NovelToon NovelToon

All In My Head

Bab 1

Author POV

Gadis cantik itu masih sibuk merapikan beberapa kertas yang masih berhamburan di atas tempat tidurnya.

Lembur.

Yah, dia terjaga semalaman karena sibuk mengerjakan tugas kuliahnya.

"Hah, berdarah lagi?"

Ia memegang hidungnya yang sedang mimisan.

"Ahhh, pasti karena aku sering bergadang beberapa hari ini."

Ia segera mencari obat dan meminumnya.

Setelah meminum obat, ia segera bersiap-siap menuju kampusnya.

Adelaide Rosseau.

Ia mendapat beasiswa untuk kuliah di Inggris. Sedangkan ia sendiri merupakan keturunan Prancis. Kedua orang tuanya tinggal di Strasbourg, Perancis.

Ia tergesa-gesa menuju kampusnya yang letaknya tidak terlalu jauh dari apartemennya.

Bughh...

Ia jatuh tersungkur di pinggir trotoar. Kertas yang sedari tadi di peluknya, kini berhamburan kemana-mana. Ia meringis kesakitan sambil memegang lututnya yang terluka.

"Ahh, kertas puisiku."

Mau tidak mau, ia harus merelakan kertas yang berisi puisi miliknya lenyap begitu saja di sebuah genangan air yang tidak jauh dari tempat ia terjatuh.

"Ahh, aku begitu ceroboh."

Ia segera bangkit dan membereskan beberapa kertas yang tidak ikut masuk ke genangan air itu.

"Sepertinya aku tadi menabrak seseorang?"

Ia terlihat bodoh karena mencari seseorang di sekitarnya yang entah kemana hilang begitu saja. Padahal ia ingin sekali meminta maaf.

Ia kembali melihat jam tangannya.

"Astaga, kenapa aku masih diam disini." Ia merutuki dirinya sendiri.

Ia berlari secepat mungkin karena 5 menit lagi kelas akan dimulai.

 

Adel POV

Aku segera masuk ke dalam ruangan, untung saja masih ada satu menit untuk istirahat sejenak sebelum kelas di mulai.

"Hey, miss France. Tumben kau telat?"

Aku mengambil nafas dalam-dalam, sebelum aku menjawab pertanyaannya.

"Biasa," jawabku santai.

"Aku tahu kau sering begadang, tapi tidak biasanya kau setelat ini?"

Aku memejamkan mataku sebentar, dan mengatur nafasku sebelum menjawab pertanyaan Cathrine.

"Aku tidak sengaja menabrak seseorang tadi."

"Wah, apa dia seorang pria? Kalau seorang pria, aku harap dia bisa menjadi pacarmu kelak, atau mungkin jadi pasangan hidupnya." Ia tertawa kecil, sedangkan aku masih mengatur nafasku yang masih terengah-engah.

"Yah, it just you're imajination," ucapku sewot sambil memutar bola mataku.

Seketika semua duduk rapi ketika Mr. Bardon masuk ke dalam ruangan.

"Morning." Sapanya dengan ramah.

"Morning." Jawab kami semua serempak.

"Baiklah kita mulai saja. Catherine, aku ingin lihat tugas puisimu."

Cathrine maju ke depan, dan menaruh kertas yang berisi puisi karangannya, di atas meja Mr. Bardon.

"Aku sangat suka rangkaian katamu. Seperti biasa, kau selalu mendapat nilai tinggi dalam membuat puisi."

Catherine tersenyum mendengar pujian yang di lontarkan Mr. Bardon padanya. Ia pun kembali ke tempat duduknya yang berada di sampingku. Aku melemparkan senyum terbaikku padanya.

"Nice," ucapku sambil mengacungkan jempolku padanya.

'Tunggu dulu'

Kenapa aku harus tenang-tenang saja. Bukankah kertas puisi ku sudah lenyap di genangan air tadi. Aku berdoa agar Mr. Bardon tidak memeriksa kertas puisiku.

"Miss France. Aku ingin lihat puisi karanganmu. Biasanya kau sangat pandai sekali membuat sebuah puisi."

Aku langsung membulatkan mataku dan mematung di tempat dudukku.

Aku melihat sekelilingku, dan semua mata tertuju padaku.

'Oh God, kenapa aku sial sekali hari ini.'

