***
"Nona Alea Salsha Queenza, kamu diterima kerja di sini," ujar pemilik Apotek kepada seorang gadis muda yang memakai kemeja flanel kotak-kotak bawahan celana levis serta rambut diikal.
Gadis yang memiliki nama lengkap Alea Salsha Queenza itu pun tersenyum penuh kegirangan mendengar dirinya telah di terima kerja di apotek 'Medika'.
"Alhamdulillah," gumam Alea.
"Besok kamu bisa mulai kerja di sini. Ingat! Jika ada obat-obatan yang belum kamu pahami, kamu bisa bertanya ke karyawan lain."
"Baik, bu," timpal Alea tersenyum tipis.
Pemilik Apotek itu mempersilahkan Alea untuk pulang. Sesegera mungkin Alea keluar dari tempat tersebut sembari membawa perasaan bahagia.
Bagaimana tidak? Alea bekerja untuk menghidupi kesehariannya bersama Ibu dan Nenek. Kebetulan Ayah Alea sudah meninggal sejak Alea masih kecil.
Jadi yang banting tulang untuk mencukupi kebutuhan Alea sejak kecil adalah ibunya. Tapi sekarang setelah Alea beranjak dewasa dan lulus SMA, Alea sendiri yang akan bekerja menggantikan ibunya.
"Gue harus cepat-cepat pulang memberitahu Ibu dan Nenek kalau gue diterima kerja di apotek Medika," ucap Alea dengan perasaan tak sabar ingin pulang.
***
Di tengah perjalanan, saat Alea melintasi taman, netranya tak sengaja melihat seorang wanita paruh baya memohon-mohon kepada setiap wanita muda yang melintasinya.
"Maaf Bu, saya gak bisa."
"Saya tidak mau. Maaf ya, Bu."
Begitulah penolakan yang didengar oleh telinga Alea dari mulut setiap wanita pada wanita paruh baya itu.
"Ada apa dengan Ibu itu, ya? Kenapa dia memohon-mohon? Terus kenapa cewek-cewek itu malah nolak?" ucap Alea merasa penasaran.
Karena penasaran, akhirnya Alea menghampiri wanita paruh baya tersebut.
"Permisi, Bu. Ada apa ya ini?" tanya Alea to the point.
Bukannya menjawab, wanita paruh baya itu malah menarik tangan Alea menuju bangku taman. Mungkin ia ingin mengobrol empat mata dengan Alea.
"Nak, kamu pasti gadis yang baik. Kamu mau 'kan bantu Tante?" tanyanya sambil memegang kedua tangan Alea dan menatap Alea penuh pengharapan.
"Bantu apa ya, Tante?" Alea bingung.
"Begini ... hmm, tapi sebelum itu Tante perkenalkan diri dulu ke kamu ya. Nama Tante, Tante Indah. Kebetulan Tante mempunyai anak yang seumuran dengan kamu. Nah anak Tante itu sedang sakit. Saat ini Tante lagi nyari seorang gadis yang mau jadi susternya anak Tante," ungkap wanita paruh baya yang bernama Ny. Indah.
Alea mulai keheranan dengan cerita Ny. Indah. Dimana-mana orang sakit harus dibawa ke rumah sakit.
"Tapi Tante, kenapa anak Tante gak dibawa ke rumah sakit aja?" tanya Alea.
"Tante sudah membawanya ke rumah sakit. Tapi anak Tante marah-marah dan mengancam akan bunuh diri jika Tante membawanya lagi ke rumah sakit. Akhirnya Tante bawa dia lagi ke rumah," jawab Ny. Indah.
Alea terkejut dan bingung mendengarnya. Entah penyakit apa yang diderita oleh anak Ny. Indah sampai-sampai mengancam bunuh diri.
"Kalau boleh tau anak Tante sakit apa? Flu? Batuk? Demam? Luka berat? Kenapa gak minta suster atau perawat gitu yang ada di rumah sakit?" tanya Alea.
"Tante sudah meminta pihak rumah sakit untuk mengirimkan seorang perawat ke rumah, tapi mereka tidak bisa."
"Alasannya?"
"Alasannya, pernah satu kejadian seorang perawat bersedia merawat anak Tante. Tapi anak Tante malah mengancam akan melukainya jika perawat itu berani menemui dan merawat anak Tante lagi."
Alea terkejut hebat. Ini bukan masalah biasa lagi, ini adalah masalah serius.
Entah sakit apa yang diderita anak Ny. Indah. Yang jelas Alea takut. Ia takut jika ia merawat Anak Ny. indah, ia malah dilukai.
'Ya Tuhan, aku harus apa?'
Di satu sisi Alea takut, di satu sisi juga Alea merasa kasihan terhadap Ny. Indah.
Haruskah Alea menerima keinginan Ny. Indah yang menginginkan dirinya menjadi suster bagi anak dari Ny. indah?
"Tapi Tante, Alea akan bekerja di apotek Medika. Jadi enggak mungkin juga kalau Alea kerja di rumah Tante sebagai susternya anak Tante," ujar Alea terus terang.
Ny. Indah tampak mulai berpikir, kemudian ia kembali memegang kedua tangan Alea dengan sangat erat.
