NovelToon NovelToon

Menanti Cinta Untukku

01 MALAM BERSAMA

"Horee, lulus kuliah juga.." Seru Sandy.

"Yesss, strata satu tercapai sudah.." Balas Nayla.

"Senangnya, kesampaian pakai toga ini.." Jawab Tama.

"Bangga, bisa jadi sarjana.." Kata Dimas.

"Akhirnya, kita bisa wisuda bareng.." Ucap Alila.

Aura kebahagiaan masih terpancar di wajah lima sahabat itu. Empat tahun berjuang, akhirnya mereka pun bisa menyelesaikan kuliah bersama-sama.

Ya, mereka berlima sudah bersahabat sejak awal kuliah dulu. Meski kepribadian mereka tak sama, tapi waktu telah membuktikan bahwa kasih sayang dan saling menghargai di antara mereka bisa menyatukan segala perbedaan yang ada pada diri mereka masing-masing.

.

.

.

Sandy

Lelaki berkulit sawo matang berwajah manis yang suka bicara apa-adanya dan cenderung ceplas-ceplos, tapi sangat perhatian kepada Nayla kekasihnya. Mereka menjalin kasih setelah dua tahun perkuliahan. Sahabat jadi cinta, itulah yang terjadi pada hubungan mereka berdua.

Nayla

Perempuan cantik bertubuh mungil yang selalu menggemaskan karena tingkah lucu dan kepolosannya. Kekasih yang sangat dicintai dan dilindungi oleh Sandy. Setelah lulus kuliah, mereka berdua berencana untuk menikah.

Tama

Cowok yang paling normal di antara yang lain. Sikapnya seperti bunglon, bisa menyesuaikan keadaan. Dia masuk dalam kategori incaran para wanita, namun sangat sulit ditaklukkan. Hatinya telah tertambat pada satu orang yang dicintainya dalam diam. Dia mencintai sahabatnya sendiri, Alila. Tetapi dia memilih menyimpan rapat perasaannya karena tidak ingin menerima penolakan dan kehilangan kebersamaannya dengan Alila.

Dimas

Pria tampan yang jadi kejaran wanita namun hatinya tak pernah tersentuh oleh para wanitanya. Dia dianggap sebagai playboy yang tidak pernah serius menjalin hubungan. Di antara yang lain, dialah yang paling dekat, paling perhatian dan sangat menyayangi Alila. Jika ada yang mengganggu atau mendekati Alila, dialah orang pertama yang akan melindunginya. Bahkan banyak yang mengira Alila adalah cinta sebenarnya seorang Dimas.

Alila

Wanita cantik yang menjadi pujaan kaum adam. Dia sedikit pendiam dan selalu tertutup tentang masalah pribadinya. Banyak yang mencoba mendekatinya tetapi dia selalu menghindar dan menolak. Di hatinya telah tersimpan satu nama yang sangat dicintainya. Satu nama yang selalu membuatnya bahagia meskipun hingga empat tahun lamanya dia belum juga bisa memilikinya. Satu nama yang dalam diamnya selalu dia sebut dalam setiap doanya. Satu nama itu adalah Dimas.

.

.

.

Alila masih terus menatap Dimas yang sedang merapikan kemejanya. Seperti biasa dia selalu terlihat tampan walau hanya mengenakan kemeja biru muda dipadu dengan celana jeans warna dongker.

Dimas mulai melipat lengan kemejanya menjadi tiga perempat. Saat akan berpindah ke lengan kemeja yang satunya, Alila menarik tangannya lalu membantu melipatkannya agar sejajar bagian kiri dan kanan.

Dimas hanya tersenyum memperhatikan tangan Alila yang terampil melipat lengan kemejanya.

"Kamu sudah seperti seorang istri yang menyiapkan suaminya berangkat kerja, Al." Kata Dimas yang membuat Alila juga tersenyum.

