NovelToon NovelToon

MAMA MUDA

Cinta Yang Salah

Malam minggu ini merupakan hari jadi hubungan antara Nia dan Angga. Mereka memutuskan untuk merayakannya dengan menghabiskan malam berdua. Mulai dari makan, nonton dan bersantai di taman kota.

[Sayang, nanti aku jemput jam 7] Pesan Angga pada siang harinya.

Dengan penuh suka, Nia sangat antusias mempersiapkan untuk malam ini karena Angga cinta pertamanya. Dia menyiapkan kado kecil untuk diberikan pada Angga nanti.

Tepat pukul tujuh Angga berada di depan rumah Nia. Nia menghampiri dengan mengenakan dress peach dan sedikit riasan membuat dia cantik dan mempesona. Rambutnya dibiarkan tergurai dengan jepit bunga tersemat di bagian kirinya.

Angga terkagum-kagum melihat tampilan kekasihnya itu saat ini. Biasanya, Nia hanya menggunakan kaos dengan setelan jeans atau rok, tak pernah Angga melihatnya menggunakan dress.

"Kamu cantik banget, Sayang," puji Angga saat mereka sudah berda di dalam mobil.

"Pacar siapa dulu dong!" jawab Nia sambil tersenyum genit.

"Ga sabar ingin menjadikanmu ibu dari anakku."

"Apaan sih, baru saja aku lulus sekolah," jawab Nia tersipu malu.

Tak lama kemudian mereka sampai di sebuah restoran. Segera Angga memesan makanan, lalu mereka menikmati setiap makanan yang tersaji dengan santai.

Nia merupakan siswi lulusan SMA favorit di kotanya. Ya, baru saja minggu kemarin dia menerima pelulusan dan dinyatakan lulus. Sedangkan Angga merupakan maha siswa kedokteran tingkat dua. Mereka bertemu saat sama-sama berada di perpustakaan kota.

***

Kini mereka duduk di kursi yang berada di taman kota. Terlihat betapa bahagianya mereka malam ini. Nia teringat akan memberikan sesuatu pada Angga, diberikannya kado keci itu.

"Apa ini?" tanya Angga heran.

"Buka aja!" jawab Nia. Seulas senyuman menghiasi bibirnya.

Terdapat jam tangan di dalamnya. Angga sangat suka dengan pemberian Nia itu, refleks dia mencium kening Nia. Nia tersenyum lalu memeluk kekasihnya itu.

"Yuk," ajak Angga.

"Mau kemana?" tanya Nia heran.

"Mau ngasih kejutan juga," jawab Angga sambil mengedipkan mata.

Ditancapnya gas, tak lama mereka berhenti di mall.

"Tunggu, Ya! Aku aja yang ke sana," kata Angga.

Nia menunggu di dalam mobil sambil mengingat momen demi momen yang mereka lalui selama ini. Senyuman terus merekah di wajahnya.

"Ah, betapa bahagianya aku memiliki pacar yang tampan, pintar, perhatian, setia juga sangat menjagaku," gumam Nia.

Tak pernah Angga melakukan hal di luar batas, sejauh ini hanya mencium kening dan memeluk yang dia lakukan. Berbeda dengan cerita teman-temannya yang hampir semua sudah merasakan ciuman. Ah, biarlah jiwa raga ini untuknya setelah kami menikah, ungkap Nia dalam hati.

Angga tiba di mobil dengan tas di tangannya. Diberikannya tas itu pada Nia, lalu dia menyalakan mobilnya.

"Jangan dulu dibuka, nanti aja!" titah Angga.

Saat mereka di tengah jalan, hujan turun. Angga memutuskan untuk mengantar Nia pulang. Setibanya di rumah Nia, mereka segera masuk.

"Kamu di sini dulu aja, ya. Mau ku buatkan kopi?"

"Boleh."

Nia pergi ke dapur meninggalkan Angga di ruang tamu. Pikirannya melayang, baru kali ini malam-malam Angga berada di rumahnya, bagaimana jika terjadi sesuatu, namun dia percaya Angga tidak akan melakukan hal di luar batas kepadanya.