"Tante mengerti hal itu. Tapi Tante mohon sama kamu bantu Tante sembuhkan anak Tante. Sebagai gantinya, Tante akan beri kamu gaji dua kali lipat dari apotek Medika," ucap Ny. Indah dengan kedua bola matanya yang sudah berair.
Alea diam. Ia bingung harus memutuskan apa.
"Tante mohon, Nak. Bantu Tante." Kini Ny. Indah memohon pada Alea dengan mengeluarkan air mata.
Sungguh, Alea jadi tidak tega jika melihat seorang ibu menangis, apalagi jika menangis sembari memohon padanya seperti ini.
Alea lebih tidak tega.
"Hmm Tante, sudah ya jangan nangis. Kalau Tante nangis, Alea bakal ikutan nangis," ucap Alea, lalu mengusap air mata Ny. Indah dengan ibu jarinya.
"Tante tetap akan memohon padamu, Nak. Bantu Tante," lirih Ny. Indah, dimana kedua tangannya mulai terangkat untuk disatukan.
Alea yang melihat itu menggeleng. Ia tidak mau jika ada seorang Ibu memohon padanya seperti itu.
"Tante ... Tante, Alea mohon jangan seperti ini. Alea harus berpikir dulu, jadi beri Alea waktu," pinta Alea.
"Baiklah, Tante akan beri kamu waktu. Jika kamu mau, tolong hubungi Tante. Ini nomor Tante."
Ny. Indah mulai mengeluarkan kertas kecil dan pena dari dalam tasnya. Kemudian ia menuliskan nomor di atas kertas tersebut, lalu memberikannya pada Alea.
"Tolong hubungi Tante secepatnya, ya. Tante harap kamu bersedia jadi susternya anak Tante. Tante akan menunggu kamu," ujar Ny. Indah dengan senyuman tipis.
Alea pun ikut tersenyum. Ia tidak menyangka kalau Ny. Indah akan menaruh harapan besar padanya, padahal ia sendiri adalah gadis asing yang tak sengaja lewat.
***
Saat ini, Alea berada di kamarnya. Ia tidak makan apapun sejak pulang mencari kerja karena memikirkan perkataan Ny. Indah.
Bahkan Alea belum memberitahu Ibu dan Neneknya mengenai dirinya diterima kerja di apotek Medika.
'Ya Tuhan, aku harus apa?'
Alea benar-benar dilanda kebingungan. Di satu sisi ia takut merawat anak Ny. Indah, di satu sisi ia juga merasa kasihan kepada Ny. Indah karena tidak ada wanita yang mau menjadi suster bagi anaknya.
"Kalau gue bersedia, nanti anak Tante Indah malah nyerang gue lagi. Tapi kalau gue nolak, sama saja gue nyakitin hati Tante Indah, secara dia naruh harapan besar ke gue," ucap Alea.
"Arghhh, bener-bener bingung tau gak." Alea mengacak-acak rambutnya karena saking frustasinya.
Tring!
Pesan whatsapp muncul dari layar handpone milik Alea. Setelah ia lihat, ternyata dari Lisa, sahabat karib Alea.
[Ya, lo di terima kerja gak?]
[Alhamdulillah diterima. Kalau lo gimana, Lis?]
[Belum nih, gue masih nyari. Padahal gue kepengen kerja di apotek.]
[Lo yakin pengen kerja di apotek?]
[Ya yakinlah, secara gue pengen tau rasanya bekerja di apotek.]
[Kalau gitu lo ambil alih pekerjaan gue. Gue yakin pemilik apotek bakal nerima lo, secara lo itu cepat mempelajarinya. Bilang aja ke pemilik apotek Medika kalau gue mundur dari pekerjaan itu.]
[Lah bentar ... bentar, enggak ada angin enggak ada hujan, tiba-tiba lo kepengen gue ambil alih pekerjaan lo. Kenapa?]
[Gue belum bisa beritahu lo alasannya. Nanti kalau ada waktu, gue ceritain. Dan ya, jangan beritau Adit mengenai hal ini.]
[Tapi ya ....]
Cepat-cepat Alea mengnonaktifkan data agar Lisa tidak mengirimkan pesan whatsapp lagi padanya.
Detik ini, Alea sudah bisa membuat keputusan. Itupun berkat pesan almarhum sang Ayah sejak kecil yang selalu ia ingat hingga sekarang dan sampai kapanpun.
'Selalu ingat ya, Putri kecilku. Jika ada seseorang yang meminta bantuan kita, kita harus membantunya. Jangan diabaikan.'
"Okey, sekarang keputusan gue adalah bersedia jadi susternya anak Tante Indah. Gue harus bantu Tante Indah, apapun keadaannya. Gue gak boleh takut. Lagian gue ini cewek yang pemberani," ucap Alea setelah sebelumnya berpikir cukup lama.
'Alea, fighting!' Alea menyemangati dirinya sendiri.
Tanpa berpikir panjang, Alea menghidupkan layar handphone, lalu mengirimkan pesan biasa pada nomor Ny. Indah.
[Assalamualaikum, Tante. Ini Alea. Kebetulan Alea sudah bisa membuat keputusan. Dan keputusan Alea adalah bersedia menjadi suster bagi anak Tante.]
Send!
Selang beberapa menit, Ny. Indah membalas pesan Alea.