"Bukankah aku sudah menjadi istrimu sejak dulu? Karena aku yang selalu menyempurnakan penampilanmu setiap saat seperti ini." Alila menatap Dimas yang masih tersenyum ke arahnya.

"Apakah kekasihmu juga sering melakukan hal ini, Dim?"

"Tidak pernah kuijinkan."

"Kenapa?"

"Karena sudah ada kamu yang selalu melakukannya untukku."

"Ya, benar. Dia kekasihmu, pasti kamu tidak akan membiarkannya melakukan hal yang tidak penting seperti ini."

"Bukan seperti itu, Al. Aku hanya merasa tidak nyaman kalau dia yang melakukannya."

"Kenapa?"

"Karena aku sudah terbiasa denganmu, Al."

(Aku bahagia mendengarnya, Dim.)

"Sudah selesai. Ayo kita berangkat, Dim."

Alila melepaskan tangan Dimas. Tapi Dimas justru menarik tangannya. Sesaat hatinya berdebar.

"Ada apa?" Tanya Alila.

"Terima kasih, Al." Dimas melebarkan senyumnya.

(Rasanya diriku terbang tinggi di udara, Dim.)

"Sejak kapan kamu punya kata terima kasih untukku?"

"Sejak saat ini." Jawab Dimas tenang.

Alila diam. Dia meraih tasnya dan mulai melangkahkan kakinya keluar dari teras.

"Al.."

Suara Dimas menghentikan langkahnya.

Dia menoleh ke belakang. Ternyata Dimas masih belum beralih dari tempatnya berdiri tadi.

"Ada apa lagi?"

"Lain kali pakailah dress yang lebih panjang dan tidak terlalu ketat."

Alila terkejut.

"Kenapa dengan pakaianku?" Tanyanya.

Dia memperhatikan dirinya sendiri. Dia memakai dress sederhana berwarna navy sebatas lutut dengan bagian bawah yang sedikit melebar sehingga bisa memudahkan langkahnya. Hanya saja, dress itu memang melekat erat di tubuhnya sehingga cukup menampakkan lekuk-lekuk tubuhnya.

"Aku tidak mau tubuhmu jadi pusat perhatian para pria di sana nanti."

(Jika itu yang kamu mau, akan kuturuti, Dim.)

"Tunggu sebentar."

Alila berjalan cepat kembali ke kamarnya. Dia mengganti bajunya sesuai ucapan Dimas.

Sekarang dia mengenakan dress midi berlengan sepanjang siku, masih berwarna navy seperti sebelumnya, dengan model kerutan yang melingkari pinggang sehingga bagian atas dan bawahnya terlihat cukup longgar.

"Ayo berangkat, Dim." Ajak Alila dan melewati Dimas begitu saja.

Dimas tersenyum puas setelah memperhatikan kembali penampilan Alila yang telah berubah.

Dia segera mengikuti Alila masuk ke dalam mobilnya.

(Terima kasih sudah mau mendengarkan aku, Al.)

Malam ini mereka akan pergi ke acara perpisahan yang diadakan oleh fakultas mereka di sebuah cafe.

"Kita akan menjemput Tama dulu, Dim?"

"Tidak, tadi dia bilang akan berangkat sendiri."

Dimas masih fokus melajukan mobilnya. Dia sama sekali tidak memperhatikan Alila. Seperti biasanya.

"Sepertinya Tama menyukaimu, Al." Dimas tidak menoleh sedikit pun ke arah Alila.

"Apakah dia mengatakannya padamu?" Tanya Alila.

"Tidak. Sudah lama aku sering melihat dia mencuri pandang kepadamu diam-diam."

"Bukankah kamu juga sering melakukannya padaku, Dim?" Goda Alila.

"Tidak pernah. Untuk apa aku melakukannya diam-diam? Kalau aku ingin memandangmu, aku langsung memandangmu. Tidak perlu kusembunyikan."

(Itulah kamu, Dim. Selalu acuh dan apa-adanya.)

