"Terus cari seluruh orang yang tinggal dirumah ini! jangan sampai ada seorang pun yang lolos" Teriak pria bertopeng yang kini berada didepan lemari.
Entah sampai kapan aku harus menahan tangis dikala seluruh perampok mulai mengobrak abrik seluruh isi rumahku. Air mata dan keringat terus membanjiri seluruh tubuhku, suara nafas yang kini harus kutahan dan teriakan yang terus terdengar dari para pembantuku, membuatku terus menutup mulut dan sesekali memejamkan mata.
Hingga...
"Kumohon jangan lukai istriku, kau bisa ambil semua uang dan serta perhiasan dirumah ini beserta aset perusahaanku. Aku janji tak akan pernah melaporkan perkara ini" Ucap ayah bergetar seraya bersimpuh dihadapan para pria bertopeng yang kini mulai menjambak rambut ibuku.
"Kau ingin aku membebaskan istrimu ha! kau ingin lihat! cepat bawa perempuan cantik ini keruangan sebelah dan kita lakukan apa yang kita mau !" dengan kasar pria bertubuh kekar beserta anak buahnya menyeret tubuh ibuku.
Tangis yang kutahan semejak mendengar jeritan para pembantu, kini tak bisa dibendung kala mendengar jeritan ibu yang entah sedang apa bersama para iblis itu.
Ayah yang sedari tadi menangis dengan tangan yang diikat menggunakan tali kini menjerit mendengar teriakan ibu. Ayah tak henti hentinya membenturkan kepala kelantai dengan sangat kencang dan berusaha membuka ikatan ditangannya namun sia sia, kini terkulai lemas diatas genangan cairan merah yang keluar dari kening.
Tawa menggelegar dari mulut para iblis terdengar nyaring dikeheningan malam ini. Teriakan ibu dan tangisan semua orang dirumah ini kini tak terdengar lagi. Hanya aku yang tetap menangis dan menatap tubuh ayah lemas tak bertenaga dari atas loteng bercelah yang sengaja ayah buat untuk menyimpan barang barang. Hingga suara tembakan mulai terdengar dibeberapa ruangan.
Kututup mata dan telinga jika suara tembakan terdengar. Sampai saat aku membuka mata, kini kulihat ayah duduk dan berhadapan dengan pria kurus bertato elang ditangan kanannya tengah berbicara.
"Saat aku memintamu untuk menjaga Nayla kenapa kau malah menurunkanya dijalanan Akbar! Kenapa?" teriak pria itu.
"Kau tahu bahwa dia itu seorang wanita, dan kau malah membiarkannya sendirian dijalanan yang penuh dengan pria bejad?" tanyanya lagi.
"Ma..maafkan aku, aku tak bermaksud untuk melukai Nayla. Aku tak tahu bahwa setelah aku menurunkannya dijalanan dia malah harus tiada. Jika kau tahu apa yang telah dia lakukan padaku didalam mobil, mungkin kau takan melakukan hal ini padaku. Kau tahu dia mengodaku dan melakukan hal yang mungkin jika kau melihatnya, kau akan melakukan hal sama sepertiku" jelas ayah dengan suara yang kini mualai melemah
Tanpa pikir panjang pria itu langsung menembak kepala ayah berualang kali sampai darah segar berhamburan memenuhi ruangan.
"Ayahhhhh"
Mimpi.
Ini mimpi yang sering terjadi padaku sejak 15tahun yang lalu. Mimpi yang dulu menjadi kisah nyataku saat berumur 7tahun. Entah sampai kapan trauma yang kualami akan sembuh dan hidup normal seperti orang lain.
Hari kamis adalah hari aku harus bertemu dengan bidadari cantik dan pahlawan hebat yang mungkin senyumnya takan pernah terlihat lagi. Ya itu adalah Ayah dan Ibuku. Tempat pemakaman yang sering kukunjungi adalah sebuah kewajiban yang harus aku lakukan setiap hari kamis sebagai permohonan maaf karna saat pembunuhan itu terjadi aku hanya bisa menjadi seorang pengecut yang bersembunyi diatas loteng tanpa melakukan apa-apa.
