Dikegelapan malam derap langkah kuda dan suara langkah kaki ratusan prajurit memakai baju zirah lengkap dengan senjata di tangan masing-masing, memenuhi jalanan ibu kota.
Mereka berlarian menuju sebuah kediaman yang tertutup oleh tembok hitam tinggi , yang memisahkan penghuni dengan dunia luar.
Seluruh prajurit menyebar mengepung setiap sisi .
Di dalam rumah, nampak sepasang suami istri , Xuan Xi Chong dan Hua Mu Niang sedang tergesa-gesa mengambil isi sebuah kotak di sebuah ruang rahasia di kamar pribadinya.
Xuan Xi Chong mengambil sebuah buku dan benda kecil persegi yang terbungkus kain berwarna kuning dari dalam kotak penyimpanan yang terletak di atas rak.
Lalu ia berbalik berjalan mendekati istrinya yang menatapnya dengan wajah cemas.
Sambil menunduk menatap benda di tangannya itu, "Istriku, bawalah ini bersamamu, pergi dan serahkan ini ke Tuan Liang di kota Dan Yang, dia akan tahu apa yang harus dilakukan!", ucap Xuan Xi Chong sembari menarik tangan dan menyerahkan buku serta benda persegi itu ke tangan istrinya.
Nyonya Xuan tertunduk menatap benda yang diserahkan Xuan Xi Chong padanya, "Tapi apa ini , tolong jelaskan apa yang terjadi?" ucap Hua Mu Niang yang menatap suaminya bingung.
Xuan Xi Chong mengangkat kedua lengannya memegang kedua bahu istrinya. Ditariknya nafas dalam, "Perdana mentri sedang mengincar benda ini, barusan Xiao Wei melaporkan, bahwa prajurit kerajaan sedang menuju kesini. Dan... beliau menyebarkan fitnah, aku telah berkhianat".
"Tapi.."
"Sst... ", Xuan Xi Chong mengangkat jari telunjuknya di depan bibirnya. "aku tahu, tapi tak ada seorangpun yang mampu mencegahnya saat ini untuk merebut stempel ini. Stempel ini memiliki kekuasaan tak terbatas, bahkan Pangeran Xi yang telah ditunjuk Yang Mulia untuk menggantikan posisinya pun tidak akan mampu melawan kekuasaan stempel 9 naga", sambung Xuan Xi Chong memotong ucapan istrinya.
"Waktu kita tidak banyak, bawalah Xuan Rong bersamamu dan ikuti Xiao Wei. Dia telah mempersiapkan semuanya."
"Tapi, bagaimana denganmu?" ucap Hua Mu Niang khawatir.
"Aku akan menghambat mereka untuk memberikan kalian waktu pergi menjauh", ungkap Xuan Xi Chong menjelaskan.
"Perdana mentri tidak akan begitu mudahnya memaafkan orang yang menentangnya , sebaiknya kau pun ikut pergi bersama."
"Tidak istriku, yakinlah .. Perdana mentri tidak akan membunuhku dalam waktu dekat. Jika Tuan Liang bisa cepat bertindak , kedatangan Pangeran Xi akan bisa membalikkan keadaan."ucap Xuan Xi Chong seraya menarik kepala istrinya dan mencium keningnya.
Hua Mu Niang menatap wajah suaminya yang juga menatapnya, "Suamiku apakah kau tahu apa akibatnya untuk keluarga kita, maksudku Xuan Rong.. bagaimana dengannya? Ia masih kecil, sedangkan perjalanan ini sangat berbahaya".
Xuan Xi Chong membuang nafasnya dengan berat, "Sementara titipkan Xuan Rong ke wisma, untuk menghentikan kecurigaan, lagi pula disana ada Mei Gui yang bisa mengatasinya!"
......................
Sepuluh tahun kemudian...
Di taman belakang kuil tampak seorang pemuda tampan dengan tubuh tegap, penampilan layaknya bangsawan menyempurnakan sosoknya yang diidamkan para wanita, dialah Zhu Wen , jendral tertinggi Kerajaan Wei.