"Apakah kamu sedang cemburu?"

"Dengan siapa? Tama? Untuk apa aku cemburu.."

"Tadi kamu yang membicarakan dia."

"Apa yang harus aku cemburui dari dia, Al? Selama ini aku lebih dekat denganmu daripada dia. Aku juga lebih sering bersamamu daripada dia."

"Ternyata kamu merasakannya juga, Dim."

"Apa?"

"Selama ini kamu yang paling dekat denganku."

"Itu kenyataannya kan, Al. Apa aku harus mengingkarinya?"

"Ya ya yaaa.." Alila menyerah jika sudah seperti ini.

"Jika Tama benar menyukaiku, apakah kamu mengijinkannya?" Lanjut Alila lagi.

"Tidak akan."

"Kenapa?"

"Karena dia tidak lebih baik dari aku. Kalau ada yang bisa menjagamu dan menperlakukanmu lebih baik dari aku, baru aku akan mempertimbangkannya."

(Bagiku, kamu sudah yang terbaik, Dim.)

Dimas menghela nafas panjang. Tidak biasanya dia merasakan tubuhnya gerah seperti ini saat sedang berbicara dengan Alila. Padahal suhu AC di dalam mobil pun sudah cukup dingin.

(Ada apa denganku?)

Diam-diam Alila memperhatikan Dimas yang masih fokus menyetir. Baru kali ini dia merasakan setiap ucapan Dimas seperti keluar dari hatinya.

(Apakah kamu mulai merasakannya, Dim?)

Mobil Dimas sudah terparkir di luar cafe. Mereka berdua turun dari mobil dan segera menuju ke dalam cafe yang sudah cukup ramai.

Baru dua langkah berjalan bersama, Dimas menarik tangan Alila dan menggenggamnya. Alila menatap Dimas yang tetap berjalan dengan tenang tanpa menoleh sedikit pun padanya.

"Jangan melihatku seperti itu, Al."

"Kenapa kita harus bergandengan tangan seperti ini? Seperti Sandy dan Nayla saja."

"Diamlah, Al."

(Aku tidak suka mata jelalatan para pria itu terus menatapmu, Al.)

Dimas terus menggenggam erat tangan Alila dengan matanya yang menyorot tajam ke arah kerumunan pria yang sedari tadi memperhatikan Alila.

"Jaga mata kalian!" Gertak Dimas saat mereka berjalan melewati kerumunan para pria tersebut.

Alila baru menyadari semuanya. Dia kembali menatap Dimas tak percaya.

.

.

.

Note :

Jangan lupa untuk selalu menyemangati kami dengan Like, Komentar, Vote & Favorit ya..🙏💜🙏

Terima kasih banyak untuk semua pembaca yang telah berkenan membaca dan menikmati novel kami.

Salam cinta dari kami..

Author

02 SEPERTI BIASANYA

Mereka berdua sudah berada di dalam cafe. Dimas mengedarkan pandangannya mencari ketiga sahabatnya yang lain.

Tampak Sandy melambaikan tangannya kepada mereka. Dengan segera Dimas dan Alila berjalan mendekati Sandy yang sudah duduk bersama Nayla dan Tama.

"Kenapa kalian datang terlambat? Dan hei.., kenapa kalian berpegangan tangan sangat erat seperti itu? Apakah kalian habis berkencan..?!" Mulut ember Sandy tak bisa dikontrol lagi.

Begitu mendengar kata-kata Sandy, dengan cepat Tama mengalihkan pandangannya ke bawah. Dia melihat genggaman tangan itu.

"Banyak mata keranjang di sini." Jawab Dimas singkat sembari melirik Tama yang masih memperhatikan genggaman tangannya dengan Alila. Sandy dan Nayla melihat sekeliling mereka. Memang benar, banyak pria yang sedang memperhatikan Alila.

