Lima tahun yang lalu...
Taman bunga yang sangat indah menjadi saksi sepasang kekasih untuk memutuskan jalinan cinta mereka. Biasanya bunga melambangkan cinta yang menggebu, lain halnya dengan yang dilakukan sepasang kekasih ini.
"Kamu yakin akan meninggalkan negara ini?" tanya gadis itu.
Caroline, gadis muda berusia dua puluh dua tahun. Gadis perawakan berisi dan seksi itu baru saja lulus kuliah. Dia bahkan belum mendapatkan pekerjaannya. Selama kuliah, dia selalu bergantung pada kekasihnya.
"Mama memintaku melanjutkan pendidikan di sana. Setelah lulus, aku berjanji akan menemuimu kembali. Kita akan melanjutkan rencana kita yang tertunda," ucap lelaki itu.
Lelaki itu bernama William Austin, lelaki dua puluh delapan tahun dan lumayan matang untuk ukuran Caroline. Lelaki tinggi seratus delapan puluh itu sangat cocok bila disandingkan dengan Caroline yang tingginya mendekati seratus tujuh puluh itu. Lelaki itu biasa dipanggil Will.
"Will, aku tidak yakin bisa menjalani hidup tanpamu. Kamu tau sendiri, 'kan? Selama ini aku bergantung padamu sampai kuliahku selesai. Mamaku tidak sanggup membiayai kehidupanku," balas Caroline.
Caroline terlahir dari keluarga broken home. Dia dirawat sejak kecil oleh sang mama seorang diri. Caroline sendiri anak tunggal dan papanya menikah kembali dengan wanita lain. Dia tidak pernah tau kabar papanya sampai sekarang. Beruntung dia mengenal Will dengan tak sengaja di even kampusnya kala itu.
William tertarik pada Caroline karena hanya gadis itu yang pesonanya mampu membuat lelaki itu terus memandangnya. Caroline sengaja menjauhi siapapun lelaki yang mendekatinya. Dia begitu sadar diri untuk menjadi perempuan yang diharapkan karena dia bukan dari kalangan berada.
William tau kalau gadis itu pekerja keras. Ketika yang lain bersantai, Caroline terus mencari konsumen dalam even yang diadakan di kampusnya.
"Percaya padaku! Aku akan selalu memegang teguh janjiku padamu," ucap Will memegang erat tangan kekasihnya.
"Aku tidak bisa menjalani hubungan jarak jauh Will. Sebaiknya memang kita akhiri saja. Kelak kalau kita berjodoh pasti akan bertemu lagi," ucap Caroline memberikan jalan tengah pada keputusan kekasihnya.
William tidak mau putus dengan gadis itu, tetapi Caroline tidak bisa menjalani hubungan jarak jauh seperti ini.
William mengambilkan debit card dan memberikannya pada gadis itu.
"Pakailah! Aku akan selalu mentransfer dari sana. Aku yakin kamu sangat membutuhkannya." William berharap gadis itu mau menerimanya seperti biasa.
Caroline menepis tangan lelaki itu. "Aku sudah tidak membutuhkan ini, Will. Aku hanya butuh dirimu, bukan uangmu!" tolak Caroline.
"Sayang, aku juga tidak mau berpisah denganmu. Mama terus memaksaku supaya setelah ini aku akan memegang tanggung jawab penuh atas semua perusahaan Papa," ucap William.
"Pergilah, Will! Jangan hiraukan aku lagi!" Caroline tidak mampu membendung air matanya. Dia berlari begitu saja meninggalkan lelaki yang sudah menemaninya selama empat tahun terakhir ini. Dia tidak kuasa akan berpisah darinya.
William lelaki yang sangat baik. Walaupun selama empat tahun terakhir bersamanya, lelaki itu bahkan tidak pernah menyentuhnya sedikitpun. Seperti berciuman atau apapun. Lelaki itu hanya berani memegang tangan atau memeluknya saja.