Zhu Wen melangkahkan kakinya berjalan menatap lurus ke depan, menyusuri jalanan kecil disekitar taman di dekat sana. Taman yang ditumbuhi pohon wilow yang berada di tiap sisi-sisinya memberikan suasana sejuk dan nyaman.
Dari sudut matanya, Zhu Wen menangkap sesuatu yang mengalihkan pandangannya. Ia menolehkan kepalanya kesebelah kiri, terlihat sosok gadis tengah duduk sendirian di gazebo tak jauh dari tempatnya berdiri. Langkahnya terhenti, Zhu Wen memfokuskan matanya berusaha mengamati wajah si gadis.
Semakin lama Zhu Wen menatap, semakin ia terpancing untuk melihat wajah gadis itu lebih jelas.
Tanpa disadarinya kaki jenjang nan kekar itu melangkah, naluri lelakinya yang secara alamiah menangkap sebuah keindahan menariknya untuk terus mendekat.
Zhu Wen berjalan melewati jembatan kecil yang menghubungkan taman dan gazebo tersebut. Membuat jarak diantara mereka berdua kini hanya tinggal beberapa kaki saja. Dan dengan jarak yang cukup dekat tersebut, ia bisa melihat dengan jelas paras cantik gadis tersebut,
Zhu Wen tersenyum menatap gadis itu.
Gadis cantik berpostur mungil, rambut hitam tergerai indah, kontras dengan kulitnya yang putih bersih dengan wajah mungil dagu runcing, hidung yang mancung dan bibir merah mudanya yang ranum - Xuan Rong.
Xuan Rong yang sedang memejamkan mata, dengan kedua telapak tangan bertaut menopang dagu runcingnya. Terlihat ia sedang menikmati suasana tenang disana. Namu tiba-tiba Xuan Rong terkesiap , menyadari kehadiran orang lain didekatnya. Reflek ia menoleh, sepasang matanya menangkap sosok pria yang juga menatapnya dengan lekat.
Xuan Rong yang merasa tidak nyaman dengan kehadiran Zhu Wen, membuatnya segera bangkit berdiri ingin berjalan pergi. Sebelum melewati Zhu Wen, Xuan Rong membungkukkan tubuhnya, ia mempersilahkan Zhu Wen untuk menempati gazebo tersebut.
"Silahkan Tuan", sapa Xuan Rong ramah, kemudian ia berlalu.
"Nona..", langkah Xuan Rong terhenti. "Anda tidak perlu pergi. Akulah yang mengganggu anda, kita bisa berbagi sembari duduk berbincang", ucap Zhu Wen kembali.
"Aku adalah pendatang, dan ini kali pertama aku menginjak di kota ini. Apakah kehadiranku, mengganggu anda?" tanya Zhu Wen kembali.
"....." , Xuan Rong mengernyitkan alisnya menatap Zhu Wen dengan mata bulat polosnya.
"Tidak, maksudku aku hanya kurang nyaman saja dengan orang asing" , ucap Xuan Rong menanggapi.
'Oh... Kau cukup terus terang, nona ', gumam Zhu Wen seraya tersenyum kecil.
"Zhu Wen .. namaku Zhu Wen", ucap Zhu Wen memperkenalkan diri sembari menyatukan telapak tangannya mengepal didepan dada.
"Maaf tuan , tapi aku sedang terburu-buru," tolak Xuan Rong.
"Ehhh.... maaf nona", Zhu Wen melangkah menyusul sembari merentangkan sebelah lengannya di hadapan gadis itu , bermaksud menghentikan.
"Ada apa?" tanya Xuan Rong.
"Oh maaf... Apakah aku boleh tahu siapa nama nona? Agar kita bisa saling mengenal", ucap Zhu Wen masih terus berusaha.
Xuan Rong terdiam, menatap Zhu Wen dengan penasaran. 'Untuk apa pria ini begitu memaksa untuk mendekat' gumam Xuan Rong dalam hati.
