NovelToon NovelToon

Mafia Queen Menikah Dengan Ustadz

Pernikahan Dadakan

"Saya terima nikah dan kawinnya Queensha Zeline dengan seperangkat alat sholat dan cincin senilai 3 gram dibayar tunai"

"Saaaaah!!"

Terdengar suara 'Sah' mengalun memenuhi ruang tamu Raihan. Pak penghulu membacakan doa kemudian diaminkan oleh beberapa orang yang hadir dalam acara ijab qobul sederhana itu.

Mungkin ini sudah takdir Raihan menikah dengan Queensha, gadis asing yang tidak ia kenal dan tidak pernah ia temui sebelumnya. Tetapi saat ia bertemu dengan Queensha untuk kali pertama, gadis itu malah menjadi pendamping hidupnya.

Raihan memberikan seperangkat alat Sholat kepada Shasa, lalu memasang cincin seberat tiga gram di jari manisnya. Shasa membalas dengan mencium punggung tangan Raihan, suaminya.

Masih sulit di percaya, Queensha Zeline atau yang lebih akrab dipanggil Shasa itu menikah dengan seorang Ustadz yang terkenal akan kealimannya. Sedangkan dirinya sendiri adalah seorang Mafia Queen, kekuasaan dan kekuatannya lah yang membuatnya menjadi pimpinan yang sangat disegani oleh bawahannya.

Hingga suatu hari Shasa mengalami guncangan keras ketika mendengar keluarganya tewas karena kecelakaan. Sebuah kecelakaan yang memang sudah direncanakan oleh musuh mereka di dunia Mafia. Shasa berjanji kepada dirinya sendiri untuk membunuh dalang dari pembunuhan orang tuanya.

Mengapa Raihan dan Shasa bisa berakhir di pelaminan?

Flashback On

Satu hari yang lalu

Udara sejuk dipagi hari membuat siapapun tergoda untuk keluar rumah, termasuk seorang gadis yang tengah dilanda rasa bahagia itu.

Gadis itu sedang duduk sendirian di tepi Danau tepat di bawah pohon rindang. Tangannya sibuk melempar bebatuan kecil kearah danau, sedangkan tatapan matanya terfokus pada beberapa orang yang sedang bersepeda di seberang danau kecil itu.

"Huuuuft"

Akhirnya hari yang di tunggu-tunggu selama satu pekan ini muncul juga, Shasa bisa bersantai di tepi danau untuk menghirup udara segar. Dua pekerjaan yang sekaligus ia lakukan itu cukup menguras tenaga, apalagi pekerjaannya memiliki dua bidang yang berbeda.

Satu pekan ini dirinya fokus terhadap tanggung jawabnya sebagai seorang Mafia Queen, yaitu merencanakan sekaligus mengawasi langsung bawahannya menyelundupkan senjata ilegal ke berbagai negara.

Semua keberhasilannya tentu saja di bantu oleh anggota dan sahabatnya. Evan, sahabat Shasa sejak kecil yang kemudian ikut menggeluti dunia Mafia bersama dengannya.

Evan adalah sahabat sekaligus rekan kerja yang selalu menemani Shasa di saat suka maupun duka, membuat Shasa merasa nyaman dan terlindungi setiap bersama dengan sahabatnya itu. Bahkan Shasa sudah menganggap Evan sebagai kakak kandungnya sendiri.

Hembusan angin semakin kencang meniup pepohonan, semula matahari yang bersinar cerah kini tak lagi menampakan diri. Awan-awan hitam mengumpul menjadi sebuah gumpalan hitam disertai petir menyambar.

Tetesan air dari gumpalan awan hitam itu mulai turun membasahi apa saja yang berada dibawahnya.

Kicauan burung tak lagi terdengar, yang ada hanya teriakan para manusia yang mulai basah terkena air hujan.