Kupakai jas berwarna hitam dan kemeja berwarna biru cerah peninggalan ayah yang sangat ibu sukai. Terlihat jelas didepan cermin bahwa bayangan ayah saat pergi selalu saja didandani oleh ibu dengan penuh kasih sayang dan cinta yang tulus.
Kuseka air mata yang lolos tanpa aku sadari dan cepat turun kelantai bawah untuk segera pergi menuju pemakaman ayah dan ibu. Seluruh pembantu dan supir berbaris rapih didepan pintu mengantarkanku pergi.
"Makanannya den " ucap Bi Darmi dengan setengah berlari mengampiriku didalam mobil.
"Makasih bi" hanya itu yang kuucapkan pada sosok tua yang selalu sabar mengurusku sejak kejadian 15tahun silam.
Angin berhembus dan mentari tertutup awan tanda bahwa alam sedang ingin menangisi sebuah kejadian. Entah itu tangisan bahagia ataupun tangisan luka sepertiku, hanya alam yang tahu. Kubuka sedikit jendela dan merasakan hembusan angin yang bertiup mengenai rambutku hingga kurasakan mobil yang kukendarai menabrak sesuatu.
"Tuan maaf saya menabrak seorang wanita" ucap supir dengan panik.
"Kau buta atau kau sengaja!" bentak Arga pada sang supir.
Tanpa berpikir panjang Arga langsung membuka pintu dan menggendong tubuh seorang wanita cantik berpakaian lusuh masuk jok belakang mobilnya. Darah segar menetes dari kening sang gadis membuat Arga menutupkan matanya sebab ia takut melihat darah sejak kejadian yang menimpanya dulu.
"Cepat jalan " ucapnya dingin.
"Kemana tuan ?" tanya sang supir pada Arga.
"Kita pulang saja. Saya tidak jadi pergi ke kantor hari ini."
Gadis berambut panjang terurai membuat Arga sedikit penasaran dengan wajahnya yang tertutup rambut. Tanpa berpikir panjang kini ia mulai menyingkirkan rambut yang menutupi wajah gadis desa yang kini sedang terlelap diatas pangkuannya.
"Rindu" ujar Arga sedikit terkejut.
Diusapnya kepala sang gadis yang kini tengah terlelap. Nafasnya yang sedikit terdengar berat membuat Arga panik karena mungkin saja gadis yang ia tabrak tengah merasakan sakit yang dideritanya.
Pikirannya melayang mengingat masa masa indah saat ia kecil bersama anak perempuan yang jahil dan sering menggodanya. Ya, dia adalah Rindu. Rindu yang selalu membuat Arga tertawa dan menangis saat bersamanya.
Wajah wanita didepannya sangat cantik walaupun banyak luka terdapat dipipi kanan serta tangannya. Malang sekali nasib yang dialami gadis dipangkuannya. Arga yakin bahwa gadis ini adalah korban penyiksaan, entah itu oleh keluarganya ataupun orang yang memang jahat kepadanya.
Mata yang sama, yang dulu pernah membawa kenyamanan untukku dikala semua orang pergi meninggalkan sejuta luka dalam kepergiannya. Ayah dan Ibu pergi meinggalkanku saat umurku masih 7tahun. Hingga kutemukan sosok seorang gadis berlesung pipit datang memberikan sepotong coklat saat aku menangis didepan makam orang tuaku.
"Rindu" ucap Arga sedikit terkejut.
"Tuan apa sebaiknya kita bawa nona ini kerumah sakit?"
