NovelToon NovelToon

Pernikahan Suamiku

Rahasia Suamiku

Pagi menyapa dengan sinarnya yang menyusup kedalam celah jendela kamarku. Kutatap wajah pria yang berstatus suamiku dengan penuh cinta dan kasih sayang seraya membelai pipinya lembut dan berbisik bahwa pagi telah tiba.

Dua tahun telah berlalu sejak saat kami memutuskan untuk menikah dan mengucapkan janji suci, kami belum juga dipercaya oleh Allah untuk mendapatkan buah hati sebagai pelengkap rumah tangga ini.

"Mas bangun sudah pagi" bisikku lembut ditelinganya.

"Sebentar lagi Nay, mas masih ngantuk" tanpa membuka mata, kini Mas Bian membelakangiku dengan bantal yang tetap dia peluk.

"Ya sudah, aku mau masak dulu."

Tanpa menunggu jawaban akhirnya akupun mulai bergegas menuju dapur dan bertemu dengan Siska, adik dari suamiku.

"Enak ya, yang bisa bangun siang. Kaya nyonya aja dirumah ini, pengen makan tinggal makan" dengan sedikit berteriak Siska mulai memotong wortel ditangannya.

"Ya enaklah. Namanya juga ratu, gak mungkin mau kotor tangan bikin makanan. Pantesan aja nikah udah lama belum ngisi, wong ke mertua aja gak bantu." Bukannya membela Ibu malah menimpali Siska dengan perkataan yang membuatku diam tanpa suara.

Selama aku tinggal dirumah ini tak pernah kurasakan sentuhan hangat dari ibu mertua serta adik iparku. Aku sadar akan posisiku dirumah ini hanya sebatas menantu dan tak lebih dari wanita malang dari panti asuhan yang dipinang seorang pengusaha muda. Aku tak tahu siapa ayah dan ibuku. Yang kutahu hanya Ibu Aisyah sang pemilik panti adalah pelita hidupku.

Setelah makanan tersusun rapih diatas meja makan, ayah, ibu, Siska dan Mas Zidan kakak dari suamiku kini tengah menyantap makanan dengan lahap. Aku hanya berdiri mematung tidak diperkenankan untuk makan sebelum Mas Bian.

"Cepat panggil Bian! suruh dia makan bersama" seru ayah mertuaku.

Kuanggukan kepala dan bergegas membuka pintu kamar ku dan Mas Bian. Namun dia sedang berada dikamar mandi sedang membersihkan diri. Kuambil kemeja dan jas dilantai, yang kemarin ia pakai pergi kekantor. Harum maskulin dapat kucium dari pakaian yang telah ia kenakan.

Kumasukan semua berkas yang berceceran dimeja kerja suamiku ini dengan hati hati agar tak ada yang tertinggal. Hingga tak sengaja, kulihat ada sebuah foto bayi yang terselip disalah satu berkas penting Mas Bian. Seketika, muncul seribu pertanyaan dibenakku. Siapa bayi ini? mengapa bisa ada fotonya di tumpukan kertas kerja Mas Bian? Apakah ini foto anak dari salah satu klien?.

Segera kuambil gawai milik suamiku yang tersimpan diatas laci. Kubuka seluruh pesan diaplikasi berwarna hijau, namun tak kutemukan percakapan yang mencurigakan selain bisnis. Hingga kubuka aplikasi berwarna biru dan terdapat 2akun yang salah satunya bukan atas nama Mas Bian melainkan atas nama Dika.

Dengan berbagai tanda tanya dikepala, kubuka aplikasi itu dan terpampang jelas foto Mas Bian dan beberapa foto bayi laki laki yang sangat tampan tengah bersama suamiku. Profil akun atas nama Dika ini banyak sekali mengupload foto bayi tampan yang memiliki paras sama persis seperti Mas Bian.