Minggu pagi yang indah kini berganti menjadi minggu yang menjengkelkan bagi sebagian orang, tetapi tidak bagi Shasa. Bukannya menepi Shasa malah menikmati tetesan air hujan turun di wajahnya, rasanya dingin namun menyenangkan.

Cuaca semakin memburuk, Shasa berlari lalu menepi di halte dekat jalan raya. Mungkin karena terlalu lama menikmati dinginnya air hujan, Shasa sampai tidak sadar jika dirinya sendirian ditempat sepi ini. Bahkan tidak terlihat satupun orang yang berada di sana.

Shasa merogoh kantung celananya untuk mengambil handphone miliknya. Namun belum sempat jemarinya menyentuh benda berbentuk persegi itu, teriakan keras terdengar sangat nyata di telinganya.

"Toloooong!!!"

Samar-samar terlihat sebuah mobil box yang melaju kencang meninggalkan seorang Nenek tua yang tergeletak tak jauh dari aspal jalan.

Tak ada satu orang pun yang melihat kejadian itu, hanya Shasa satu-satunya manusia yang berada di dekat lokasi kecelakaan. Sedangkan Shasa hanya diam memandangi Nenek itu tak sadarkan diri, tak ada yang menolong.

Ini bukan sifatmu jika kau menolong Nenek itu!

Kasihan Nenek itu, jika mati bagaimana?

Shasa tidak sekejam itu, dia berlari mendekati Nenek yang wajahnya telah pucat pasi. Shasa berteriak sekencang mungkin untuk meminta tolong, tetapi nihil. tidak ada seorangpun yang mendengar teriakan Shasa, sedangkan hujan semakin deras disertai suara petir menggelegar yang memekakkan telinga.

Beberapa menit kemudian ambulance datang membawa masuk Nenek dan Shasa. Untung Shasa cerdas, ia menelpon rumah sakit untuk mengirim ambulance di tempat kejadian kecelakaan.

***

Tubuh Shasa menggigil terkena hembusan AC di depan ruang IGD. Pakaiannya yang basah terkena air hujan membuat Shasa semakin kedinginan dan merasa tak nyaman.

Besok Aku pasti demam! rutuknya dalam hati.

Suara langkah kaki terdengar sangat jelas mendekat kearah Shasa, tiba-tiba sebuah jaket menempel sempurna di punggungnya.

Seseorang memakaikan jaket ke tubuhnya. Shasa mendongak keatas, terlihat seorang pria memakai sarung dan hodie berwarna abu-abu berdiri tepat disampingnya.

Shasa ikut berdiri hendak melepas jaket di tubuhnya namun dicegah oleh pria pemilik jaket itu.

"Pakai saja! kau terlihat kedinginan" ujar pria itu menahan tangan Shasa yang hendak melepas jaket yang diberikannya.

Shasa kembali duduk tanpa menghiraukan pria disampingnya, dia terlalu malas untuk meladeni pria asing disampingnya ini.

Tetapi disisi lain Shasa juga merasa lega karena rasa hangat dari jaket ini mampu mengusir hawa dingin yang sejak tadi membuatnya menjadi kedinginan.

"Namaku Raihan, orang yang kamu tolong adalah Nenek saya"

Oh, Shasa kini tak perlu repot-repot menunggu orang yang sedang sekarat di ruangan IGD jika keluarganya sudah datang.

Shasa berdiri melempar jaket yang dikenakannya ke arah Raihan. Tidak ada ucapan terimakasih yang keluar dari bibirnya, hanya seulas senyum sinis yang ia tampilkan.

Saat langkah Shasa berada tepat di depan pintu IGD, seorang dokter membuka pintu dengan tersenyum sekilas.

Merasa penasaran dengan apa yang akan di ucapkan oleh dokter paruh baya itu, Shasa berhenti melangkah lalu berbalik menghadap sang dokter.

"Bagaimana keadaan Nenek itu?"

"Bagaimana keadaan Nenek saya?"

Sontak Raihan dan Shasa saling bertatapan disaat mereka mengucapkan kalimat yang sama di waktu yang bersamaan.