"Cepat saja lajukan mobil ini kerumah. Jangan banyak tanya. jika sesuatu terjadi pada gadis ini, maka aku tak segan segan akan melaporkanmu ke pada polisi atas kelalaian saat berkemudi"
Kutatap wajah polos gadis manis ini dengan seksama, kurasa benar dia adalah Rindu teman masa kecilku. Wajah manis dan cantik yang dulu selalu mengejek saat aku mulai menangis kini tepat ada didepan mataku. Sungguh aku rindu dia.
Jika benar memang dia adalah Rinduku yang dulu, maka akan kutanyakan kemana saja selama ini ia pergi. Aku yang harus merasakan kepedihan ini seorang diri tanpa canda dan tawanya. Kuingat, saat kami pulang sekolah dulu. Dia berlari menjauh dariku sampai tiba tiba sebuah mobil jeep berhenti tepat didepan ku, dan membawa Rindu pergi entah kemana. Saat itulah, aku menjadi pengecut untuk kedua kalinya. Tanpa suara, tanpa tangis, aku hanya berdiri mematung melihat mobil melaju kencang membawa Rindu menjauh dariku.
Takdir...
Mungkin ini takdir yang telah tuhan berikan untukku. Dengan kelalaian pak tua ini, aku dapat melihat wajah yang dulu sangat aku kagumi akan kecerdasan dan tingkah konyolnya.
"Sudah sampai pak" ucap sang supir seraya membukakan pintu mobil.
Kugendong erat tubuh gadis ini dengan erat supaya tidak jatuh. Kurebahkan tubuhnya diatas kasurku dan menyuruh seluruh pembantu wanita dirumah ini membersihkan luka dan menggantikan pakaian pada gadis yang kuyakini adalah Rindu.
"Cepat telpon Dokter Irfan dan ganti pakaian gadis ini!"
"Baik tuan" jawab kompak dari seluruh penghuni rumahku.
Tak berselang lama pakaiannya telah berganti dengan piyama milik mendiang ibuku yang sengaja selalu kusimpan baik baik dilemarinya.
Kulitnya yang putih namun tidak terawat, terlihat jelas pada pergelangan kakinya yang lecet dan ada sedikit goresan benda tajam atas telapak tangannya.
"Kenpa bisa seperti ini ?" tanya Dokter Irfan mengejutkanku.
"Tadi tak sengaja tertabrak dijalan om. Bisa coba cek keadaannya. Siapa tahu ada luka parah ditubuhnya"
"Sebentar saya cek dulu"
Cukup lama aku menunggu Dokter yang tak lain adalah adik dari ibuku. Hingga dia menurunkan stetoskop dengan wajah yang sulit untuk ku artikan.
"Kita harus cepat membawanya Arga"
"Ya baik om, Pak Tomi cepat siapkan mobilku dan jangan lupa bicara pada klien untuk membatalkan semua jadwal meeting kita" dengan panik langsung kuangkat lagi tubuh gadis ini.
"Kau mau kemana Arga ?" dengan senyum yang mengembang, Om Irfan kini menahan tanganku yang hendak pergi menuju lantai bawah.
Ku tak bisa menahan sedetikpun rasa takut kehilangan gadis yang entah benar ini adalah Ri ndu atau bukan. Yang ku tahu saat ini, dia adalah wanita yang sama dengan sosok gadis kecil menyebalkan kekasih kecilku.
"Maksud om, kita harus segera membawanya keruang makan. Gadis itu jelas jelas kelaparan, makanya pingsan. Untuk luka dikeningnya itu hanya benturan ringan akibat kulit kepala yang terkena aspal jalanan" jelas Om Irfan panjang lebar.
"Bisa tidak kalau bicara jangan setengah setengah? orang panik malaj dikerjai"
"Kau begitu perhatian pada gadis cantik ini. Apakah dia calon istrimu ? " dengan senyumnya yang aneh, Om Irfan mulai menanyakan hal yang konyol padaku.
Kuhiraukan kata katanya dan langsung pergi menuju kantor. Tak lupa kutitipkan gadis itu pada seluruh pembantu dirumah ini, agar dia tak bisa pergi sebelum aku tahu siapa dia sebenarnya.