[Waalaikumsalam, Alea. Alhamdulillah, Tante senang mendengarnya. Kalau begitu, besok pagi kamu datang ke rumah Tante. Nanti Tante akan kirim alamatnya lewat SMS.]
[Baik, Tante.]
Alea menyimpan handphone-nya di atas meja. Kemudian ia bergegas ke tempat tidur untuk memeluk sebuah boneka bear pemberian seseorang yang spesial di hatinya.
"Astaga, kenapa gue jadi deg-degan ya? Padahal gue belum ke rumahnya Tante Indah dan menemui anaknya, tapi gue udah deg-degan duluan," gerutu Alea seraya menyentuh dadanya.
Dan terasa jantungnya berdetak lebih cepat dari dalam sana.
"Yaelahh, ini mah ngalahin deg-degan saat Adit romantisin gue." Alea menggerutu kembali.
Alea jadi penasaran seperti apa sosok anak Ny. Indah. Apakah akan menyeramkan, seperti yang ia bayangkan saat ini?
Secara anak Ny. Indah selalu mengancam dan ingin melukai, pastinya sosoknya itu akan menyeramkan seperti monster gila.
'Ihh, takut.'
***
......TBC ..........
...Jangan lupa kasih dukungan buat author ya ❤...
...See you di episode berikutnya 🤗...
...***...
Alea sudah bersiap diri untuk segera pergi ke rumah Ny. Indah. Kebetulan hari ini Alea memakai kaos putih lengan panjang bawahan celana kulot plisket, dan seperti biasa rambutnya diikal.
Entah kenapa Alea tiba-tiba berselera ingin penampilan perfect, padahal ia cuman akan ke rumah Ny. Indah dan bekerja sebagai seorang suster.
Tapi yang namanya selera, tidak bisa dipaksa untuk diubah.
"Ibu ... Nenek, Alea berangkat dulu," ucap Alea agak berteriak.
Tak lama Ibu dan Nenek Alea datang menghampiri Alea di dekat pintu depan. Mereka tertegun melihat Alea sudah berpenampilan rapih.
"Loh Alea, kamu mau kemana?" tanya Nenek Alea.
Alea mulai berpikir mencari alasan. Pasalnya ia belum menceritakan kejadian kemarin kepada Ibu dan Neneknya.
"Hmm itu ... Alea mau ke rumahnya Lisa. Sekalian cari kerja bareng dia," jawab Alea, terpaksa bohong.
Kemudian Alea menutup matanya sekilas, berkata maaf dalam hati.
'Maafkan aku Ibu ... Nenek. Alea nggak bermaksud berkata bohong kepada kalian. Cuman ini belum waktunya aja untuk menceritakan tentang Tante Indah ke kalian. Nanti kalau Alea sudah tau mengenai anaknya Tante Indah, Alea pasti akan menceritakan ke kalian secepatnya.'
"Ya sudah ... jangan lupa selalu semangat dan berdo'a ya, Nak. Ibu dan Nenek do'akan semoga kamu berhasil cari kerjanya," ucap Ibu Alea seraya membelai lembut rambut putrinya.
Alea mengangguk kecil. Kemudian ia mencium tangan Ibu dan Neneknya secara bergantian.
Setelah itu Alea bergegas pergi dengan tak lupa mengucap salam.
***
Alea turun dari angkot, lalu menyusuri jalanan yang tidak terlalu dipadati kendaraan. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri melihat setiap nomor rumah untuk dicocokkan dengan alamat yang dikirim oleh Ny. Indah.
Tring!
Pesan whatsapp tiba-tiba muncul dari layar handphone-nya. Setelah Alea lihat, ternyata dari Adit, kekasih Alea.
[Hay Alea, hari ini kamu sibuk nggak? Aku mau ajak kamu jalan.]
Alea terpaksa mengabaikan pesan dari Adit karena ia harus cepat-cepat sampai ke rumah Ny. Indah.
'Pasti Tante Indah sudah lama menunggu.' begitulah yang ada di pikiran Alea.
Ia pun segera mempercepat langkahnya. Dan akhirnya Alea menemukan rumah Ny. Indah yang terletak di pinggir jalan.
Alea terpaku melihat rumah Ny. Indah yang megah dan mewah bak istana. Bahkan rumah bercat putih itupun dipenuhi dengan tanaman bunga yang menghias di halaman depan rumah.
Sungguh menyenangkan bila Alea mempunyai rumah sebesar ini.
Tingnong!
Alea menekan bel rumah yang berdekatan dengan pagar. Tak lama seseorang dari dalam membuka pagar tersebut.
Lantas bibir Alea membentuk senyuman mengembang karena yang membukanya adalah pemilik rumah sendiri, yakni Ny. Indah.
"Assalamualaikum, Tante," ucap Alea.
"Waalaikumsalam, Alea. Ayo masuk." Ny. Indah langsung mempersilahkan Alea untuk masuk ke dalam.
Alea menurut. Langkahnya mulai beriringan dengan Ny. Indah menuju interior rumah.
Lagi-lagi Alea dibuat takjub dengan kemewahan rumah Ny. Indah dari dalam. Ruangannya begitu bersih dan wangi, peralatan serta perlengkapan di sana ditata sangat rapi.
Tapi Alea heran kenapa di rumah sebesar ini suasananya sangat sepi seolah yang menghuninya hanya dua orang.