Kreeeett

Pintu kamar mandi telah dibuka. Mas Bian keluar dari kamar mandi dan langsung memelukku dari belakang dengan handuk yang masih terlilit dibadannya. Aku terkejut setengah mati dan langsung memasukan gawai miliknya kedalam selimbut.

"Pagi istri mas yang cantik" pujinya seraya mencium pipiku.

"Pagi mas" ucapku singkat.

Entah aku harus bagaimana dengan keadaan ini. Yang jelas aku masih bertanya tanya dengan hal yang tengah Mas Bian sembunyikan. Bayi yang memiliki rupa sama persis dengan Mas Bian, akun palsu bernama Dika. Dan semua hal yang mungkin tengah ia rahasiakan. Apakah aku harus bertanya langsung pada suamiku atau kepada ayah dan ibu mertuaku. Entahlah, mungkin untuk saat ini aku harus menyelidikinya sendiri.

"Mas nanti siang aku pergi kepanti asuhan dulu ya mas. Nanti pulangnya agak malaman, soalnya mau pergi mengajak Ibu Aisyah dulu"

"Ya sudah pergi saja tapi hati hati. Mas juga nanti pulangnya agak malam karna mau ada pertemuan sama klien penting. Kamu langsung tidur saja jangan tunggu mas dirumah" diciumnya keningku dan iapun langsung pergi memakai pakaian rapih serta turun menuju meja makan.

Teriknya mentari menandakan bahwa hari ini alam tengah berseri. Angin bertiup lembut menyusup kedalam hijab yang kukenakan.

"Ibu kapan sampai? bagaimana kabar ibu, sehat?" tanyaku pada Ibu Aisyah yang tengah berdiri didepan sebuah runah makan.

"Baru tadi sampai Nay. Alhamdulillah ibu sehat. gimana kabarmu?"

"Alhamdulillah bu sehat. Mari kita masuk dulu, aku tahu ibu pasti belum makan" ajakku pada ibu.

Siang berganti malam, tak terasa waktu begitu cepat. Aku yang baru saja pulang mengantar ibu ke panti dan mampir sebentar menuju mall didekat kantor Mas Bian, dikejutkan oleh pemandangan yang membuat hatiku berdenyut nyeri.

Keluarga besar suamiku, Ayah, Ibu, Siska, dan Mas Bian kini tengah makan malam bersama wanita cantik dengan dres selutut sedang bercanda gurau tanpa ada yang memberitahu bahkan mengajaku. Yang lebih menyakitkan lagi mengapa ada bayi dalam foto yang tengah tertawa dipangkuan Mas Bian.

Tanpa pikir panjang kuambil gambar agar nanti bisa kutanyakan pada imamku yang selalu kusanjung dan puji akan kesetiaanya pada sahabat dipantiku.

Bulir bening terus membanjiri pipiku. Tak peduli dengan tatapan orang disekitarku yang memandang entah iba atau hanya sekedar ingin bertanya. Kini ku telah tiba di rumah yang kuimpikan sebagai tempat curahan kasih sayang yang tak pernah kudapatkan dari orang tuaku. Kutatap sekeliling ruangan ini hanya luka jika kuingat setiap perlakuan semua anggota keluarga ini padaku.

Hatiku hancur dan tubuhku luruh dilantai. Tangisku tak bisa dibendung kala kuingat tawa bahagia dari seluruh keluarga suamiku.

"Kau kenapa ?" tepukan lembut dipundak menyadarkanku.

"Mas Zidan tak ikut makan bersama Ayah, Ibu dan Siska?" tanyaku seraya menghapus seluruh air mata.

"Makan? kenapa tak ada yang memberi tahuku. Terus kenapa kau pulang dan menangis disini?"

Diam adalah caraku agar tak lebih sakit jika Mas Zidan mulai curiga dengan perlakuan keluarganya terhadapku.

"Apakah kau tak diajak ?"

"Tadi aku sakit perut mas, makanya pulang duluan. Jika nanti semua orang sudah pulang tolong jangan beritahu mereka jika aku menangis. Aku tak ingin mereka khawatir" suaraku sedikit bergetar sebab menahan sakit didalam hati.

