Subuh adalah waktu dimana semua isi pesantren melakukan kewajiban berjama'ah, bukan hanya anak santri saja. Seluruh umat muslim di dunia juga akan menunaikan sholat fardhu dua rakaat itu.
Mereka melakukan rutinitas dan menunaikan kwajibannya sebagai seorang muslim dan muslimah. Namun, subuh itu menjadi subuh yang menegangkan bagi seorang Ibu dari seorang gadis yang super bandel. Sebut saja Airy Calista Putri Handika (18), putri dari Aisyah Putri Handika dan Rifky Pratama. Kisah sebelumnya bisa di baca di "Gambaran Hati".
Subuh itu, Rifky mendapat telfon dari pesantren, diamana Airy nyantri. Pengurus pesantren mengatakan bahwa Airy lagi-lagi kabur untuk kesekian kalinya selama nyatri di pesantren itu. Dan dengan terpaksa, Airy akan di keluarkan dari pesantren.
Tidak lama setelah mendengar telfon dari pesantren, suara pintu kamar terbuka. Aisyah dan Rifky yakin jika itu adalah anak perempuan satu-satunya, yang baru saja kabur dari pesantren. Aksi Airy langsung tertangkap basah oleh sang saudara kembarnya, yakni Raihan Jazeera Kenzo Pratama, sebut saja Raihan.
Airy dan Raihan ini adalah saudara kembar, Raihanlah yang lahir terlebih dahulu. Walaupun mereka kembar, tetapi mereka memiliki sifat dan sikap yang berbeda jauh. Airy sangat cerdas aktiv, bawel, dan bandel, sedangkan Raihan, ia manis, pendiam, pintar dan rajin. Walaupun begitu, Raihan adalah kakak yang paling Airy takuti, entah karena apa, tapi Airy tidak pernah bisa membantah apa yang dikatakan oleh Raihan.
Mereka juga masih memiliki seorang adik laki-laki berusia 11 tahun, bernama Yusuf. Yusuf juga memiliki sifat dan sikap yang sama dengan Raihan. Raihan baru saja pulang dari pesantren di daerah timur, maka dari itu, Airy terkejut melihat Raihan ada dirumah.
"Abang? Kapan pulang?" Bisik Airy.
"Assallamualaikum warrahmatullahi wabbarokatu." Salam Raihan sambil memegangi lengan Airy.
"Waalaikum sallam, Abang kapan pulang?" Bisik Airy.
"Kabur lagi?" Tanya Raihan.
"Alah Abang tau lah, lepasin aku ya. Nanti ku kasih nomor ukhty-ukhty cantik dari pesantren sebelumnya. Ok! Abang ku yang tampan rupawan, ya, ya." Pinta Airy.
Klik....
Lampu menyala, Rifky dan Aisyah sudah ada di depan Airy. Nampak Aisyah berkacak pinggang, ia sampai bingung harus bagaimana menghadapi gadis seperti Airy itu. Tidak ada wajah bersalah di wajah Airy, ia tersenyum lebar bak senyum pepsodent untuk kedua orang tuannya.
"Lepas Raihan, biar kami yang menanganinya!" Seru Aisyah.
"Baiklah, Raihan mau sholat dulu ya. Kabari Raihan kalau Airy kabur, Assallamualaikum warrahmatullahi wabbarokatuh." Salam Raihan pergi.
"Abang!!" Panggil Airy dengan suara mulai meredup.
Rifky dan Aisyah meminta Airy sholat subuh berjama'ah dulu dirumah bersama Aisyah dan Rifky. Mereka akan menguntrogasinya setelah sholat subuh. Ponsel Airy berdering, Aisyah langsung merebutnya dan membanting ponsel miliknya itu.
"Ya Allah Ya Rabbi, Ya Allahu Ya kariim, Ami itu kan ponsel aku Mi. Namanya pemborosan itu, main banting aja ah Ami!" Kesal Airy merengek seperti bayi.
"Wudhu! Cepat siap-siap jama'ah sama Papa, Ami dan Yusuf! Cepat!" Ucap Aisyah tegas.
Apa boleh buat, Airy mungkin bisa membantah kata-kata Aisyah, tapi tidak di depan Yusuf. Ia takut, jika Yusuf akan mencontoh sikap buruknya itu. Bagaimanapun juga, Airy masih mencontohkan hal yang baik bagi Yusuf yang baru akan menginjak masa remaja itu.