"Tante, kalau boleh tau para pekerja di sini pada kemana?" tanya Alea to the point.
"Kebetulan mereka sedang pulang kampung. Tapi hanya untuk sementara waktu. Beberapa hari lagi mereka juga akan kembali ke sini," jawab Ny. Indah.
Alea manggut-manggut mengerti. Tapi ada satu hal lagi yang ingin ia tanyakan. "Lalu keluarga Tante?"
Raut wajah Ny. Indah seketika berubah ketika Alea menanyakan hal tersebut. Raut wajah sedih. Tentu saja Alea yang melihatnya merasa tidak enak hati.
"Hmm Tante, maaf. Alea nggak bermaksud nanyain hal itu. Alea hanya--"
Ucapan Alea terpotong oleh Ny. Indah. "Nggak papa kok, Alea. Nanti kalau ada waktu, Tante akan ceritakan tentang keluarga Tante ke kamu."
Alea mengangguk.
"Nak Alea, ayo ikut Tante," ajak Ny. Indah seraya mencekal tangan Alea.
"Kemana, Tante?" tanya Alea.
"Menemui anak Tante," jawab Ny. Indah dengan senyuman.
Alea terdiam. Merasakan jantungnya kembali berdetak lebih cepat. Padahal ia baru mau diajak bertemu.
"Ayo, Nak." Ny. Indah langsung menarik lembut tangan Alea menuju suatu tempat. Alea sendiri penasaran dimana anak Ny. Indah saat ini.
***
Ny. Indah membawa Alea ke suatu kamar yang berada di lantai atas. Tampak kamar tersebut dikunci dan digembok rapat-rapat dari luar.
Tentu saja hal itu membuat Alea terkejut dan merasa bingung.
"Loh Tante, kenapa pintu kamarnya dikunci dan digembok?" tanya Alea.
"Tante hanya takut anak Tante tiba-tiba keluar kamar tanpa sepengetahuan Tante, makannya Tante kunci dari luar," timpal Ny. Indah.
Alea mengangguk paham. Tapi entah kenapa hatinya tiba-tiba tidak tenang setelah melihat kamar yang terletak dipojok rumah itu digembok cukup rapat.
Seseram itukah anak Ny. Indah? Apapun itu, Alea mencoba positif thingking. Meskipun pikirannya selalu berpikir kalau anak Ny. Indah adalah seorang monster gila.
"Sebentar, Tante buka dulu kamarnya," ucap Ny. Indah seraya melangkah mendekati pintu.
Tubuh Alea mendadak gemetar. Mendengar kamar akan dibuka saja keberaniannya mulai menciut, seolah pintu beban akan datang menghampirinya.
'Alea, tenang. Anak Tante Indah adalah manusia sama sepertimu. Hanya saja dia sedang sakit, entah sakit apa yang diderita olehnya.' batin Alea, mencoba menenangkan dirinya sendiri.
Ceklek ....
Ny. Indah membuka pintu kamar tidak terlalu lebar. Ia pun menoleh ke arah Alea yang terlihat tegang.
"Loh Alea, kamu kenapa?" tanya Ny. Indah merasa heran.
Alea menggeleng sambil menunjukkan senyum meyakinkan.
"Ya sudah, masuklah dan temui anak Tante," ucap Ny. Indah.
"Hah? M-masuk?" Entah kenapa bicara Alea menjadi terbata-bata.
"Iya, masuk. Tapi Tante mohon sama kamu Alea, bicara baik-baik dengan anak Tante. Semoga saja dia mau dirawat sama kamu," ujar Ny. Indah.
'Kalau anaknya gak mau gimana? Terus karena saking gak maunya, dia bakal nyerang aku lagi.' batin Alea resah.
"Alea, kalau kamu mau masuk ke kamar duluan, masuk aja ya. Tante mau ambil sesuatu dulu," ujar Ny. Indah seraya membelai lembut rambut Alea.
Alea mengangguk. Kemudian Ny. Indah pergi meninggalkan Alea seorang diri di depan kamar anaknya.
'Ya Tuhan, aku harus apa? Masuk atau enggak ya?' batin Alea bingung, menatap pintu kamar yang sedikit terbuka.
Sejenak Alea menarik napas dalam-dalam lalu membuangnya secara perlahan. Ia sudah buat keputusan. Keputusan untuk segera masuk ke dalam dan menemui anak Ny. Indah.
'Okey Alea, fighting!' Alea kembali menyemangati dirinya sendiri.
Dengan langkah yang cukup gemetar, ia masuk ke dalam kamar dengan tak lupa membaca bismillah dan do'a. Berharap Tuhan melindunginya dari hal yang buruk.
Kini Alea sudah berada di dalam. Tampak seisi kamar sangat gelap. Tidak ada cahaya yang menyinari setiap sudut. Hal itu membuat Alea sulit untuk melihat keberadaan anak Ny. Indah.
'Apa lampu di sini padam? Kenapa anak Tante Indah suka sekali berada di dalam kamar yang gelap?' batin Alea merasa heran.
"Permisi! Apa ada orang?" Alea memberanikan diri untuk membuka suara. Berharap anak Ny. Indah akan menyahut.
Namun nyatanya belum ada suara yang terdengar di telinga Alea. Alea terus melangkah, lalu berhenti sejenak karena merasakan ada barang yang berserakan di sekitarnya.