"Baik. Apakah perlu aku antar kau kedokter? kau terlihat sangat pucat" dengan tangan terjulur menyentuh keningku dia terlihat sangat panik. Berbeda dengan Mas Bian yang mungkin kini sedang tertawa bersama mereka.

Kutepis tangan Mas Zidan dari keningku dan mengatakan bahwa semuanya baik baik saja. Perlahan tapi pasti, kakiku melangkah menuju kamar atas tempat aku dan Mas Bian bercanda gurau. Hingga terbesit pikiranku untuk mencari tahu akun atas nama Dika diaplikasi berwarna biru. Mungkin saja aku yang terlalu curiga sehingga berfikiran aneh aneh.

Bukan jawaban yang kudapat, namun foto- foto jelas yang berisi proses siraman tujuh bulanan wanita yang kulihat di mall bersama Mas Bian.

Dan yang paling mengejutkan adalah foto buku pernikahan Mas Bian bersama wanita bernama Clara. Ternyata suamiku telah menikah setahun yang lalu bersama wanita itu, jadi suamiku sudah menikahi Clara tepat satu tahun setelah kami menikah. Benar benar hebat sandiwaramu mas. Kau berpura pura setia padaku selama dua tahun ini padahal nyatanya kau sudah menikahi wanita lain setelah satu tahun kita menikah.

Runtuh sudah pertahananku. Tubuhku lunglai bagai tak bertulang. Suami yang aku banggakan akan kesetiaannya menanti buah hati. Pria yang selalu kusebut dalam doa agar selalu diberikan kebahagiaan, justru benar benar bahagia bersama wanita lain dan darah dagingnya.

Tangisku pecah dan jeritanku terdengar sangat pilu. Ketukan didepan pintu tak henti hentinya terdengar.

"Nay kamu kenapa? cepat buka pintu. Aku akan bawa kamu kerumah sakit Nay" suara Mas Zidan terdengar sangat panik

Kubuka pintu dan ia langsung memelukku. Tangis dan tawa menjadi satu. Hancur benar benar hancur. Aku yang bodoh karna percaya bahwa pria akan setia walaupun belum ada buah hati diantara kami.

"Hahahaha jangan pura pura mas. Aku sudah tahu kau bersekongkol menyembunyikan pernikahan kedua adikmu. Bah...bahkan orang tua kalian pun sangat bahagia karna berhasil mendapatkan cucu yang akan menjadi penerus keluarga Atmaja"

"Aku sungguh tak tahu Nay. Mungkin kau salah, bisa saja itu hanya editan Nay. Kau tak boleh langsung percaya dengan semua itu .

kuhapus kasar air mata yang sedari tadi mengalir dipipiku. Sakit yang amat sangat kurasa kala mengetahui suamiku menikah untuk kedua kalinya bahkan telah menghasilkan anak. Semua orang seakan tertawa saat ini dengan keadaanku.

"Aku bersumpah Nay aku tak tahu jika Bian telah menikah lagi. Akan ku pastikan bahwa semua keluargaku menjelaskan semua kebenarannya dihadapanmu. Aku berjanji"

Mungkin benar, Mas Zidan tak tahu apapun tentang pernikahan Mas Bian dengan Clara.

"Tak usah mas. Biarkan aku yang menyelesaikannya sendiri. Kau tak perlu ikut campur dengan pernikahanku. Dan satu lagi, aku mohon jangan beritahu siapapun tentang diriku yang menyedihkan ini. Jangan beritahu keluargamu bahwa aku telah mengetahui semua rahasia pernikahan kedua suamiku"

Tawaran Kerja Sama

Hati wanita mana yang kuat jika harus berbagi suami dengan wanita lain. Hatiku hancur berkeping keping dan seluruh hidupku kini telah hilang diambil wanita lain. Cinta dan kasih sayang yang suamiku berikan hanya untukku, kini harus terbagi dengan maduku.