Nia mendiami rumahnya seorang diri. Ayah dan ibunya bercerai sejak ia sekolah dasar. Ayahnya pergi menikahi wanita lain. Hanya ibunya yang merawat Nia seorang diri, maka mereka merantau pindah kota karena ibunya sulit mencari kerja. Bertahun-tahun ibunya bekerja serabutan hingga saat Nia duduk di bangku SMA ibunya bekerja di luar negeri sebagai TKW.

"Nih, Sayang." Nia menyodorkan kopi pada Angga.

"Oh, ya, tas tadi boleh dibuka!" kata Angga, "langsung pakai, ya!" lanjutnya.

Nia membuka bingkisan tersebut, ternyata dress panjang berwarna crem. Segera dia coba di kamarnya lalu menunjukannya pada Angga.

"Yang, kok gini modelnya." Nia sedikit risih karena belahan dada yang terbuka dan bagian rok terbelah sampai paha.

Angga tersenyum lebar, senyumannya berbeda dari sebelum-sebelumnya.

"Gapapa, Sayang. Cantik kok!"

"Oke kamu duduk dulu, ya! Sekarang aku buatin minum buat kamu." Angga beranjak dari duduknya lalu ke dapur.

Nia masih sibuk mencari posisi nyaman dengan dressnya itu, belahan dadanya sangat terlihat jelas. Tak lama Angga datang dengan segelas teh hangat di tangannya.

"Kita habiskan malam ini di sini, ya." Angga kembali tersenyum nakal.

"Mau nonton film atau makan lagi, Yang?" Nia menawarkan untuk menghilangkan rasa was-wasnya itu. Berkali-kali dia meyakinkan hatinya, bahwa Angga pria yang baik.

"Gak usah duduk aja sini!" Angga menepuk-nepuk kursi di sampingnya.

Nia mendekat. Mata Angga tertuju pada setiap lekukan tubuh Nia. Rasa was-was Nia sepertinya memberi aba-aba memang akan terjadi sesuatu malam ini.

"Yang, selama kita pacaran kita gak pernah melakukak apa-apa," keluh Angga.

"Memangnya harus ngapain? Kita sudah melewati banyak hal, Sayang," jawab Nia sambil menyeruput teh buatan Angga.

Angga tersenyum melihat Nia sudah meminum setengah gelas tehnya. Nia merasakan sedikit pusing lalu kembali minum tehnya. Kali ini tidak hanya pusing, namun ada sedikit gairah dalam dirinya.

"Ciuman itu salah satu bukti cinta, Sayang!" ucap Angga mendekatkan wajahnya.

Tak menunggu aba-aba, Angga melakukan aksinya. Diciumnya bibir indah Nia, dan disambut baik oleh Nia. Nia merasa tak berdaya untuk menolak, setengah kesadarannya telah hilang dari dirinya.

***

Sinar mentari menyorot melalui celah-celah jendela membuat Nia terbangun dari tidurnya. Dia mengangkat kepalanya, tangannya sesekali menyentuh pelipis, terasa kepalanya sakit dan berat.

Dia terkejut saat mendapati tubuhnya hanya berbalut selimut. Kembali mengingat apa yang telah dia lalui semalam. Matanya menyapu sekeliling kamar tampak sedikit berantakan dengan dress dan pakaian dalamnya yang berserakan. Saat melihat sebuah drees yang berwarna crem dia mengingat sedikit demi sedikit yang telah Angga lakukan terhadapnya.

Nia beranjak dari tempat tidur dengan selimut masih menutup tubuhnya. Diraihnya handuk yang menggantung segera dia bergegas ke kamar mandi.

Dipandangnya pantulan diri pada cermin yang berada di kamar mandi. Banyak noda merah di bagian leher, dada serta perutnya. Nia mengacak rambut frustasi. Tak dapat lagi dia tahan air matanya kini menganak sungai.

"Tega sekali kau melakukan ini semua, Angga!" lirihnya.