------___-------
Pagi hari, Aisyah masih saja mendiamkan Airy. Ia kesal dengan Airy karena sering kabur dari pesantren dimana ia nyantri. Sambil menunggu Rifky dan Raihan pulang dari masjid, Airy membantu Aisyah memasak dan menyiapkan sarapan untuk Yusuf yang akan pergi kesekolah.
"Mi, Yusuf berangkat sekolah dulu ya. Assall'amualaikum, dadah Kak Airy," Ujar Yusuf sambil mencium tangan Aisyah dan Airy.
Aisyah hanya melirik Airy saja, ia masih kesal melihat tingkah anak perempuannya yang sangat tomboy itu. Airy sama sekali tidak mecerminkan gadis keturunan ulama, walaupun ia sangat pandai mengaji dan sudah bayak hafalan, tetap saja ia belum bisa memakai aqidah akhlak yang selama ini sudah di terapkan oleh kedua orang tuannya.
Raihan dan Rifky baru saja pulang dari masjid. Melihat suasana dingin di antara Aisyah dan Airy, Rifky pun berusaha mencairkan keadaan di rumah itu.
"Ini kenapa diem-diem an saja sih. Masak apa Mi?" tanya Rifky.
Namun, Airy dan Aisyah masih saja saling diam. Hanya tangan mereka yang bekerja. Karena Rifky merasa di kacangin, ia makan sambil bercanda dengan Raihan, tapi Raihannya hanya diam saja. Raihan tahu, jika sampai bercanda atau guyon saat makan, Aisyah akan keluar tanduknya.
"Papa! Mau makan di depan ruang tengah?" tanya Aisyah sinis.
"Maaf ya, Mi hehehe, habis kalian diem-dieman. 'Kan nggak seru!" ucap Rifky.
"Kita bahas nanti setelah sarapan, sekarang cepat habiskan sarapannya. Baru menyidang anak bandel satu ini!" tukas Aisyah melirik ke arah Airy.
Selesai makan Airy dan Raihan duduk di sofa ruang tengah. Mendengar alasan Airy kabur dari pesantren lagi, membuat orang tuanya geram. Aisyah tahu, jika Airy mau di pesantren yang sama seperti Raihan. Tetapi, Raihan yang tidak mau. Mengingat tingkah Airy yang masih kekanak-kanakan itu, takut akan membuatnya dapat cibiran dari temannya.
"Airy, kamu kenapa sih kabur lagi? Ini sudah ke 12 kali kamu keluar masuk pesantren dari lain pesantren. Kamu mau bagaimana? Jangan sombong karena pintar mengaji. Tapi masih belum bisa memakai aqidahnya!" tagas Aisyah.
"Airy. Kamu mau bagaimana? Atau kamu mau ke Korea nyusul Tante Ceasy? Atau bagaimana?" imbuh Rifky.
"Papa sama Ami tuh gitu, aku nggak mau masuk pesantren, Mi. Aku pengen bebas kayak teman-teman aku yang lain. Aku janji, aku akan tetap menjalankan sebagaimana seorang muslimah itu bersikap, asal aku boleh tetap tinggal disini. Aku mohon..." Airy memelas.
Raihan tidak tega melihat adiknya yang memohon kala itu. Dia pun menawarkan masuk pesantren dimana ia nyantri juga. Dan sudah harus memperkenalkan Airy dengan calon suaminya kelak di pesantren itu.
"Ya udah deh, Abang bolehin kamu ke pesantren Al-Ikhlas, dimana Abang nyantri," tutur Raihan menyentuh kepala Airy.
"Serius Bang? Boleh? Asyik, aku mau, Mi jadi satu sama Abang!" seru Airy bahagia.
"Tapi ingat, jangan buat onar. Atau Abang yang akan menerima malu dengan kelakuhanmu itu. Dan lagi, disana nanti ada calon suamimu yang udah Papa dan Kakung atur, jadi kamu harus nurut jaga etika." tutur Raihan.
Airy sebenarnya tidak ingin di jodohkan seperti itu, karena ia masih sangat muda. Tidak mungkin akan menikah muda seperti Mama dan Utinya. Namun, karena yang bicara Raihan, ia pun setuju saja.
Tiga hari dirumah membuat Airy sangat bosan, karena tidak sekolah. Ia pun mengemasi barang-barangnya agar tidak merasa jenuh. Tidak sengaja, ia melihat album saat ia masih kecil, tersusun rapi di rak buku kamarnya. Mengingat masa kecil membuat Airy sangat rindu waktu itu.
