NovelToon NovelToon

Calon Adikku Menjadi Suamiku

CAMS-Ep 1

"Almira, maukah kamu menjadi kekasihku dan mengikat janji bersama ku menuju kehidupan yang lebih serius?" Laki-laki tampan bertubuh jangkung itu mengikrarkan kata-kata cinta dengan berani dihadapan semua orang.

Seketika orang-orang dengan kompak menutup mulut mereka, menunggu dengan senyuman sumringah jawaban sang wanita cantik yang kini tersipu malu dihadapan sang laki-laki tampan.

Malam ini mereka secara resmi bertunangan dihadapan kedua keluarga dan kerabat untuk mengikrarkan hubungan mereka akan segera naik ke tahap yang lebih serius.

"Deon Dirgantara," Suara lembut Almira membuat sudut bibir Deon membentuk sebuah senyuman manis.

Ini menarik perhatian beberapa orang dan disambut dengan siulan menggoda dari mereka. Almira menjadi kian malu, dia menundukkan kepalanya untuk menyembunyikan rona merah yang kini sedang bermekaran di kedua pipinya.

"Deon," Dia mengulangi lagi dengan suara yang lebih lembut dan manis.

"Hem?" Deon menunggu dengan sangat sabar. Bahkan senyumannya kini lebih lebar dari sebelumnya.

"Deon Dirgantara, aku mau." Almira akhirnya mengungkapkan isi hatinya.

Dia mau dan dia sangat mau menghabiskan sisa hidupnya bersama Deon, kekasih hatinya.

"Kamu mau apa?" Deon sangat senang tapi dia pura-pura tidak mengerti dengan apa yang kekasihnya katakan tadi.

Almira sangat malu, kedua matanya yang indah bahkan melotot cemberut menatap Deon yang masih tersenyum lebar seakan tidak mengerti maksud dari tatapan tajam mata kekasihnya.

"Aku mau..aku mau menjadi kekasihmu dan mengikat janji bersama mu menuju kehidupan yang lebih serius, Deon Dirgantara."

"Cie.."

"Ekhem..ada yang berbunga-bunga nih.."

Setelah Almira mengucapkan kata-kata itu orang-orang sekali lagi membuat keributan. Mereka menggoda wajah merah Almira yang sudah tidak mungkin lagi disembunyikan.

"Terimakasih, aku sangat bahagia mendengarnya." Deon mencubit pipi merah Almira gemas.

Almira tersenyum lembut, kedua matanya yang berkaca-kaca menunjukkan bahwa dia sangat bahagia malam ini.

"Yah, aku sangat bahagia." Bisik Almira ditengah-tengah sorakan kegembiraan dari kerabat dan keluarganya.

Deon kemudian memberikan Almira sebuket bunga mawar dengan berbagai macam warna yang indah dan harum.

"Aku mencintaimu. Aku sangat mencintaimu, Almira Shinaia." Bisik Deon dengan tatapan lembut nan memuja.

Almira memeluk erat buket bunga mawar yang ada di tangan kanannya sebelum mengambil pasangan cincin yang masih tidak tersentuh. Dengan hati-hati dia menyematkan cincin putih tanpa tahta berlian itu di jari manis Deon seraya mengulangi kata-kata cinta yang berasal dari dalam hatinya.

"Aku juga mencintaimu. Aku juga sangat mencintaimu, Deon Dirgantara." Bisik Almira sangat lembut.

Deon tidak tahan. Dia ingin menciumnya tapi masih belum halal. Alhasil dia hanya bisa menarik Almira ke dalam pelukannya. Memeluk Almira erat untuk menunjukkan bahwa betapa dia sangat mencintainya.

Mereka dilanda perasaan yang sangat manis dan hari semua berbahagia untuk mereka berdua. Malam yang romantis, suasana yang romantis, dan harapan manis semua orang turut menyempurnakan betapa indahnya malam ini.