"I'm Sorry Mr. Bardon. Kertasku tadi terjatuh di genangan air."

"Kalau kau tidak ingin kertasmu jatuh, maka jangan menjatuhkannya," ucapnya menyindirku dan diikuti tawa anak-anak yang lain.

Aku hanya membuang nafas kesal. Kesal karena diriku yang begitu ceroboh. Bahkan aku pun belum menghapalnya. Aku rasa, kali ini aku benar-berantakan.

 

Setelah kelas Mr. Bardon selesai, aku memutuskan untuk ke perpustakaan. Padahal tadi Catherine mengajakku ke kantin.

Aku masuk ke dalam perpustakaan dan segera menuju ke rak buku yang tersusun sangat rapi. Aku menoleh ke kanan dan ke kiri. Penjaga perpustakaan ternyata tidak ada, bahkan satu orang pun tidak ada di sini.

Aku masih sibuk mencari beberapa buku lagi. Tapi, ketika aku melangkah ke rak buku selanjutnya, suara langkah kaki seseorang tertangkap oleh telingaku. Aku melihat sekitarku, tapi tidak ada satu orang pun.

Jujur saja, aku sangat takut sekali dengan yang namanya pembunuh berdarah dingin. Dengan segera, aku menghapuskan fikiran negatif itu dari kepalaku.

'Mungkin itu penjaga perpustakaan,' batinku.

Entah kenapa suara itu terus menggangguku. Kini terdengar seperti desahan dari seseorang.

Aku mendekat ke arah suara itu berasal.

Ketika aku sudah mendapati pemilik suara itu, spontan aku langsung menutup mata ku dan menahan suaraku untuk tidak berteriak. Lalu aku membuka mataku perlahan.

Sepertinya sepasang kekasih ini sadar atas keberadaanku. Mereka berdua pun menoleh ke arahku.

Mata pria itu.....

Manik matanya yang begitu indah, membuatku seolah terhipnotis.

"Hey! Apa yang kau lihat? Pergi sana! Kau sudah merusak acara kami ini."

Teriak perempuan itu yang berpakaian tidak rapi lagi, dengan keadaan kancing bajunya yang sudah terbuka dan menampilkan bra nya.

Aku baru tahu kalau mahasiswi disini bisa senekat itu, melakukan hal tadi di area kampus.

Sedangkan lelaki itu, hanya menyeringai sambil menatapku. Aku merasa takut ketika melihat manik matanya itu. Aku langsung mengembalikan buku yang tadinya ingin sekali kubaca, ke rak tempatnya semula.

Dengan langkah secepat kilat, aku berlari keluar perpustakaan.

Sebelum aku menutup pintu, aku memutar tulisan open menjadi close.

Aku berharap, mahasiswa lain tidak melihat kejadian menjijikan tadi.

Kalau dibilang polos, yah aku memang polos. Jadi aku tidak terbiasa melihat hal-hal seperti itu.

'Tunggu'

Apa ini mimpi? Kenapa jantungku berdebar-debar.

Apa mungkin dia benar-benar menghipnotisku?

Atau dia adalah jelmaan vampire yang sedang berkeliaran di kalangan masyarakan umum, seperti pada cerita dongeng.

Yang memiliki tampang rupawan, berkulit putih pucat, bahkan mudah menghipnotis banyak wanita.

Aku mengingat kembali manik mata yang menatapku tadi dengan senyuman yang aku yakin, gadis-gadis lain juga akan terpukau olehnya.

Ahh, lebih baik aku membuang fikiran negatif itu, dan pulang ke apartemen.

BAB 2

Author POV

Ketika ia tiba di depan pintu apartemennya, ia menepuk dahinya keras.

"Astaga, aku meninggalkan buku sastra di kelas tadi."

Ia menghentakkan kakinya kesal.

Ia akhirnya memutuskan untuk kembali ke kampusnya.

"Ah, disini ternyata."

Ia memasang senyum simpul, kemudian beranjak keluar dari kelas.

'Jam 5'

Saat ia menyusuri lorong-lorong kampus ini, ia mendengar seseorang sedang melangkah mengikuti jejaknya.

Ia semakin mempercepat langkahnya.

Tiba-tiba....