Lain halnya denganZhu Wen, ketidaktertarikan Xuan Rong yang ditunjukkan dengan penolakkannya adalah pengalaman baru yang belum pernah dihadapinya, menantang Zhu Wen untuk semakin ingin mendekati.
"Tapi tuan, aku sudah ditunggu!" tolaknya halus langsung berlalu, mengabaikan Zhu Wen yang masih berusaha membujuknya.
"Tunggu nona!" Zhu Wen menarik lengan Xuan Rong berusaha menghentikan.
'Ya Tuhan, tolong aku! Disini tak ada seorangpun , dan aku hanya berdua dengan pria menakutkan ini . Bagaimana jika dia berbuat suatu hal yang... , gumam Xuan Rong sembari menolehkan kepalanya ke kiri dan ke kanan, berharap seseorang datang menolongnya.
"Maaf tuan, aku tidak mengenal anda, dan juga tolong lepaskan tangan anda", Xuan Rong meninggikan suaranya seraya menepis tangan Zhu Wen yang mencengkram kuat lengannya.
Zhu Wen menyipitkan matanya, tahu bahwa gadis dihadapannya saat ini sedang berpikir buruk tentangnya.
Zhu Wen mengendurkan cengkeraman tangannya, yang segera dimanfaatkan Xuan Rong melangkah pergi sembari bergumam berharap agar pria aneh itu tidak mengejarnya.
......................
Pengenalan tokoh
Zhu Wen
Pemuda berusia 20 tahun , seorang Jendral tertinggi Kerajaan Wei , flamboyan, tidak mempercayai sebuah cinta sejati.
Xuan Rong
Gadis berusia 16 tahun yang ditinggal kedua orangtuanya, tinggal di wisma Hong Yuan. Cenderung tertutup, dan gigih .
Zhu Wen menunduk, meraih sesuatu di lantai.
Baru beberapa langkah Xuan Rong berjalan, tiba-tiba Zhu Wen menyusul dari samping dan menghadang jalannya kembali .
Sejak tadi ia sudah cukup bersabar dengan kelakuan Zhu Wen, bahkan dengan sopan ia menolak. Dirasa hal itu cukup menunjukkan sikap tegasnya, enggan diusik.
"Tuan, aku sedang buru-buru dan tolong menyingkir dari jalanku!" ucap Xuan Rong meninggi, tidak lagi menjaga kesopanannya.
"Oh... hanya untuk sekedar nama saja begitu sulit nona? Atau memang gadis dikota ini begitu angkuh?" ucap Zhu Wen mencibir.
"Kau"
"Katakan saja ingin didekati seperti apa kalau begitu?" tanya Zhu Wen sembari tersenyum miring.
"Dan apakah pria dari luar kota ini, hanya untuk mengetahui sebuah nama bisa begitu memaksa? Permisi", ucap Xuan Rong membalas ucapan Zhu Wen, sembari melangkah menghindarinya. Kali ini ia bersumpah tidak akan lagi menghiraukan pria itu.
"Apakah ini milikmu?" ucap Zhu Wen sembari memegang sebuah hiasan giok berbentuk ikan di tangannya.
'Aku tidak akan terpancing, bodoh,' gumam Xuan Rong.
"Sayang sekali, giok berbentuk ikan ini, tidak diinginkan pemiliknya lagi."Zhu Wen dengan sengaja meninggikan suaranya.
Langkah Xuan Rong terhenti , ia memeriksa bagian pinggang pakaiannya. ''Giok ku''
Zhu Wen menunggu ditempatnya enggan untuk mengejar, karena kalimatnya barusan cukup ampuh membuat Xuan Rong berbalik tanpa diminta.
"Itu milikku, kembalikan!"
"Ambillah sendiri, untuk apa aku mendengarmu, bukannya kau tidak tertarik dekat dengan orang asing", cibir Zhu Wen.
'Bagaimana bisa giok itu ditangannya' gumam Xuan Rong dengan wajah kesalnya, berjalan mendekat hendak mengambil.
'Hah, dasar gadis sombong, aku pun tidak akan mudahnya memberikan benda ini', gumam Zhu Wen.