Entah telah berapa lama, aku berbagi cinta dan raga suamiku. Yang ku rasa kini jijik jika membayangkan bagaimana perlakuan suamiku dan sentuhan lembutnya padaku, dilakukan olehnya juga pada wanita bernama Clara.

Hebat, sungguh hebat semua sandiwara yang telah dilakukan oleh seluruh anggota keluarga Atmaja ini. Menyembunyikan pernikahan kedua yang dilakukan anaknya tanpa sepengetahuan istri sahnya sendiri. Mas Zidan bahkan selaku anak pertamanya saja tak pernah tahu bahwa adik kebanggaannya telah menikah untuk kedua kalinya.

Mataku kini tak bisa menghasilkan bulir bening lagi, Sesak didada pun kini telah hilang. Kepalaku terasa sangat berat hingga ku tak sadar bahwa kini kuberada diatas ranjang yang sama dengan pria yang sangat kucintai.

"Sudah bangun ?" tanya Mas Bian tanpa rasa bersalah.

Rangkulan hangat diperutku, kini terasa sangat asing dan aneh. Entahlah, aku benar benar tak sudi jika tubuhku disentuh oleh pria yang telah menyentuh wanita lain.

" Aku mau sholat subuh mas" jawabku singkat.

"Sebentar saja, kumohon tetaplah seperti ini. Aku sangat cinta dan takut kehilangmu. Entah kenapa aku merasakan bahwa kau akan pergi meninggalkanku"

"Mungkin itu perasaanmu saja mas. Aku mau sholat dulu mas"

Tak kuhiraukan permintaannya padaku. Terlalu sakit jika aku harus terus bersama pria yang jelas jelas telah membagi jiwa dan raganya untuk wanita lain.

Pagi ini kusengaja bangun lebih awal dari biasanya dan mulai menghidangkan sarapan dimeja makan.

"Ada gempa dari mana, sampai sampai makanan sudah matang padahal baru jam 6" ucap ibu mertuaku.

"Gak papa bu, mungkin orangnya sudah sadar diri jadi gak hanya ongkang ongkang kaki dirumah ini" Siska menimpali ibu seraya menyuapkan nasi kemulutnya.

Ayah dan Mas Zidan seperti biasa hanya diam tak membela ataupun sekedar menegur keduanya. Mungkin ayah memang setuju dengan ucapan ibu dan siska. Tetapi Mas Zidan jika dia diam berarti dia hanya tak ingin menyakiti orang lain dengan kata katanya.

Ku tahu seperti apa sifat Mas Zidan sebab sebelum aku mengenal Mas Bian, Mas Zidan adalah calon suami dari Arumi sahabatku yang dibunuh sehari sebelum pertunangannya dengan Mas Zidan. Mas Zidan adalah tipikal pria yang romantis dan baik hati. Ia tak segan segan membagikan makanan dipanti dan mengajak kami berlibur kepantai.

Mas Zidan dan Arumi adalah sepasang kekasih yang sangat cocok. Namun kebahagiaannya harus terenggut kala malam itu selepas Mas Zidan mengantarkan Arumi pulang dari pertemuan sebelum besok melangsungkan pertunangan. Arumi menghilang hingga keesokan harinya jasad Arumi ditemukan disebuah sungai yang tak jauh dari panti asuhan.

Hasil visum mengatakan bahwa Arumi meninggal akibat cekikan dilehernya yang membuat ia susah bernafas dan akhirnya meninggal. Namun dokter menyatakan bahwa sebelum Arumi meninggal, ia diperkosa terlebih dahulu. Sebab terdapat luka diarea sensitifnya akibat pemaksaan. Sampai detik ini pelaku utama pembunuhan Arumi belum juga ditemukan. Hanya saja sempat ada saksi mengatakan bahwa terakhir terlihat Arumi sedang berbicara dengan orang yang mungkin ia kenal, sebab saat saksi melihat kejadian tersebut Arumi sempat menyapa dan tersenyum kepada saksi, kemudian berbicara santai dengan seorang pria jaket biru.