Usai mandi dia duduk di meja rias. Matanya tertuju pada secarik kertas yang di lipat. Dibukanya perlahan dan dibaca isinya.

*Nia... maafkan aku telah melakukan hal diluar batas malam ini. Namun, harus kau ketahui semua ini karena cintaku padamu. Aku tak bisa menahan hasrat yang bergejolak setiap ada di dekatmu.

Terima kasih karena kau telah rela menyerahkan dirimu, walau dalam pengaruh obat yang ku campur di minumanmu. Kau wanita terhormat yang menjaga kerhomatanmu sampai malam ini, dan akulah kekasihmu yang pertama menikmati keindahan tubuhmu.

Aku berjanji akan bertanggung jawab atas semua ini. Tunggulah aku sampai aku kembali padamu, Sayang.

Angga F Saputra*

Nia meremas kertas yang berisi surat itu. Amarah menggebu dalam dada. "Sialan kau Angga! Kau yang ku cintai ku hormati dan sangat ku banggakan, bisa-bisanya mengotoriku, merenggut kehormatanku!" umpat Nia.

Diambilnya gawai di atas nakas, jarinya lincah mencari nama Angga di kontaknya, ditelponnya kontak tersebut namun malah suara operator yang terdengar pertanda nomor yang digunakan sudah tidak terpakai.

Kembali Nia merebahkan tubuh di atas kasur, tangisnya tak kunjung berhenti. Ditenggelamkannya wajah pada bantal, kini fikirannya kalut, "Bagaimana jika benih ini tumbuh menjadi janin?" pikirannya jauh melayang.

***

Air langit kembali membasahi bumi saat malam tiba. Sejak tadi siang Nia tidak beranjak dari kamarnya, hingga perut pun lupa tak diisinya. Dengan malas ia bangkit beranjak dari tempat tidur menuju dapur untuk mengisi perutnya yang mulai keroncongan.

Selesai makan ia menuju ruang tv, dinyalakan tv yang berukuran 21 inch. Matanya lurus ke arah tv, namun fikirannya jauh melayang. "Aku tak boleh terpuruk, aku harus bangkit. Anggap semua baik-baik saja, toh benih ini belum tentu tumbuh menjadi janin di perutku" ucapnya kembali semangat.

Di ambilnya gawai di kamar, jarinya menyentuh aplikasi hijau lalu disentuhnya daftar pesan atas nama Angga, waktu aktif kontak tersebut sehari yang lalu, sepertinya Angga tidak mengaktifkan nomornya sejak malam, atau dia sengaja ganti nomor?

Nia kembali menangis, rasa kecewa kembali menjalar di hatinya, difikir berapa kali pun ia masih tak percaya dengan apa yang Angga lakukan pada dirinya semalam.

Dua Garis Merah

Hoeeekkk

Entah untuk ke berapa kalinya Nia memuntahkan makanan yang susah payah ia makan. Sudah dua hari ia merasa perutnya mual, kepala pusing dan tubuhnya lemas.

Hari ini Nia memutuskan untuk pergi ke klinik terdekat untuk memastikan kondisi badannya. Dipesannya ojek online melalui aplikasi, lima menit kemudian ojek yang ia pesan sudah ada di depan rumahnya.

"Monggo, dipakai dek helmnya!" ucap sang driver sambil menyodorkan helm pada Nia.

Diambilnya helm itu lalu segera ia kenakan sambil menaiki motor tersebut.

"Bang, pelan-pelan aja, ya! Aku ngerasa pusing banget," pinta Nia.

"Oh, baik, Dek," jawab sang driver.

"Kalo boleh tau, emangnya sakit apa, Dek? Kok, keliatannya lemes gitu?" tanya driver dalam perjalanan.

"Gak tau, Bang. Sudah dua hari perutku mual, kepala pusing, tiap makan rasanya mau muntah terus," jawab Nia.

"Maaf, Adek sudah bersuami?"

Nia terdiam, mencerna apa yang ditanyakan oleh drivernya.

"Eh, maaf loh dek kalo pertanyaannya agak aneh. Bukan apa-apa, setau saya yang tadi adek sebutkan itu seperti ciri-ciri orang hamil. Satu bulan ini istri abang juga begitu" jelasnya.