Lelaki itu juga berpesan, ketika jauh darinya jangan pernah mengambil pekerjaan instan yang cepat menghasilkan uang. Bekerjalah sesuai kehidupan normal. William takut jika Caroline akan terjerumus ke dunia malam. Dia tidak mau kekasih yang dicintainya itu dinikmati oleh orang banyak.
Caroline pulang ke rumahnya yang berada di dalam gang kecil di kota yang padat ini. Kehidupan Mamanya pasca perceraian membuatnya benar-benar jatuh ke dasar.
"Kamu kenapa, Carol?" tanya Mamanya yang baru selesai menjemur cucian.
"Carol tidak apa-apa, Ma. Mama jangan khawatir. Carol masuk ke kamar dulu, ya?" ucapnya pada sang Mama.
Kamar berukuran sembilan meter persegi yang sudah ditempati selama bertahun-tahun telah menjadi saksi. Betapa dia pernah bahagia dan sedih di tangan lelaki yang sama.
Aku mencintaimu, Will. Sampai kapanpun akan terus begitu.
Caroline tertekan. Dia merasa hidupnya akan terasa berat setelah berpisah darinya. Dia menangis menumpahkan segala beban yang ada di hatinya. Dia tidak pernah yakin bisa bersanding dengan putra mahkota sepertinya.
Hubungannya dengan William tidak mudah. Caroline sering ditekan oleh Mama lelaki itu. Beberapa kali wanita itu menawarkan cek bernilai satu triliun agar Caroline meninggalkan putranya. Gadis dua puluh dua tahun itu menolaknya dengan tegas. Bahwa hubungannya dengan William bukan sekedar uang saja. Dia sudah nyaman dengan lelaki itu.
Sekali waktu, Mama William pernah datang dengan seorang perempuan yang lebih dewasa darinya dan memperkenalkannya sebagai calon istri William, tetapi Caroline tidak menanggapinya secara serius.
Sekarang, semuanya telah berubah. Caroline tidak mampu menahan William terlalu lama di sisinya. Wanita paruh baya yang bernama Lavina itu punya seribu cara untuk memisahkannya dengan William.
Mamamu sangat berpengaruh dalam hidupmu, Will. Terima kasih sudah berada di sisiku selama ini. Aku tidak boleh cengeng. Aku harus move on sejauh mungkin. Saatnya aku kembali bekerja keras. No cengeng! No manja! Ayo Caroline. Kamu pasti bisa!
Gadis patah hati itu berusaha menyemangati dirinya sendiri. Dia tidak boleh lelah untuk mengangkat kehidupannya dan Mama. Wanita yang terus berada di sampingnya di kala susah maupun senang.
Tok tok tok.
"Iya, Ma...," jawab Caroline berusaha menghapus air matanya. Dia membuka pintu kamar yang sempat dikunci dari dalam.
Mama Veronica masuk dan menemui putrinya. Wanita itu yakin jika anaknya sedang memendam masalah.
"Kenapa, sayang? Cerita pada Mama," pinta Veronica.
"Aku dan Will putus, Ma," ucapnya sesenggukan.
Sudah Mama duga. Ini pasti akan terjadi. Pria itu bagaikan langit dan bumi jika bersanding denganmu, Nak. Kita hanya orang biasa, tetapi Mama tidak bisa melarang cinta dan hatimu itu untuk siapa. Kamu terluka karena putus cinta. Mama lebih terluka lagi harus berpisah dengan Papamu. Andai saja hal itu tidak pernah terjadi, sekarang kita masih bisa hidup enak dan nyaman. Maafkan Mama, Nak.
Veronica mengelus pucuk kepala putrinya. Dia berusaha menguatkan gadis itu supaya lekas melupakan William.
"Jangan terus ditangisi, Nak. Hidup bukan sekedar untuk menangis, tetapi untuk berjuang. Kalau kamu terpuruk, Mama bisa apa, nak? Bangkit ya, nak? Mama akan mendoakan kebahagiaan selalu untukmu," ucap Mamanya.