"Cepat siapkan makanan dan jangan biarkan dia pergi dari rumah ini sebelum saya pulang !"
Dengan kompak semua menganggukan kepala tanda bahwa mereka mengerti apa yang aku katakan. Kupacu kuda besi menembus jalanan dengan kecepatan sedang. Meeting dengan klien pun sudah kuhadiri dan mereka menanam saham dengan jumlah yang besar diperusahaanku.
Dikantor aku tak henti hentinya memikirkan gadis yang sungguh kuyakini dia adalah Rinduku. Sahabat dan cinta masa kecilku.
kuusap foto kecil yang diselipkan tepat didompetku berisi dua orang anak yang sedang saling mengejek. Aku dan Rindu takan pernah terpisahkan.
Tok..tok..tok..
"Masuk"
Wanita dengan dres biru masuk dengan bibir merah merona. Dia Anita temanku dan Rindu saat masih Sekolah Dasar dulu.
"Hai Arga apa kabar? ko senyum senyu. sendiri sih? lagi mikirin aku ya ?" tanyanya dengan manja.
Jujur, bukannya aku tergoda dengan wanita macam Anita. Aku malah muak dan entah merasa risih dengan kehadirannya dikantorku sebagai staf keuangan. Kalau bukan karna istri Om Irfan yang menyuruhku menerimanya kerja disini, mungkin saat pertama kali dia memanggilku dengan nama dikantor ini, dia sudah kupecat karna tak sopan.
"Baik. Ada kepentingan apa?"
"ish, ko jutek amat sih. Ini ada berkas yang harus kamu tanda tangani" dengan badan yang entah sengaja ia dekatkan kearahku, berkas berwarna merah ia berikan lengkap dengan sebuah pulpen yang terselip didalamnya.
"Sudah. Cepat pergi dari ruangan saya, saya sedang ingin sendiri. Maaf"
"Ya udah kalo gitu. Jangan lupa makan siangnya ya Arga. Bye" lambaian tangan yang ia berikan tak ku hiraukan.
Rasanya tak sabar ingin segera pulang dan bertanya pada gadis misterius yang kini tengah berada didalam kamarku. Mungkin sedikit aneh, aku yang terkesan dingin dan tak berminat pada gadis manapun, kini membiarkan seorang wanita asing tengah berada diruangan privasiku. Bahkan jika diingat ingat, pembantuku tak akan ada yang berani masuk kecuali Bi Darmi yang bertugas merapihkan kamarku.
Pukul 19.00 kulihat arloji ditanganku sudah berbunyi dengan nyaring. Waktu pulang yang sedari tadi kutunggu telah tiba. Dengan kecepatan yang lumayan tinggi kupacu mobil, berharap segera sampai dan bertemu dengan gadis itu.
Kubuka pintu dengan cepat dan berlari menuju kamar, namun kosong dan rapih. Kemana gadis itu. Kutelusuri setiap ruangan dirumah ini, hingga kuberpapasan dengan Bi Darmi yang langsung memberi tahu jawaban yang sedari tadi tak kutanyakan.
"Den Arga cari non Liyani? itu ada didekat kolam"
Tunggu, Liyani? jadi dia bukan Rindu? gumamku dalam hati.
Segera kuberlari menuju kolam, dan kutatap sosok wanita cantik tengah menatap kosong ke arah kolam. Piyama milik ibu sangat cocok dipakainya.Dari belakang persis sekali dengan ibu yang dulu sering ku jahili dengan memeluknya dari belakang.
"Maaf nona anda siapa? " tanpa basa basi kuhampiri gadis bernama Liyani untuk memastikannya.
"Maafkan saya tuan, saya telah lancang diam disini. Sebenarnya saya mau pergi namun semua orang disini mencegah saya dan melarang saya pergi sebelum tuan datang" dengan suara bergetar, wanita ini menjelaskan. Dia hanya menunduk dan tak mau memandang wajahku.