Oh astaga sejak kapan Shasa menjadi orang yang peduli dengan kehidupan orang lain.

"Keadaannya tidak terlalu baik, dampak benturan pada kepalanya mengakibatkan cidera kepala walaupun tidak terlalu parah"

Setelah menjelaskan keadaan pasien, dokter itu pergi meninggalkan Shasa dan Raihan yang masih berdiri mematung di depan pintu ruang IGD.

Tanpa aba-aba tangan Shasa menggenggam gagang pintu stainless itu. Pada detik yang bersamaan tangan Raihan juga memegangnya. Tetapi karena tangan Shasa lebih cepat memegang gagang pintu, tangan Raihan malah menyentuh punggung tangan Shasa.

Ck!

Shasa berdecak kesal lalu dengan cepat membuka pintu, tampak sebuah ruangan bercat warna putih lumayan luas.

Ditengah-tengah ruangan tersebut terdapat ranjang dan seorang wanita tua yang tengah berbaring diatasnya. Disamping kanan dan kirinya terdapat alat-alat rumah sakit yang satupun Shasa tidak ketahui namanya.

Raihan berjalan cepat menemui Neneknya, terlihat segurat kesedihan muncul diwajahnya. Begitupun dengan Shasa, ia nampak iba dengan pemandangan didepannya saat ini.

Sekelebat bayangan beberapa tahun yang lalu muncul dibenaknya, disaat ia menangis histeris melihat kedua orang tuanya terbujur kaku di atas ranjang rumah sakit dan sudah tidak bernyawa.

Tak terasa buliran bening menetes di sudut matanya. Queensha menangis? ini sangat mengejutkan, seorang Mafia Queen menangis hanya karena sekelebat ingatan di masa lalu.

"Nak kemarilah!"

Suara lirih dan terdengar memilukan itu memanggil Shasa yang masih berdiri tegak di ambang pintu.

Shasa mengusap air mata di sudut matanya lalu mengerjap beberapa kali, seolah tak terjadi apapun dengannya. Shasa berjalan mendekati Nenek Raihan, mungkin Nenek itu akan mengucapkan terimakasih kepadanya.

"Terimakasih Nak, mau menolong Nenek"

Shasa hanya tersenyum sekilas lalu di balas dengan senyuman ikhlas dari sang Nenek.

"Bolehkah Nenek meminta satu bantuan lagi?"

Shasa mengerutkan dahinya, ia mencoba menerka-nerka bantuan apa yang akan diminta oleh Neneknya Raihan, apakah sebuah tanggung jawab besar?

Perasaan Shasa mulai tidak enak ketika melihat sang Nenek tersenyum lembut ke arah Raihan.

"Tolong menikahlah dengan cucu saya, dia anak yang baik, saya pastikan dia tidak akan mengecewakan mu Nak!"

Bagai tersambar petir tubuh Shasa mematung mendengar permintaan Nenek Raihan.

Tidak hanya Shasa yang terkejut, namun Raihan juga ikut terkejut mendengar permintaan Neneknya saat ini.

Apa yang terbayang di pikiran Nenek saat ini?

Raihan belum sepuluh menit bertemu dengan perempuan di sampingnya ini. Namanya saja ia tidak tahu, apalagi menikahinya, menjadikan wanita ini sebagai pendamping hidupnya sampai ajal menjemput.

Shasa masih diam membisu, tidak mengeluarkan sepatah katapun.

"Kumohon Nak, tolong Nenek, mungkin ini permintaan terakhir Nenek"

Wajah memelas serta air mata yang bisa saja jatuh setiap saat membuat Shasa semakin tak tega. Apalagi setelah mendengar jika ini adalah permintaan terakhir sang Nenek.

Dengan beribu keraguan dan kebimbangan, Shasa mengangguk pelan menyetujui permintaan Nenek yang sama sekali tak ia kenali itu.

