meja yang sama dengan meja pengunjung bukan meja mewah bak resto bintang lima. Pelayanan yang didapat pun sama dengan para pengunjung. Hanya beberapa orang saja yang mengetahui bahwa Arsel dan Aris adalah pemilik toko ini.
"Permisi, mau pesan apa Pak?." Tanya seorang pelayan berhijab yang mendatangi meja mereka. Tidak terlalu cantik bagi Arsel namun mempunyai wajah yang manis. Hei hei dia punya banyak wanita cantik pemuas gairah yang lebih menggiurkan.
Arsel memesan kue yang diinginkan anaknya. Mousse bery blossom cake dan Macaron adalah kue kesukaan Aris sedangkan Arsel hanya akan memesan Brownis.
"Pa, Tante itu cantik kan?."
"Ha?."
Pria itu bingung sendiri dengan anaknya yang mengungkit rupa wanita pekerja tadi. Sedangkan Aris senyam senyum sendiri tidak jelas namun seperti biasa, menggemaskan.
"Maksud Alis, Tante yang tadi cantikkan pa?".
"Hmm... lumayan... eh?." Arsel baru sadar jika anaknya membicarakan hal yang nyeleneh. Arsel juga bingung sendiri, anaknya tidak akan pernah mengungkit rupa wanita yang bersamanya walaupun wanita itu terkesan cantik dan sexy.
"Iih belalti Papa suka sama Tante itukan?." Sungguh Arsel bingung dengan pemikiran anaknya, dari mana anaknya belajar hal itu? pasti dari papa tuanya itu.
"Apa yang kamu katakan Aris? Dari mana kamu belajar? Papa tidak pernah ajarkan kamu tentang itu".
"Dali Glenpa." Jawab Aris dengan polos namun Aris tidak sebodoh itu, dia belajar dari handphonenya, kakeknya hanya alasan agar dia tidak dimarahi.
"Pesanan datang." Wanita tadi datang dengan nampan yang berisi aneka kue warna-warni yang cantik dan mengugah selera.
"Tante Tante." Panggil Aris kepada pekerja tadi membuat Arsel terkejut.
"Saya?." Aris mengangguk antusias.
"Nama Tante siapa?." Tanya Aris lagi membuat wanita tersebut tersenyum merasa canggung.
"Oh nama Tante Arinka Nurisyah. Panggil aja Arin." Jawab wanita itu memperkenalkan diri.
"Tante kok nama kita sama?." Ucap Aris pura pura polos yang membuat Arsel jengah sendiri.
"Maksudnya?." Arin tentu saja bingung dengan apa yang anak didepannya katakan.
"Nama Tante kan Alin, kalau aku Alis dan nama Papa aku Alsel. Iih samakan depannya al semua." Ujar Aris membuat Arin tambah bingung karena Aris yang cedal.
"Arser?." Tanya Arin pada dirinya sendiri, Aris merasa lucu dengan nama aneh yang disebutkan oleh Arin. Sayangnya, ucapan Arin dapat didengar oleh kedua orang didepannya. Arsel menatap tajam ke arah Arin membuat si wanita gelagapan.
"Nama papa Alsel."
"Bisa Anda kembali bekerja?." Ujar Arsel kesal dengan kalimat menusuk membuat Arin tambah gelagapan.
"I-iya m-maafkan saya Pak yang mengganggu waktu makan Anda. Saya permisi." Arin langsung pergi dari hadapan keduanya dengan langkah terburu-buru.
"Aris jangan terlalu akrab dengan orang lain apalagi kamu belum kenal dengan orang tersebut!." Tegas Arsel namun Aris hanya diam enggan menjawab, dia lebih memilih makan kue manisnya daripada mendengar omelan papanya yang akan panjang dan tidak akan berhenti kalau belum lelah.
Keduanya selesai makan dan memilih bermain game bersama. Jangan salah dengan Aris, walau dia masih kecil namun bermain game dialah ahlinya.
Permainan kedua anak-Ayah ini harus berhenti karena suara keributan yang memenuhi keramaian toko. Terdengar gelas juga piring yang sengaja dibanting hingga pecah berceceran dimana mana-dengan banyak bekas makanan tumpah dilantai.
Arsel menelpon Kety, orang yang mengurus toko kue ini. Kety bilang dia berada diluar provinsi membuatnya meninggalkan pekerjaan yang ada di Jakarta. Arsel bertanya siapa yang menangani toko kue saat ini, Caselo adik Kety yang diberi amanah untuk menangani toko saat ini.
