"Mas akan pergi lagi?" Tanya Anastasya di dalam kamar, saat melihat suaminya memasukkan pakaian di kopernya.
Anastasya putri wanita yang cantik, umur 25 tahun, rambut lurus, putih, baik, lemah lembut, manja, pintar dan kuat. Terlahir dari keluarga yang sederhana dan penuh kasih sayang.
Selama tiga tahun pernikahan Damian sering bolak balik luar kota karena memiliki cabang perusahaan di kota Bandung.
Meski belum di karuniai anak namun mereka sangat bahagia. Setelah beberapa kali periksa ke dokter, dokter mengatakan tidak ada masalah, semuanya sehat dan normal. Dia terus berdoa agar suatu saat nanti di berikan keturunan sebagai pelengkap hidupnya.
"Ia sayang, Mas hanya 1 bulan di sana, proyek yang mas tangani bermasalah, dan membutuhkan banyak waktu untuk menanganinya." Jawab Damian beralih memeluknya.
Damian pria tampan dan kaya, berumur 27 tahun bersifat dingin, datar dan berwibawa. Pemilik perusahaan PT. Multi Jaya di Jakarta, Bandung, dan Surabaya yang bergerak di bidang konstruksi. Dia melanjutkan usaha keluarganya setelah ayahnya meninggal.
"Bagaimana bisa kita punya anak jika mas terus pergi?" Melas Anastasya.
Mulut Anastasya manyun saat itu juga, ia tidak bisa menghentikan suaminya karena ia tahu suaminya pekerja keras dan selalu menomor satukan pekerjaan.
"Jangan cemberut gitu dong sayang. Mas janji, akan mempercepat pekerjaan Mas, agar bisa segera pulang." Bujuk Damian mencium wajah Anastasya.
"Aku ingin kita pergi liburan Mas! Anggap saja program untuk memiliki anak." Ucap Anastasya.
"Nanti ya? Tunggu pekerjaanku selesai, baru kita pergi." Ucap Damian.
"Janji?" Tanya Anastasya dengan wajah yang memelas.
"Janji sayang." Damian mengangguk meyakinkan.
"Hati-hati di jalan ya Mas! Jangan ngebut, kabarin aku jika sudah sampai. Satu lagi jangan lirik wanita lain." Pesan Anastasya.
"Ia sayang, mana bisa aku melirik wanita lain, jika istriku sesempurna ini." Goda Damian mencolek dagu Anastasya.
Sebelum Damian keluar dari rumah, Ibunya tiba-tiba datang dari arisan.
"Damian kamu akan pergi nak?" Tanya Weni ibu Damian.
"Ia, aku titip Tasya ya Ma." Pesan Damian.
"Dia sudah dewasa kenapa harus di titip. Seharusnya malah sudah punya anak." Sindir Weni.
"Mah, jangan mengatakan seperti itu. Mungkin Tuhan belum mengijinkan kami punya anak. Aku yakin suatu saat nanti kami akan memilikinya." Ujar Anastasya.
"Nggak usah, aku sudah mendapatkan keinginan ku. Aku nggak sudi punya cucu dari wanita seperti kamu." Ketus Weni.
"Mah, jangan kasar dengan Tasya." Bela Damian.
"Kenapa kamu masih selalu membelanya? Dia tidak bisa memberimu keturunan, lebih baik kamu ceraikan saja dia." Kesal Weni.
"Sampai kapanpun aku nggak akan menceraikannya Mah! Aku sangat mencintai Tasya."Kesal Damian, mamanya selalu saja menyuruhnya menceraikan Anastasya.
"Kita liat aja nanti, sampai kapan kalian akan bertahan dengan pernikahan kalian ini." Ancam Weni.
"Apa maksud Mama?" Tanya Anastasya mulai merasa tidak enak di hatinya. Biasanya dia hanya cuek jika ibu mertuanya mengomel yang tidak jelas.
"Suatu saat nanti kamu akan sadar kalo kamu memang tidak pantas untuk anak Ku." Weni menunjuk wajah Anastasya.
"Mas." Anastasya meminta pembelaan.
"Jangan dengerin Mama sayang, Meskipun kita tidak memiliki anak, aku tidak akan meninggalkanmu." Damian meyakinkan Anastasya.