Seolah permintaan Nenek Raihan adalah petunjuk untuk merubah hidup monotonnya menjadi lebih berwarna dan ceria. Tatapan Nenek itu meneduhkan dan cukup berhasil membuat Shasa merasa yakin akan keputusannya menikah dengan Raihan.

Sementara itu Raihan masih terdiam mengawasi dua perempuan di hadapannya.

Apabila wanita di sampingnya mau menerima permintaan terakhir sang Nenek, apakah dirinya bisa menolak? tentu saja tidak, ia akan melakukan apapun untuk melihat Nenek bisa tersenyum bahagia. Termasuk menikah dengan wanita yang sama sekali tidak ia kenal.

Flashback Off

Janda Muda

"SHASA!!"

Seorang pria berperawakan tinggi mengenakan setelan hitam berteriak memanggil nama sahabatnya dari ambang pintu.

Shasa yang merasa namanya di panggil langsung menengok ke arah sumber suara. Senyum manisnya muncul ketika melihat orang yang memanggil namanya.

Evan, pria itu menghadiri acara pernikahannya dengan Raihan. Tanpa menunggu aba-aba, Shasa melepas genggaman tangan Raihan. Ia berlari kearah Evan lalu mendekap erat tubuh Evan, begitupula dengan Evan yang membalas dekapan dari sahabatnya.

Terdengar kasak-kusuk ketika Shasa yang tidak kunjung melepaskan dekapan Evan. Raihan merasa sama sekali tidak dihormati oleh Shasa istrinya, baru saja mengucapkan ijab qobul Shasa malah memeluk pria yang bukan mahramnya.

"Eh! itu yang perempuan kok malah peluk-peluk pria lain sih!"

"Mungkin itu pacarnya, dia kan nikah sama Raihan karena terpaksa!"

"Kasihan yah Raihan, orangnya alim malah nikah sama cewek begajulan kek gitu"

"Kasihan mbaknya, kudu pisah sama pacarnya"

Raihan menghembuskan napas kasar mencoba untuk tidak mendengar kasak-kusuk di sekitarnya, bagaimanapun juga ia masih belum mengenal Shasa dengan baik.

Mungkin pria yang sekarang dipeluk Shasa adalah kakaknya, ia mencoba untuk tetap berpikiran positif tentang istrinya. Tetapi apa yang dipikirnya hilang begitu saja ketika pria itu tiba-tiba memberikan sebuah bogem mentah di wajahnya.

Raihan yang masih meredam amarah tidak sempat untuk mengelak, ia juga tidak membalas pukulan pria asing di depannya saat ini.

"BERANINYA LO NIKAH SAMA SHASA!!"

Evan menarik kerah kemeja yang di kenakan Raihan tetapi pria itu masih saja diam tidak melawan. Namun sorot matanya menandakan amarah yang memuncak tapi masih ia tahan agar tidak menimbulkan kekacauan yang lebih parah.

"Evan Lo apa-apaan sih, lepasin nggak!"

Shasa sangat terkejut melihat perlakuan Evan kepada Raihan, suaminya. Sekali mendengar perintah Shasa, Evan langsung melepaskan cengkeraman pada kerah kemeja Raihan.

Namun pada detik berikutnya Evan malah menarik paksa Shasa untuk keluar dari ruang tamu dan menghindari tatapan para tamu yang merasa kebingungan melihat kejadian barusan.

"Evan lepasin tangan Gue, Lo mau ngapain sih"

Shasa merasa di hadapannya ini bukan Evan yang selama bertahun-tahun ia kenal. Melainkan Evan yang lain, Evan yang kejam serta pemarah kepada musuh-musuh nya.

"Jelasin ke Gue, kenapa Lo nikah sama pria sok alim di dalam tanpa seijin Gue! Gue pikir Lo udah nganggep kita sodaraan Sha!"