Terdengar Raihan mengetuk pintun. Ia mengingatkan Airy, agar segera bersiap dan segera berangkat hari ini juga. Kali ini, Airy tidak banyak tingkah, ia sangat menurut dengan Abangnya itu.
"Kenapa, sih? Tumben diam saja dari tadi. Mana cemberut, lagi," tanya Raihan, heran.
"Kenapa harus naik bus, sih? Bukannya aku seharusnya di pasrahin dulu gitu sama Papa dan Ami di pesantren baru. Seperti pesantren sebelumnya gitu." protes Airy.
"Kalau kamu pusing, atau ngantuk, sini bersandar di bahu, Abang. Nanti Abang bangunin kalau sudah sampai." ucap Raihan, merebahkan kepala Airy di bahunya.
Mereka kembar identik, yang membedakan mereka hanyalah cara berpakaian dan bentuk wajah. Jika Raihan sedikit oval, Airy lebih ke wajah bulat yang manis dan putih.
-_-_-_-_-_-_-_
Saat itu hujan turus sangat deras di sertai angin kencang. Suasana di dalam bus menjadi semakin hangat karena semua pintu dan jendela di tutup. Airy masih tertidur di bahu Raihan, ada seorang Ibu-ibu yang selalu memperhatikan mereka berdua.
Entah apa yang Ibu itu pikirkan, tetapi membuat Raihan tidak nyaman melihatnya. Atau mungkin Ibu itu berpikiran, jika Raihan dan Airy adalah sepasang kekasih. Karena saat itu Airy memakai masker.
Sekitar lima jam perjalanan yang Raihan dan Airy tempuh, akhirnya mereka sampai di gang masuk menuju pesantren. Pesantren yang Raihan tinggali adalah sebuah Pesantren berada di kawasan penduduk yang padat, jadi harus jalan kak.
"Bang, Airy masih ngantuk. Mana pesantrennya?" tanya Airy sambil mengusap-usap matanya.
"Sekitar 1 kilo meter lagi kedalam, sana." jawab Raihan.
"Jalan kaki?" tanya Airy.
"Iya, nggak papa, 'kan? Nanti jika kamu capek, biar Abang yang gendong." ucap Raihan, sambil membawakan tas milik Airy.
Airy ini gadis yang sangat nakal, tetapi jika sudah berada di dekat Raihan, ia sangat manja dan kekanak-kanakan. Walaupun hanya selisih lima menit saja, namun Raihan sudah seperti contoh Kakak yang baik bagi Airy dan Yusuf.
"Cape nggak? Kalau capek kita istirahat dulu" Kata Raihan merapikan jilbab Airy.
"Enggak, aku kan pendekar, masa iya cuma japan kaki sekilo meter gini nggak kuat hehehe malu lah sama Ibu pendekar" Kata Airy dengan bergaya sepertu olahragawan.
Hujan yang sebelumnya sudah reda itupun tiba-tiba hujan deras kembali. Raihan mengajak Airy untuk meneduh terlebih dahulu, namun Airy berkata 'apapun yang terjadi kita harus sampai tujuan, karena mungkin badai akan hanya ada disini, siapa tahu akan ada pelangi yang menjemput kita di tujuan sana'.
Melihat semangat Airy membuat Raihan semakin bangga kepada adiknya. Namun bukan Airy jika tidak membuat keonaran, ia mengetuk rumah tetangga pesantren disana dengan dalih ingin minta di antarkan menggunakan motor, entah apa racun yang digunakan Airy, Ibu-ibu dan Bapak-bapak disana mau mengantarkan mereka sampai Pesantren.
Diperjalanan, Raihan masih terus bertanya-tanya, apa yang sebenarnya Airy katakan. Sampailah mereka di depan pesantren, ternyata Rifky dan Aisyah sudah sampai disana, mereka sedang asyik mengobrol dan minum teh hangat bersama Kyai besar.
Ustad Zainal, selaku anak pertama dari Kyai meminta beberapa Ustadzah mengantar Airy mandi dan ganti pakaian terlebih dahulu di salah satu kamar Ustadzah, sedangkan Raihan langsung masuk di bagian santi laki-laki.
"Haih, pesantren ini lebih bagus dari pesantren milik Pak Dhe Ilham, tapi aku penasaran dengan santri laki-lakinya. Setelah ganti baju, coba aku cari tempat untuk melihat syurga dunia itu ah" Kata Airy dengan senyuman jahat dan tanduk mulai keluar.