"Sebaiknya kamu berangkat nak! Jangan membuat mereka menunggu." Ucap Weni kemudian berjalan masuk ke dalam kamarnya.
"Siapa yang menunggu mu Mas?" Selidik Anastasya.
"Para pekerja proyek sayang." Jawab Damian seadanya.
Anastasya mencium tangan Damian kemudian Damian mengecup kening Anastasya.
"Hati-hati mas!" Lirih Anastasya sedih.
"Jangan sedih dong sayang? aku jadi nggak tega ninggalin kamu." Ujar Damian sedih.
"Kalo begitu nggak usah pergi, suruh saja Geri yang ke sana." Ujar Anastasya.
"Nggak bisa dong sayang! kamu kan tau sendiri bagaimana masalah perusahaan di sana." Damian mengelus kepala Anastasya.
"Iya deh!" Pasrah Anastasya.
"Gitu dong..! Jangan sering-sering keluar rumah sayang. Jangan bertemu dengan laki-laki lain saat aku nggak ada." Pesan Damian.
"Ia sayang, termasuk Geri?" Canda Anastasya.
Damian diam sejenak, dia memang tidak suka kedekatan istrinya dengan Geri. Namun dia juga tidak bisa melarangnya karena Geri adalah asistennya yang sangat bisa diandalkan.
"Pokoknya di luar jam kerja nggak boleh bertemu dengan pria lain." Ancam Damian menggosok hidungnya di hidung Anastasya.
"Ihhh, geli Mas!" Wajah Anastasya bersemu merah.
Mereka berjalan menuju mobil, kemudian Damian meninggalkan halaman rumahnya dengan napas yang berat.
"Dah..!" Teriak Anastasya melambaikan tangan sambil tersenyum.
Damian melirik kaca spion samping mobilnya, "Maafkan aku Tasya, aku membohongi mu lagi, entah sampai kapan aku menyembunyikan semua ini. Aku tak sanggup berkata jujur padamu." Monolog Damian saat melajukan kendaraannya dengan kecepatan rata-rata.
Satu Minggu telah berlalu, Anastasya selalu menghubungi Damian seperti biasanya.
"Halo sayang." Jawab Damian setelah melihat wajah istrinya di ponsel.
"Sayang..! Kamu di mana?" Tanya Anastasya.
"Di Villa sayang. Ini lagi minum kopi." Jawab Damian.
"Kapan kamu pulang? Aku sudah kangen nih..!" Tanya Tasya dengan manja.
"Secepatnya sayang." Jawab Damian.
"Bagaimana kalo aku menyusul ke sana?" Tanya Anastasya.
"Emang kerjaan kamu di kantor nggak banyak?" Tanya Damian yang sudah tau bagaimana banyaknya pekerjaan di kantornya. Anastasya adalah sekertaris Damian di kantor pusat. Jika Damian keluar kota, Anastasya lah yang menggantikannya menjalankan perusahaan.
Damian pernah menyuruhnya untuk berhenti namun Anastasya tetap ingin bekerja dengan alasan nanti saat hamil baru berhenti, karena akan merasa bosan tinggal di rumah sendirian.
"Banyak sih." Jawab Anastasya.
"Ya sudah! tunggu aku aja sayang. Kamu ingin liburan kemana?" Tanya Damian.
"Bali aja Mas! Nggak usah terlalu jauh." Jawab Anastasya.
"Jika itu keinginan kamu, Mas setuju saja." Ucap Damian.
"Ya sudah, aku mau istirahat, selamat bobo sayang. Mmuahh, mmuahh, mmmuahh." Anastasya mencium ponselnya.
"Selamat bobo juga cantik..! Mmuahh." Balas Damian kemudian tersenyum.
"Istri kamu mas?" Tanya Kanaya dengan kesal. Istri kedua Damian.
Kanaya anak sahabat Weni yang menikahi Damian atas permintaan Weni Mama Damian. Kanaya yang memang sudah lama suka dengan Damian langsung setuju menikah meskipun ia tau Damian sudah memiliki istri yang tidak bisa memberinya keturunan.
"Iya." Singkat Damian dengan wajah datar dan dingin.
"Kenapa sikapmu berbeda padaku mas? dengannya kamu sangat hangat, kenapa denganku wajah dingin yang selalu kau berikan?" Tanya Kanaya.