"Maaf Tuan, itu giok milikku", ucap Xuan Rong berusaha ramah.
"Kenapa aku tidak melihat ada namamu disini
"Tapi itu milikku tuan, giok berbentuk ikan itu sudah kumiliki sejak aku kecil", ungkap Xuan Rong menjelaskan.
"Ternyata benda kesayanganmu", ucap Zhu Wen datar seraya mengangkat giok tersebut keatas. "Ambillah sendiri!" ucapnya Wen kembali.
Xuan Rong melangkah maju mendekati, mengangkat lengan kanannya meraih giok tersebut dari tangan Zhu Wen. Tapi dengan postur tubuh mungilnya, ia tidak bisa menggapai hiasan tersebut, yang disengaja Zhu Wen dengan mengangkatnya tinggi melebihi tinggi tubuh Xuan Rong.
Zhu Wen tersenyum melihat Xuan Rong yang terus melompat berusaha meraih, ia akhirnya menghentikan gerakannya melirik kearah Zhu Wen.
"Apa kau sengaja", ungkap Xuan Rong mengangkat dagunya menatap tajam Zhu Wen.
Wajah polos Xuan Rong yang kesal, dengan mata bulat beningnya terlihat menarik bagi Zhu Wen, "Ambillah, bukankah ini milikmu", ucap Zhu Wen seraya melirik kearah giok yang ada ditangannya.
Dengan kedua tangannya, Xuan Rong menarik lengan Zhu Wen yang memegang giok, lalu diraihnya giok tersebut.
Sebuah rangkulan di pinggang Xuan Rong , yang menariknya mendekat ke tubuh Zhu Wen. Dan sebuah sentuhan di belakang lehernya menarik wajahnya kedepan , bibirnya dan bibir Zhu Wen saling menempel , dimanfaatkan Zhu Wen ********** sesaat dengan ciuman singkatnya sebelum akhirnya melepaskan.
"Kau... !!" ucap Xuan Rong yang terkejut, ia mengayunkan tangannya mendaratkan sebuah tamparan di wajah Zhu Wen.
"Dasar pria mesum!" ucap Xuan Rong terbelalak karena emosi dan langsung berbalik pergi.
"Chh.. srigala kecil. Lihat saja nanti jangan sampai bertemu lagi, kau harus membayar tamparanmu!" ucapnya sembari mengelus pipi bekas tamparan yang diterimanya barusan.
Lalu disaat bersamaan seorang pemuda yang memiliki tubuh kekar muncul entah darimana , menoleh mengamati Xuan Rong yang berlari dari tempat yang sama dengan atasannya sekarang berdiri-Hu Fei , ajudan Zhu Wen.
Hu Fei menghampiri Zhu Wen.
"Jendral..", ucap Hu Fei seraya menundukkan kepalanya ketika tepat berada di depan Zhu Wen.
"Bagaimana...?"
"Jendral, berdasarkan informasi yang diberikan mata-mata kita, stempel tersebut tidak berada di kota ini. Tapi aku mendapat informasi baru, putri Bing Bu yang dicari-cari banyak pemburu berada disini. Hanya saja, tak ada yang pernah melihat seperti apa rupanya saat ini ", ungkap Hu Fei menjelaskan.
"Keberadaan benda tersebut sampai sekarang masih simpang siur, jika diteliti kebelakang, informasi-informasi yang pernah dilaporkan tidak seorang pun tahu persis dimana benda tersebut berada", ucap Zhu Wen menanggapi.
"Baru saja hamba mendapat informasi juga, Perdana Mentri Zheng telah mengutus orang mencari putri Bing Bu tersebut. Aku rasa gadis itu pasti mengetahui dimana benda tersebut, jika kita terlambat selangkah saja, usaha kita selama ini akan sia-sia, jendral", ucap Hu Fei memperingati atasannya.
"Kurasa kali ini kita sudah tertinggal, Perdana Mentri pasti sudah mengerahkan prajuritnya mencari", ucap Zhu Wen seraya menghembuskan nafas beratnya.
......................