'Astaga, kenapa di sini berantakan sekali?'
Alea pun mengambil handphone dari dalam tas kecilnya untuk menyalakan senter melalui handphone-nya. Setelah senter dinyalakan, kini Alea bisa melihat keadaan sekitar meski samar-samar.
"Hello, kamu bisa mendengarku? Kamu ada dimana sekarang?" tanya Alea pada anak Ny. Indah yang sampai sekarang belum terlihat wujudnya.
Prang ....
Sesuatu seperti dijatuhkan dengan sengaja oleh seseorang. Alea yakin pasti itu perbuatan anak Ny. Indah.
"Sebenarnya kamu dimana? Tolong tunjukkan dirimu. Aku ke sini ingin merawatmu," ujar Alea sesekali melirik ke kanan dan ke kiri, was-was anak Ny. Indah akan menyerangnya dari arah samping.
Hening. Tak ada respon.
Tetapi Alea masih penasaran, apakah anak Ny. Indah itu laki-laki atau perempuan. Kalau laki-laki, Alea merasa bakal susah untuk diatur apalagi dirawat. Tapi kalau perempuan, bisa lah untuk Alea diajak kompromi.
Alea berharap sih anak Ny. Indah perempuan bukan laki-laki.
Buggg ....
Alea merasakan sebuah bola mengenai punggungnya. Alea yakin pasti anak Ny. Indah yang melempari ke arahnya.
Alea pun segera berbalik badan dan nyatanya tidak ada siapapun di belakangnya. Hanya ada bola yang tergeletak di depannya.
Alea pun berjongkok untuk mengambil bola basket. Sebelum berdiri, netranya menangkap bayangan seseorang yang seperti akan menghampirinya.
Kini bukan hanya bayangan saja yang Alea lihat, melainkan kaki seseorang. Lantas mata Alea membulat ketika menyadari kaki tersebut bukan kaki perempuan, melainkan laki-laki.
'Jadi? Anak Tante Indah cowok?' batin Alea yang mulai panik tak karuan.
Alea pun mendongak untuk melihat anak Ny. Indah, tentunya dengan bantuan senter handphone.
Seketika Alea terbelalak dan terkejut hebat melihat anak Ny. Indah adalah seorang cowok yang memilki wajah menyeramkan, bahkan di tangannya terdapat sebuah pisau.
"AAAA ... ADA HANTU ... EH, BUKAN ... ADA MONSTER. TOLONG ADA MONSTER DI SINI," teriak Alea sekencang-kencangnya.
Kemudian Alea langsung berlari keluar dari kamar dengan membawa suasana hati yang tidak menentu. Panik ... takut ... tegang ... was-was, semua perasaan itu bercampur dalam hatinya.
Dughhh ....
Saking takutnya, Alea tak sengaja menabrak seseorang. Dan setelah dilihat, ternyata Ny. Indah. Alea pun sedikit lega, meski perasaan takut dan panik masih menyelimuti hatinya.
"Loh kamu kenapa, Alea?" tanya Ny. Indah cemas saat melihat keringat bercucuran di sekitar dahi Alea.
Alea menggeleng dengan napas yang terengah-engah.
"Apa kamu melihat sesuatu?" tanya Ny. Indah lagi.
Alea mencoba untuk mengatur napasnya, lalu menunjuk ke arah kamar. "Tante, apa anak Tante ada di dalam?" Alea balik bertanya.
"Iya, anak Tante ada di dalam. Dia tidak kemana-mana."
"Apa anak Tante cowok?"
"Iya, anak Tante cowok. Namanya Iqbal Riandra Keanny."
Detik ini ... menit ini ... jam ini, akhirnya Alea tau siapa nama cowok yang akan ia rawat. 'Nama yang keren.' Begitulah yang ada di pikiran Alea.
Tapi Alea heran mengapa nama sebagus dan sekeren itu berbeda dengan aslinya. Orang yang Alea lihat barusan sangat menyeramkan, persis seperti yang ia bayangkan sejak kemarin.
"Tapi Tante ... kenapa anak Tante menyeramkan seperti monster? Apa dia beneran seorang monster?" tanya Alea.
Pertanyaan Alea yang melantur membuat Ny. Indah menunduk sedih. Tentu saja Alea yang menyadarinya merasa tidak enak hati dan merasa bersalah karena telah lancang bertanya seperti itu.
'Astaga, ini mulut ya ampun.' batin Alea sambil memukul-mukul mulutnya berulang.
"Tante ... Tante ... maafin Alea. Alea nggak bermaksud bertanya hal itu. Tadi Alea hanya kaget aja lihat wajah anak Tante, makannya Alea enggak sengaja bertanya yang aneh-aneh. Maafin Alea, Tante," ucap Alea, merasa sangat bersalah.
Ny. Indah tersenyum. Kemudian ia meraih kedua tangan Alea dan menggenggamnya sangat erat.
"Enggak papa, Alea. Tante maklumi itu. Sebenarnya Iqbal sering corat-coret wajahnya sendiri pakai spidol, makannya jangan kaget saat melihat wajah Iqbal yang menyeramkan. Kemarin Tante sudah membersihkan wajahnya, tapi dia bandel kotorin wajahnya lagi," jelas Ny. Indah.