"Maaf"

Muncul rasa bersalah yang entahlah rasanya aneh, ia menganggap Evan sebagai kakaknya. Tapi apa yang dilakukannya, Ia malah menikah tanpa sepengetahuan Evan.

Bagaimana Evan tau Shasa menikah? Ayolah, Evan selalu mengawasi gerak-gerik Shasa di manapun keberadaan sahabatnya itu.

"Kita pulang sekarang!"

Evan hendak merengkuh pinggang Shasa, tapi sejurus kemudian sebuah bogem mentah mendarat di pipi kanannya.

Raihan, Raihan lah yang melakukannya. Sejak Evan menyeret Shasa keluar, pria itu mengikuti bahkan mendengar semua yang diucapkan oleh Shasa dan Evan.

Raihan masih sabar ketika melihat dua orang itu bicara empat mata. Tetapi ketika tangan Evan hendak merengkuh pinggang istrinya, seketika amarahnya yang sejak tadi ia tahan meledak begitu saja.

Tanpa pikir panjang Raihan memberikan bogem mentah ke wajah Evan, ia tidak memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Sekarang hanya amarah yang menguasai dirinya.

Evan memandang rendah Raihan, baginya Raihan hanyalah semut kecil yang tak akan bisa dibandingkan dengan dirinya.

Evan hanya diam menerima pukulan di wajahnya, andaikan Raihan bukan suami Shasa mungkin akan ia bunuh saat ini juga.

Tunggu dulu, Evan tidak menganggap Raihan suami Shasa karena ia tidak merestui pernikahan dadakan ini. Tangan Evan kembali merengkuh pinggang Shasa, tidak perduli dengan Raihan yang menarik kerah bajunya.

BUGH!

Raihan makin naik darah ia kembali mendaratkan bogem mentah pada wajah tampan Evan. Evan yang semula tidak menggubris Raihan kini mulai merasa tertantang dengan sebuah bogem yang di berikan oleh Raihan.

"Tolong bawakan!"

Tiba-tiba Evan melepas jas yang melekat di tubuhnya kemudian melemparkannya kearah Shasa. Pria itu lalu melipat lengan kemejanya sampai siku.

"Tampan" Shasa bergumam kecil lalu menatap dua pria di hadapannya yang sedang bersiap mengadu kekuatan.

"Pertunjukan yang menyenangkan" Shasa kembali bergumam, nampak seulas senyum manis terbit di wajahnya. Dia sangat yakin jika pemenangnya pasti Evan, apakah Raihan bisa menang mengalahkan kekuatan sahabatnya?

Kegiatan pertarungan pun tidak dapat dihentikan, Evan berulang kali memberikan bogem mentah ke tubuh Raihan. Tak sekali-kali menendang tubuh Raihan yang tergeletak tak berdaya setelah adu jotos.

Para undangan berteriak histeris melihat Raihan babak belur di penikahannya sendiri. Mereka berteriak lebih keras lagi ketika melihat Evan menodong Raihan menggunakan pistol, tarikan pelatuk pistol di tangan Evan semakin membuat aura membunuh di sekitar Evan.

Satu

Dua

Tiga

"Kau ingin mengubah status Queensha menjadi janda?" lirih Raihan pelan sembari memicingkan mata kearah Shasa.

Shasa terkejut melihat Evan mengeluarkan pistol dari balik punggungnya, tetapi ia masih diam menikmati pertunjukan di hadapannya.

Munafik!

Sebenarnya Shasa getar-getir melihat Evan menarik pelatuk pistol, ia akan segera menjadi janda muda. Shasa sangat hafal kelakuan Evan, sekali orang menantang dirinya hanya ada dua pilihan, yaitu masuk rumah sakit atau masuk ke liang lahat.

Gila gila gila!

Raihan nekat menarik pistol di tangan Evan mendekat ke arah jantungnya, Evan semakin tersenyum picik melihat Raihan yang tak berdaya tergeletak dengan nafas terengah-engah.

"Kau benar-benar ingin mengubah status Shasa?"