Caroline memeluk wanita itu dengan eratnya. Beruntung dia memiliki seorang Mama yang sayang dan sangat sabar menghadapinya. Wanita itu berusaha menghidupi dirinya dengan kerja keras. Bekerja sebagai tukang cuci piring di sebuah restoran. Usianya sudah tidak layak untuk masuk sebagai seorang pelayan walaupun wajah tuanya masih terlihat sangat cantik.
"Terima kasih, Ma. Secepatnya aku akan mencari kerja. Kita akan membeli rumah yang lebih layak dari ini," ucap Caroline meyakinkan sang Mama jika dirinya mampu dan bisa.
Terima kasih, Nak. Sudah menjadi belahan jiwa Mama yang selalu luar biasa. Andai Papamu tau jika putrinya tumbuh menjadi gadis luar biasa, pria itu akan menyesal telah meninggalkan kita, sayang.
🍊🍊🍊🍊🍊Bersambung🍊🍊🍊🍊🍊
Caroline sudah memutuskan untuk move on dari William. Sejak keputusan lelaki itu pergi ke luar negeri, Caroline memutuskan untuk mencari pekerjaan. Tidak susah baginya mendapatkan pekerjaan yang bagus. Postur tubuhnya yang tinggi dan badan padat berisi sekaligus seksi membuat nilai tambah untuk wanita yang sekarang berusia dua puluh tiga tahun itu.
Caroline diterima sebagai sekretaris di Austin Group, perusahaan mantan kekasihnya yang saat ini dikelola oleh Tuan Darius Austin, papa William. Terkadang adiknya William ikut andil di dalam perusahaan. Namanya Jack Austin. Casanova yang selalu tebar pesona pada setiap wanita dan selalu berusaha untuk mendapatkannya. Kakak beradik yang sangat berbeda.
Tuan Darius selalu bersikap sopan pada Caroline. Pria paruh baya itu selalu bersikap baik layaknya atasan dan bawahan. Berbeda dengan putra bungsunya yang selalu slengekan dan terkadang membuat Caroline gedek menghadapi sikapnya.
"Carol, apa kamu tidak merindukan kakakku?" tanya Jack. Adik mantan kekasihnya itu tau jika Caroline pernah punya hubungan spesial dengan sang kakak.
"Ck, untuk apa merindukan dia, Tuan Jack? Sudah tidak penting untukku. Lelaki itu masa lalu, jadi tolong jangan bangunkan macan yang sedang tidur!" balas Caroline.
Setiap wanita akan tunduk pada pesona dan rayuan Jack, berbeda dengan Caroline. Jack kewalahan mengejar gadis muda itu. Gadis itu punya seribu cara untuk menolaknya. Bahkan, Jack dengan terang-terangan mengajak Caroline untuk melakukan one night stand dengannya.
Jawaban Caroline sangat mengejutkan ketika menolak ajakannya.
"Anda pikir semua wanita murahan? Tidak, Tuan! Anda salah jika berhadapan denganku. Harta masih nebeng milik orang tua, sok-sokan ngajak one night stand. Pria macam apa itu?" tolak Caroline kala itu.
Jack merasa terpukul dengan ucapan gadis itu. Lelaki itu memang mengandalkan kekayaan orang tuanya, tidak seperti kakaknya yang selalu bisa mandiri.
Kelak, aku pasti akan mendapatkanmu, Carol! Kamu wanita pertama yang berani menolakku secara terang-terangan. Batin Jack.
Niat Caroline bekerja di perusahaan Austin Group, selain untuk mendapatkan uang, dia juga berniat mencari kabar tentang William. Sayang seribu sayang, kabar tentang mantan kekasihnya itu seolah terkunci rapat. Tidak ada siapapun yang tau. Bahkan Tuan Darius ataupun Jack tidak pernah membahas namanya sama sekali. Bagaimana kabar lelaki itu, atau seperti apa sekarang. Tidak pernah ada sama sekali. Hilang bagai ditelan bumi.
Sepertinya Nyonya Lavina mengunci rapat tentang putranya itu. Kalau begini terus, aku benar-benar sudah kehilangannya. Batin Caroline.