"Karena dia wanita terhormat, dia memiliki harga diri yang tinggi, aku mencintainya. Dia tulus menyayangi ku, lemah lembut, dan mengurusku dengan baik. Tidak ada satu wanita pun yang aku cintai selain dirinya." Jawab Damian tanpa merasa bersalah.
"Aku juga mencintaimu Mas! aku juga wanita terhormat, aku akan mengurus mu jika kamu tidak menghindari ku." Sentak Kanaya.
"Hehehe, masa? aku lupa jika kamu wanita terhormat, wanita yang merebut suami wanita lain dan menghancurkan rumah tangga orang lain demi mendapatkan keinginannya, Itu yang kamu maksud wanita terhormat? Hehehe....Wanita murahan! Wanita egois!" Ejek Damian geleng-geleng kepala.
"Aku ingin kau menceraikannya Mas! jika tidak aku yang akan pergi membawa Radit." Ancam Kanaya.
"Kamu mengancam ku? Bukankah sudah kukatakan, aku tidak akan menceraikan istri ku? Kamu kan tahu, Aku menikahimu bukan karena aku mencintaimu." Kesal Damian kemudian pergi meninggalkan Kanaya.
"Kalau begitu aku akan pergi." Ancam Kanaya kembali.
"Silahkan kamu pergi! kamu tidak akan menikmati kehidupan mewah yang selama ini ku berikan jika kamu membawa Radit." Damian berbalik mengancam Kanaya.
Kanaya terdiam sejenak, ia tidak rela jika harus kehilangan segalanya, sementara ia sudah banyak berkorban demi mencapai kehidupan mewah yang ia rasakan sekarang.
Kanaya meminta Damian ke Bandung dengan alasan anaknya Radit akan ulang tahun yang pertama. Dia meminta pesta yang mewah untuk anak semata wayangnya.
"Mas! Aku sudah memberimu keturunan, buah cinta kita, kenapa begitu sulit meninggalkan perempuan itu." Kesal Kanaya mengikuti langkah Damian.
"Buah cinta? Kamu menjebak ku Kanaya, kamu memberikan obat perangsang di minumanku saat aku pulang dari kantor. Apa kamu pikir aku akan tidur denganmu di saat aku sadar? Jangan mimpi!" Teriak Damian lalu masuk dan membanting pintu kamarnya. Selama tinggal di Bandung, Damian memiliki kamar sendiri.
Ingin rasanya ia menyudahi pernikahannya dengan Kanaya. Kanaya selalu mengekangnya, dan selalu memanfaatkan Radit sebagai alasan agar Damian bersamanya. Tapi jika itu ia lakukan maka namanya akan bunuh diri.
'Aku bersumpah kamu akan meninggalkan istrimu yang selalu kamu banggakan itu. Aku yakin Mama Weni akan membantuku menyingkirkannya.' Batin Kanaya.
.
.
.
Bersambung....
Sahabat Author yang baik ❤️
Jika kalian suka dengan cerita ini, Jangan lupa, Like, Komen, Hadiah, Dukungan dan Votenya ya! 🙏🙏🙏
Ditempat lain Anastasya sedang membereskan barang-barangnya dia berencana menyusul Damian dan memberikan surprise padanya. Hatinya sangat senang dan gembira sebentar lagi akan bertemu dengan suaminya yang sangat ia rindukan.
"Mah." Teriak Anastasya mengetuk pintu kamar Weni namun tidak ada sahutan.
"Mama kemana ya? sudah tiga hari aku tidak melihatnya." Monolog Anastasya.
"Mbok!" Teriak Anastasya.
"Ia Nyonya." Jawab Mbok Siti.
"Mbok, tau nggak? Mama kemana?" Tanya Anastasya.
"Nyonya ke Bandung, ada acara keluarga katanya." Jawab Mbok Siti.
"Ke Bandung? kenapa Mama tidak bilang pada Tasha? kan bisa barengan. Tapi nggak apalah, jika aku datang barengan Mama, nanti nggak suprise lagi dong!" Monolog Anastasya di depan pintu kamar Weni.
"Sejak kapan Mama ke Bandung Mbok?" Tanya Anastasya.
"Tiga hari yang lalu, Nyonya." Jawab Mbok Siti.
"Ya sudah, Mbok' aku juga mau ke Bandung. Tapi kalau ada yang mencari ku bilang aja aku lagi istirahat, nggak bisa di ganggu." Pesan Anastasya.