Didepan sebuah bangunan kuil yang berdiri kokoh, dengan dominasi warna merah dan sebuah pagoda berlantai tujuh yang tampak menjulang dengan gagah, meski suasana sudah hampir gelap.
Jika pada saat festival suasana kuil akan terlihat ramai, dengan wajah pengunjung yang terlihat bahagia menikmati kemeriahan.
Tapi hal itu tidak berlaku untuk saat ini , Xuan Rong yang baru saja kembali dengan perasaan kesal menatapi pemandangan dimana semua orang panik berlari menuju keluar kuil.
'Ada apa dengan mereka, sepertinya tadi wajah semua orang tidak seperti ini?' guman Xuan Rong.
Lalu Xuan Rong berjalan mendekat kearah kerumunan orang-orang yang berdesak-desakkan, ditariknya lengan salah seorang pria.
"Tuan, apa yang terjadi?" ucapnya bertanya pada seorang yang ikut berlari seperti lainnya.
"Nona, segeralah pergi dari sini. Diatas banyak pemburu bersenjata menyerang", ucap pria yang ditarik Xuan Rong tadi menjelaskan.
'Lalu dimana bibi?' gumam Xuan Rong, sembari berlari menolehkan kepalanya kearah kiri dan kanan mencari Bibi Mei Gui.
Didalam kuil puluhan laki-laki berpakaian hitam dengan pedang terselip dipinggang , menyebar memasuki setiap sisi kuil, sambil meneliti wajah para pengunjung satu persatu.
Xuan Rong yang masih kebingungan berusaha mencari-cari Bibi Mei Gui , ia berjalan mencari di luar kuil mengikuti orang-orang.
Setelah sekian lama mencari , tidak terlihat Bibi Mei Gui disekitar, Xuan Rong terus berjalan bolak-balik berulang kali, namun tetap tidak menemukan Bibi Mei Gui.
'Jangan-jangan bibi masih didalam,' gumamnya dalam hati.
Xuan Rong melangkah masuk kedalam kuil, menerobos kerumunan arus orang-orang yang mencoba berlari keluar kuil .
Dengan tubuhnya yang mungil, ia nampak kesulitan untuk menerobos masuk kerumunan, tubuhnya terus terdesak keluar oleh orang-orang yang tengah panik.
Sekian lama dengan usahanya , pada akhirnya ia berhasil memasuki gerbang kuil dan mencari sekeliling pekarangan , namun Bibi Mei Gui tetap tidak terlihat.
"Bibi dimana kau?" ucap Xuan Rong berteriak memanggil.
Hanya tinggal altar diatas yang belum diperiksanya, lalu ia berlari menaiki anak tangga menuju altar kuil yang terletak dibangunan paling atas.
Mungkin saja bibi masih diatas, pikirnya.
Sesampainya diatas, terlihat lagi beberapa laki-laki berpakaian hitam tadi memasuki altar didalam kuil, tiba-tiba...
Xuan Rong dikejutkan oleh suara perempuan menyayat hati berasal dari dalam kuil.
'Suara itu... suara itu...! Bibi.... tidak mungkin itu bibi! Tidak..!' gumamnya dalam hati.
Tidak lama orang-orang berpakaian hitam tersebut keluar dari ruang altar kuil dan salah seorang dari mereka terlihat seperti pemimpinnya memerintahkan mereka untuk menyebar.
Xuan Rong langsung mendesakkan tubuhnya mundur ke semak-semak, ketika beberapa orang berpakaian hitam tersebut berjalan menuju kearahnya.
Siapa mereka? Apa yang mereka lakukan diruangan itu? Xuan Rong terus bertanya pada dirinya sendiri.
Segera setelah orang-orang tersebut menghilang, Xuan Rong langsung berlari menuju kedalam ruang altar, sesampainya dipintu ia berhenti berhati-hati untuk mengamati apakah tersisa orang-orang yang berpakaian hitam tadi.
Terdengar suara seorang laki-laki memaksa lawan bicaranya untuk memberikan informasi keberadaan seseorang.