"Carol... Hei, apa yang sedang kamu pikirkan? Apakah kamu sedang memikirkan tawaranku untuk melakukan one night stand beberapa waktu lalu?" tanya Jack.
Cih, pede sekali lelaki itu. Batin Caroline.
"Maaf, Tuan Jack. Aku sedang sibuk. Jika Anda memerlukan partner di ranjang, saya bisa mencarikan lima atau sepuluh wanita malam dengan bayaran yang sesuai," balas Caroline.
Lelaki slengekan itu benar-benar membuat Caroline terus mengelus dada, menutup telinga, dan berusaha masa bodoh pada sikapnya.
Caroline mengambil beberapa berkas untuk diserahkan kepada Tuan Jack karena selama beberapa hari ke depan, Tuan Darius ada perjalanan bisnis ke luar negeri. Pria paruh baya itu menyerahkan perusahaan kepada Jack dan sekretarisnya diminta untuk memantau pekerjaan anak bungsunya itu.
"Kamu sedang apa, Carol? Jangan terlalu sibuk, Papaku tidak akan tau kalau aku bersantai seperti ini," ucap Jack sembari mondar-mandir di ruangan CEO.
"Tuan Darius selalu tau apa yang Anda kerjakan, Tuan. Beliau selalu meminta saya setiap detik untuk melaporkan semua kegiatan Anda," ucap Caroline jujur. Memang kenyataannya seperti itu, Tuan Darius tidak percaya penuh pada putra bungsunya
"Oh ****! Rupanya mata-mata Papa itu dirimu? Kupikir orang lain," Jack baru menyadari jika setiap dia melakukan sesuatu yang tidak semestinya, Papanya selalu mengirim pesan padanya.
"Makanya, Anda jangan macam-macam!" ucap Caroline. Dia merasa menang selangkah dari lelaki yang berjuluk casanova itu.
Dengan berat hati, Jack menerima tumpukan berkas dan memeriksanya dengan hati-hati.
Caroline hendak ke luar. Dia ingin mengambil segelas kopi di pantry.
"Kamu mau kemana?" tanya Jack yang melihat pergerakan aneh dari sekretaris Papanya itu.
"Mau ke pantry, ambil kopi. Kenapa?" jawab Caroline ketus.
"Buatkan satu untukku!" perintah Jack.
"Kenapa tidak minta OB saja? Itu kan tugas mereka. Kenapa harus aku?" tunjuk Caroline pada dirinya sendiri.
"Ck, hanya secangkir kopi saja. Kamu pelit sekali," cibir Jack.
Caroline tidak mempedulikan ucapan Casanova tidak jelas itu. Dia terus melangkah ke pantry.
Pantry sedang sepi, Caroline menyiapkan dua cangkir kopi. Satu merupakan pesanan Casanova tanggung model Jack Austin.
Lelaki yang aneh. Dia sangat berbeda dengan kakaknya. Pikirannya tidak jauh dari kata mesum dan wanita. Entah, lelaki itu meniru siapa? Tuan Darius bahkan sangat baik dan sopan.
Selesai mengaduk kopinya, bergegas dia membawa nampan kecil untuk memindahkan kopi itu ke ruangan CEO.
Ceklek!
Jack tersenyum puas melihat Caroline membawa nampan yang berisi dua cangkir. Itu artinya ada jatah untuk dirinya.
"Kenapa senyum begitu?" sindir Caroline yang meletakkan segelas kopi untuk atasannya itu.
"Kamu tidak memberikan racun pada kopiku, 'kan?" tanya Jack.
"Rugi mengirimkan racun pada Anda, Tuan Jack! Harusnya, Anda itu dibasmi dengan seratus perempuan. Itu baru pas!" jawab Caroline asal.
Setelah meletakkan secangkir kopi itu, Caroline hendak kembali ke ruangannya. Namun, Casanova tanggung itu memegang tangannya. Caroline hampir jatuh, jika Jack tidak menahannya.
"Ck, lepaskan!" bentak Caroline.
Brakk! Caroline terjatuh. Jack puas menertawakan gadis songong itu yang berkali-kali menolak dirinya.