"Termasuk Tuan?" Tanya Mbok Siti memastikan.
"Iya, aku mau memberinya surprise, Mbok." Jawab Anastasya.
Mbok Siti mengangguk lalu kembali masuk ke dapur, sedangkan Anastasya kembali ke kamarnya. Ia istirahat beberapa jam karena harus menyetir mobil sendiri menuju Bandung.
"Tok.. tok.. tok.."
Mbok Siti mengetuk pintu kamar Anastasya.
"Masuk mbok." Sahut Anastasya yang baru saja bangun tidur.
"Nyonya, makan siang sudah siap." Ucap Mbok Siti setelah membuka pintu kamar.
Anastasya melihat jam di dinding kamarnya kemudian beranjak membersihkan diri. Setelah pakaian ia menuju meja makan lalu menikmati makanan yang telah Mbok Siti sediakan.
"Nyonya berapa hari perginya?" Tanya Mbok Siti.
"Paling lama 3 hari Mbok! aku akan merayakan ulang tahun mas Damian habis itu pulang." Jelas Anastasya setelah makan.
"Ini kopernya Nyonya?" Tanya Mbok Siti.
"Ia." Singkat Anastasya.
Setelan makan, Anastasya memasukkan kopernya di dalam mobil.
"Mbok, aku pergi dulu ya?" Pamit Anastasya kemudian melajukan mobilnya menuju Bandung.
Saat di perjalanan, ia mampir di sebuah mini market. Ia membeli minuman dingin dan beberapa cemilan untuknya selama diperjalanan.
Brukk!
Anastasya menabrak seseorang yang sedang memilih minuman kaleng di lemari pendingin.
"Maaf Tuan, aku nggak sengaja." Ujar Anastasya dengan sopan melihat pria tampan bertubuh tinggi dengan setelan jas hitam yang melekat di tubuhnya.
Anastasya kemudian mengambil minuman kaleng yang berada di lantai, "Ini minumannya, biar aku yang bayar." Anastasya tersenyum menyerahkan minuman itu.
Anastasya heran kenapa pria ini hanya diam saja tidak membalas senyumannya, dia bahkan membalasnya dengan wajah datar dan dingin, tapi tatapan matanya yang tajam tidak pernah lepas menatapnya.
Pria itu mengernyitkan keningnya, ia mengambil minuman dari tangan Anastasya kemudian menggantinya dengan yang baru lalu pergi.
"Pria yang aneh!" Gumam Anastasya geleng-geleng kepala.
Setelah memilih cemilan dan minuman, Anastasya menuju kasir, ia melihat pria itu sedang membayar beberapa minumannya, kemudian ia segera menghampiri.
"Mbak, belanjaan Tuan ini biar saya yang bayar." Ujar Anastasya pada kasir.
Pria itu kembali menatapnya tanpa ekspresi. Sedangkan Anastasya fokus membayar belanjaan mereka. Setelah Anastasya membayar, pria itu pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
"Terima kasih." Ucap Anastasya pada dirinya sendiri saat melihat pria itu masuk ke dalam mobil sedan Bentley miliknya.
Anastasya masuk dan duduk di dalam mobilnya kemudian tercengang melihat beberapa mobil mewah yang mengikuti mobil hitam itu.
"Apa orang itu seorang pejabat? ataukah mereka mafia? ihhh..." Anastasya bergidik ngeri kemudian menyalakan mesin mobilnya lalu melanjutkan perjalanannya.
Di Mobil lain, tepatnya di mobil Austin, ia menikmati minuman yang baru saja di belikan oleh Anastasya. Entah kenapa wajah cantik Anastasya selalu terbayang di ingatannya hingga membuatnya tersenyum sendiri.
"Bos! Lo baik-baik aja?" Tanya Dodi asisten Austin yang duduk di kursi depan.
"Hhmm." Sahutnya kemudian meneguk minumannya.
"Lo aneh semenjak keluar dari mini market. Ia kan Jack?" Ujar Dodi kemudian meminta pendapat Jack yang sedang menyetir.
"Mana gw tau? gw lagi fokus nyetir." Jawab Jackson sahabat Austin dan juga sebagai Asisten keduanya.
"Kalian pernah jatuh cinta nggak?" Tanya Austin dengan serius.