Saat berada dikantor polisi, saksi mengatakan bahwa wajah yang dicurigai sebagai pelaku tak terlihat sebab memakai masker dan kepalanya tertutup topi. Hingga kepolisianpun menutup kasus ini dan tak pernah terungkap siapa pelaku pembunuhan Arumi.

Setelah kejadian itu, Mas Zidan yang dulu ceria dan riang kini menjadi pria yang tertutup dan dingin. Ia tak pernah terlihat bersama wanita, bahkan sekertaris pribadinya pun seorang pria.

"Mas jadi beli baju untuk Al..." tanya Siska pada Mas Bian menggantung kala ibu memukul tanganya.

"Untuk Alika " jawab Mas Bian dengan gugup.

Petunjuk baru kudapat bahwa Siska sebenarnya akan mengatakan siapa nama anak dari Mas Bian dan Clara. Hanya saja Mas Bian mengubah nama anaknya menjadi Alika putri dari Tante Mirna adik ibu mertua. Drama yang hebat dan kompak antara keluarga.

"Aku boleh ikut mas untuk memilih baju Alika" akupun mulai membuka suara untuk memancing reaksi semuanya.

"Tak usah! kau hanya akan mempermalukan kami. Seleramu sangat buruk Nay. Kau diam saja dirumah dan pastikan seisi rumah ini bersih tanpa debu" timpal ibu seraya membanting sendok keatas piring.

Mas Zidan yang sedari tadi hanya diam kini mulai bangkit dan meninggalkan meja makan kami.

"Kau mau kemana Zidan ?" tanya ibu

"Seleraku hilang karna kebohongan yang kalian buat. Aku muak harus terus berhadapan dengan keluarga yang entah memang berhati batu" tubuh tinggi itupun kini menghilang dibalik pintu luar rumah.

"Biarkan dia pergi. Jangan ada yang menyuruhnya untuk makan. Dia hanya anak pembangkang dan tak tahu diri" Kini ayah mulai menimpali.

Sebenarnya aku heran dengan semua yang terjadi dikeluarga ini. Dua tahun kusandang gelar menjadi menantu dikelurga Atmaja tapi tak pernah sedikitpun terlihat bahwa Mas Zidan akrab dengan keluarga ini. Hanya saat pernikahanku saja ia terlihat tersenyum difoto keluarga. Tapi sampai detik ini tak pernah ada obrolan santai seperti keluarga pada umumnya antara ayah,ibu dan Siska pada Mas Zidan.

Kurapihkan seluruh piring kotor diatas meja dan mulai mencucinya didapur. Semua orang dirumah telah pergi yang katanya akan kerumah Tante Mirna. Sejujurnya aku sudah tahu bahwa kini mereka semua tengah bersama Clara dan bayi Mas Bian liburan di sebuah vila mewah. Bagaimana aku tahu? sejujurnya aku telah menyadap semua akun media sosial milik Mas Bian hingga aku tahu sebelum ia pergi bertemu dengan Clara pesan yang ia kirimpun sudah kubaca diponselku.

"Nay sini biar kubantu" suara berat dari pria yang kukenal membuyarkan lamunanku.

"Mas gak ikut kerumah Tante Mirna?"

"Tak ada minat untukku bergabung dengan keluarga yang jelas jelas menjadikanku sebagai ladang emas"

Tunggu, apa yang dia bilang. Ladang emas?.

"Maksud Mas apa?" kuhadapkan badan ini agar bisa sejajar dengan pria bertubuh tinggi disampingku.

"Aku adalah anak dari Ardi, saudara ayah. Namun ayah kandungku meninggal dalam kecelakaan mobil bersama ibu dan hak asuk atas diriku jatuh ketangan ayah Bian. Ya Ayah" jelasnya dengan senyum yang terkesan terpaksa.