"Aku heran, kenapa kakakku bisa tertarik dengan pesona standarmu itu. Masih jauh dari kata sempurna untuk seorang wanita. Untung kakakku cepat sadar!" sindir Jack.
Caroline bangkit, dia tidak mempedulikan ocehan pria di hadapannya itu. Dia beranjak meninggalkan ruangan CEO.
"Tunggu! Kau mau kemana? Berkas mana lagi yang harus kuselesaikan?" teriak Jack.
Caroline tetap tidak mempedulikan ucapan CEO setengah matang itu. Dia keluar hendak masuk ke ruangannya, diurungkan. Dia lebih memilih untuk menenangkan diri di toilet kantornya.
Ucapanmu terlalu menyakitkan, Tuan. Kita lihat saja, seberapa besar William mencintaiku di masa yang akan datang. Bahkan, dirimu pun akan sibuk mengejarku daripada fokus pada pekerjaanmu yang hanya setengah-setengah itu.
Caroline membasuh tangannya. Dia masih menenangkan dirinya untuk sejenak sebelum menghadapi Casanova tanggung itu. Sekitar sepuluh menit, Caroline siap secara fisik dan mental.
"Aku harus membuktikan ucapan Jack. Lelaki slengekan itu akan tau bagaimana rasanya mengejar orang yang dicintainya. Lihat saja!" ucap Caroline di depan kaca toilet.
Caroline sebenarnya sudah tidak memikirkan mantan kekasihnya atau apapun. Jack yang memulai dan membuatnya semakin menjadi.
Caroline kembali ke ruangan CEO, Casanova tanggung itu langsung menyerangnya dengan ucapan yang sangat menyakitkan.
"Ck, darimana saja? Lama sekali? Sudah kukatakan... Terima saja tawaranku untuk melakukan one night stand. Kamu akan mendapatkan bayaran berapapun yang diminta. Kamu tidak perlu bersusah payah untuk bekerja di Austin Group," cibir Jack.
"Itu tidak akan pernah terjadi, Tuan. Kita lihat saja, siapa yang akan gila di sini? Kamu, aku atau kakakmu itu!" balas Caroline.
Caroline sudah muak dengan sikap keluarga Austin. Termasuk sang Mama dan Jack. Dia berjanji akan membuat semuanya sesuai apa yang diinginkannya.
🌹🌹🌹🌹🌹Bersambung🌹🌹🌹🌹🌹
Lima tahun berjalan dengan sangat cepat. Sekolah bisnis yang dijalaninya sudah selesai. Sekarang, dia kembali untuk melanjutkan bisnis Austin Group yang sudah ditinggalkan selama lima tahun terakhir.
William Austin yang lebih akrab dipanggil Will, sekarang sudah menjadi pria matang. Usianya memasuki tiga puluh tiga tahun. Jika pada lima tahun yang lalu, dia sudah sangat matang dalam berpikir. Maka untuk pencapaian usianya saat ini, dia jauh lebih matang.
Kehebohan terjadi di Mansion keluarga Austin. Sang Mama yang paling antusias menunggu kedatangan putranya, Will. Mama Lavina menyiapkan jamuan apapun yang menjadi makanan favorit putra sulungnya.
"Pa, segera bersiap. Will akan segera tiba. Dan, kamu Jack... Jangan berangkat ke kantor! Tunggu sampai kakakmu datang," titah sang Ratu Mansion. Siapa lagi jika bukan Mama Lavina.
"Ma, Will hanya kembali. Bukan untuk acara pertunangan atau apa. Kenapa Mama sangat heboh sekali?" protes Papa Darius.
"Sayang, Will putra kita. Selama lima tahun tidak pernah menginjakkan kaki di Mansion keluarga Austin. Jadi wajar dong, aku memberikan penyambutan yang luar biasa," jawab Mama Lavina.
"Sudahlah, Pa. Ikuti saja kemauan Mama. Selesai masalah!" usul Jack, anak bungsu keluarga Austin.