Ciiiiittt!
"Ngapain Lo rem mendadak?" Kesal Austin yang minumannya sedikit tertumpah.
"Hahaha." Tawa Dodi dan Jack.
"Pertanyaan Lo aneh, Lo tau kan gw pecinta wanita, kenapa Lo tanya ke gw? pasti gw tau lah!" Seru Jack.
"Itu bukan cinta, karena Lo langsung bercinta diatas ranjang." Ejek Austin.
"Kalo gw emang belum pernah jatuh cinta." Sela Dodi.
"Percuma saja gw bicara dengan kalian. Jika gw bertemu dengannya lagi, mungkin dia jodoh gw." Lirih Austin.
"Bertemu dengan siapa?" Tanya Keduanya heran.
"Rahasia." Singkat Austin.
.....
Setelah beberapa jam, akhirnya Anastasya tiba di bandung. Anastasya mengambil ponselnya di atas dashboard lalu menghubungi suaminya dan menanyakan dimana keberadaannya.
"Kamu dimana Mas?" Tanya Anastasya yang sedang menyetir.
"Di hotel Mercy sayang." Jawab Damian suami Anastasya.
"Ada acara ya?" Tanya Anastasya.
"Ia sayang, sudah dulu ya" Jawab Damian.
"Ia sayang, bay..!" Balas Anastasya menutup teleponnya.
Dengan langkah penuh semangat sambil bersenandung Anastasya memasuki ballroom. Langkahnya langsung terhenti, ia tercengang melihat suaminya diatas panggung bersama seorang wanita di sampingnya dan menggendong seorang anak kecil yang sedang memotong kue ulangtahun.
Ia mencoba menenangkan diri dan berpikiran positif dan kembali melangkahkan kakinya semakin dekat.
Air mata yang sedari tadi di tahannya, tidak bisa terbendung lagi dan terus mengalir seperti aliran sungai.
Setelah memotong kue dan saling suap-suapan, Damian dan Kanaya tersenyum lebar dihadapan para tamu.
Deg!
Tatapan mata Anastasya dan Damian bertemu. Seketika suasana dalam pesta seolah hanya ada mereka berdua. Air mata Anastasya terus mengalir seakan meminta penjelasan apa yang sebenarnya terjadi.
Dengan perlahan Damian turun dari panggung dan mendekat, ia langsung memeluk Anastasya yang sangat ia sayangi.
Kanaya menyunggingkan senyuman sekilas melihat kehancuran Anastasya. Ia merasa menang dan akan segera memiliki Damian sepenuhnya.
"Ayo kita pulang, aku akan menjelaskannya." Bujuk Damian.
"Jelaskan apa Mas? Acara apa ini?" Tanya Anastasya mengedarkan pandangannya. Semua keluarga suaminya yang ada di Bandung berkumpul termasuk Weni tapi dirinya sama sekali tidak di undang.
"Acara ulang tahun Radit." Jawab Damian mulai bingung harus berkata apa.
"Radit itu siapa Mas?" Tanya Anastasya.
"Anak Kanaya." Jawab Damian.
Anastasya menatap Radit yang di gendong Kanaya, kemudian menatap Kanaya
"Siapa wanita itu Mas!" Bentak Anastasya.
"Dia juga istriku." Jawab Damian.
Deg!
Anastasya tersentak kaget, tubuhnya lunglai tak bertenaga hampir saja jatuh di lantai.
"Istri?" Anastasya mengernyitkan keningnya tak percaya, kepalanya menggeleng menolak yang terjadi.
Hatinya hancur seketika tak bersisa, rasanya sakit dan perih bagai di sayat pisau tajam. Suami yang selama ini dia cintai ternyata memiliki istri di kota lain.
"Hikss, hikss, Jadi, Radit itu anak kamu Mas?" Tanya Anastasya lirih.
"Ia, Maafkan aku Tasya, Mas akan menjelaskan semuanya tapi tidak di sini sayang." Ujar Damian dengan frustasi.
Anastasya memberontak melepaskan pelukan Damian, namun Damian memeluknya semakin erat hingga tidak bisa bergerak.