"Ah, Alila kan memang idaman para pria. Wajar dong mereka selalu memperhatikan dia." Dengan polosnya Nayla mengutarakan pendapatnya.

"Sama kayak Tama tuh, dari dia datang, para wanita itu juga pada sibuk tebar pesona padanya." Tambah Sandy.

Alila hendak melepaskan genggaman tangannya, tapi Dimas justru menariknya pergi menjauh dari yang lain.

"Kita ambil makanan dulu."

Alila menurut saja mengikuti langkah Dimas yang terus menggenggam tangannya. Ada haru yang tertahan di sudut hatinya.

(Sikapmu yang seperti ini saja sudah cukup membuatku bahagia, Dim.)

Mereka sampai di ruang pengambilan makanan.

Dimas melepaskan genggaman tangannya. Dia menatap Alila bersamaan dengan Alila yang juga menatapnya.

Alila tampak gugup karena mereka bertatapan mata tanpa sengaja. Hatinya berdesir lembut. Sementara Dimas hanya tersenyum saat menatap Alila.

"Ehmm, kamu mau makan apa, biar aku ambilkan?" Tanya Alila sambil membuang pandangannya dari Dimas.

"Jadi satu saja denganmu. Aku tidak terlalu lapar."

"Kebiasaan." Alila kembali tersenyum sambil mulai memilih makanan yang tersedia.

"Aku ambil minumannya dulu." Kata Dimas lalu pergi menuju meja minuman.

Alila melanjutkan mengambil makanan dengan beberapa lauk untuk dirinya dan Dimas. Mereka memang sering melakukannya, makan berdua dalam satu piring. Dari dulu Dimas senang melakukannya. Mengganggu makanan dan minuman Alila hingga akhirnya menjadi kebiasaannya sampai sekarang.

"Malam, Al. Kamu sendirian saja? Boleh aku temani kamu sambil kita mengobrol?" Tiba-tiba seorang lelaki datang mendekati Alila di meja makanan.

Alila melihatnya. Dia adalah Dika, salah satu lelaki yang menyukai Alila dan masih terus mengejarnya meskipun telah ditolak olehnya.

Alila hanya diam. Dia sudah malas meladeni lelaki keras kepala seperti Dika.

"Ayolah, Al. Kita ngobrol di sana." Dika hendak mengajaknya duduk di tepi ruangan.

"Dia bersamaku..!" Dimas datang dengan dua gelas minuman di tangannya. Tubuhnya sengaja sedikit mendorong Dika agar menjauh lalu dia berdiri di samping Alila. Alila lega melihat kedatangan Dimas.

Dimas meletakkan dua gelas minuman yang dibawanya. Lalu dengan tangan kirinya, dia mengambil piring penuh makanan yang dipegang Alila.

"Kamu bawa minumannya saja, Al. Ayo kita kembali ke sana."

Dimas menunggu Alila siap membawa dua gelas minuman di tangannya. Lalu tangan kanannya merengkuh bahu Alila dengan lembut dan mengajaknya pergi tanpa menghiraukan Dika sama sekali.

(Dim, mengapa malam ini semua perhatianmu aku rasakan berbeda?)

Mereka berdua sampai di tempat para sahabatnya. Tama, Sandy dan Nayla sudah duduk berjejer di salah satu sudut, menyisakan tempat kosong di sudut yang lainnya. Alila meletakkan gelas minuman di atas meja, lalu segera duduk di sebelah Nayla. Dimas mengikuti duduk di sampingnya sambil menyerahkan makanan yang dibawanya pada Alila.

"Makanlah dulu."

Alila mulai menyendok makanannya. Dia memasukkan sendokan pertamanya bersamaan dengan tangan kiri Dimas yang melingkar ke belakang memeluk bahunya kembali.

Alila terbatuk karena perlakuan Dimas, sementara mulutnya masih dipenuhi makanan. Dimas segera mengambilkan segelas minuman untuknya.