Entah darimana datangnya, seorang pria bertubuh lebih tinggi darinya, berkulit putih, dengan manik mata yang berwarna hazel itu, tengah berdiri di hadapannya.

Sontak ia berhenti dan menutup matanya.

'Tidak terjadi apa-apa.'

Adel perlahan membuka kelopak matanya.

Ia kembali membulatkan matanya, dan sedikit menganga.

'Apakah ini hanya mimpi? Kalau iya, tolong bangunkan aku dari mimpi buruk ini!' batinnya.

Adel kembali berdiri tegak, namun ia tidak berani menatap pria tampan yang sedang berdiri di depannya saat ini.

"Si....si...siapa kau sebenarnya?" Tanyanya dengan penuh getaran.

Pria itu hanya diam, tak ada sepatah kata pun yang terucap dari mulutnya.

'Hah! Dia pria di perpustakaan tadi.'

Adele baru menyadarinya ketika ia sudah melihat jelas wajah pria ini.

"Ma...maafkan aku, apa kau bisa bergeser? Kau menghalangi jalanku." Ucapnya sesopan mungkin.

'Astaga Adel, kenapa kau bodoh sekali. Ucapanmu itu hanya akan membuatnya marah.'

Ia mengetuk kepalanya sendiri.

Adel mengambil jalan di sisi kiri, namun pria itu mengikuti arahnya berjalan.

'Apa tidak ada seseorang disini? Help me please'

Sekarang posisi Adel membungkuk seperti orang yang sedang mengendap-ngendap. Ia memejamkan matanya sejenak sambil memasang senyum paksa.

"Shuttt!"

Pria itu menatap kembali lurus ke depan, Adel pun ikut menoleh ke arah pandangan pria ini.

'Astaga, siapa mereka semua?'

Sekitar 5 orang pria berpakaian serba hitam, berjalan ke arah mereka.

'Siapa mereka semua? Apakah tidak ada seseorang disini?'

Rasanya ia ingin sekali berteriak sekeras mungkin untuk mencari pertolongan, namun mustahil ada yang mendengarkan.

Dengan gerakan yang gesit, pria bermata hazel itu menghabisi mereka berlima. Tidak ada yang bangun satupun.

Adel hanya mematung menyaksikan kejadian yang sangat mengerikan di depannya. Lututnya mulai melemas, rasanya ia ingin sekali berteriak tapi yang keluar hanyalah hembusan nafas.

Airmatanya ikut membasahi pipinya.

"A...apa yang kau lakukan? Kau baru saja membunuh mereka semua!"

Pria itu hanya menoleh padanya sambil memasang senyum simpul.

"Kau tidak perlu khawatir. Aku tidak membunuh mereka."

"Kau bilang, kau tidak membunuh mereka? Tapi kau lihat sendiri kan, mereka babak belur dan tidak sadarkan diri."

"Itu hanya efek obat bius yang tadi aku suntikkan pada mereka."

Adel memicingkan matanya. 'Secepat itu kah dia menyuntikkannya?'

Tanpa berpikir lama, ia segera berlari menuju keluar gedung universitas ini.

Adel POV

Aku sedari tadi hanya melamun dan melamun. Bahkan saat melakukan presentasi di mata kuliah Mr. Alfred tadi, aku terus saja berbicara salah-salah.

Ahh, ada apa dengan diriku ini?

"Miss France?"

Aku tersontak kaget ketika Catherine menepuk pundakku.

"Yah. Why? Dan jangan memanggilku miss France lagi!" Ucapku sinis. Ia hanya tertawa kecil mendengar omelanku.

"Okey, sorry. Aku hanya ingin bertanya, kenapa seharian ini kau terus saja melamun?"

Sebenarnya aku tidak ingin menjawab pertanyaan darinya, tapi yah sudahlah.

"I'm Bored." Jawabku singkat dengan nada melemah.

"Hey? Dimana miss France yang selalu ceria seperti biasanya?"

Aku tau Catherine hanya ingin mencoba untuk membuatku bersemangat, tapi kurasa aku bosan ceria setiap hari. Terlebih setelah melihat kejadian kemarin sore. Rasanya aku ingin muntah lagi.

"Lupakan Cath." Ucapku sambil tersenyum paksa, supaya ia tidak menanyakan hal-hal aneh lainnya. Aku mengambil sebotol air mineral dari dalam tasku dan meminumnya.