"Rain, ayo memberikan selamat kepada adikmu. Dia sekarang sudah bertunangan dan sebentar lagi akan menikah." Suara bahagia Mama menarik Rain dari lamunannya.

Rain menoleh untuk melihat Mamanya yang sangat cantik malam ini. Senyuman lebar yang terbentuk di sana menunjukkan bahwa dia sangat bahagia malam ini tidak jauh berbeda dengan pasangan bahagia yang kini sedang menjadi sorotan semua orang.

"Iya, Ma. Rain akan pergi." Katanya sembari mengambil paper bag hitam dan putih yang sudah dia siapkan untuk pasangan kekasih itu.

Langkahnya begitu ringan tanpa ada keraguan. Di bawah banyak pasang mata yang mengamati dia perlahan mendekati adiknya dan calon adik iparnya.

"Almira, selamat atas pertunangan mu. Kakak harap kamu dan Deon bisa segera naik ke atas pelaminan." Ya Tuhan rasanya begitu sakit.

"Kak Rain!" Almira segera memeluk Rain erat.

Rain tahu adiknya malam ini pasti sangat bahagia. Dan jujur, Rain ikut berbahagia kepadanya meskipun dia tidak mau munafik jika ada lubang mengaga yang terus mengeluarkan rasa sakit tidak berdarah di dalam hatinya.

CAMS-Ep 2

Rain tahu adiknya malam ini pasti sangat bahagia. Dan jujur, Rain ikut berbahagia kepadanya meskipun dia tidak mau munafik jika ada lubang mengaga yang terus mengeluarkan rasa sakit tidak berdarah di dalam hatinya.

"Terimakasih Kak, Almira harap Kak Rain bisa segera menyusul kami." Ini adalah doa yang tulus dari seorang adik kepada Kakaknya.

"Tolong jaga adikku baik-baik." Pesan Rain kepada Deon dan langsung dijawab dengan mantap penuh keyakinan oleh Deon.

Rain tidak berlama-lama di sana. Dia segera mundur ke belakang karena masih banyak keluarga atau kerabat yang ingin mengucapkan selamat juga kepada mereka.

"Rain, muka kamu kok pucat banget malam ini. Lagi gak enak badan, yah?" Rain ingin kembali ke kamarnya tapi langsung dicegat oleh Lala, dia adalah temannya dan Almira dari kecil.

Mereka sudah bermain bersama dari kecil. Bahkan kedua orang tua mereka juga bersahabat dengan baik.

Rain mengangkat tangannya untuk meraba kulit wajahnya. Ini agak dingin karena terlalu lama terkena AC, mungkin.

"Yah, mungkin. Aku ingin istirahat di kamar." Dia berbohong.

"Eh, jangan asal pergi dulu dong, Rain. Kalau kamu pergi gitu aja nanti orang-orang jadi salah sangka sama kamu." Lala berucap aneh.

"Salah sangka gimana maksud, kamu?" Rain tidak mengerti.

Mungkin karena fisik dan batinnya malam ini tidak bisa diajak kerjasama sehingga menjadi sulit fokus, ia butuh waktu untuk istirahat dan menenangkan dirinya.

"Ya, salah sangka... mereka mungkin saja berpikir kalau kamu tidak senang dengan acara pertunangan ini sehingga kamu langsung pergi ke dalam kamar." Ini jelas tidak masuk akal.

"Kamu aneh, bagaimana bisa aku tidak bahagia dengan kebahagiaan Adikku?" Tanyanya heran.

"Sudahlah, aku akan ke kamar dulu untuk beristirahat. Kepala ku saat ini sangat pusing." Rain melambaikan tangannya buru-buru masuk ke dalam kamar tidak mau mendengar kata-kata aneh Lala lagi.

"Dan hari dimana mereka mengikat janji suci di dalam sebuah pernikahan juga akan segera datang, aku hanya perlu mempersiapkan hatiku." Bisiknya sendu.

Tangan kurusnya yang tidak berdaging mendorong sisi jendela ke samping sehingga angin malam yang sarat akan kesejukan dan rasa dingin bisa masuk menyapa kamar sunyi nya.