"Lepaskan aku Mas! Hikss, hikss, Kamu menghianati ku, menghianati pernikahan kita. Aku sangat mencintaimu tapi ini balasan yang kau berikan padaku? Hikss, hikss, Aku tidak menyangka kamu setega ini Mas! jika kamu sudah tidak suka dengan kekuranganku yang tidak bisa memberimu keturunan, kenapa tidak bilang? kita bisa bercerai secara baik-baik tapi tidak dengan perselingkuhan." Berontak Anastasya kembali dengan sisa tenaga yang di miliknya. Ia segera berlari keluar dari ballroom menuju lift.
"Tidak Tasya, jangan membenciku, dengarkan aku dulu." Melas Damian mengejar langkah kaki Anastasya.
Anastasya masuk ke dalam lift kemudian segera menutupnya, Ia terus menangis tersedu-sedu meratapi nasibnya, tidak pernah terbayangkan sedikit pun olehnya suaminya akan selingkuh apalagi telah memiliki anak bersama wanita lain. Tanpa ia sadari sepasang mata terus menatapnya di dalam lift hingga lift kembali terbuka di lantai paling atas kamar presidential suite hotel.
.
.
.
Bersambung.....
Sahabat Author yang baik ❤️
Jika kalian suka dengan cerita ini, Jangan lupa, Like, Komen, Hadiah, Dukungan dan Votenya ya! 🙏🙏🙏
Ting..!
Pintu lift terbuka.
Anastasya menghentikan tangisnya kemudian keluar sambil mengedarkan pandangannya.
"Dimana ini?" Tanya Anastasya Heran, melihat isi ruangan ada sofa, kitchen set mini, dan satu kamar. Pada saat berlari ia tidak sadar memasuki lift khusus menuju lantai paling atas, ia pikir lift akan turun ke lobi dan tidak memperhatikan lantai yang tertekan di dalam lift karena terus menunduk sambil menangis.
"Kamarku." Jawab seseorang di belakangnya.
Austin adalah pemilik hotel Mercy dan beberapa perusahaan besar di Jakarta, di kota lain dan luar negeri. Wajahnya tampan, alis tebal, rahang tegas, dan blasteran Indo Jerman menambah nilai plus ketampanannya. Ibunya berasal dari Bandung tapi mereka tinggal di Jerman. Keluarganya akan mengadakan pesta pernikahan di Bandung dan Austin disuruh menghadiri karena kebetulan berada di Jakarta.
Anastasya tersentak kaget tidak menyadari keberadaan seseorang di belakangnya, ia berbalik menatap wajah pria tampan di belakangnya dengan teliti, "Kamu....pria yang di mini market itu kan?" Tanya Anastasya berpikir.
Austin hanya menatapnya tanpa bicara. Ia segera menghapus air matanya lalu kembali melangkah memasuki lift.
"Kamu tidak akan bisa turun jika aku tidak turun." Ujar Austin dengan wajah datar dan dinginnya. Ia melangkah melewati Anastasya kemudian duduk bersandar di sofa. Ia mengambil minuman kaleng diatas meja kemudian meneguknya sampai habis.
Anastasya melangkahkan kakinya maju, "Maaf Tuan! sepertinya saya salah memasuki lift." Ujar Anastasya baru menyadari kesalahannya.
"Aku mau istirahat, jangan mengganggu ku." Austin berjalan menuju kamarnya dan meninggalkan Anastasya yang masih tertegun.
"Tapi Tuan, aku ingin pulang." Mohon Anastasya tapi tidak di hiraukan oleh Austin.
Tidak tahu harus berbuat apa lagi. Anastasya pasrah dengan keadaan, tubuhnya terjatuh duduk lemas bersandar di sofa. Ia menghela napas panjang untuk menenangkan dirinya sejenak. Air matanya kembali menetes tidak percaya mengingat yang baru saja di lihatnya. Semua keluarga yang selama ini dia sayangi ternyata membohonginya. Suami, mertua, keluarga Damian di Bandung, dan semua karyawan kantor di Bandung semua diam menutup rapat mulutnya.
"Seandainya saja aku tidak kesini Mas, mungkin kamu akan membohongiku seumur hidup." Gumam Anastasya.
Anastasya kembali melamun, selama tiga tahun berumah tangga dengan Damian, mereka sangat bahagia meskipun mertuanya selalu membencinya karena dia berasal dari keluarga yang sederhana. Tapi hari ini semuanya sudah hancur bersamaan dengan kehancuran hatinya.