"Kau mungkin tahu kenapa selama ini aku tak pernah akur dengan ayah, sebab aku hanya dijadikan ladang emas atas uang yang ia kelola selama ini. Mungkin karna kebetulan atau apa, jika saja dulu aku menikah dengan Arumi mungkin saat ini seluruh aset atas namaku bisa kukelola sepenuhnya. Namun minatku untuk mempersunting Arumi karna Cinta bukan harta. Kebetulan sekali, Arumi tiada sehari sebelum pertunangan dan seluruh aset perusahaan masih saja dipegang oleh ayah. Kebetulan atau..? emh mengapa aku jadi cerita kepadamu" lanjutnya.

Aku yang sedari tadi terkejut, hanya bisa diam tanpa menjawab semua penjelasannya. Kini ku tahu, mengapa ayah terlihat sangat acuh dan tak mau tahu tentang seluruh urusan Mas Zidan bahkan saat Arumi meninggal kulihat hanya ada Mas Zidan dirumah sakit tanpa ada ibu atau ayah yang menenangkannya.

"Mas apakah kau tahu, sebenarnya Mas Bian telah menikah selama setaun ini dengan wanita yang bernama Clara, sampai kini ia telah mendapatkan seorang putra yang tampan persis sepertinya. Aku baru tahu kemarin, saat pulang dari panti asuhan aku sengaja pergi ke mall karna ingin membelikan sebuah kemeja baru untuk Mas Bian. Tapi saat dimall kulihat Ibu, Ayah, Siska dan Mas Bian tengah bersama seorang wanita dan seorang bayi dipangkuannya" bulir bening yang kemarin kering kini meluncur deras kembali.

"Apakah kau tak salah menduga Nay?" tanyanya padaku.

"Untuk menyimpulkan ini aku tak mungkin ceroboh. Kau tahu aku tak pernah berburuk sangka pada adikmu sebab aku sangat percaya akan kesetiaanya padaku. Tapi saat ku lihat foto pernikahan dan buku nikah yang bertuliskan nama adikmu, aku tahu dia ternyata juga suami orang lain" kuulurkan ponselku pada Mas Zidan. Terpampang jelas bukti yang aku kumpul kemarin.

Hening, tak ada percakapan antara aku dan Mas Zidan. Hingga sesaat kemudian.

" Kubantu kau untuk mengumpulkan lebih banyak bukti pernikahan kedua Bian dengan wanita itu, agar kau bisa memilih jalan yang terbaik untukmu kedepannya. Asalkan kau mau juga membantuku untuk mencari tahu siapa pembunuh Arumi yang belum terungkap"

Kesepakatan

Kuanggukan kepala yang berarti aku setuju tawaran dari Mas Zidan. Mungkin dengan bantuannya aku juga bisa mencari jalan yang terbaik untukku kelak. Bukan aku tak mau lagi hidup bersama Mas Bian, hanya saja kini rasa kecewaku lebih besar daripada cintaku padanya.

"Kapan kita bisa mencari informasi tentang pernikahan kedua Mas Bian?" tanyaku bersemangat.

"Besok aku akan suruh Hamdi untuk mencari informasi yang jelas mengenai siapa Clara dan berasal dari mana ia" jawabnya dengan santai.

Apakah aku sanggup jika harus tinggal bersama seorang pria pendusta? Apakah aku bisa berbagi cinta dan raga pria yang sangat kucinta pada istri keduanya? Biarlah semua ini berlalu dan menjadi cerita lika liku hidupku.

"Mas boleh aku bertanya ?"

"Ya tentu" tanpa menoleh dia tetap menjawab

"Apakah kau tak pernah berniat untuk menikah dengan wanita lain selain Arumi?"

Keran air pun dimatikan. Mas Zidan kini menghadapkan badannya agar sejajar denganku.

"Apa yang ingin kau tahu ?" tanpa menjawab pertanyaanku, kini ia malah berbalik bertanya dengan tatapan tajam.