"Atau mungkin..." Ia menatap hamparan langit malam di depannya dengan suasana hati yang tidak cukup untuk dikatakan baik atau buruk.

"Ya Tuhan, apa yang sedang terjadi!" Teriakan nyaring dari tempat pesta segera menarik fokus dan pikiran Rain.

Ia terkejut, buru-buru mengusap wajahnya sebelum keluar dari kamar ingin melihat apa yang sebenarnya terjadi di tempat pesta. Begitu sampai di aula, ia sangat terkejut melihat orang-orang mulai berkumpul di atas podium. Tidak berselang lama, sosok kuat Deon keluar dari kerumunan dengan tubuh lemah Almira di dalam pelukannya.

Almira tampak pucat dan mulai tidak sadarkan diri. Membuat Mama, Papa, dan bahkan semua orang menjadi panik. Mereka dengan langkah tergesa-gesa keluar dari aula pesta mengikuti langkah cepat Deon keluar.

"Apa yang sedang terjadi?" Rain masih belum bisa mencerna situasi.

"Apa kamu bodoh? Tidakkah kamu melihat kondisi adikmu saat ini memburuk!" Kata-kata pedas Bibi Mei mengejutkan Rain.

Sontak saja, ia segera mengecilkan lehernya sebagai respon pertama. Bibi Mei berdecih tidak senang melihat Rain, menurutnya Rain terlalu pengecut dan dilahirkan sebagai beban di keluarga ini. Tidak seperti Almira yang sudah memiliki pekerjaan tetap, Rain masih berjalan di tempat belum menghasilkan kemajuan apa-apa.

"Penyakit Almira kambuh lagi?" Rain akhirnya menyadari apa yang baru saja terjadi.

Bibi Mei tidak berniat menjawabnya dan malah mendengus tidak senang, ia lalu membawa langkah kakinya yang menggunakan sepatu hak tinggi bermerk menyusul orang-orang ke rumah sakit. Ia sangat khawatir dengan keponakan kesayangannya itu, jika bisa, ingin sekali ia mengirim penyakit Almira ke tubuh Rain agar hidupnya di dunia ini sedikit berguna.

"Aku...aku akan ikut ke rumah sakit." Melihat Bibi Mei langsung pergi tanpa mengatakan apa-apa, Rain buru-buru mengejarnya.

Namun dia sedikit terlambat karena Bibi Mei sudah pergi dengan mobil pribadinya. Rain bingung, sudah tidak ada mobil lagi di rumah.

CAMS-Ep 3

Namun dia sedikit terlambat karena Bibi Mei sudah pergi dengan mobil pribadinya. Rain bingung, sudah tidak ada mobil lagi di rumah.

"Aku akan naik taksi saja!" Putusnya buru-buru menuruni tangga dan berlari kecil menuju halaman depan.

Beruntung ada taksi yang kebetulan lewat di depannya. Dengan taksi itu, ia menyusul orang-orang ke rumah sakit A, rumah sakit kelas atas yang sudah sering Rain datangi setiap kali menemani adiknya melakukan pemeriksaan.

15 menit kemudian Rain sampai di depan rumah sakit. Ia langsung masuk ke dalam dan mencari bangsal adiknya setelah bertanya di depan meja administrasi.

"Kondisi Almira sudah seperti ini Pa, jadi mau tidak mau kita harus segera menemukan pendonor untuknya." Suara Mama yang sarat akan perasaan lelah dan khawatir kebetulan juga di dengar oleh Rain yang baru saja datang.

Ia berdiri diam dengan canggung.

"Mama harus tenang, kita semua sedang berusaha menemukan pendonor ginjal yang cocok untuk Almira. Bahkan teman-teman Papa diluar negeri juga ikut membantu jadi Mama harus yakin jika Almira pasti menemukan ginjal yang cocok untuknya." Papa merangkul Mama sayang, berbagi kehangatan untuk saling menguatkan.