"Em, Adel. Apa kau tau bahwa kemarin sore, beberapa buronan yang lepas minggu lalu sudah berhasil di tangkap. Dan aku dengar-dengar, mereka menemukan buronan itu di lorong sebelah barat kampus ini."

Aku langsung tersedak, dan membuat baju Catherine basah.

"Hey? Are you okay miss France?"

Ia mengambil tissu dari dalam tasnya dan mengelap bajunya yang terkena semburan dari mulutku.

"Oh My God, I'm so sorry Cath." Aku ikut mengelap bajunya.

"No problem. Sepertinya, kau sangat shock mendengar berita ini? Apa kau menyaksikannya?"

Aku menggelengkan kepalaku dengan mata yang membulat.

"Yah, aku kira kau tahu."

'Kalau kau ingin tahu, kenapa kemarin bukan kau saja yang menyaksikan tragedi paling sadis itu?' Aku mengeluarkan pertanyaan yang hanya bisa di dengar oleh diriku sendiri.

Aku mematung sejenak ketika melihatnya dari kejauhan. Ia saat ini sedang duduk dengan mahasiswi cantik dan populer di universitas ini.

Aku langsung memalingkan wajahku ke arah Cathrine.

Cathrine menatapku bingung, aku bisa melihat dahinya yang mengkerut.

Ia ikut menoleh ke arah pandanganku tadi, kemudian Cathrine menatapku.

"Kau pasti terpesona dengannya kan?"

Iya aku memang sepat terpesona padanya, apalagi manik matanya yang berwarna hazel itu. Tapi itu, sebelum aku menyaksikan kejadian mengerikan kemarin.

"Biar kuberitahu dia siapa. Dia adalah sepupuku."

Mataku membulat sempurna. Rasanya aku ingin sekali berteriak padanya kalau sepupunya itu adalah pembunuh berantai.

"Namanya Key Armstrong Haynsworth. Dia sebenarnya seorang CEO, tapi ia suka sekali berkeliaran di luar jam kerjanya."

"Lalu, kenapa ia sering berada di kampus ini?"

"Dia itu seorang playboy, yang selalu mencari one night stand. Tapi aku tidak habis pikir, kenapa ia senang sekali mencari one night stand di kalangan mahasiswi. Hanya itu saja sih aku aku tau tentang tujuannya kesini, selebihnya aku tidak tahu kenapa." Aku tercengang mendengar pernyataan dari Cathrine.

"Berapa umurnya?"

"Hanya beda 5 tahun dari kita. Dia masih berumur 25 tahun."

Wow, seorang  CEO muda.

Di tengah perbincangan kami, ponsel Cathrine berdering.

"Hallo?"

"...."

"Oh sorry Mother, I'm forget."

"...."

"Yes I know, bye mother."

Sepertinya Cathrine sedang terburu-buru, ia memasukkan semua bukunya yang berada di atas meja kantin ini ke dalam tasnya. Lalu beranjak dari tempat duduknya, tanpa berpamitan denganku.

Itu sudah hal biasa, karena Cathrine memang pelupa.

Lagi-lagi aku tergoda untuk melirik ke arahnya lagi.

Siapa tadi namanya? Ohya, Key Armstorng Haynsworth.

Ia sepertinya sedang sibuk berbincang dengan mangsanya itu.

Dengan sedikit mengendap-endap, aku keluar dari kantin dan segera berlari sekencang mungkin pulang ke apartemen.

Aku berharap tidak akan bertemu dengannya lagi.

BAB 3 "DINNER WITH DEVIL"

Key POV

Playboy?

Mungkin itu julukan banyak orang untukku.

Badboy?

Kalian tidak bisa menilaiku dari luar.

Aku memang berpenampilan seperti seorang badboy yang sering bermain dengan banyak gadis, atau lebih tepatnya one night stand.

Sebenarnya aku seorang CEO.

Tapi aku orang yang cepat bosan, sehingga aku lebih senang berjalan-jalan keluar.

Jika kalian pernah menonton film sejarah, aku ibaratkan raja yang selalu bosan dengan suasana istana sehingga mengubah penampilan untuk bisa berjalan-jalan keluar. Sedangkan semua tugas kantor, aku serahkan pada asistenku, Aswin.