"Akk...aku hanya ingin tahu saja. Bukankah jika Mas menikah, otomatis semua harta ayahmu akan jatuh ketanganmu sendiri. Intina apakah kau tak ingin memegang semua warisan milih ayahmu sendiri?" detak jantungku tak beraturan, kala Mas Zidan mulai mendekatkan tubuhnya kearahku.

"Apakah aku terlihat seperti orang yang gila harta Nay? sejak dulu aku tak pernah ingin terlahir dengan keadaan ekonomi yang sebagus ini. Harta dan tahta tak berarti jika cinta orang tua tak ada didalamnya. Kau tahu, dulu saat aku masih kecil, aku selalu menangis dikamar jika melihat Ayah memperlakukan Bian dengan penuh cinta. Berbeda dengan perlakuannya padaku, ayah selalu saja menganggap semua yang aku lakukan salah. Bian pernah tertabrak oleh motor ketika lari keluar dari halaman rumah. Dan kau tahu? aku dikurung didalam gudang yang gelap dan pengap karna ayah menganggap aku yang menyuruh Bian mengambil bola disebrang jalan. Bian adalah anak yang baik, dia selalu membelaku ketika ayah memukul dan memarahiku. Dan ibu, dia selalu bersikap adil terhadapku dan Bian. Tapi dia memiliki alasan yang buruk atas perhatiannya padaku. Pernah suatu kali saat aku ingin menghampirinya dikamar, dia sedang berbicara dengan Tante Mirna ditelpon. Dia tak benar benar sayang padaku, Dia hanya ingin aku percayakan semua aset diperusahaan atas nama Bian. Sampai saat ini permintaan ibu tak pernah kulakukan, sebab aku tahu bahwa Bian hanya seorang anak pemabuk dan ceroboh"

Cerita dari mulut Mas Zidan tak terasa membuatku iba pada kehidupannya yang rumit. Jika dibandingkan dengan masalahku saat ini, kehidupan yang harus ia jalani sedari kecil sangatlah berat. Tak punya tempat bernaung dan berbagi cerita, membuatnya menjadi seorang pria yang baik hati dan penyayang. Apalagi saat dia bertemu Arumi yang mengubah hidupnya kearah yang lebih baik lagi.

Ting!

Sebuah pesan masuk kedalam ponsel milik Mas Zidan. Diambilnya ponsel dan dengan cepat ia melakukan sambungan telpon dengan seseorang yang ia panggil dengan nama Hamdi.

"Halo Ham, kau telah dapat semua informasinya. Bagus, kalau begitu kita bertemu direstoran dekat jalan Melati" sambungan telpon pun sudah ia putus.

"Ayo kita pergi bertemu dengan Hamdi. Dia sudah dapat informasi tentang siapa sebenarnya Clara"

Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Tak ada obrolan diantara kami saat berada didalam mobil. Sampai akhirnya, saat berada didepan restoran ia melakukan hal yang membuat jantungku serasa lepas. Dia memelukku dari depan sehingga menghalangi pandanganku.

"Apa yang mau kau lakukan mas? " tanyaku dengan takut.

"Sebentar, kau jangan dulu bergerak. Didepan ada Bian dan keluargaku, dan kau tahu siapa yang tengah bersamanya? ya, seorang wanita tengah menggendong seorang bayi. Kau mungkin tahu siapa mereka" nafasku tercekat dan hatiku kembali berdenyut nyeri.

Walaupun aku telah mengetahui pertemuan mereka, tapi masih saja terasa sakit.

"Aku tahu mas. Hanya saja aku tak tahu bahwa mereka mampir juga direstoran ini. Dan aku pun tahu bahwa mereka berbohong tentang menghadiri acara dirumah Tante Mirna" bulir bening lolos dari mataku.

Hatiku tak sekuat baja, jika berhadapan dengan kenyataan suamiku yang mendua. Apalagi telah lahir putra dari pria yang kucintai bersama wanita lain.