Matanya kembali berkaca-kaca. Karena sudah tidak sanggup menahannya, ia kembali menangis tersedu-sedu sambil memegang dadanya yang sakit, hatinya hancur berkeping keping tak bersisa. Rasa cintanya yang terlalu besar membuatnya tidak bisa menerima kenyataan pahit ini. Rasanya ia ingin mengakhiri hidupnya saat itu juga. Ia berjalan menelusuri setiap sisi ruangan, kemudian sampai di dapur. Diambilnya pisau kecil diatas meja makan kemudian mengiris nadi pergelangan tangannya.
"Hikss, hikss, Selamat tinggal Mas! aku memilih pergi dari pada melihatmu bersama wanita lain." Lirih Anastasya sambil menangis. Darahnya mulai menetes dilantai hingga wajahnya pucat. Ia jatuh terbaring lemas kemudian menutup mata dengan perlahan, namun tiba-tiba ia merasa ada yang memegang tangannya. Setelah itu dia tidak tahu lagi apa yang terjadi karena pingsan.
"Kenapa wanita ini, pake bunuh diri tempat kamar gw sih!" Kesal Austin memegang pergelangan tangan Anastasya yang bersimbah darah.
Austin segera membungkus pergelangan tangan Anastasya untuk menahan pendarahan kemudian mengangkatnya ala bridal style menuju lift. Setelah lift terbuka di basement, Ia menuju mobil dan membaringkan Anastasya di kursi belakang, kemudian melajukan kendaraannya menuju rumah sakit dengan kecepatan penuh. Karena terlalu panik, ia baru menyadari dirinya hanya menggunakan sendal hotel saat duduk di ruang tunggu depan IGD.
Austin menghubungi Dodi dan Jack agar datang menyusulnya di rumah sakit untuk menemaninya.
"Siapa yang sakit bos!" Tanya Dodi.
"Gw juga nggak kenal." Jawab Austin masih khawatir karena dokter belum juga keluar.
Kedua sahabatnya heran, baru kali ini Austin menghawatirkan orang lain, biasanya dia tidak punya rasa belas kasih pada orang lain. Bahkan bersikap acuh tak acuh terhadap orang-orang di sekitarnya.
Kenapa bos nggak ganti sendal? dan ini juga pake kaos, bos baru bangun tidur ya?" Selidik Jack melihat penampilan Austin yang menurutnya kacau. Austin yang mereka kenal selalu rapi jika sedang pergi.
"Kalian bisa diem dulu nggak?" Kesal Austin memikirkan keadaan Anastasya.
Sontak keduanya langsung diam.
Hampir 2 jam mereka menunggu, akhirnya dokter keluar.
Austin segera berdiri kemudian menanyakan keadaan Anastasya.
"Bagaimana keadaannya dokter?" Tanya Austin.
"Pasien masih kritis, ia mengeluarkan banyak darah. Kami membutuhkan 2 kantong darah A+, tapi persediaan di rumah sakit ini tinggal 1, jadi anda harus mencarinya 1 kantong lagi." Jelas Dokter.
Austin melirik Dodi dan Jack secara bergantian.
"Ia kami cari sekarang." Ujar Dodi yang sudah tahu perintah bosnya.
Dodi segera menghubungi temannya yang bekerja di PMI, dan kebetulan di PMI masih ada stok 3 kantong, dan Dodi memesan 2 kantong untuk berjaga-jaga. Setelah menutup telpon ia menyuruh anak buahnya untuk mengambilnya lalu membawanya ke rumah sakit.
1 jam setelah transfusi darah, dokter kembali keluar. Austin segera berdiri kemudian menghampiri dokter.
"Bagaimana dok?" Tanya Austin.
"Pasien sudah melewati masa kritisnya, tapi dia belum sadar. Kita lihat saja bagaimana perkembangannya jika dalam waktu 4 jam dia tidak sadar, kemungkinan besar ia mengalami koma." Jelas Dokter.
"Koma?" Lirih Austin, "Baik dokter." Ujar Austin.
Dokter pergi meninggalkan mereka kemudian kembali masuk ke dalam.
"Bos, sebenarnya siapa yang sakit sih?" Tanya Dodi penasaran.
"Gw nggak tau! Dia tiba-tiba masuk kedalam lift kemudian bunuh diri di kamar gw." Jawab Austin.