Dengan orang tuannya ia berjanji akan tetap tinggal di Pesantren itu sampai sekolahnya selesai, dan kuliahnya selesai. Karena, jodoh yang sudah Aisyah siapkan untuk Airy belum kembali dari belajarnya di Saudi Arabia sana. Adik dari Ustad Zainal Mustafa, putra bungsu dari Kyai besar di sana.
Tetapi, untuk menghindari kaburnya Airy lagi, kedua pihak keluarga masih merahasiakan perjodohan itu. Agar Airy tidak merasa hidupnya di atur, karena bagaimanapun juga, perjodohan itu hanyalah obrolan orangtua. Sedangkan Rifky dan Aisyah menyerahkan sepenuhnya pilihan hati Airy dan Raihan di masa yang akan datang.
"Ini kamar aku?" Tanya Airy.
"Iya, di paling ujung saja ada kasur kosong, jadi kamu bisa menempati kasur itu" Kata Ustadzah.
"Heh? Ndak salah ini? Maksudku........ Ah sudahlah, aku iyain ajalah. Makasih Ustadzah" Kata Airy mengalah.
Ia tidak mungkin menolaknya, ia masih ingin tinggal di pesantren itu karena Raihan juga ada di pesantren itu. Di kamar yang Airy tempati sekarang berisikan tiga orang. Jadi sahabat Airy akan hadir dari sesama penghuni kamar itu.
"Saya tinggal dulu ya, semoga kamu betah disini, Assallamualaikum" Salam Ustadzah sambil membelai kepala Airy.
"Waalaikum sallam, hati-hati Ustadzah" Kata Airy.
Airy merebahkan badannya di kasur, kasur itu berada di atas karpet lantai. Di sampingnya juga ada almari masing-masing. Airy siap-siap dan merapikan bajunya di almari. Lalu, masuklah teman sekamar Airy, Mira dan Risna. Mereka juga akan menjadi sahabat selama Airy nyantri di sana.
"Assallamualaikum" Salam Mira dan Risna.
"Waalaikum sallam, kalian penghuni kamar ini juga kah?" Tanya Airy dengan nada yang santai.
"Emm iya, namamu siapa?" Tanya Mira.
"Kenalin gaes, namaku Airy Calista Putri Handika, panggil saja Airy, hehehe kalian?" Kata Airy sambil mengulurkan tangannya, tanda ingin bersalaman dengan Mira dan Risna.
Mira adalah gadis yang polos, baik dan sedikit telat mikir. Namun, ia sangat tulus jika menjalani sebuah hubungan persahabatan. Kalau Risna, ia gadis yang sedikit galak, dengan kegalakannya, ia sering nyambung jika sedang mengobrol dengan Airy.
"Wah ada teman baru, oh ya kamu masih sekolah atau kuliah?" Tanya Mira.
"Aku masih sekolah mau kelas tiga, hehehe. Kalian?" Tanya Airy kembali.
"Kita sudah kuliah, semester 2 dan satu kampus. Kamu sekolah di samping sana kah? MA milik pesantren?" Tanya Risna.
"No! Aku sekolah di Negri" Jawab Airy dengan melipat tangannya.
Ketika asik mengobrol dengan teman baru, Aisyah masuk ke kamar Airy dan pamit akan pulang. Awalnya Airy mengeluh karena kasurnya kurang besar, ia tidak leluasa untuk jingkrak-jingkrak. Dengan sangat lembut, Aisyah mencoba untuk memberi pemahaman kepada Airy untuk bersikap layaknya seorang santri, bukan keluarga besar pesantren lagi.
"Iya Mi, santai aja. Oh ya, tuh kasur nggak ada yang lebih besar ya Mi? Laptop ku juga mana? Aku bosan Mi, mana ponsel juga di sita kan? Cuma boleh makai hari minggu doang, dan itu cuma 2 jam, yang bener aja!" Kesal Airy.
"Laptop, ponsel dan berberapa alat komunikasi punyamu ada di Ustadzah, jika kamu mau ya ambil saja sendiri" Kata Aisyah.
"Ami ngeselin, serasa kek anak tiri deh, dah sana pulang. Aku akan baik-baik saja disini, jangan rindukan aku, nanti aku tersedak saat makan ok Amiku yang galak" Kata Airy menunjukkan satu buah koper lagi yang berisikan snack dan beberapa camilan.
"Hah? Laillah haillallah Airy, Lahaulawalla kuwatailla billah, kamu mau piknik apa nyantri sih?" Tanya Aisyah terkejut.