Alea tersenyum canggung. Padahal dalam hati ia kaget mendengar penjelasan Ny. Indah. Apakah Iqbal tidak waras? Kenapa ia melakukan itu seolah seperti orang gila?
"Oya Alea, pegang bunga ini. Iqbal suka sekali dengan bunga melati. Mungkin bunga ini akan berguna untukmu nanti." Ny. Indah memberikan setangkai bunga melati kepada Alea.
Alea mengambilnya, setelah itu mengernyitkan dahi tak mengerti apa maksud perkataan Ny. Indah barusan.
"Ayo, temui Iqbal lagi," ajak Ny. Indah seraya menarik tangan Alea masuk ke dalam kamar.
Alea hanya menurut. Sebenarnya Alea ingin izin pulang karena tak sanggup bila nanti Iqbal tiba-tiba menyerangnya. Tapi apalah daya, Alea sudah berjanji pada dirinya sendiri akan membantu Ny. Indah.
Saat tiba di dalam, Alea tercengang melihat seisi kamar tampak terang. Bukan gelap lagi seperti sebelumnya.
Bahkan kini Alea bisa melihat setiap sudut kamar dengan jelas. Banyak sekali barang di sana yang berserakan dimana-mana, termasuk ranjang tidur sekalipun.
Alea heran apa yang dilakukan Iqbal pada kamarnya. Apa Iqbal tidak suka dengan dekorasi kamar?
"Ho!" Mata Alea membulat sempurna saat melihat Iqbal tiba-tiba muncul dari balik kamar mandi seraya mengarahkan pisau ke arahnya.
'Ya Tuhan, apa yang akan dilakukan Iqbal padaku? Apa dia akan menyerangku dan melukaiku?' batin Alea, yang mulai panik tak karuan.
...TBC .......
...Jangan lupa kasih dukungan buat author ya ❤...
...***...
"Siapa kamu? Aku tanya siapa kamu?" pekik Iqbal, menatap Alea penuh ketakutan.
Alea bingung harus jawab apa. Di situasi yang mendesak seperti ini, Iqbal terus-terusan mengarahkan pisau ke arahnya. Bagaimana Alea bisa menjawab dengan santai coba.
"Hmm, aku ... aku ... Alea. Aku ke sini ingin merawatmu. Tolong jangan marah dulu," pinta Alea seraya melangkah mundur menjauhi benda tajam itu yang hampir mendekat ke arahnya.
"Iqbal, sayang ... tenanglah dulu." Ny. Indah yang sedari tadi ada di dekat Alea mencoba menenangkan putranya yang terlihat mulai marah besar saat melihat kehadiran orang asing di rumahnya.
"Mama, usir dia. Aku bilang usir dia dari rumah ini," teriak Iqbal penuh dengan kemarahan. Bahkan tatapan yang diberikan kepada Alea sangat tajam seolah ingin memakan mangsa.
Ny. Indah mulai meneteskan air mata. Hal yang paling ia sedihkan adalah melihat putranya seperti orang gila yang selalu mengancam dan melukai.
"Nak, dengarkan Mama dulu. Dia Alea. Dia ...."
Ucapan Ny. Indah terpotong ketika Iqbal melempar sebuah vas bunga ke arah Alea. Lantas Alea segera menghindar ketika menyadari hal itu.
Prang ....
Vas itu langsung pecah, lantas Alea refleks berteriak ketakutan.
"AAAA ... Ibu, Nenek ... Alea takut." Saking takutnya, Alea berjongkok sambil menutup kedua telinganya dengan tangan.
Melihat hal itu, Ny. Indah langsung mendekati Alea dan menenangkannya.
"Alea, tenanglah. Jangan takut, Nak. Tante yakin kamu adalah gadis yang pemberani. Kamu pasti bisa bantu Tante untuk menyembuhkan Iqbal," ucap Ny. Indah sembari membelai lembut rambut Alea.
Alea menggelengkan kepala dengan kedua matanya yang mulai berkaca-kaca. "Alea gak bisa, Tante. Alea gak bisa. Alea takut Iqbal tiba-tiba akan melukai Alea nanti," lirih Alea.
Ny. Indah menggeleng, lalu ia menggenggam kedua tangan Alea dengan penuh kehangatan seorang Ibu.
"Alea, lihat Tante!" pinta Ny. Indah.
Alea diam, merasakan tubuhnya yang mulai gemetar karena ketakutan.
"Alea." Ny. Indah menarik wajah Alea agar mau memandangnya. "Apa kamu percaya dengan cinta?"
Mendengar hal itu, Alea langsung memandang manik mata Ny. Indah, lalu mengangguk sekilas. Tentu saja Alea percaya dengan cinta, buktinya saat ini Alea sudah mempunyai seorang kekasih.
"Kalau kamu percaya, maka Tante yakin kamu pasti bisa menyembuhkan anak Tante. Karena kamu merawat dan menjaganya dengan kasih sayang dan juga cinta. Sekarang hilangkan rasa takutmu itu, karena ketakutan hanya akan membuatmu semakin tidak berdaya."
Buliran air mata mulai menetes membasahi pipi Alea. Karena perkataan Ny. Indah membuatnya teringat dengan almarhum sang Ayah.