Nia tercengang dengan apa yang dijelaskan driver itu. "Mungkinkah benih yang Angga tanam itu tumbuh, apa yang harus ku lakukan jika sudah seperti ini?" lirih Nia dalam hati.

"Sudah sampai, Dek."

Suara abang ojol mengagetkan Nia. Bergegas ia turun. Hatinya kini dipenuhi rasa ragu untuk menginjakan kaki ke klinik. Bagaimana jika benar dia hamil.

Nia mengurungkan niatnya untuk memeriksakan diri ke klinik. Kini tujuannya apotek, membeli test pack untuk mengetahui kebenarannya sebelum diperiksa.

Setelah ia mendapatkan test pack, bergegas kembali ke rumahnya. Sesampainya di rumah, dia masuk ke kamar mandi untuk melakukan tes.

Nia sangat syok saat mendapati dua garis merah di alat tersebut. Diremasnya perut yang masih rata sambil menangis karena kecewa.

Dunia terasa hancur baginya, sudah tak ada lagi kehidupan yang didambakannya. Angga yang sulit dihubungi semenjak kejadian itu, membuat Nia semakin frunstasi.

"Apa yang harus ku lakukan terhadap janin ini?!" teriak Nia disela tangisannya.

***

Sudah satu minggu lamanya Nia mengurung diri di kamar. Aktifitasnya terhenti begitu saja. Padahal biasanya dia menghabiskan kesehariannya mencari info beasiswa untuk kuliahnya nanti. Namun kali ini, semua terasa sudah berakhir.

Diminumnya obat-obatan untuk menggugurkan janin yang dia temukan di laman pencarian internet. Segala macam obat dan makanan yang dipercaya dapat menggugurkan dia konsumsi, namun janin itu tak kunjung gugur.

Hingga suatu hari ditemukannya sebuah tulisan tentang betapa berharganya sebuah nyawa. Nia mulai menyadari dan mempersiapkan diri untuk menerima janin yang dikandungnya.

Ia mulai menyusun sebuah rencana dan memutuskan tidak akan memberi tahu siapa pun apalagi pada ibunya, ia tak mau membuat ibunda tercinta kecewa.

Rencana pertama Nia harus pindah rumah. Ya, bagaimana pun warga tak akan menerimanya jika tahu keadaan ia saat ini. Nia memutuskan untuk mencari tempat tinggal baru di luar kota dan menyewakan rumah yang ditempatinya sekarang.

Segera ia berkemas, karena rencananya akan dimulai esok hari. Dikemasnya pakaian serta barang-barang yang ia perlukan nanti, dan membereskan sisanya lalu ia simpan di lemari yang terkunci.

Setelah semua selesai, Nia segera beranjak tidur. Ia harus mengumpulkan banyak tenaga untuk esok hari.

***

Pagi-pagi sekali Nia meninggalkan rumahnya. Sengaja ia lakukan karena tak ingin diserbu oleh pertanyaan-pertanyaan tetangganya yang suka kepo. Tak lupa sebelumnya ia memasang iklan di pagar rumahnya,

RUMAH INI DIKONTRAKAN SILAHKAN HUBUNGI 081826345***.

Nia menuju kota B dengan menaiki kereta. Kereta tersebut berhenti di sebuah stasion, beberapa penumpang yang memiliki tujuan yang sama dengan Nia menaiki kereta.

Tiba-tiba seorang wanita cantik menyapa dan meminta izin untuk duduk di samping Nia.

"Hai, Dek. Boleh saya duduk di sini?" sapanya seraya tersenyum.

"Boleh, Mbak." Nia mengangguk mempersilahkan, dibalasnya senyuman tersebut.

Jika ditaksir umurnya 5 tahun lebih tua dari Nia. Dia membawa tas ransel, sepertinya dia pun menuju kota B yang dituju Nia.

"Maaf, Mbak. Mau ke kota B jugakah?" tanya Nia membuka percakapan.