Alila meminumnya hingga tenggorokannya terasa lega. Dimas mengambil kembali gelas yang dipegang Alila lalu meminumnya dan meletakkan kembali di meja.

Alila melanjutkan makannya tetapi Dimas lebih dulu mengambil sendoknya dan ikut makan bersamanya. Selanjutnya mereka bergantian menikmati makanannya.

"Apakah di cafe sebesar ini kalian juga kehabisan piring dan sendok lagi?" Tama mulai menyindir kebiasaan mereka berdua.

"Syukurlah mereka tidak kehabisan gelas juga, Tam. Hahaa.." Sandy menimpali.

"Tapi tetap saja minumnya satu gelas berdua tuh." Nayla ikut menambahi.

"Berisik ah.." Dimas tetap asik melanjutkan makannya bersama Alila.

"Kalian tidak risih apa, kalau dibilangin orang-orang kalian itu suka ciuman tidak langsung?" Sandy bertanya.

"Apa itu maksudnya, San?" Nayla bertanya tanpa rasa berdosa karena dia memang tidak paham hal-hal seperti itu.

"Ya kayak mereka itu, Nay. Makan satu piring, satu sendok, minum satu gelas. Itu sendok sama gelas, habis dipakai kesentuh bibir Alila, lalu gantian dipakai kesentuh bibir Dimas, terus bergantian seperti itu. Secara tidak langsung itu bibir mereka berdua bertemu di tempat yang sama kan." Sandy menjelaskan panjang lebar seperti seorang pakar.

"Mereka saja yang otaknya pada mikir ngeres." Jawab Dimas santai.

"Terus, kalian juga mikir kayak gitu apa tidak?" Tanya Tama lagi.

"Tidak." Alila dan Dimas menjawab bersamaan, dengan jawaban yang sama pula.

"Di mana-mana yang namanya ciuman itu ya pakai bibir. Bibir ketemu bibir. Mana ada coba, bibir jauh-jauhan kayak gini bisa disebut ciuman." Sanggah Dimas tak mau kalah.

Entah dorongan dari mana, tiba-tiba Dimas menoleh ke arah Alila yang masih menghabiskan makanannya, lalu menatap lekat bibir wanita yang tengah dirangkulnya itu.

(Astaga, kenapa aku jadi memandangi bibirnya...)

Buru-buru Dimas mengalihkan pandangannya ke sembarang arah, tak ingin ada yang mengetahui tingkah anehnya tadi.

"Setelah ini masih ada acara apa lagi?" Tanya Alila karena dia dan Dimas datang terlambat, jadi tidak tahu susunan acara malam ini.

"Acara hiburan, dari band cafe sama band fakultas." Jawab Sandy.

Dan benar saja, tak lama kemudian musik mulai mengalun. Band cafe membuka acara, dilanjutkan dengan penampilan band fakultas.

Alila dan Nayla yang duduk bersebelahan sangat antusias menikmati lagu-lagu yang dipersembahkan para pengisi acara. Mereka berdua larut dalam suasana romantis lagu-lagu cinta yang dinyanyikan beberapa vokalis secara bergantian.

Tanpa Alila sadari, Tama dan Dimas sama-sama sedang memperhatikan dirinya yang masih larut menikmati lagu-lagu favorit yang dinyanyikan malam ini.

Jika Tama harus menahan dirinya dan memperhatikan Alila secara diam-diam, tidak demikian halnya dengan Dimas.

Dia dengan tenang terus memperhatikan Alila yang ikut bersenandung menyanyikan lagu kesayangannya.

Hingga akhirnya waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Dimas mengajak Alila pulang, begitu juga Sandy dan Nayla.

"Tam, ikut pulang sekarang?" Tanya Dimas.

"Nanti saja. Lagipula aku tidak harus mengantarkan pulang siapa-siapa. Kalian pulanglah dulu." Jawab Tama.

Akhirnya mereka berempat pamit dan meninggalkan Tama sendirian.