'Selalu ingat ya, Putri kecilku. Kamu jangan pernah takut. Karena ketakutan hanya akan membuatmu semakin tidak berdaya. Hadapilah semua rintangan yang ada di depanmu dengan penuh keberanian. Karena ayah yakin putri kecil ayah ini sangat pemberani, bahkan melebihi ayah.'
Sejenak Alea memandangi sosok Iqbal yang sedang tertawa tidak jelas melihat dirinya menangis.
"Lihatlah dia ... Haha, dia cengeng. Sangat cengeng. Enggak kayak aku, kalau aku sudah pasti kuat. Dan dia ... Haha dia cengeng. Eh, tapi, aku juga 'kan pernah cengeng. Huaaa ... Mama, kenapa aku cengeng." Iqbal kini beralih menangis seperti anak kecil sambil menendang-nendang lantai.
Setiap ledekan dan perkataan tidak jelas yang keluar dari mulut Iqbal dan juga tingkahnya yang kadang berubah-ubah menjadi sangat aneh, membuat Alea tau penyakit apa yang sedang diderita oleh Iqbal.
Penyakit gangguan mental.
"Apa Tante pernah mengatakan hal itu pada Iqbal?" tanya Alea.
"Pernah. Berulang kali Tante selalu mengatakan hal itu pada Iqbal. Tapi Iqbal tidak mau mendengarkan, dia sudah terjebak dalam masa lalunya hingga membuat mentalnya terganggu," jawab Ny. Indah seraya menangis tersedu-sedu.
Melihat Ny. Indah menangis, Alea langsung menenangkannya. Alea tidak tau masa lalu apa yang membuat mental Iqbal sampai terganggu. Yang jelas Alea merasa kasihan kepada Ny. Indah, termasuk Iqbal.
"Apa kata dokter, Tante?"
"Dokter menyarankan untuk tetap bersama Iqbal dan melakukan terapi perilaku kognitif. Tapi Iqbal tidak mau melakukan terapi itu, jika Tante memaksa, maka Iqbal akan mengancam melukai dirinya sendiri. Akhirnya Tante harus menuruti apa yang Iqbal mau dan mengurung dia di dalam kamar agar tidak terjadi hal yang diinginkan. Tante sudah menyerah. Sulit untuk mengeluarkannya dari penyakit itu," ungkap Ny. Indah diiringi dengan tangisan.
Alea mengusap air mata yang membasahi pipi Ny. Indah, lalu Alea mendekatkan diri untuk memeluk Ny. Indah.
"Sudah Tante, jangan nangis. Dalam hidup ini tidak ada yang sulit asalkan kita mau berusaha. Bahkan jalan keluar pun pasti ada bagi mereka yang selalu berdoa dan memiliki keyakinan. Alea yakin suatu saat Iqbal pasti akan sembuh," ucap Alea.
Ny. Indah melepas pelukan Alea lalu memandangi Alea dengan tatapan tanda yakin. "Apa kamu yakin?"
Alea tersenyum, kemudian ia berdiri seraya memandangi sosok Iqbal yang sedang memainkan puzzle dengan senyuman.
"Tentu saja Alea yakin. Karena Alea berjanji akan membantu Iqbal untuk bisa sembuh. Alea akan jadi susternya Iqbal. Suster yang akan merawat dan menjaga Iqbal dengan penuh kasih sayang," ujar Alea.
Ny. Indah tersenyum lega mendengarnya. Karena akhirnya Alea mau menjadi susternya Iqbal meski sudah tau penyakit apa yang diderita oleh Iqbal.
Alea berjalan menghampiri Iqbal yang masih duduk memainkan puzzle, lalu berjongkok di hadapannya.
"Boleh aku ikut bermain denganmu?" tanya Alea dengan nada lembut.
"Hey, jangan mendekat." Iqbal mengarahkan pisau ke arah Alea ketika menyadari Alea berada di hadapannya.
Alea hanya memberikan senyuman. Ia tidak kenal takut lagi. Sekarang Alea berani berhadapan dengan sosok Iqbal. Meski nantinya Iqbal akan melukainya, Alea tak peduli.
Alea rela terluka asalkan dirinya harus berhasil meluluhkan hati seorang Iqbal yang rapuh karena penyakit.
"AKU BILANG JANGAN DEKATI AKU," teriak Iqbal. Dan ....
Srtttt ....
Iqbal menggoresi tangan Alea dengan pisau, hingga tangan Alea mulai mengeluarkan darah.
"Shhh." Alea mencoba menahan perih dan mengabaikan lukanya. Lalu ia menunjukkan senyum manis di depan Iqbal.
Ny. Indah yang melihat Alea terluka, segera bergegas menghampiri. Namun cepat-cepat Alea memberi kode kepada Ny. Indah agar jangan mendekatinya.
"Mah, sudah aku bilang jangan ada orang asing atau siapapun itu datang ke rumah kita, mereka semua jahat. Iqbal benci sama orang jahat," pekik Iqbal beralih memandangi Ny. Indah.
"Tapi Nak, Alea buka orang jahat. Dia baik. Alea akan jadi suster kamu dan merawat kamu sampai sembuh," timpal Ny. Indah.
"Arghhh," geram Iqbal seraya membanting pisau ke sembarang tempat. "Iqbal sehat, Iqbal gak sakit. Iqbal gak butuh suster atau siapapun. Yang Iqbal butuhkan hanyalah kesendirian dan kesepian," teriak Iqbal seperti orang kesurupan.