"Oh, iya, Dek. Ada apa?" jawabnya ramah.

"Tinggal di rumah sendiri atau kontrakan, Mbak?"

"Saya tinggal di kontrakan, Dek."

"Oh, kalo gitu. Ada kontrakan kosong di dekat kontrakan, Mbak?"

"Enggak, Dek, kebetulan lagi penuh. Malah yang kosong baru saja kemarin diisi orang"

"Ooh ...." Nia menanggapi.

"Ada apa toh? Adek lagi cari kontrakan?"

"Eemmm, iya, Mbak."

"Mau kuliah atau kerja?"

"Nyari kerja, Mbak."

"Gimana kalo sementara bareng aku dulu. Kebetulan, kontrakan yang aku tempati lumayan luas kamarnya, jadi masih cukup untuk satu orang lagi, itung-itung nemenin aku" tawar Mbak yang belum dikenali namanya itu.

Nia mengamati wanita cantik di depannya. Ada rasa ragu untuk menerima tawarannya, bagaimana jika ternyata dia bukan orang baik. Namun, jika menolak pun ia tak tahu arah tujuan.

"Oh, iya, omong-omong kita belum kenalan. Aku Febi, Adek siapa?" Kembali wanita itu membuka suara.

"A-aku Nia, Mbak."

"Aku seorang perawat yang bekerja di RS XX. Baru 2 bulan ini aku bekerja di sana. Keseharianku banyak menghabiskan waktu di rumah sakit. Jadi, gimana? Udah percaya?" Febi menjelaskan seolah memahami keraguan Nia.

"E-eh, bukan gitu, Mbak. A-aku cuma takut merepotkan aja," jawab Nia kaget dengan pertanyaan Febi.

"Enggak, kok. Aku malah seneng, jadi ada temen nanti," ungkap Febi.

"Eemmm, boleh deh, Mbak." Kali ini Nia menjawab dengan pasti.

Febi bercerita tentang banyak hal. Dulu, dia kuliah di jurusan keperawatan di kota B, dan sekarang menjadi perawat di salah satu rumah sakit di kota B. Dia berasal dari kota S, bertetanggaan dengan kota Nia, mereka satu provinsi hanya beda kota.

Setelah Febi bercerita, Nia semakin percaya. Nia tak banyak bicara, dia hanya menjadi pendengar setia. "Mungkin nanti kalo sudah lebih dekat aku akan menceritakan masalahku padanya" gumam Nia.

Tak lama kereta pun berhenti, semua penumpang berangsur turun. Nia memutuskan untuk menunggu yang lain turun terlebih dahulu, agar ia tidak perlu berdesakan. Stasiun ini merupakan pemberhentian terakhir, jadi Nia tak perlu khawatir.

"Kita tunggu di sini dulu. Aku pesankan taksi online," ucap Febi setelah mereka keluar dari stasiun.

Nia mengangguk. Kini ia hanya akan mengikuti kemana pun wanita yang bersamanya ini pergi, karena ini pertama kalinya bagi Nia menginjakan kaki di kota B.

"Ah, bisa-bisanya aku senekad ini!" gumam Nia.

Tak lama kemudian taksi yang dipesan Febi pun datang. Mereka bergegas masuk. Setelah lima belas menit lamanya, sampailah mereka di kontrakan Febi.

Malaikat Tak Bersayap

POV Nia

Kini aku berada di depan kontrakan Mbak Febi. Jujur saja, sebetulnya aku masih ragu untuk tinggal bersamanya. Namun jika ku tolak pun, aku tak tahu harus pergi kemana dengan barang bawaan sebanyak ini.

"Yuk, Dek, masuk!" Mbak Febi menarik lenganku.

Ia mempersilahkanku untuk duduk dan memintaku untuk menunggunya sebentar.

Kontrakannya cukup luas dengan satu kamar, ruang tamu merangkap ruang tengah, dapur juga kamar mandi. Saat masuk aku langsung mendapati ruang tamu, di sebelah kanannya terdapat satu set kursi serta meja berukuran kecil dan di sebelah kirinya terdapat kamar tidur. Sedangkan dapur satu arah dengan pintu masuk dan di sebelah kirinya terdapat kamar mandi kecil.