Jika kalian menyangka bahwa aku ke universitas ini hanya untuk mencari one night stand, itu salah besar.

Sebenarnya baru minggu lalu aku sering datang ke universitas ini.

Orang tua mereka kebanyakan mengirimkan putrinya yang cantik kepadaku, agar aku bisa menjalin kerja sama dengan mereka. Dan mereka dengan mudah menjatuhkan perusahaanku.

Mereka kira aku sebodoh itu? Hem, itu sebuah kesalahan besar.

Tapi dengan mengirimkan putri mereka padaku, aku bisa dengan mudah mencegah bisnis kotor mereka itu.

Mungkin kalian bisa menyebutku sebagai super hero.

Secara diam-diam, aku juga menjalin kerjasama dengan agen rahasia dan polisi.

Bahkan keluargaku sendiri tidak tahu apa yang sedang aku kerjakan saat ini.

Saat ini aku tengah duduk dengan mahasiswi tercantik di kampus ini, yang tak lain anak dari Mr. Frankli.

Seorang pengusaha sukses dan terkenal ramah itu. Tapi, dibalik semua sandiwaranya itu, dia menjalani bisnis narkoba. Namun sebelum membongkar itu semua, aku harus mendapatkan bukti yang kuat.

Kalian tahu murid terbaik yang seangkatan dengan Cathrine?

Atau mungkin lebih tepatnya sahabat Cathrine.

Pertemuan yang tidak sengaja di perpustakaan kemarin, membuatku menjadi penasaran.

Bibirnya, manik matanya, bahkan tubuhnya, membuatku tergoda setiap kali aku mengingatnya.

Dan kemarin, dia juga menjadi saksi atas pertempuranku dengan 5 buronan yang beberapa minggu lalu berhasil kabur.

Sekarang ia sudah mencapku sebagai seorang pembunuh berdarah dingin.

Aku sedari tadi sibuk memandanginya dari jarak sekitar 50 meter darinya.

Aku masih menunggunya menoleh ke arahku.

Perlahan ia menoleh ke arahku, dan aku hanya memasang senyum simpul.

Ia membulatkan matanya sempurna ketika kami saling bertukar pandang.

Aku hanya tertawa melihat tingkahnya yang sangat polos sekali.

Cathrine sepertinya tahu, kalau temannya itu sedang bertemu pandang denganku tadi.

Cathrine tersenyum padaku, aku juga membalas senyumannya.

Aku tahu bahwa mereka sedang membicarakanku. Dan itu bisa kulihat dari gerakan mulut mereka yang beberapa kali menyebut namaku.

"Key, pulang nanti tolong temani aku jalan-jalan ke Mall. Karena aku harus membeli dress untuk acara nanti malam." Rengeknya.

'Ahh, lagi-lagi dia mengangguku untuk melihat gadis polos dan cantik itu.'

Kalau bukan karena ingin mendapatkan info penting itu, aku tidak akan pernah mau menjadi pesuruhnya. Aku hanya mengangguk sambil memasang senyum paksa.

Saat aku menoleh lagi ke arah mereka, mereka sudah tidak duduk di sana lagi.

'Kemana ia perginya?'

'Hey Key, jangan pura-pura tidak tahu.' Suara di kepalaku sedang mengomeliku.

Sepertinya, dia mulai takut denganku.

'Miss France, kau tidak akan bisa lari dariku.'

 

Adel POV

Aku sedikit bosan ketika memutuskan pulang ke apartemen.

Tugas sudah aku kerjakan, membersihkan apartemen sudah, lalu sekarang aku menganggur.

Ahh, rasanya bosan sekali.

'Em, kenapa tidak aku hubungi saja Cathrine. Siapa tahu saja aku bisa bermain kerumahnya.'

Aku langsung mencari kontak telfonnya di hpku.

Baru saja aku ingin menghubunginya, aku teringat ucapan Cathrine tadi siang.

"Dia adalah sepupuku."

"Namanya Key Armstrong Haynsworth"

Lagi-lagi, dia selalu mengusik pikiranku.

Aku mengacak rambutku sendiri, dan menjatuhkan badanku di atas kasur queen size milikku.

Lebih baik aku tidur.

Ketika aku mau masuk ke alam mimpi, handphone ku berdering.