"Sudah hapus air matamu. Kau tak perlu menagisi pria pengecut seperti Bian. Air matamu terlalu berharga" tubuh yang sedari tadi menghalangi pandanganku, kini perlahan menjauh. Tak kulihat mobil ayah dari restoran tersebut, mungkin telah pergi.

Terlihat ornamen mahal direstoran yang kini aku singgahi. Banyak lampu indah dan pernak pernik yang terbuat dari kayu yang diukir berbentuk patung patung dengan rapih.

"Gimana kabarmu Ham?" tanya Mas Zidan pada seorang pria bertubuh tinggi didepan kami.

"Kabarku baik. Ini siapa ? calon istri yang sering kau ceritakan? " Kini Hamdi balik bertanya pada Mas Zidan. Terlihat jelas Mas Zidan yang salah tingakah dan langsung mengalihkan pembicaraannya.

"Kau tak perlu tahu dia siapa. Cepat! apa yang kau dapatkan tentang wanita bernama Clara?"

"Kau memiliki hubungan apa dengan wanita penghibur itu sampai sampai kau ingin tahu tentang kehidupannya? langsung saja, jadi sebenarnya Clara adalah seorang wanita penghibur disalah satu club malam di daerah ibu kota. Wajahnya yang cantik dan bentuk tubuh yang mendukung, membuatnya menjadi seorang wanita yang digilai semua pria. Banyak pengusaha muda yang ingin menikahinya, namun dia malah memilih seorang pria tua misterius yang selalu memakai topeng ketika masuk kedalam club. Dengar dengar dia menjadi simpanan suami orang dan kini tinggal diperumahan mewah dengan harga milyaran"

Pria yang Hamdi maksud mungkin adalah Mas Bian. Tapi Mas Bian tidak terlihat tua dan juga mengapa Mas Bian memilih wanita yang...ah sudahlah.

" Dasar pria bodoh. Membuang sebuah berlian dan malah memilih seonggok sampah" umpat Mas Zidan pelan.

"Sebenarnya apa yang ingin kalian tahu tentang Clara? sampai sampai kau berani membayarku mahal untuk informasi wanita murahan sepertinya" dengan heran Hamdi bertanya.

"Kau tak perlu tahu urusanku. Kau kubayar mahal untuk mencari lagi informasi mengenai siapa pria misterius itu dan apa alasan Clara mau dijadikan simpanan suami orang" Segepok uang berwarna merah kini berada tepat diatas meja kami. Mas Zidan tak segan segan merogoh biaya yang sangat mahal demi membantuku. Aku harus bisa membalas semua kebaikan dari kakak iparku ini.

" Sudah pergi sana. Cari lebih banyak lagi informasi mengenai informasi wanita itu. Jangan sampai kau kabur dengan uangku sebelum kau memberikan informasi dengan jelas"

"Siap bos, jangan pernah ragu untuk mempercayai sahabatmu ini. Aku akan mencari informasi mengenai Clara sampai keakar akarnya. Satu lagi, bisa kah kau berikan nomor ponsel wanita ini. Dia sangat cantik dan sopan. Kuharap kau mau menikah dengaku yang tampan rupawan ini" dikedipkannya sebelah mata. Hamdi sangat terlihat lucu dengan gaya pecicilannya.

Tak perlu menunggu banyak waktu. Kini tangan Mas Zidan tepat berada dikuping Hamdi. Tepat seperti seorang ayah yang sedang menghukum anaknya.

Sesaat aku terhibur dengan tingkah dua pria dihadapanku. Masalah yang kupendam kini hilang sementara kala kulihat kekonyolan dua pria yang baru saja memberikanku informasi mengenai maduku.

Tak terasa malam kian beranjak. Aku dan Mas Zidan kini telah sampai dirumah. Terlihat semua orang tengah bercanda gurau diruang utama. Semua orang kini menatapku dan Mas Zidan dari bawah hingga atas. Sampai akhirnya kutangkap sosok wanita beserta seorang bayi dipangkuannya yang kini tak asing dihidupku.

Clara...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!