Tak lama Mbak Febi datang dengan nampan berisian minuman juga cemilan. "Monggo diminum dulu sambil istirahat, pasti lelah," ucapnya seraya menyodorkan minuman dan cemilan itu padaku.

"Terima kasih, Mbak. Aku janji bakal cepet-cepet cari kontrakan kosong," kataku sambil menerima minuman darinya.

"Eh, gak papa. Gak perlu cepet-cepet, santai aja. Aku malah senang jadi ada temen di sini," jawabnya ramah.

Lalu ia pergi ke kamar, tampaknya sedang membereskan sesuatu. Ku sandarkan punggung untuk sedikit melepas lelah. Kepalaku terasa pusing dan tiba-tiba perutku mual. Tanpa meminta izin aku bergegas ke kamar mandi, rasanya sudah tak tahan ada yang ingin keluar.

Hoeeekk

Hoeeekkk

"Ada apa? Kamu sakit?" tanya Mbak Febi yang tiba-tiba sudah ada di ambang pintu.

Dipapahnya tubuhku menuju kamar lalu ia menidurkan badanku perlahan.

"Wajahmu pucat. Apa sebaiknya kita ke klinik?" Tampak ada kekhawatiran dalam wajahnya.

"Bukan apa-apa, Mbak. Aku cuma mabuk kendaraan," jawabku berbohong. Kita baru saja kenal tak mungkin aku ceritakan yang sebenarnya.

"Yakin? Tapi tadi sepertinya kamu baik-baik saja. Sudah makan?"

Aku menggeleng. Pagi tadi aku sengaja tidak makan karena percuma akan membuat perut ini mual, tapi ternyata tak makan pun sama saja.

"Tunggu sebentar, ya! Istirahat dulu aja! Mbak keluar sebentar cari makanan."

Ku pejamkan mata berharap bisa terlelap beberapa saat, namun perut ku kembali mual. Sudah tiga kali aku bulak-balik ke kamar mandi. Tubuh ini benar-benar sudah tak bertenaga. Saat akan kembali ke kamar, tiba-tiba pandanganku kabur lalu aku pingsan.

***

Ku buka mata perlahan, ku edarkan pandangan ke sekeliling, ruangan ini tak dapat ku kenali. Ku lihat keluar jendela, sepertinya hari mulai senja. Tak lama lalu Mbak Febi menghampiriku.

"Kamu sekarang ada di rumah sakit. Tadi pas Mbak pulang, kamu tergeletak di dapur. Ini bukan mabuk kendaraan 'kan?" ujar Mbak Febi.

Aku diam tak mampu menjawab, sepertinya dia sudah tahu apa yang sedang ku alami sebenarnya.

"Ya sudah, nanti kita bicarakan semuanya di kontrakan, ya. Kamu jangan dulu banyak fikiran, istirahat sebentar lagi, setelah Mbak tebus obat kita bisa segera pulang." Mbak Febi tampak perhatian, diusapnya kepalaku lembut.

Dia berlalu meninggalkanku sendiri. Bagaimana mungkin aku tak banyak fikiran, setelah ia tahu semuanya apa mungkin masih mau nerima aku di kontrakannya. Tapi jika melihat perhatiannya, sepertinya dia benar-benar orang baik.

Sepuluh menit kemudian dia datang dengan sebuah kantung keresek berisikan obat. Lalu mengambil nampan berisi makanan yang terletak di meja tepat di sampingku. Disendoknya makanan tersebut hendak menyuapiku.

"Gak papa, Mbak. Aku bisa sendiri." Perlahan aku bangun mengambil posisi duduk.

Makanan itu hanya mampu masuk beberapa sendok saja, rasa mualku kembali terasa di suapan ke lima. Aku menghentikan aktifitas makanku, dengan sigap Mbak Febi menyodorkan minuman ke arahku, dia tampak seperti perawat yang merawat pasien VIP-nya.

"Nah, ini diminum obatnya!"