"Katakan dimana dia? Tidak ada gunanya kau bungkam? Tak lama lagi aku akan menemukannya, ia tidak akan mampu keluar dari kota ini. Lebih baik bekerjasama dengan kami, aku akan mengampunimu dan membuatnya menjadi lebih mudah", suara bentakkan itu membahana memenuhi ruang altar.
Tidak ada jawaban yang terdengar dari dalam kuil . Xuan Rong tampak penasaran, berusaha untuk mengintip dari samping pintu.
Dilihatnya dua orang pria berpakaian hitam tersebut membelakanginya sedang berjongkok menunggu jawaban lawan bicaranya yang tergeletak dilantai.
Seketika mata Xuan Rong langsung menuju orang yang tergeletak tersebut , 'Dia.... bibi...!' Teriaknya dalam hati seolah tidak percaya dengan apa yang dilihat depan matanya.
Bibi Mei Gui orang yang mereka cari, lalu siapa seorang lagi?
Tiba-tiba mata Bibi Mei Gui bertemu dengan Xuan Rong yang masih mematung disamping pintu.
Bibi Mei Gui memberi isyarat, dan Xuan Rong menanggapi bahwa Bibi Mei Gui bermaksud menyuruhnya segera pergi.
Tapi... bagaimana dengan bibi, apa yang akan mereka lakukan kepada bibi? kenapa mereka menyiksanya,
Apa salah bibi kenapa mereka begitu tega.
Xuan Rong berusaha untuk tidak berteriak, dia menutup mulut dengan kedua tangannya, airmata deras terus membasahi pipinya. Tak ada lagi yang bisa dilakukannya meskipun kakinya sangat ingin berlari menerobos masuk , namun tertahan karena bibi kembali menggelengkan kepalanya.
Xuan Rong terbangun disaat matahari pagi mulai merayap masuk di celah-celah dinding kamarnya.
Xuan Rong turun dari tempat tidurnya, mengenakan sepatu yang terletak di lantai dan langsung menuju kamar mandi.
Seperti kebanyakan pekerja di Wisma Hong Yuan, Xuan Rong seorang gadis berusia enam belas tahun yang dibesarkan diantara wanita-wanita penghibur.
Saat berusia enam tahun Xuan Rong dititipkan orangtuanya di wisma ini, dengan alasan yang tidak terlalu dipahaminya.
Ibunya menjanjikan akan segera menjemputnya jika urusannya telah selesai, untuk itu setiap harinya Xuan Rong akan duduk menunggu dipondok belakang wisma, berharap ibunya datang menjemput.
Namun hari berubah menjadi bulan dan tahun sampai ia lupa bagaimana perasaan menunggu.
Selama itupun Bibi Mei Gui selalu menghiburnya, menjaga layaknya seperti seorang ibu.
Xuan Rong tidak pernah kekurangan kasih sayang dan perhatian.
Bibi Mei Gui juga memanggil seorang guru untuk mendidik Xuan Rong , mengajarkannya pendidikan seperti seorang putri bangsawan.
Bibi Mei Gui adalah seorang wanita lajang yang mengelola wisma, ia memiliki paras cantik , kepribadian yang lemah lembut.
Pada zamannya ia adalah primadona di wisma ini
Dimulai ketika Xuan Rong berusia sepuluh tahun, disaat wisma sedang ramai dan kekurangan orang yang bertugas membersihkan ruangan. Xuan Rong akan berlari menemui Bibi Mei Gui di kamar, dan menawarkan diri sebagai petugas kebersihan.
Pada awalnya Bibi Mei Gui menolak dengan keras, ia tidak akan begitu gila sampai memperkerjakan anak dibawah umur. Terlebih lagi Xuan Rong adalah anak yang dititipkan oleh teman baiknya, apa alasan yang akan dia berikan jika tahu anak yang dipercayakan padanya dimanfaatkan.
Baginya tak ada hal didunia ini yang tidak bisa dibayar dengan uang.
Tahun berganti tahun Xuan Rong selalu mendatangi Bibi Mei Gui ketika wisma sedang kekurangan orang untuk melakukan tugas kebersihan, namun tetap ditolaknya dengan alasan yang sama.