Seperti saat datang tadi, dari tempat duduk mereka Dimas langsung menggenggam erat tangan Alila, berjalan menerobos keramaian di dalam cafe hingga mereka berdua masuk ke dalam mobil.

Di dalam mobil yang sudah melaju, Dimas kembali fokus dengan kemudinya. Dia membiarkan Alila asyik dengan ponselnya yang selama acara tadi dia matikan.

"Ada yang penting?" Tanya Dimas.

"Tidak ada."

"Kita langsung pulang atau seperti biasanya, Al?"

"Seperti biasanya." Jawab Alila.

"Oke. Seperti biasanya." Dimas tersenyum tanpa merubah posisi wajahnya yang tetap fokus menatap jalanan.

Dan seperti biasanya, mereka akan menghabiskan waktu dengan berkeliling kota menikmati suasana malam, menunggu sampai Alila tertidur, barulah Dimas akan mengantarkannya pulang.

Orangtua Alila tidak pernah khawatir jika Alila pulang agak larut. Karena pasti Dimas selalu bersama Alila dan menjaganya.

Baru lima belas menit berlalu, Dimas melihat Alila sudah tertidur pulas di sampingnya dengan kepala menghadap ke arah jendela. Padahal biasanya butuh waktu setidaknya setengah jam untuk membuat Alila tertidur seperti itu.

(Mengapa kamu tidur secepat ini, Al. Padahal aku masih ingin bersamamu..)

Dimas menepikan mobilnya. Dia mengatur sandaran kursi Alila menjadi lebih miring ke belakang, agar Alila tidur lebih nyaman.

Setelah itu dia mengambil selimut yang selalu dia letakkan di jok belakang dan segera menyelimuti tubuh Alila sampai ke ujung kakinya.

Ya, ritual seperti biasanya itu hanya dia dan Alila yang tahu. Karena memang mereka melakukannya hanya saat sedang pergi berdua.

.

.

.

Note :

Jangan lupa untuk selalu menyemangati kami dengan Like, Komentar, Vote & Favorit ya..🙏💜🙏

Terima kasih banyak untuk semua pembaca yang telah berkenan membaca dan menikmati novel kami.

Salam cinta dari kami..

Author

03 PUTRI TIDUR

Dimas memandangi wajah Alila yang tertidur pulas. Terlihat sangat tenang dan menggemaskan. Empat tahun bersama, baru kali ini dia berani menatap lekat-lekat wajah cantik itu. Dia tersenyum sendiri memandangi wajah Alila.

Tiba-tiba Dimas merasakan hatinya bergetar dan terasa hangat saat kembali menatap wajah yang tertidur sangat pulas itu. Perasaan yang sangat asing baginya, karena baru kali ini dia merasakannya.

Dimas kembali bersandar di kursinya. Dia mencoba menenangkan dirinya sendiri. Tapi tak bisa.

(Ada apa dengan diriku? Mengapa malam ini menjadi terasa sangat berbeda, Al.)

Dimas mengalihkan pandangannya kembali ke arah Alila. Tubuh Alila menggeliat pelan, kepalanya berbalik arah menghadap kepadanya. Dia memberanikan diri mendekati wajah Alila.

Tangannya bergerak ke arah wajah yang terlelap itu. Dengan sangat hati-hati Dimas menepikan helai-helai rambut yang menempel di wajah Alila. Hatinya bergetar dan kembali menghangat saat matanya bermanja menikmati keindahan paras wanita di hadapannya.

(Empat tahun yang lalu, kamu masih seorang gadis belia yang polos dan pendiam, Al. Ternyata sekarang kamu sudah berubah menjadi wanita cantik yang penuh daya tarik..)

Dimas masih terus menatap Alila. Dia sudah mulai menikmati getaran hangat yang dirasakannya sedari tadi. Naluri lelakinya pun terbangun saat pandangannya berhenti pada bibir tipis wanita itu.