Raihan kembali mengucapkan kalimat yang membuat Evan makin naik pitam. Raihan masih saja tersenyum ke arah Shasa yang berdiri tak jauh darinya.

"Tutup mulut busukmu!"

Evan semakin menyeringai tajam, tak peduli dengan rintihan Raihan. Emosinya telah sampai pada ubun-ubun mendengar Raihan berulang kali menyebut Shasa akan menjadi janda muda.

"HENTIKAAAN!"

Shasa berteriak kencang meng-ngagetkan para tamu yang histeris beserta Evan yang menarik pistolnya dari jantung Raihan.

Shasa tidak tahan mendengar namanya menggunakan embel-embel janda. Panggilan itu terdengar tak mengenakan, baru saja beberapa menit ia menikah harus menjadi janda muda.

"Bersyukur lah! Gua nggak ngebunuh Lo sekarang, tapi nanti!"

Evan berdiri lalu berjalan mendekati Shasa, mengambil jasnya yang tadi dititipkan kepada Shasa.

"Jaga dirimu baik-baik!" ucap Evan tepat ditelinga kanan Shasa.

Entah pendengaran Shasa yang salah atau memang benar yang diucapkan Evan, terselip nada khawatir pada kalimat yang baru saja diucapkan oleh Evan.

"Sha! Gue pulang dulu, nanti sore bakalan Gue jemput"

Evan berlalu meninggalkan Shasa yang masih berdiri mematung. Setelah sadar Evan sudah pulang, Shasa berjalan mendekati Raihan lalu mengulurkan tangan mencoba membantu Raihan berdiri.

Dengan cepat tangan Raihan menerima uluran tangan Shasa sembari tersenyum ke arah istrinya.

"Cantik" gumam Raihan ketika Shasa membalas senyumannya.

Menjadi Seorang Makmum

"Aww"

Raihan meringis tatkala Shasa membersihkan darah yang mengucur di pelipisnya. Sedangkan Shasa tersenyum puas mendengar rintihan Raihan yang terdengar memilukan.

"Awwwh"

Kali ini rintihan Raihan lumayan keras dari sebelumnya, luka di pelipisnya terasa di tekan bukan di obati. Apakah Shasa memang sengaja menekannya?

"Eh sakit ya?"

Shasa baru menyadari ia terlalu kuat menekan luka Raihan, tapi kan Shasa memang sengaja melakukannya. Yah sekali-kali lah pengen dengar rintihan gitu, apalagi Raihan merintih tepat di telinga Shasa.

Raihan hanya tersenyum mendengar ucapan Shasa barusan, setidaknya Shasa masih perduli padanya.

Kejadian beberapa waktu yang lalu benar-benar sangat memalukan. Acara pernikahan yang seharusnya dipenuhi dengan kebahagiaan malah berakhir dengan adu jotos. Parahnya pengantin perempuan hanya diam ditempat tidak berusaha melerai pertengkaran antara suami dan sahabatnya.

Para tamu undangan juga telah meninggalkan rumah Raihan setelah keributan di depan rumah buyar. Tepat saat Shasa merangkul Raihan membantunya berjalan untuk masuk ke dalam rumah dan mengobati luka di sekujur tubuhnya.

Tak lama kemudian suara Adzan terdengar sangat merdu, menandakan umat Islam untuk menjalankan ibadah sholat.

Raihan segera beranjak dari kursi kemudian masuk ke kamar mandi, meninggalkan Shasa yang masih sibuk membereskan kapas serta obat antiseptik. Shasa berdecak kesal melihat Raihan mengabaikannya, tidak mengucapkan terima kasih pula.

Beberapa menit kemudian Raihan keluar dari kamar mandi mengenakan kemeja putih dan celana panjang hitam, rambutnya basah hingga menetes sampai ke wajah.

Shasa terdiam sejenak melihat pemandangan di hadapannya. Walaupun di Markas ia sering melihat pemandangan seperti ini, namun kali ini berbeda pria didepannya ini miliknya.