Ku minum obat yang diberi Mbak Febi, tak terasa aku menangis terharu dengan kebaikannya. Ku peluk Mbak Febi seraya mengucapkan terima kasih.

"Sudah, jangan nangis. Yuk, siap-siap pulang!"

Selama perjalanan pulang kami saling diam, aku larut dalam fikiranku, ada rasa rindu pada ibu merayapi dada.

Setibanya di kontrakan, kami duduk di ruang tamu. Mbak Febi memegang tanganku dan berkata, "Tolong ceritakan permasalahanmu, Dek. Aku rasa aku perlu tau."

"Aku hamil di luar nikah, Mbak."

Ku ceritakan semua yang terjadi padaku. Dari mulai yang menyebabkan aku hamil, saat mengetahui bahwa aku hamil dan berniat mengugurkan janin ini, juga tentang aku yang meninggalkan rumahku dan berniat untuk merawat janin ini setelah beberapa kali gagal menggugurkan.

Tak lupa ku ceritakan pula aku yang tinggal di rumah seorang diri karena ibuku bekerja di luar negri. Mendengarnya Mbak Febi semakin mempererat genggaman tangannya.

Mbak Febi mendengarkan dengan seksama. Dia menanggapi ceritaku penuh simpati, tampak ada rasa iba dalam raut wajahnya.

"Oke, mulai sekarang kamu tinggal saja di sini dan jadi adikku."

Pernyataannya membuatku terhenyak, bagaimana bisa dia sebaik ini pada orang yang baru ditemuinya? Kembali ku peluk dia dan menangis dalam dekapannya.

"Terima kasih banyak, Mbak."

"Iya, sama-sama. Aku tau ini pasti sulit bagimu. Kamu harus tetap semangat. Ingat janin yang ada di perutmu tak punya salah apa-apa, jangan coba-coba menyakitinya."

Aku mengangguk sambil menghapus air mata yang tak kunjung berhenti.

"Oh, iya, mbak sudah kosongkan lemari pakaian bagian bawah, nanti kamu bisa menyimpan pakaianmu di sana. Beres-beresnya besok saja. Tapi maaf, ya, mbak ga bisa bantu soalnya besok pagi sudah mulai kerja."

"Gak papa, Mbak. Terima kasih sebanyak-banyaknya, aku akan membalas semua kebaikan, Mbak."

"Ya, sudah sekarang kita tidur sudah malam," ajaknya sambil melangkah menuju kamar.

"Alahmdulillah" ucapku pelan seraya bersyukur pada Tuhan yang masih memberikan banyak kebaikan kepadaku yang telah berdosa ini.

Ya, Tuhan tidak tidur. Sesulit apapun masalah kita pasti ada jalan keluarnya. Aku sangat bersyukur karena dipertemukan dengan orang sebaik Mbak Febi, walau awalnya ragu. Entah terbuat dari apa hatinya, dia bagaikan malaikat tak bersayap. Semoga segala kebaikannya dibalas dengan kebaikan yang berlipat ganda, do'aku dalam hati.

Aku beranjak menuju kamar ku lihat Mbak Febi sudah terlelap. Pasti lelah rasanya setelah baru saja melakukan perjalanan berjam-jam, lalu membawaku ke rumah sakit. Entah tadi bagaimana dia membawaku ke sana, sepertinya dia kembali memesan taxi online. Jika ku ingat-ingat dia sudah banyak mengeluarkan uang untukku hari ini. Aku benar-benar harus membalasnya.

Sebelum memejamkan mata, ku putuskan untuk membuka ponselku. Sejak pagi tadi aku tak membukanya. Saat ku buka terlihat ada notifikasi pesan masuk dari nomor yang tak terdaftar di kontak. Siapa, ya?

[Halo, Mbak. Saya mau tanya-tanya tentang rumah yang akan dikontrakkan]

Alhamdulillah baru saja aku memasang iklan sudah ada yang tertarik. Ku putuskan untuk menghubunginya besok. Lalu ku rebahkan tubuhku di sampi Mbak Febi, tak lama aku terlelap.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!