Wajahnya semakin mendekati wajah Alila. Dia menahan wajahnya tepat di depan wajah Alila. Bergerak sedikit saja, bibir mereka pasti akan bersentuhan.

(Mengapa berada sedekat ini denganmu, membuatku hampir hilang kendali, Al? Apa yang sebenarnya aku rasakan padamu?)

Dimas berusaha mengontrol perasaannya sendiri. Dia segera memundurkan wajahnya menjauh dari Alila yang masih terlelap.

(Maafkan aku, Al. Hampir saja aku khilaf.)

Dimas segera mengatur posisi duduknya di belakang kemudi. Sesaat dia kembali menatap wajah Alila dengan penuh senyuman. Kemudian melajukan mobilnya menembus jalanan yang telah mulai sepi dari lalu-lalang kendaraan.

Beberapa waktu berlalu, akhirnya mereka tiba di halaman rumah Alila. Setelah mematikan mesin mobilnya, Dimas menoleh ke arah Alila yang tampak semakin pulas. Dia tidak tega untuk membangunkannya.

Dimas lalu mengambil ponselnya. Dia menghubungi Alano, adik Alila agar membukakan pintu rumahnya. Setelah Alano mengiyakan, Dimas bersiap akan keluar dari mobil. Tapi dia berhenti sejenak, mengambil ponselnya lagi, lalu beberapa kali memotret Alila yang tengah terlelap. Dia tersenyum sendiri menyadari tingkahnya.

(Aku minta maaf, Al. Aku sudah mengambil fotomu tanpa ijin.)

Dari pintu sebelah kiri, pelan-pelan Dimas membuka selimut lalu merengkuh tubuh Alila dengan sangat hati-hati, membawanya ke dalam dekapan kedua tangannya. Dia berjalan sambil membopong tubuh Alila dengan perlahan agar tidak membuat guncangan. Sesekali dia menatap wajah Alila yang terkulai di dadanya.

"Dim.." Alila bersuara pelan dengan mata yang masih tertutup rapat.

"Ssttt.., tidurlah, Al." Dimas merapatkan dekapannya agar Alila merasa hangat.

Dimas melanjutkan langkahnya melewati pintu yang sudah dibuka oleh Alano. Dia masuk ke dalam kamar Alila yang juga sudah terbuka dan segera menurunkan tubuh Alila di atas tempat tidur.

Dimas memindahkan tas di pangkuan Alila ke atas meja, membuka sepatu yang dikenakannya dan meletakkan di lantai, kemudian menyelimuti seluruh tubuhnya dengan rapat. Sebelum pergi, dia mendekati wajah Alila, merapikan rambut yang teracak di wajah lelap itu.

"Aku pulang dulu, Al. Terima kasih untuk hari ini. Selamat beristirahat, Putri Tidur." Dimas berbisik di telinga Alila, lalu berjalan keluar kamar dengan penuh senyuman.

Setelah menutup pintu kamar, Dimas segera pamit pada Alano yang mengantarkannya sampai pintu depan.

Di dalam mobil, Dimas meregangkan tubuhnya sejenak untuk melepas penat. Matanya terpejam membayangkan kebersamaannya dengan Alila malam ini.

Dia merasa semuanya menjadi berbeda. Tidak seperti biasanya. Bersama dengan Alila malam ini membuatnya merasakan bahagia di hatinya.

Kejadian di dalam mobil saat Alila tertidur tadi, masih terekam jelas di memorinya. Dia masih belum memahami apa yang sedang terjadi pada dirinya. Yang dia tahu saat ini hanyalah kebahagiaan. Dia bahagia bersama Alila.

Tiba-tiba ponsel Dimas berdering. Ada satu pesan baru yang masuk. Alila?

Dimas membuka pesan itu.

"Dim.., kamu di mana?"

"Kamu bangun, Al?"

"Kamu di mana?"

"Aku masih di depan rumahmu, Al."