Namun tidak ada tanda-tanda Caselo disana. Dia mencari Caselo diruangan Kety, disana Arsel melihat Caselo duduk nyaman ditemani sepiring kue yang harganya mencapai 5 jt dan dengan santainya dia menonton film dilaptop dengan kaki disilangkan diatas meja kerja Kety.
Arsel langsung emosi karena amanah yang dirinya berikan tidak dijalankan dengan baik. Ia tanpa rasa takut dan kasihan langsung memukul pipi Caselo dengan keras, membuat pria berambut warna-warni itu mengaduh kesakitan.
"SIAPA KAU? SEMBARANGAN MASUK KE RUANGAN BOS." Tantang Caselo dengan wajah soknya. Arsel yang tambah marah mencekik leher pria tinggi kurus itu dengan kuat.
"SAYA MEMBERI KEPERCAYAAN TOKO INI KEPADA KETY, DAN APA INI? DIA MALAH MEMPERCAYAI TOKO KUE INI KEPADA ORANG TIDAK BENAR SEPERTI DIRIMU!!!!."
Awalnya Caselo percaya, namun dengan keberanian lebih dia balik menantang dengan suara terputus putus.
"SI-APA KAU?."
BUGH
"AKH."
BRUK
"Aaa."
Ke dua pria itu terkejut mendengar teriakan histeris seorang wanita, lantas ke duanya menengok dan melihat wanita berhijab didepan pintu dengan keringat bercucur deras dan tubuh bergemetar hebat.
"Arin?."
"Arin?."
"I-ini k-kenapa?." Arin sangat bingung dan ketakutan dia langsung tidak sadarkan diri melihat darah juga wajah Caselo, si pria bajingan yang kini tersungkur tidak berdaya dengan wajah lembam yang membiru.
Arsel yang sudah tidak emosi mengangkat tubuh mungil milik Arin ke pintu lain didalam ruangan itu, dimana didalamnya terdapat tempat tidur, sofa, televisi, kamar mandi seperti rumah pada umumnya.
"Hei kenapa kau pingsan?!." Arsel sudah panik terlebih dahulu sebelum Arin terbangun. Ia langsung keluar dan untung saja pertengkaran itu berakhir.
Arsel memanggil bodyguardnya untuk menangkap caselo, oh satu hal lagi yang harus diketahui sebelum menganggumi sosok Arsel. Arsel adalah pria berdarah dingin yang sadis. Jika dia sudah marah besar didepan orang banyak Arsel berani mengelupas kulit orang hidup-hidup. Ini bukanlah suatu kebohongan, namun ini kenyataannya.
Arsel kembali keatas melihat keadaan Arin wanita berhijab yang tengah pingsan itu bersama Aris. Aris tentu sedih melihatnya namun ntah apa yang membuat Aris sedih. Pasalnya ia dan Arin baru bertemu sekali dekat pun tidak juga.
Sudah 30 menit Arin pingsan dan baru saja sadar. Wajah pertama yang dilihat Arin adalah Anak kecil menggemaskan yang dirinya jumpai ditoko kue tempatnya bekerja. Awalnya Arin tersenyum namun langsung sadar akan kenyataan.
Arin langsung terduduk saat sudah sadar sepenuhnya dan wajah lain yang dilihatnya adalah seorang pria tampan disana yang tengah santai duduk sambil menyandarkan kepalanya dikepala sofa.
"sudah baikkan?." Tanya Arsel dengan suara khasnya. Arin mengangguk dan langsung menanyakan dimana dia berada.
"Kau ada diruang pribadi Katy." Jawab Arsel dengan enteng.
"Ha? R-ruangan bu Katy? Kenapa ada kasur?." Tanya Arin bingung.
"Iya Tante. Kantol papa juga ada kamal khusus istilahat. Ini kamal Tante Katy." Jawab Aris cedal.
"Kalian... siapa?." Gumam Arin bingung. Aris dan Arsel masih bisa mendengar ucapan Arin walau pun samar.
"Kalian apa Tante? Papakan yang punya toko kue ini." Jawab Aris lagi dengan imutnya, dan lihatlah wajah tidak berdosa anak itu.
"M-maksudnya, Pak Alsel p-pemilik t-toko ini?". Tanya Arin gagap, Arsel juga Aris hanya mengangguk membenarkan. Hal itu tambah membuat Arin cemas. Arsel sempat kesal karena dirinya dipanggil Alsel.