Alea mendekati Iqbal untuk menenangkannya. Namun Iqbal melangkah mundur sesekali memungut pecahan vas lalu mengarahkannya ke arah Alea.
"Jangan coba-coba dekati aku, orang jahat. Pergi menjauh. PERGI. MAMAH, USIR ORANG JAHAT INI DARI SINI," teriak Iqbal.
Sudah cukup. Ny. Indah tidak ingin putranya melukai Alea lagi. Ia harus segera mengambil tindakan. Namun di tengah ingin bertindak, Alea lagi-lagi mencegahnya lewat kode tangan.
Di sisi lain, kemarahan Iqbal semakin tidak bisa dikendalikan. Saking marahnya, Iqbal melempar pecahan kaca ke arah Alea.
Secepatnya Alea menangkap pecahan kaca itu menggunakan kepalan tangannya. Lantas mata Ny. Indah membulat melihat darah Alea kembali bercucuran di atas lantai.
"Ya ampun, Alea," lirih Ny. Indah yang tidak menyangka jika Alea akan berani nekat seperti ini yang dapat melukai dirinya.
"Tidak semua orang itu jahat, Iqbal. Masih ada orang baik yang akan selalu ada di dekatmu. Mamamu. Dan sekarang aku, sustermu," ujar Alea dengan senyuman.
"Kamu orang jahat. Aku tidak ingin dirawat. Enggak mau. Semua orang itu jahat. JAHATTTT ...," pekik Iqbal lalu berlari ke arah dinding.
Di sana Iqbal langsung menyakiti dirinya sendiri dengan memukul-mukul dinding sekuat tenaga. "Jahat ... semua orang jahat. Aku benci mereka semua," geram Iqbal.
Melihat hal itu, Alea segera berlari mendekati Iqbal. Lalu menaruh tangannya pada dinding yang dipukuli oleh Iqbal, sehingga tangan Alea lah yang menjadi tempat pukulan bagi Iqbal.
Di samping itu, Ny. Indah hanya bisa menangis melihat pengorbanan besar dalam diri Alea. Alea yang tidak mengenal takut dan tidak peduli pada dirinya sendiri.
"Kedatanganku ke sini bukan hanya sekedar menjadi sustermu, tapi juga menjadi temanmu," ucap Alea dengan nada lembut.
Mendengar kata teman membuat tatapan tajam yang diberikan Iqbal pada Alea berubah menjadi tatapan biasa.
Namun, bagi Alea, tatapan itu adalah tatapan yang meneduhkan hati.
"Teman?" tanya Iqbal.
Alea mengangguk. "Iya, teman. Kamu mau kan jadi temannya suster Alea?" tanya Alea seraya memperlihatkan setangkai bunga melati di depan Iqbal.
Bibir Iqbal perlahan mulai membentuk sebuah senyuman ketika melihat bunga melati di tangan Alea. Alea yang melihat senyuman hadir di bibir Iqbal, juga ikut tersenyum.
Begitupun dengan Ny. Indah, karena setelah sekian lama, akhirnya Iqbal--putranya kembali tersenyum.
'Ternyata benar apa yang dikatakan Tante Indah, bunga melati itu akan berguna untukku. Buktinya setelah melihat bunga itu, kemarahan Iqbal langsung mereda.' batin Alea, sempat mengingat perkataan Ny. Indah ketika sebelum masuk ke kamar Iqbal.
"Gimana, Iqbal? Kamu mau kan jadi temannya suster Alea?" tanya Alea memastikan.
Iqbal mengangguk-ngangguk.
'Akhirnya.' batin Alea senang.
"Mau apa enggak?" tanya Alea sekali lagi.
"Iya mau, Iqbal mau jadi temannya suster. Dan mulai sekarang kamu susternya Iqbal," jawab Iqbal seraya tersenyum seperti anak kecil.
"Beneran?" Alea memastikan kembali dengan mengulurkan tangannya di hadapan Iqbal.
Iqbal mengangguk mantap, lalu ia hendak meletakkan tangannya di atas tangan Alea. Namun, ketika melihat ada darah di tangan Alea, Iqbal langsung mengurungkan niatnya itu.
"Ada darah ... ada darah ...."
Alea melihat Iqbal mulai ketakutan kembali. Cepat-cepat Alea menenangkannya.
"Iqbal, tenang ya. Suster akan segera membersihkan darahnya," ucap Alea, hendak melangkah pergi.
Namun Iqbal menahan pergelangan tangan Alea seolah tidak ingin membiarkan Alea pergi. "Enggak ... Iqbal gak boleh diem ... Suster Iqbal sedang terluka, Iqbal harus obatin lukanya."
"Iqbal, ini hanya luka kecil. Biar suster aja yang obatin sendiri," ucap Alea.
"Ssttt ... Suster hanya perlu diam. Biar Iqbal yang obatin," sahut Iqbal, lalu menarik tangan Alea secara lembut menuju bed cover.
Alea tertegun. Karena Alea tidak menyangka saja di balik mental Iqbal yang terganggu, terdapat sebuah perhatian yang tersirat dalam diri seorang Iqbal Riandra Keanny.
...***...
...TBC .......
...Jangan lupa kasih dukungan buat author ya ❤...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!