Sampai pada saat dua tahun yang lalu, wisma kedatangan Wan Ruo seorang gadis kecil yang usianya sama dengan Xuan Rong.
Ia dijual oleh seorang penjual budak yang menemukannya dijalan seorang diri, karena orangtuanya telah meninggal akibat kelaparan.
Laki-laki tersebut bukannya menolong ia malah menjualnya ke rumah bordil.
Wan Ruo yang saat itu berusia empat belas tahun, memiliki tubuh yang sangat kurus , wajah cekung dengan tulang pipi mencuat . Wan Ruo terliat sepuluh tahun lebih tua dari usia sebenarnya. Keadaan Wan Ruo yang begitu menyedihkan , Bibi Mei Gui tidak sampai hati membiarkan seorang gadis kecil jika sampai jatuh ditangan orang yang tidak bermoral.
Sehingga Bibi Mei Gui tergerak untk membelinya dengan memberikan sejumlah uang kepada pria penjual budak yang membawanya.
Wan Ruo memiliki kepribadian tertutup, selama berbulan-bulan ia tidak pernah berbicara lebih dari dua kata kepada penghuni wisma. Kerasnya kehidupannya dahulu, membuatnya sulit menerima kedekatan dan menolak siapapun mendekatinya.
Perlahan dengan intensitas pertemuannya dengan Xuan Rong ketika belajar yang hampir setiap hari, lambat-laun Wan Ruo mampu membuka dirinya dengan Xuan Rong teman sebayanya dan satu-satunya di wisma itu.
"Bibi, aku tahu bibi mencintai kami. Tiada seharipun kami kekurangan, setiap hari kami hanya makan, mengenakan pakaian yang berkualitas dan mendapatkan pendidikan yang terbaik , menjadikan kami sebagai gadis yang berkelas.
Tapi bibi lupa memberikan kami kesempatan untuk membalas semua kebaikan yang bibi berikan pada kami." ucap Xuan Rong membujuk Bibi Mei Gui.
"Xuan Rong benar , biarkan waktu luang kami digunakan untuk membantu wisma yang membesarkan kami selama ini. Minimnya pergaulan , tidak akan banyak yang tahu tentang siapa kami," ucap Wan Ruo menimpali.
Bibi menoleh sambil menatapi kedua gadis itu bergantian, diletakkannya sisir dalam genggamannya keatas meja rias, "Hah.. jadi tujuan kalian berdua kemari apakah ingin memojokkan bibi?" ungkap Bibi Mei Gui menanggapi celotehan kedua gadis yang dihadapannya.
"Tidak.. tidak... tidak... Mana mungkin kami tega melakukannya pada bibi," tolak Xuan Rong langsung memeluk Bibi Mei Gui.
Bibi Mei Gui membuang nafas beratnya, "Kenapa kalian tidak juga menyerah, baiklah kalian boleh membantu tapi tetap dengan syarat..."
Dan begitulah akhirnya kedua gadis itu mulai bekerja di Wisma Hong Yuan.
Terletak di wilayah prefektur Dong, bangunan berlantai dua Wisma Hong Yuan tampak mencolok diantara bangunan lainnya. Dekorasi khas sebuah rumah bordil dengan lampion merah besar menggantung disepanjang pintu masuk, membuat siapapun yang melewatinya akan menoleh untuk sekedar menatap gadis-gadis penghuni wisma.
Hingar bingar berbagai hiburan memuaskan mata, minuman serta layanan kamar bisa ditemukan di Wisma Hong Yuan.
Wisma Hong Yuan yang selalu menghidangkan sensasi-sensasi bagi kaum lelaki, sebuah tempat pelayanan kebebasan libido dengan mempertukarkan tubuh dengan materi tanpa dibatasi norma-norma. Karena bagi sebagian para penghuni ini merupakan pendapatan mereka.