"Nah, kamu cerdas, Jack!" ucap Mama Lavina dengan memberikan acungan dua jempol pada putranya.
Papa Darius dan Jack sibuk di kamar masing-masing untuk bersiap, sehingga tidak menyadari jika orang yang ditunggunya telah tiba.
Mama Lavina adalah orang pertama yang menyambut kedatangan William.
"Selamat datang kembali di Mansion, sayang. Mama sangat merindukanmu," ucap Mama Lavina. Wanita paruh baya itu langsung memberikan pelukan hangat pada William. Kegiatannya tiba-tiba terhenti, manakala Mama Lavina melihat seorang wanita yang berada di belakang putranya. Seketika Mama Lavina melepas pelukannya.
"Will, kamu datang bersama siapa?" tanya Mama Lavina.
"Oh, aku lupa memperkenalkan pada Mama. Sebelumnya Will minta maaf baru memberitahukannya sekarang. Will terlalu sibuk kuliah, Ma. Sayang, kemarilah." William menarik maju tangan wanita yang bersamanya. "Ma, perkenalkan ini Rose. Dia istriku."
Deg!
Mama Lavina terkejut. Putranya pulang membawa seorang istri.
Rose mengulurkan tangannya untuk menjabat Mama mertuanya. "Roseanne, Ma," ucapnya.
Mama Lavina tidak serta merta menerima uluran tangan wanita itu. Dia menelisik dari ujung rambut sampai ujung kaki. Penampilannya berkelas. Itu artinya menantunya berasal dari kalangan berada.
Barulah Mama Lavina mengulurkan tangannya dan menjabat tangan menantunya itu.
"Kamu berhutang banyak cerita pada Mama, Will," ucap Mama Lavina pada William.
"Iya, Ma. Papa dan Jack sudah berangkat ke kantor?" tanya William.
"Halo Brother... Apa kabar?" teriak Jack yang baru saja keluar dari kamarnya.
William mendekati adiknya kemudian memeluk lelaki itu. "Aku baik, Bro. Bagaimana denganmu?"
"Baik juga, Bro. Austin Group aman bersamaku dan Papa," ucap Jack.
Setelah melepaskan pelukan kakaknya, Jack sama terkejutnya dengan sang mama.
"Siapa dia, Kak?"
"Istri Kakak, namanya Rose. Roseanne," ucap William memperkenalkan.
Itu artinya aku mempunyai kesempatan besar untuk mendapatkan Caroline. Pesaingku sudah gugur satu. It's nice day!
"Hai, aku Jack, adiknya William," ucap Jack memperkenalkan diri.
"Roseanne. Salam kenal, Jack," ucap wanita itu dengan sangat lembut.
"Ayo, duduk di ruang tengah dulu. Kita tunggu Papa keluar! Biasa, belahan jiwa Mama itu selalu lama bersiap. Kamu tau sendiri, kan?" ucap Mama Lavina pada Will dan istrinya.
"Ayo, sayang!" William menggandeng mesra tangan Rose.
Mama Lavina melihat cinta pada putranya untuk sang istri.
Untung saja dia tidak jadi menikah dengan perempuan miskin itu. Aku bisa terkena struk jika sampai itu terjadi. William putra Mama yang sangat luar biasa. Terima kasih, nak.
Ketika sedang asyik bercengkerama dengan sang putra dan menantunya, Papa Darius muncul dengan pakaian lengkap. Pria itu akan segera berangkat ke kantor untuk mengurus bisnisnya.
"Halo, Will. Selamat datang. Siapa wanita itu?" ucap Papa Darius.
"Dia menantu kita, Pa," jawab Mama Lavina antusias.
Deg!
Sesaat Papa Darius tidak bergeming. Entah, apa yang sedang dipikirkan pria paruh baya itu.
"Siapa namamu?" tanya Papa Darius.
"Rose. Roseanne, Pa," ucap istri William yang lebih cepat terlihat akrab dengan keluarga suaminya.
"Selamat datang, nak! Semoga betah berada di Mansion keluarga Austin. Silakan kalian lanjutkan, Papa berangkat dulu," pamit Papa Darius.