"M-maaf Pak." Ujar Arin meminta maaf kepada Arsel.
"Hmm."
"Yaudah Tante istilahat aja disini dulu." Ujar Aris bersimpati namun Arin langsung menggeleng.
"Hmm... saya masih harus bekerja jadi tidak mungkin yang lain bekerja saya istirahat dengan nyaman disini." Jawab Arin formal, dia masih tidak menyangka apa yang terjadi hari ini. Bisa-bisanya ia bertemu pemilik asli toko kue yang memiliki kue berharga jutaan rupiah. Arsel yang mendengar memincingkan mata, apa wanita ini sedang bermuka dua? Ucapannya sungguh familiar ditelinga Arsel. Arsel menjadi ragu.
"Tante kok jadi folmal lagi. Kayak tadi aja jangan kayak ini. Kalau Papa, Alis udah biasa." Pinta Aris yang membuat Arin tambah gugup. Dia memandang Arsel meminta pertolongan, sedangkan Arsel hanya mengangguk menyetujui permintaan sang anak. Arsel kalah kali ini. Bisa-bisanya Aris sangat akrab dengan orang yang baru dikenal.
"Oke." Fine Arin.
"Gitu dong."
"Yaudah Tante kerja dulu, permisi." Arin langsung keluar setelah mengacak rambut hitam Aris sambil tersenyum senang melihat wajah Aris yang cemberut.
Arsel tersenyum melihat tingakah kedua orang didepannya.
Yang Arsel herankan megapa Arin dapat meredakan emosinya dengan waktu singkat, biasanya ia tidak akan memperdulikan siapapun bila marah. Bahkan terkadang Mamanya pingsan, ia pun masih dapat melanjutkan pelampiasan dendam kepada orang yang membuat dirinya marah tersebut.
"Aneh." Lirih Arsel.
...***...
Arin sudah selesai bekerja saat ini, ia berjalan menyusuri jalanan yang sudah sepi karena memasuki waktu mahgrib. Ia tidak terlalu khawatir tertinggal shalat karena sedang haid. Arin terus berjalan menuju rumahnya. Namun ia mendengar suara seseorang meminta tolong dengan lirih. Suara itu berasal dari jalan sempit yang sudah tidak terpakai lagi.
Arin awalnya tidak perduli, namun suara itu semakin kuat dan membuat hati Arin membulat untuk membantu orang tersebut.
Dia memasuki jalanan sempit dan gelap tanpa ragu. Arin melihat seorang wanita paruhbaya dengan posisi tengkurap dan luka lembab disekujur tubuhnya.
Arin hampir saja tidak sadarkan diri jika wanita tidak berdaya itu tidak meminta tolong dengan suara rintihan yang menusuk hati Arin.
"T-tolong... t-tolong..." Setelah itu tidak ada suara apapun lagi dari wanita paruhbaya tersebut. Arin langsung mendekat dan menyadari jika wanita tersebut sudah pingsan.
Arin langsung memanggil ambulan setelah itu memapah wanita tersebut hingga keluar dari jalanan sempit agar bisa bernafas lebih leluasa. Ambulan pun tiba dan langsung membawa Wanita itu ke rumah sakit terdekat.
Sudah 30 menit Arin menunggu dan seorang dokter dari ruangan UGD keluar.
"Bagaimana Doker dengan wanita tadi?." Tanya Arin sesopan mungkin.
"Hmm... Anda siapannya Nyonya Alexanran ya?." Tanya balik Dokter tersebut yang membuat Arin bingung. Nyonya?.
"Saya tidak kenal wanita itu Dok. Tadi saya menemukannya di jalanan sempit. Saya menemukan wanita itu sudah babak belur sekujur badan dok." Jujur Arin kepada Dokter Lero.
"Terima kasih sudah menolong Nyonya. Sebentar lagi Tuan Alexanran akan datang tolong jelaskan kronologi kejadian. Saya permisi."
"Iya."
Sudah 20 menit Arin menunggu, ia akan pulang. Dan baru kali ini ia pulang terlambat selama bekerja. Baru saja dia berdiri dari duduknya namun tiba-tiba seorang pria paruhbaya dengan anak juga cucunya datang dengan wajah yang khawatir dan cemas yang mendominasi daripada lelah.
"Tante?..."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!