"Sha, Shasa!" Raihan melambaikan tangannya tepat di wajah Shasa, namun Shasa tetap diam tidak memberikan respons apapun.

"Halooo?" ucap Raihan masih melambaikan tangannya.

"Ah ya, ada apa!"

Shasa terkejut melihat tepat di depan wajahnya terdapat tangan lebar melambai-lambai dan memanggil namanya.

"Kenapa nggak ambil air wudhu? udah waktunya sholat Dzuhur loh" ucap Raihan sembari membuka lemari mencari mukena Nenek yang mungkin di simpan di lemarinya.

Shasa mematung menatap punggung Raihan yang sibuk mencari sesuatu di dalam lemari.

"Kenapa masih duduk, kamar mandinya di situ tuh, masa kamu nggak tahu?" tutur Raihan menunjuk pintu kamar mandi. Shasa hanya menganggukkan kepala lalu masuk kamar mandi, tetapi sebelumnya ia mengambil ponsel terlebih dahulu.

BRAK!

Shasa membanting pintu kamar mandi lumayan keras lalu menguncinya, siapa tahu nanti Raihan mengintipnya. Umpatan demi umpatan keluar dari bibirnya.

"Sial! bisa-bisanya ada orang yang nyuruh Gue Sholat"

Setelah puas mengumpat, sekarang saatnya mencari jalan keluar. Jemari lentik Shasa menggeser layar handphone, mencari kontak yang menurutnya dapat membantu masalah saat ini.

Evan!

Ya, nama itulah yang muncul pertama kali dalam benaknya. Secepat mungkin Shasa menekan simbol telepon di handphone miliknya, kemudian menempelkan benda berbentuk persegi itu ditelinga kirinya.

"Halo" sapa Shasa pelan takut Evan masih marah karena kejadian tadi.

"Hmm"

"Van! Lo denger Gue ngomong gak sih!" Shasa mulai kehilangan kesabarannya ketika mendengar respon Evan yang tidak memuaskan.

"Iya Sha, gue denger kok, Lo kangen sama Gue?" Senyum lebar muncul diwajah Evan setelah mendengar suara cempreng Shasa di seberang telpon.

"Gue mau nanya hal penting Evan, Lo ngapain sih?"

"Ciee, kalo kangen, bilang aja gue nggak akan marah kok!" goda Evan diseberang sana yang membuat Shasa semakin emosi.

"Evan Gue lagi ngomong serius ini!"

"Ngomong aja, emang Lo kenapa?"

"Van? Lo tau nggak, Raihan ngajak Gue gituan"

Evan langsung terbangun mendengar kalimat barusan yang di ucapkan Shasa. Baru saja ia akan menikmati tidur siang, tetapi kalimat yang barusan diucapkan oleh sahabatnya itu membuat kantuknya menghilang seketika.

"Lo masih pake baju kan Sha?" tanya Evan getar-getir mendengar kata 'Gituan' dari mulut Shasa.

" Sialan Lo! maksud Gue itu diajak Sholat sama Raihan"

"Lah terus apa susah nya?"

"Kan Gue nggak bisa!"

"Lah Elo malah nanya Gue, Lo nggak mikir tiap hari Gue ada di samping Lo!"

" Eh iya ya" Shasa cengengesan memikirkan dirinya yang selalu bersama Evan setiap hari.

Tok tok tok

Hampir saja handphone miliknya terjatuh, suara ketukan di balik pintu itu mengagetkannya. Shasa segera mematikan sambungan telepon lalu mengambil air wudhu asal-asalan.

Yang penting wajah sama tangan basah!

Shasa membuka pintu perlahan, tepat di balik pintu Raihan berdiri menunggu Shasa keluar dari kamar mandi.

