Episode 1 : Perkenalan
Maya, dokter muda itu sedang menggendong bayi laki-laki yang baru dilahirkannya 40 hari yang lalu. Seorang bayi mungil dengan kulit putih seperti sang mama dan alis lebat seperti sang papa. Dibelainya makhluk mungil yang sedang menguap dan menggeliat itu. Kulitnya begitu lembut dan wangi, bibirnya yang mungil selalu mencari air susu. Maya sangat mencintai Arka, buah hatinya dengan Ryan, manusia setengah vampire yang kini telah berubah lebih banyak memiliki sisi kemanusiaannya daripada sifat makhluk yang haus darah.
Mama muda ini berjalan ke arah balkon di lantai dua rumahnya yang sangat luas dan jauh dari keramaian kota. Pagi ini baby Arka dijemur di bawah hangatnya sinar matahari pagi, bola matanya yang bulat pelan-pelan menyipit karena silau. Diambilnya kursi tanpa lengan dan diletakkannya di tempat yang banyak terkena sinar matahari.
“Oeek..oeek…,” tangis Arka entah apa yang diinginkan bocah kecil ini. Satu bulan lebih Maya menjadi seorang mama, tapi masih sulit membedakan keinginan dari sebuah tangisan bayi. Dirinya lebih sering bertanya pada pengasuh Arka, Zus Puspa seorang baby sitter berusia 40 tahun yang telah berpengalaman mengasuh bayi baru lahir. Zus bilang tangisan bayi bisa diartikan lapar, sakit, buang air atau ketakutan. Pengasuh Arka yang tak banyak bicara tapi begitu piawai mengenai urusan bayi.
“Pagi,Bu. Biar saya yang jemur si Arka,” sapa Zus Puspa yang tiba-tiba berdiri di dekat pintu dalam kondisi rambut masih basah setelah keramas.
“Pagi, apa suster udah sarapan? Kalau belum, biar saya yang jemur Arka sekalian susuin dia,” sahut Maya sambil membalikkan posisi bocah kecil itu agar tengkurap di atas pahanya.
“Baiklah,Bu. Kamar bayi udah saya bersihkan dan bak mandi udah saya siapin juga. Saya pamit sarapan dulu,” pamit pengasuh bayi itu sambil membalikkan badan.
Baby Arka menggeliat kepanasan ketika punggungnya dijemur, suara tangisnya memecah heningnya pagi.
“Duh anak papa, pagi-pagi udah dijemur aja,” Ryan tiba-tiba muncul lalu mencium Maya dan baby A yang sedang berjemur di balkon.
“Arka udah minum susu belum?”
“Udah dong,Pa. Baby A nyusunya kuat banget. Pasti cepet banget gedenya,”sahut Maya sambil mengangkat bocah kecil itu dan menutupinya dengan handuk.
“Hebat dong anak papa. Papa pamit mau ke kantor dulu. Hati-hati jaga rumah.”
Maya mencium tangan suaminya, dan memasukkan baby A di kamarnya. Perempuan muda itu telah menyelesaikan masa PTT selama 2 tahun, kini membuka prakter pribadinya di rumah agar dapat mengurus bayinya lebih baik.
Mama muda itu tersenyum sambil memegang jari jemari Arka yang mungil dan lembut. Pasti sebentar lagi dia tumbuh menjadi pemuda yang gagah seperti sang papa. Maya jadi teringat lagi masa-masa SMA dimana dia bertemu pertama kali dengan Ryan. Saat itu hari pertama masuk kelas 2 SMA, tepatnya 11 Biologi 3 SMA Prima Cendana, sebuah SMA nasional plus, sekolah swasta favorit yang terkenal di daerah selatan Jakarta. Seluruh sekolah dibuat gempar dengan hadirnya murid baru yang super ganteng, tinggi, dan keren, Ryan Sanders. Cowok berkulit kuning langsat dengan tinggi 180 cm, gayanya memang cool, cuek, sedikit bad boy tapi sangat menawan. Isunya dia siswa pindahan karena sempat tak naik kelas, entah dari sekolah mana dari luar kota, yang pasti dia sangat piawai menggiring dan memasukkan bola basket. Hari pertama masuk sekolah merupakan hari perkenalan dengan guru-guru yang sebagian juga merupakan guru baru, mata pelajaran baru, juga siswa baru. Ryan yang datang ke sekolah agak kesiangan terpaksa duduk di meja paling depan. Posturnya yang tinggi cukup menarik perhatian seisi kelas, terutama para cewek yang sibuk berbisik dan tersenyum.