Tidak ada balasan lagi.

Dimas berpikir Alila sudah kembali tidur. Tapi saat menatap ke depan, dia melihat Alila membuka pintu rumah dan berlari kecil menuju mobilnya.

Sampai di samping mobil, Alila langsung membuka pintu dan masuk ke dalam mobil.

"Ada apa, Al? Kenapa bangun."

Alila duduk dengan wajah cemberut.

"Kenapa tadi tidak membangunkan aku?"

"Kamu tidur pulas sekali. Mana tega aku membangunkan kamu, Al."

"Kenapa aku digendong?"

"Tahu dari mana kamu kalau aku gendong?" Dimas bingung sendiri.

Alila membuka ponselnya lalu menunjukkan foto yang dikirimkan Alano padanya.

"Dasar anak itu..., sudah nyawa separuh pun masih sempat-sempatnya mengambil foto orang."

Dimas tersenyum melihat foto dirinya yang tengah menggendong Alila dalam dekapannya.

(Entah mengapa aku sangat menyukai momen itu, Al.)

Tanpa sepengetahuan Alila, Dimas mengirim pesan pada Alano, meminta untuk mengirimkan foto itu ke ponselnya.

"Kenapa aku digendong?" Alila mengulangi pertanyaannya.

"Maunya aku seret gitu?"

"Dim..!"

"Terus maunya gimana? Kalau ngomong yang jelas."

"Besok lagi bangunkan aku seperti biasanya, Dim."

"Tidak mau."

"Dim..!"

(Aku tidak ingin terbawa perasaan, Dim. Aku takut kecewa nantinya...)

"Al..!"

Alila langsung keluar dari mobil, membuat Dimas mau tak mau harus ikut keluar juga.

Alila berjalan cepat meninggalkan Dimas, namun dengan cepat Dimas mengejarnya dan membopongnya lagi seperti tadi.

"Dim, lepaskan!" Alila meronta setengah berteriak.

"Ssttt.., diamlah Al..! Ini sudah sangat malam. Diam saja dan pegangan yang erat!"

Alila mendadak terdiam. Dimas melangkah dengan cepat membuat tubuhnya terguncang. Refleks dia mengalungkan tangannya di leher Dimas karena takut terjatuh.

Pandangan Alila mengarah tepat ke wajah Dimas.

(Andai kau juga merasakannya, Dim..)

Dimas pun tengah menatap wajah Alila dalam dekapannya.

(Hatiku bergetar lagi, Al..)

Pandangan mereka kembali bertemu. Mata bertemu mata. Tanpa kata. Hanya rasa.

Untuk kedua kalinya di malam ini, Dimas masuk ke kamar Alila. Dia menurunkan Alila di atas tempat tidur.

"Tidurlah, Al. Sudah larut malam. Aku pulang dulu."

Dimas segera berbalik arah menuju pintu.

"Dim.."

Dimas berhenti dan menoleh ke arah Alila.

"Terima kasih."

Dimas melanjutkan langkahnya keluar kamar dan bergegas menuju mobilnya setelah menutup pintu depan.

Sampai di dalam mobil, Dimas segera menyalakan mesin mobilnya. Lampu mobilnya menyala dan menyorot ke arah pintu rumah Alila. Dilihatnya di sana, Alila berdiri menatap ke arahnya.

Dimas tersenyum dari dalam mobil.

(Selamat malam, Putri Tidur.)

Mobilpun segera melaju, berlalu meninggalkan Alila yang masih menatap kepergian Dimas.

(Terima kasih sudah menutup cerita hari ini dengan memberiku kenangan indah, Dim.)

.

.

.

Note :

Jangan lupa untuk selalu menyemangati kami dengan Like, Komentar, Vote & Favorit ya..🙏💜🙏

Terima kasih banyak untuk semua pembaca yang telah berkenan membaca dan menikmati novel kami.

Salam cinta dari kami..

Author

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!