Sejak tadi Raihan menunggu Shasa yang sangat lama di kamar mandi, padahal hanya mengambil air wudhu. Pikirannya sempat memikirkan hal buruk karena mendengar umpatan Shasa di balik pintu, tetapi Raihan masih berpikiran positif.

Raihan memberikan sebuah mukena terusan milik Nenek yang masih tersimpan di lemarinya, Shasa sempat terkejut melihat mukena ditangannya saat ini.

Dilihatnya Raihan yang menata sajadah menghadap kiblat, hati Shasa tersentuh melihat sarung dan baju koko melekat pada tubuh Raihan. Salah satu pakaian yang tak pernah di kenakan Evan maupun anggota Mafianya.

Sholat Dhuhur pun terlaksana dengan baik, walaupun Shasa hanya mengikuti gerakan Raihan di depannya tanpa membaca apapun.

Disaat Raihan membalikkan badan kearahnya lalu mengulurkan tangan dihadapannya, Shasa malah diam tanpa membalas uluran tangan Raihan.

Mungkin Raihan mempunyai stok kesabaran yang banyak, nyatanya sampai sekarang Raihan masih bersabar menghadapi Shasa. Raihan meraih tangan kanan Shasa lalu mengecup kening Shasa singkat namun meninggalkan kesan romantis.

Shasa sontak berdiri lalu melepas mukenanya, meletakkannya ke sembarang tempat. Perempuan itu kemudian mengambil handphone miliknya yang berada di atas nakas. Shasa terlihat sibuk mengotak-atiknya tanpa memperdulikan Raihan yang tengah duduk di sampingnya.

RAIHAN POV

Sungguh hal yang tak pernah kubayangkan dalam hidupku, menjadi seorang imam dari wanita cantik di belakangku saat ini. Queensha Zeline, nama yang cukup menarik sama seperti pemilik namanya.

Hanya Namanya yang kukenal, bahkan Aku tidak mengenal orang tuanya, rumahnya dan segalanya tentang dia. Hal yang kutahu hanyalah sekedar namanya.

Aku bahkan masih merasa semua ini seperti mimpi, bermula dari pihak rumah sakit yang mengabari bahwa Nenek mengalami kecelakaan dan ditolong oleh seorang wanita.

Aku sangat bersyukur karena masih ada orang yang mau menolong nenek. Ketika sampai di depan ruang IGD, bisa kulihat dengan jelas seorang wanita memeluk tubuhnya sendiri karena kedinginan. Tanpa pikir panjang, jaket yang kubawa kupakai kan pada punggungnya.

Wanita itu terkejut lalu mendongak menatapku. Cantik, gumamku pelan. Namun sesaat kemudian wajahnya berubah menjadi tidak senang. Hampir saja dia melepas jaket yang kuberikan, tetapi laranganku berhasil membuatnya kembali duduk.

Tak berselang lama setelah menyebutkan Nenek di dalam adalah Nenek ku. Dia kembali berdiri lalu melempar jaket ke arahku. Langkahnya terhenti melihat seorang dokter keluar dari IGD.

Entahlah bagaimana bisa saat itu kami mengucapkan kalimat bersamaan dan tanganku juga tak sengaja menyentuh punggung tangannya.

Saat wanita itu dipanggil Nenek, Wanita itu terlihat seperti menangism. Terbukti dengan matanya yang mengerjap menghilangkan jejak tetesan bening di sudut matanya.

Tepat disaat wanita itu memenuhi permintaan Nenek untuk menikah dengan ku, ada gelenyar aneh muncul pada dadaku. Walaupun wanita itu terlihat seperti ragu saat mengiyakan permintaan Nenek.

Shasa segera berdiri lalu melepas mukenanya setelah kucium keningnya. Apakah ada yang salah dengan hal tersebut sehingga dia langsung mengambil handphone miliknya di atas nakas dan mengutak-atik benda canggih itu tanpa memperdulikanku yang tengah duduk di sampingnya.

BRAK! BRAK! BRAK!

" SHA! SHASA! BUKA PINTUNYA!!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!