"Saya yang salah karna telah menabrakmu tanpa sengaja. Maafkan saya. Tapi sebelum itu boleh saya tahu nama kamu siapa?" tanyaku ragu.
Pelan tapi pasti, gadis ini mulai mengangkat kepalanya dan kemudian terlihat wajah cantik dan mata yang sangat kukenal kini menatapku dengan dalam.
Hingga sesat kemudian...
"Aku Liyani Rindu Pratiwi tuan. Maaf karna telah merepotkan dirumahmu"
"Apakah kau tak ingat padaku Rindu? dan katakan yang sesungguhnya siapa namamu" tanyaku pada wanita yang ingin sekali kupeluk saat ini.
"Maaf tuan, kita baru saja bertemu. Jadi mana mungkin saya tahu siapa tuan, saya baru saja sampai dikota ini. Lagi pula nama saya benar Liyani Rindu Pratiwi tuan. Tuan bisa cek KTP sya " jelasnya dengan gemetar.
Namanya dan wajahnya mirip sekali dengan Rindu. Hanya nama belakangnya saja yang berbeda. Apakah hanya kebetulan saja jika ada wanita yang memiliki nama dan rupa yang sama.
"Maaf tuan. Apakah anda melihat tas yang saya pegang saat tadi dijalanan? disitu ada foto almarhumah ayah dan ibu saya dikampung. Selain itu ditas saya ada barang penting untuk bisa menemukan orang tua kandung saya" ucapnya panik.
Tunggu, apakah dia benar Rinduku.
Apakah benar dia Rinduku.
Detak jantungku tak beraturan, kala wanita didepanku mulai menatap dalam mata ini.
Banyak tanya yang singgah dihati, membuatku menjadi tertantang untuk tahu siapa wanita didepanku ini.
"Tasmu ada di ruang kerja saya. Nanti biar pelayan ambilkan. Sekarang kau masuklah kekamar dan istirahatlah, kau masih sakit" ucapku datar.
Sikap dinginku entah menguap kemana jika berhadapan dengan wanita ini. Dia adalah wanita cantik, meskipun banyak luka tangan dan kakinya yang kutahu itu bekas pukulan atau cambukan.
"Maaf tuan saya merepotkanmu"
"Itu sudah kewajiban saya untuk bertanggung jawab atas kejadian yang meimpamu tadi siang. Sekarang kau istirahatlah dan jangan lupa makan terlebih dahulu. Makanan sudah ada didapur, jika kau tak suka makanannya suruh saja pelayan untuk menyiapkan hidangan yang kau mau"
Senyuman manis yang terukir dibibirnya, membuatku seolah mabuk dan masuk kedalam sebuah kenangan masa lalu kala tak sengaja kucium pipi Rindu saat bola mengenai kepalaku disekolah.
Rindu yang dulu adalah wanita yang tomboy dan juga galak. Dia tak segan untuk memukul segerombol anak yang menggangguku hingga membuatku menangis.
Dia adalah cahaya ku dikegelapan. Penerang bagi jalan yang harus kutempuh.
Malam telah menunjukan pukul satu dini hari. Aku yang sedari tadi tak bisa tidur, kini berinisiatif pergi menuju ruang kerja dan membuka tas milik Liyani untuk melihat kartu identitas dan barang yang ia yakini akan membawanya ke orang tua kandungnya.
Terpampang jelas kartu identitas bernama Liyani Rindu Pratiwi dan sebuah name tag kain yang telah sobek sebagian berwarna merah, persis seperti punyaku dulu sewaktu sekolah dasar.
Terdapat pula Kertas bertulisakan alamat lengkap sebuah perumahan didaerah Jakarta Timur yang ditulis tangan yang menurutku tulisannya pun tak begitu asing. Seprtinya pernah kulihat disalah satu berkas perjanjian kontrak. Ku harus mencari tahu siapa sebenarnya gadis ini.