Aku tersentak sedikit, lalu segera mengangkat ponselku.

~Cathrine~

"Hallo Cath?"

"Hallo miss France. Apa kau sibuk nanti malam?"

Aku berpikir sejenak, lalu menjawabnya.

"Iya aku sedang free malam ini. Ada apa?"

Sesekali aku ingin bolos bekerja, karena aku butuh hiburan.

"Oh okey. Nanti malam keluarga ku sedang mengadakan acara, jadi aku mengundangmu."

What?

Itu adalah acara keluarga, berarti dia pasti ada disana.

No! Aku tidak bisa datang.

"Hallo Adel? Apa kau masih disana?"

"Em, Cath aku..."

"No! Aku tidak terima penolakkan lagi. Sudah berapa kali kau menolak ajakanku. Kalau itu masalah pakaian lagi, aku akan menyuruh sopirku mengantarkan dress ke rumahmu. Datang pukul 7 malam, sampai nanti."

Tutt..tutt

Dia memutuskan sambungannya. Aku menggigit bibir bawahku, rasanya aku gugup setengah mati sekarang.

Kalau aku menolaknya, Cathrine pasti akan merajuk.

Terkadang dia bertingkah seperti anak kecil.

Sudah hampir setengah jam aku berbaring sambil memikirkan apa yang akan terjadi nanti.

Kalau saja dia bukan sepupu dari sahabatku, aku pasti melaporkan semua kejadian itu.

Lalu, kenapa harus aku yang ditakdirkan untuk melihat pria tampan sedang membunuh.

Dan bukannya bertemu dengan pria tampan yang memiliki sifat seperti white prince.

Tok...tok...tok

Seseorang mengetuk pintu apartemenku.

Mungkin itu supir Cathrine.

"Excuse me miss, saya ingin mengantarkan dress dari miss Cathrine."

"Oh baiklah, Thank You."

Baru saja aku ingin menutup pintu, seseorang datang membawa sebuah kotak yang lebih besar dari kotak dress yang diberikan oleh Cath.

"Excuse me miss Adelaide. Saya ingin mengantarkan paket untuk anda." Ucapnya sambil mengeluarkan secarik kertas yang berisi tanda terima.

"Maaf, sepertinya kau salah alamat. Aku tidak memesan apapun."

Yah. Seingatku, aku tidak memesan apapun.

"Tapi, paket ini tertulis atas nama Anda."

Aku hanya mengangguk setuju, dan menandatangani kertas bukti tanda terima itu.

Aku segera meletakkan 2 kotak ini di atas tempat tidurku.

Sebenarnya aku ingin sekali membuka kotak ini sekarang juga, tapi aku menahannya sampai aku selesai mandi.

 

Setelah selesai mandi dan mengeringkan badanku, aku duduk di atas kasurku, masih memakai bathrobe.

Pertama, aku membuka kotak dari Cathrine.

Ia memberikan simple dress berwarna hitam yang sangat cantik.

Setelah cukup lama aku mengagumi dress cantik ini, aku membuka kotak yang kedua.

Entah siapa yang memberikan ini padaku.

Warnanya sama dengan yang diberikan oleh Cathrine, tapi dress yang kedua ini berbahan brokat.

Ternyata dress ini tidak sendirian di dalam kotak ini, melainkan ada sepucuk surat beramplop merah hati.

Pakailah dress dariku ini.

Kalau kau tidak memkainya, bisa ku pastikan kau tidak akan pernah hidup tenang lagi.

Jangan lupa berdansa denganku malam ini

~Key Armstrong Haynsworth

Tunggu sebentar...

'Darimana ia tahu tempat tinggalku?'

Oh My God

Aku tidak mau mimpi buruk ini menjadi kenyataan.

'Apa dia bilang tadi? Berdansa?'

Bersentuhan dengannya aku tidak sudih, apalagi harus berdansa dengannya.

Dia itu pembunuh! Pembunuh!

'Papa, Maman, help me please'

 

Setelah cukup lama berdandan, aku segera pergi karena sudah pukul 6 sore.

Rasanya sudah lama sekali aku tidak ke rumah Cathrine, dan aku merindukan kasih sayang kedua orang tuanya juga.