"Tunggu, Pa! Jack tidak ikut ke kantor?" protes William.
"Aku ke kantor. Agak siang," jawab Jack cuek.
"Astaga, Jack! Kalau caramu seperti itu, Austin Group akan jalan ditempat! Tidak akan ada perkembangan yang signifikan," protes William pada adiknya.
"Ck, hanya hari ini. Biasanya juga on time. Kenapa kakak semakin cerewet sekali? Persis seperti Car__" Jack tidak melanjutkan ucapannya. Kakaknya tidak tau jika mantan kekasihnya sekarang bekerja menjadi sekretaris kepercayaan Papanya. Bahkan menjadi seorang mata-mata untuk mengawasi pekerjaan Jack Austin.
"Seperti siapa?" William penasaran, kenapa adiknya tidak melanjutkan ucapannya itu.
"Bukan siapa-siapa. Hanya gadis cerewet yang selalu mengejarku!" jawab Jack asal.
"Kamu masih sama, Jack. Tidak berubah! Masih suka mengumpulkan wanita?" ledek kakaknya.
"Adikmu masih sama, Will. Selalu ribut urusan wanita. Mama sampai lelah menasehatinya. Mama khawatir adikmu akan menghamili anak orang yang tidak jelas," ucapan Mama Lavina merupakan skak mat untuk Jack.
"Ma, anakmu ini tidak bodoh! Mereka sudah lama mengenalku. Tidak ada yang berani macam-macam sama aku. Kecuali satu," ungkapnya. Jack tidak ingin melanjutkan ucapannya mengenai Caroline. Gadis itu semakin hari semakin luar biasa cantiknya. Hanya gadis itu yang menolaknya secara terang-terangan.
Papa Darius sudah pergi ke kantor. Dia membiarkan putra bungsunya untuk tetap berada di rumah mengingat kakaknya telah datang. Papa Darius tidak bisa meninggalkan pekerjaannya karena pagi ini ada rapat penting dengan relasi. Rapat untuk proyek yang akan berjalan di luar kota.
William tidak heran. Dari dulu, dia dan adiknya selalu berbeda dalam urusan wanita. William tipikal pemilih, sedangkan Jack dengan siapapun bebas.
"Sudah Jack, jangan ribut terus dengan kakakmu. Apa tidak malu dilihat kakak iparmu?" tegur Mama Lavina.
Jack terdiam. Tak ada gunanya membalas ucapan sang Mama yang selalu berada di posisi satu. Apapun selalu benar. Semua keluarga Austin berada di nomor dua, berada di pihak yang selalu salah.
"Will, kamu dan Rose pasti lapar lagi, 'kan? Ayo ke ruang makan. Mama sudah siapkan berbagai menu favoritmu, nak," ajak sang Mama.
William dan Rose beranjak dari ruang tengah mengikuti Mamanya. Rose sangat bahagia ternyata keluarga suaminya bisa menerimanya dengan baik. Jauh dari yang dibayangkan akan mendapatkan mertua yang kaku dan kejam.
Mama Lavina mempersilakan anak dan menantunya untuk menikmati hidangan yang sudah di sediakan. Sementara Jack lebih memilih masuk ke kamarnya. Dia bersiap untuk berangkat ke kantor.
"Lebih baik ke kantor. Memandang wajah cantik Caroline yang tidak pernah membosankan itu," ucap Jack di depan cermin.
Lelaki tiga puluh tahun itu memilih pergi ke kantor. Ketika melewati meja makan, William memanggilnya.
"Jack, kamu mau ke mana? Tidak makan dulu bareng kakak?"
"Aku mau ke kantor, Kak. Katamu aku harus bertanggung jawab atas pekerjaanku," sindirnya.
"Tunggu! Aku ikut," ucap William akhirnya.
Oh God, William pasti akan bertemu Caroline. Biarkan saja. Aku ingin tau bagaimana reaksi keduanya.
🌷🌷🌷🌷🌷Bersambung🌷🌷🌷🌷🌷
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!