"Dia siapa bos? cewek atau cowok?" Tanya Jack.
"Cewek." Singkat Austin, membuat keduanya melongo dengan kedua mata melotot.
"Kalian kenapa?" Tanya Austin.
"Baru kali ini bos khawatir apalagi ternyata dia cewek. Ceweknya cantik nggak bos?" Tanya Jack penasaran.
..........
Sementara di tempat lain Damian sedang mencari keberadaan Anastasya di lobby hotel. Ia berusaha menghubungi ponsel Anastasya tapi nomornya sudah tidak aktif.
Pada saat ia mengejar Anastasya, ia tidak sempat melihat di lift mana Anastasya masuk.
"Aku yakin kamu masih di hotel ini sayang, apa mungkin dia menginap di sini?" Gumam Damian.
Ia mendatangi resepsionis kemudian menanyakan kamar dimana Anastasya menginap.
"Maaf Tuan, tidak ada yang memesan kamar atas nama Anastasya." Ujar resepsionis ramah.
Damian mengusap wajahnya dengan kasar. Ia menemui manajer untuk meminta ijin melihat cctv hotel.
Damian memeriksa cctv di lobby hotel tapi tidak melihat istrinya berada di sana saat itu.
"Tidak mungkin! aku yakin dia masuk ke dalam lift, pasti dia menuju lobby kan?" Tanya Damian pada Manajer hotel.
"Mungkin istri anda tidak turun ke lobby, bisa jadi dia ke salah satu kamar." Pikir Manajer.
"Tidak mungkin, kata resepsionis dia tidak memesan kamar." Ucap Damian masih memperhatikan cctv.
"Di sini ada 4 lift, apa semua lift untuk tamu?" Tanya Damian.
"Tidak Tuan, lift yang satu ini khusus CEO. Tidak mungkin istri Anda masuk di sana, karena lift itu tidak akan terbuka jika tidak memiliki sidik jari CEO kami." Jawab manager.
Damian mengangguk kemudian memperhatikan CCTV di basement, "Itu mobil istri saya." Tunjuk Damian melihat mobil milik Anastasya masih terparkir.
"Itu artinya istri anda belum pergi dari hotel ini." Ujar manager.
"Bisa ia, bisa juga tidak. Mungkin dia sengaja meninggalkan mobilnya dan mengendarai mobil lain.
"Kamu dimana sayang, jangan membuatku khawatir." Lirih Damian.
Ia mengerahkan semua anak buahnya mencari keberadaan Anastasya namun tidak ada yang bisa menemukannya di area hotel hingga pagi.
Damian kembali ke villa dan langsung masuk kedalam.
"Kamu masih mencari wanita itu? sementara kami semua menunggumu di ballroom?" Tanya Weni dengan amarah. Weni dan Kanaya duduk di ruang tamu setelah mereka sarapan.
"Dia istriku Mah! mana mungkin aku tidak mencarinya? Di Bandung dia tidak memiliki siapapun selain keluarga kita, dan sekarang aku tidak tau dimana keberadaannya." Kesal Damian.
"Dia pasti sudah pergi dengan laki-laki lain Mah." Sela Kanaya.
"Diam kamu! Dia bukan wanita seperti itu." Bentak Damian dengan kesal.
Damian melangkahkan kakinya ke dalam kamar kemudian mandi dan mengganti pakaian. Semalaman ia mencari Anastasya di sekitar hotel namun tidak ada tanda-tanda Istrinya di sana. Setelah beberapa menit ia kembali keluar dari kamar ia mengambil sepatunya lalu duduk di sofa dan memakainya.
"Mau kemana?" Tanya Kanaya berusaha lembut yang masih duduk di sofa bersama Weni.
"Cari Tasya." Singkat Damian.
"Tidak usah di cari lagi Mas, dia butuh waktu untuk menenangkan diri. Jika sudah tenang pasti juga pulang." Ujar Kanaya.
Damian mengernyitkan keningnya, baru kali ini Kanaya bicara yang masuk akal dengannya, tapi ia kembali menghawatirkan Anastasya.
.
.
.
Bersambung....
Sahabat Author yang baik ❤️
Jika kalian suka dengan cerita ini, Jangan lupa, Like, Komen, Hadiah, Dukungan dan Votenya ya! 🙏🙏🙏
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!