Bisa dibilang, aku sudah dianggap mereka seperti anak sendiri, dan aku juga menggap mereka seperti orang tua keduaku.

Mereka keluarga yang sangat ramah.

Sebenarnya aku tidak terbiasa dengan pesta. Dan ini pertama kalinya aku datang ke pesta.

B

anyak gadis seumuranku disini yang memakai high heels, sedangkan aku hanya menggunakan flat shoes.

"Hey miss France, kau sudah datang ternyata." Sapa Cathrine menghampiriku.

Cathrine terdiam sejenak, kemudian memperhatikanku dari atas sampai bawah.

Aku bisa menebak reaksi yang ia berikan ketika melihatku memakai dress yang bukan darinya.

"Seingatku, ini bukan dress yang ku berikan padamu." Ia mengerutkan keningnya.

"Em, aku lupa kalau aku mempunyai dress yang dikirim oleh ibuku dari Perancis. Dress darimu akan kukembalikan besok." Aku membual lagi.

"Oh begitu. Ayo sini, ibuku pasti senang melihatmu lagi." Cathrine menarik tanganku dan membawaku menemui aunty Lucy.

Sesekali mataku berkeliling, memastikan dia tidak melihatku.

'Kau bodoh sekali Adel, ini kan acara keluarganya.'

Mustahil sekali kalau ia tidak ada.

"Lihatlah mother, kali ini aku berhasil membujuk Adel."

Aku hanya tersenyum sambil menahan malu. Aunty Lucy tersenyum padaku.

"Hy aunty Lucy." Sapaku sambil tersenyum padanya.

"Hy juga Adel. Kau tambah cantik yah sekarang, lama tidak melihatmu lagi." Ia memelukku.

"Maafkan aku aunty, aku sangat sibuk sehingga tidak bisa bermain di rumahmu."

"Oh begitu. Ohiya, aku jadi teringat pertama kali kau datang kesini dan memanggilku Madame."

"Haha, iya aunty."

Aku memang terbiasa memanggil madame ketika di Perancis dulu. Sampai-sampai aku lupa kalau aku sedang ada di Inggris.

"Aunty mau bertemu dengan tamu yang lain, kau bisa makan sepuasnya. Berhubung ini adalah pertama kalinya kau datang ke acara kami."

Aku hanya mengangguk setuju sambil menampilkan senyum terbaikku.

"Adel, kau tunggu disini sebentar. Aku akan mengambilkan minum untukmu."

"Okey."

Cathrine meninggalkanku sendiri di meja makan berbentuk bundar ini.

Jujur saja, aku sangat was-was sekarang ini.

Aku takut dia akan menemukanku disini.

'Atau mungkin dia sudah melihatku, tapi ia pura-pura tidak melihatku?'

Tidak lama kemudian, Cathrine sudah kembali.

Tapi ia tidak sendiri, melainkan datang bersama pria pemilik manik mata berwarna hazel itu.

Sontak saja aku membulatkan mataku. Aku bisa merasakan aliran darahku yang mengalir lebih cepat dari biasanya.

"Cathrine, ini sepupuku yang kuceritakan tadi siang di kampus."

Aku mencoba bersikap tenang, dan memasang senyum terpaksa.

Ia mengulurkan tangannya padaku. Namun aku tidak menyambut jabatan tangannya.

Aku masih melihat tangan itu. Tangan yang menjadi saksi atas perkelahian kemarin.

"Hey Adele? Are you okey?"

Cathrine membangunkanku dari lamunanku.

"Yeh, I'm okay Cath."

Aku menarik nafas dalam-dalam, sebelum membalas jabatan tangannya.

"Key Armstrong Haynsworth, panggil saja key. Nice to meet you."

Ucapnya dengan nada sedikit sombong.

"I'm Adelaide Rosseau. Panggil saja Adel, nice to meet yo too."

Ia mengeratkan jabatan tangannya sambil menyunggingkan senyum simpul.

"Mau berdansa?" Tawarnya.

'Berdansa dia bilang?'

Demi apa aku harus berdansa dengan pembunuh ini.

Kalau pun orang lain mengajakku berdansa, aku juga tidak mau.

Jujur saja, aku tidak lihai dalam berdansa.

"I'm sorry. Aku tidak bisa berdansa."

Semoga saja ia mengurungkan niatnya itu.

to be continue....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!