"Ami tau aku kan? Jadi kapan-kapan Ami kirimnya makanan yang banyak ya, kalau mau kirim uang sama Bang Raihan aja, nanti aku minta ke Bang Raihan" Kata Airy dengan senyum menyeramkan.
--_-_-_-_--
Malam itu malam pertama Airy di pesantren yang sama dengan Raihan, belum muncul kenakalan-kenakalan yang Airy lakukan, ia sudah memiliki seseorang yang juga santriwati disana yang tidak menyukai Airy.
Namanya Rindi, ia sudah masuk ke pesantren itu sejak dirinya kelas lima sekolah dasar, ia sedikit sombong karena dirinya merasa sudah mampu menguasai ilmu agama disana, dia juga anak kalangan orang berada juga, tapi masih di bawah Airy, maka dari itu dengan sikap ketidak kepedulian Airy membuat Rindi semakin membencinya.
"Woy, kamu santri baru itu to, huft tampang biasa saja gini jadi perbincangan para santriwati. Baju kumel, muka songong gini, pasti anak nakal miskin yang mendapat biaya gratis atau santunan buat masuk ke pesantren ini, iya to?" Kata Rindi sinis.
"Terus?" Tanya Airy.
"Aku ndak suka, paling juga ngaji baru iqra' hahaha. Kek aku guni nih, kitab kuning sudah berkali-kali khatam" Kata Rindi menyombongkan diri.
"Berkali-kali? Berarti di ulang mulu biar paham gitu? Itu kan masalah kamu" Kata Airy langsung pergi dengan menyenggol bahu Rindi.
"Dasar miskin! Nakal! Belagu!" Kesal Rindi.
Mira dan Risna menepuk tangan Airy, selama ini belum ada yang berani menyangkal Rindi kecuali para Ustadzah dan Kyai, namun Airy dengan santainya melawan Rindi tanpa rasa takut.
"Kalian kenapa tepuk tangan? Wudhu gih, sholat isyak ini, kan mau tadarus juga" Kata Airy.
"Kamu hebat, Risna aja yang galak belum tentu berani melawan Rindi" Kata Mira.
"Aku bukannya ndak berani, tapi dia itu punya kuasa di luar sana, aku tuh orang sederhana nggak kayak dia yang kaya, aku bikin ulah ke dia, dia nanti ngadu ke orangtuannya, dan anak buahnya mengusik keluargaku, aku ndak mau itu terjadi" Kata Risna.
"Podo, akupun juga, niatku disini mau belajar agama yang pinter, lulus kuliah terus bisa bekerja dan mengangkat derajat orangtua" Sambung Mira.
Airy menyadari sesuatu, keluarga sangat penting dalam hidup, apapun yang akan kita lakukan, sejauh mana kita melangkah, kita akan kembali dan berkumpul dengan keluarga, bukan orang lain.
"Kalian begitu memperduliakan keluarga kalian ya, good! Aku suka kalian, ayuk wudhu ah" Kata Airy.
Selesai wudhu, Airy dan teman-temannya ke mushola perempuan, karena mereka tidak menjadi satu di masjid ketika sholat dengan para santri laki-laki. Setelah sholat isyah selesai, semua santri mengaji dan ada juga yang menghafal di aula santri perempuan.
"Ingat! Jangan sampai orang lain tau siapa kita, disini kita hanya santri. Belajar ilmu agama lebih dalam lagi. Kalau mau bikin masalah mending pulang saja, kasihan orangtua kita. Itu sama saja melemparkan kotoran di wajah orangtua kita"
Kata-kata dari Raihan terngiang di kepala Airy terus. Bukan sikapnya jika menjadi gadis yang pendiam dan baik hati. Airy duduk ditengah-tengah Mira dan Risna, mereka berdua baru saja memulai kitab Sullamut Taufiq.
"Kalian baru mulai kitab ini? Sullam Taufiq?" Tanya Airy heran.
Iyalah dia heran, Airy mulai mengaji kitab Sullamut Taufiq saat ia duduk dibangku sekolah dasar. Kitab kuning pun ia berhasil pahami saat masuk sekolah menengah.
"Iya, memang kenapa? Banyak loh santriwati yang baru ngaji kitab ini" Kata Mira.
"Kamu sendiri ngaji kitab apa?" Tanya Risna.
"Aku belum tau hehehe, ajarin aku dong" Kata Airy.
Ia tidak ingin terlihat lebih pintar dari teman-temannya, ia menjadi bingung sendiri mau mengaji apa. Tujuannya jadi santri juga semata-mata ingin dekat dengan Raihan dan hanya menunaikan perintah Papa dan Aminya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!