Dikehidupan yang mereka jalani sebelumnya mengajarkan berbagai hal yang meninggalkan bekas luka, beberapa dari mereka kerap mendapatkan siksaan fisik yang buruk, ditelantarkan bahkan dijual oleh keluarganya sendiri.
Pada saat mereka tiba berbagai penolakkan seperti menangis, menolak makan bahkan sampai tindak bunuh diri merupakan hal biasa sering ditemui.
Namun seiring waktu berjalan dukungan dari para penghuni lainnya membuat mereka kuat, mereka akan menerima berbagai pelajaran bahwa kehidupan di wisma tidak seburuk yang dipikirkan.
Terkadang kehidupan diluar tidaklah lebih baik, dan Bibi Mei Gui sebagai pemilik tidak pernah memaksakan mereka untuk melakukan hal yang tidak ingin mereka lakukan.
Mempelajari berbagai kesenian seperti menari , bermain musik akan membantu mereka memperoleh pendapatan.
......................
“Jendral Zhu atas dedikasimu kepada negara serta jasamu menggagalkan rencana pemberontakan Chao Huang, Kaisar mengangkatmu menjadi Jendral tertinggi serta menghadiahkanmu lima puluh ribu tail emas’’, penasehat kerajaan membacakan surat keputusan dari Kaisar Xi didepan semua pejabat.
“Terimakasih Yang Mulia, semoga panjang umur sampai sepuluh ribu tahun”, Zhu Wen duduk berlutut menerima surat pengangkatannya.
“Selamat Jendral Zhu... Negara sangat beruntung memiliki pejabat jujur dan loyal sepertimu, pengetahuan dan keahlianmu sangat berguna untuk kemakmuran negara", Perdana Mentri Zheng maju memberi pujian kepada Zhu Wen.
"Benar sekali ucapan Anda perdana mentri", Kaisar Xi menimpali.
"Andaikan aku memiliki anak sepertimu, sungguh merupakan sebuah kebanggaan sampai tujuh turunan”, perdana mentri dengan antusias memuji karena kekagumannya dengan sosok Zhu Wen saat usianya yang masih muda sudah memiliki segudang prestasi dan jasa besar terhadap negara.
“Perdana mentri, bukankah Anda memiliki seorang putri yang belum menikah?” Kaisar Xi menanggapi pembicaraan perdana mentri.
“Benar Yang Mulia, usia Yin Yin saat ini sudah cukup untuk menikah”, Perdana Mentri memancing pembicaraan agar lebih menjurus.
“Bagaimana jika aku menjodohkan putrimu dengan Jendral Zhu, perdana mentri?”
Mata perdana mentri berbinar, “Merupakan suatu anugrah Yang Mulia, tidak tahu apakah Jendral Zhu bersedia menerima putri hamba”, senyum merekah diwajah perdana mentri.
“Bagaimana Jendral Zhu, apakah bersedia?” Kaisar Xi menunggu jawaban.
Mendengar permintaan yang tidak seharusnya dibicarakan didepan upacara pengangkatannya, membuat Zhu Wen sedikit kesal. Ia tidak memiliki pilihan apapun selain menyetujuinya, mustahil baginya melakukan penolakkan disaat hari pengangkatannya.
Alasan pembangkangan sudah pasti akan dituduhkan padanya hanya karena persoalan kecil seperti ini, lagipula perjodohan bukanlah hal yang aneh jika ditentukan oleh seorang kaisar kepada pejabat kerajaan.
Bagi sebagian pejabat bisa mendapat perhatian langsung dari Kaisar dan perdana mentri mungkin sebagai suatu anugrah yang patut disyukuri, tapi berbeda dengan dirinya yang merasa hal ini sebagai lelucon.
Apalagi saat ini ia sedang menjadi sorotan, tentu saja akan ada pejabat yang memanfaatkan situasi untuk melakukan koalisi seperti perdana mentri.
Perjodohan merupakan hal yang biasa dipergunakan untuk memperluas kekuasaan ataupun kekuatan.
“Terimakasih Yang Mulia, Perdana Mentri Zheng, hamba bersedia! ”, Zhu Wen maju berlutut sebagai rasa penghormatannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!