Rain sedih, ia membuka mulutnya ingin mengatakan kata-kata penghiburan kepada kedua orang tuanya tapi lebih dulu diinterupsi oleh Bibi Mei dan Bibi Lara.

"Kakak, kenapa tidak donorkan saja salah ginjal Rain kepada Almaira?" Tanya Bibi Mei heran.

Bibi Lara pun berpikiran yang sama,"Benar, Kak. Kenapa kalian tidak menggunakan salah satu ginjal Rain untuk didonorkan kepada Almira. Bukankah mereka adalah saudara?"

Logikanya, mereka berpikir jika Rain bisa mendonorkan Almira salah satu ginjalnya hanya karena mereka memiliki hubungan darah.

Rain langsung diam membisu, entah kenapa rasanya agak tidak nyaman mendengar mereka membicarakannya dengan nada seperti itu.

"Tidak mungkin," Papa segera menolak.

"Ginjal Rain tidak cocok untuk Almira. Seandainya hasil tes kemarin cocok, Almira pasti sudah melakukan operasi hari ini."

Rain tersenyum tipis. Ia akhirnya menyerah membuka mulutnya. Lebih baik ia tidak usah berbicara saja karena pada akhirnya fokus semua orang akan selalu jatuh pada Almira.

Ah, benar.

Almira memiliki penyakit gagal ginjal. Awalnya hanya satu, tapi karena ginjal yang lain terlalu terbebani dan donor tidak kunjung-kunjung ditemukan, maka ginjal Almira yang lain juga mengalami kerusakan sehingga ia terpaksa harus bolak-balik rumah sakit setiap minggu.

Di antara kesempurnaannya, ia hanya memiliki kekurangan ini tapi masih sangat dicintai oleh banyak orang.

"Dia pasti sangat sedih." Bisik Rain diam-diam menatap wajah tertunduk Deon yang sedang duduk di kursi tunggu.

Deon tidak pernah berbicara namun tangannya tidak berhenti mengirim pesan darurat ke semua orang yang bisa ia mintai bantuan. Cintanya kepada Almira benar-benar tulus sehingga ia tidak pernah pantang menyerah mencari donor yang cocok untuk Almira.

"Jika saja aku bisa mendonorkan milikku," Rain membawa pandangannya menatap lantai putih yang sejujurnya tidak menarik sama sekali.

"Aku tidak akan pernah ragu mendonorkan kedua ginjal ku kepada Almira. Karena dengan begitu Deon tidak bersedih lagi dan adikku tidak akan kesakitan lagi." Bisiknya lemah.

"Tapi aku tidak bisa....aku tidak tahan rasa sakit." Gumamnya merasa bersalah.

Kondisi Almira sudah masuk dalam tahap kritis. Tanpa bantuan alat-alat medis di dalam, ia mungkin tidak bisa bertahan lama. Namun, sekalipun ia menggunakan bantuan alat-alat medis, kehidupan Almira belum tentu bisa diselamatkan. Pada akhirnya semua ini tergantung pada kerja keras mereka mencari pendonor dan kemauan keras Almira bertahan hidup.

Mereka harus bekerja lebih keras lagi untuk segera mendapatkan pendonor bila tidak ingin Almira menghilang dari dalam hidup mereka.

Malam itu Mama dan Papa tidak pulang ke rumah, bahkan Deon pun terpaksa membawa dokumen-dokumen penting perusahaannya ke rumah sakit agar bisa menemani sang kekasih.

Sedangkan Rain, dari awal kedatangannya sampai dengan saat ini masih belum ada satu orangpun yang menyadari keberadaannya- oh, mungkin lebih tepatnya mereka tidak mau berurusan dengan dirinya.

Rain tidak berkecil hati. Ia segera pulang ke rumah begitu melihat orang-orang juga pulang. Ia tidak bisa mengganggu kedua orang tuanya karena mereka saat ini sedang kalut dan ia juga tidak bisa tinggal di sana karena pengunjung dibatasi tidak boleh lebih dari 3 orang.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!