Pagi menjelang dan tiupan angin berbisik lembut ditelingaku. Kubuka mata dengan sangat bersemangat, padahal jam menunjukan waktu masih pukul 6 pagi. Senyum tak henti hentinya terukir dibibirku. Kulangkahkan kaki menuju pintu kamar ibu dan melihat seorang wanita tengah terlelap dengan wajah cantik dan polos. Matanya yang indah kini tertutup rapat. Hingga saat tanganku akan mengusap lembut kepalanya dia meracau tak jelas.
"Kumohon aku ingin pulang, antarkan aku pulang om. Jangan lukai aku om. Aku janji tak akan pernah nakal lagi. Ku mohon antarkan aku pulang, ibu pasti menungguku dirumah. kumohon om, kumohon......Jangan!!"
"Hei nona bangun! bangun nona " kutepuk pelan pipinya beberapa kali.
Sampai akhirnya dia terbangun dan memelukku dengan sangat erat seraya menangis.
"Kumohon antarkan aku pulang, jangan sakiti saya"
Kuusap lembut kepalanya beberapa kali, debaran jantungku tak pernah berhenti kala kumelihat ataupun menyentuk wanita ini. Kubiarkan dia memelukku, sampai akhirnya dia mulai tenang dan melepaskan pelukannya dariku.
" Sebenarnya kau kenapa" tanyaku heran.
"aaaa..aku sering bermimpi berada diruangan yang sangat gelap dan pengap. Disana terdapat sosok pria yang mengikat tangan serta kakiku dikursi kayu kotor. Dia berbicara akan melenyapkanku dan semua keluargaku. Ku ingat dia memiliki tato elang ditangan kanannya sebab aku tak sengaja bajunya dengan sangat kencang hingga membuat sebagian baju ditangannya robek dan ia pun membenturkan lagi kepalaku ketembok. aku tak tahu siapa dia dan apa yang inginkan dariku. Aku yakin dia adalah musuh ayah dan ibuku, sebab dia terus saja berkata bahwa ayah adalah alasan mengapa dia hancur" jelasnya padaku.
"Jadi kau ingat beberapa kejadian masalalumu?"
" Ya, aku ingat sebagian. Sebelumnya aku hanya ingat saat didalam sebuah mobil kepalaku sakit dan berdarah tapi ketika aku menangis dua pria membekap mulutku dan menutup kepalaku menggunakan sebuah kain. Hingga aku terbangun lagu disuatu ruangan yang gelap dan pengap dengan baju yang sudah putih yang sudah kotor dan tangan yang masih terikat. Setelahnya aku hanya ingat saat dirumah Ayah Malik dan Ibu Asih. Orang tua angkatku dikampung"
Sebenarnya 95% aku yakin bahwa dia memang benar Rindu kekasih kecilku dulu. Namun aku tak boleh gegabah, mempercayai orang asing karna parasnya yang serupa dengan Cinta pertamaku.
"Bangunlah, ini sudah pagi kau harus bersiap siap untuk makan dan akan ku bantu kau pergi mencari orang tua kandungmu" ucapku seraya berlalu.
Tanda tanya besar kini muncul di pikiranku. Jika benar dia memang Rindu, kemungkinan besar sebagian ingatannya hilang sesaat sebelum ia masuk kedalam mobil karna mendapat benturan kearas dikepalanya ,ditambah benturan kedua kalinya saat ia berada disebuah temoat gelap. Trauma yang mendalam juga bisa membuatnya terus bermimpi hal yang sama berulang kali sepertiku. Walaupun dia lupa semua kejadian didunia nyata , tapi dalam mimpi ia bisa dengan jelas merasakan apa yang ia alami dulu.
Pria bertato elang yang menculik Liyani mungkinkah pria yang sama dengan pelaku pembunuhan ayah dan ibuku.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!