“Selamat pagi adik-adik. Perkenalkan saya Pak Tarno yang akan menjadi wali kelas kalian. Hari pertama kita awali dengan perkenalan ya! Apakah ada siswa baru di sini?”
“Ada,Pak. Tuh yang duduk di bangku paling depan,” Tari siswi paling bawel angkat bicara diiringi suara riuh rendah dari seisi kelas.
“Kalian tenang! Silakan untuk siswa baru untuk memperkenalkan diri di depan kelas,” sang wali kelas membuka pelajaran hari itu.
Ryan menengok ke belakang untuk melihat suasana kelas, kemudia bangkit berdiri tepat di depan papan tulis. Gayanya yang cuek dan percaya diri membuat semua cewek memandang takjub, belum pernah ada cowok seganteng dan sekeren ini di sekolah.
“Perkenalkan nama saya Ryan Sanders. Nama panggilan Ryan, usia 18 tahun. Saya siswa pindahan dari Surabaya.”
“Waahhhh…..” mulut Alisha, siswi paling popular di sekolah ini menganga lebar. Dia merupakan cheerleader di sekolah ini. Siswi paling keren yang mendapat julukan “the most popular girl in the school”
Alisha van de Jong, siswi cantik berwajah indo dengan kulit putih dan rambut panjang sebahu agak pirang, tubuhnya yang tinggi semampai menjadikannya cheerleader. Terlahir dari keluarga kaya raya dan berpengaruh menjadikan dirinya egois dan arogan, terkadang juga egois dan memaksakan kehendaknya sendiri. Gadis blasteran ini terlahir dari seorang ayah seorang pengusaha tambang batu bara dan seorang ibu mantan artis yang kini duduk sebagai wakil rakyat di DPR. Gadis itu mengangkat sedikit lidahnya ke atas bibir dan melirik ke arah Ryan bagaikan seekor kucing yang sedang mengincar mangsanya. Ryan kembali ke tempat duduknya dan bel tanda istirahat pertama berbunyi. Sebagian besar siswa keluar kelas dan menuju kantin. Yang tersisa hanya seorang gadis cantik berkepang dua yang duduk di bangku paling belakang. Maya Trisha Purnomo, gadis Betawi yang cantik dan berkulit putih itu asyik dengan sebuah buku dan pulpennya. Dialah si bintang kelas yang merupakan siswa paling muda seangkatan. Beberapa kali mengikuti kelas akselerasi dan berasal dari keluarga sangat sederhana. Gadis cantik yang baik hati ini bisa masuk ke sekolah bergengsi ini karena almarhum papanya seorang mantan guru biologi sehingga mendapat keringanan uang pangkal maupun SPP sebesar 50%. Maya merupakan gadis yang otaknya sangat cepat menerima semua pelajaran, sehingga banyak teman menjulukinya sebagai “si otak scanner”. Maya kini hidup berdua dengan sang ibu yang membuka sebuah laundry kecil di rumahnya yang sederhana. Gadis ini memiliki pekerjaan sampingan sebagai seorang tutor private untuk murid SD dan SMP, karena itu waktu istirahat sering dipakainya untuk mempersiapkan materi bagi para siswanya.
Bel tanda masuk berbunyi, semua murid berkumpul di depan kelas masing-masing. Maya yang cantik dan rajin keluar kelas. Tubuhnya yang setinggi 165 cm tergolong normal untuk anak seusianya, hanya kaki kirinya agak pincang. Ryan yang berada di barisan belakang tampak tertarik dengan gadis kale mini. Matanya terus memperhatikan gadis berkepang dua yang menjadi ketua kelas dan menyiapkan barisan.
Di kelas ini ada pula seorang cowok macho berkulit sawo matang yang menjabat sebagai wakil ketua kelas yang bergantian menyiapkan barisan. Affandra Purba, siswa ganteng dan macho berusia 17 tahun ini memiliki tinggi badan 175 cm dan seorang kapten basket di sekolah. Ayahnya seorang pengacara terkenal di negeri ini sedangkan ibunya adalah seorang dosen fakultas hukum beberapa perguruan tinggi swasta di Jakarta. Sebagai seorang Batak, Affandra memiliki sifat yang justru berkebalikan dengan stereotif sukunya. Dia adalah merupakan ketua OSIS yang baik hati dan penuh perhatian, hampir semua guru menyayanginya.
Sepulang sekolah, Maya menuntun sepedanya keluar parkiran. Beruntungnya siang ini langit sangat cerah. Dilihatnya di parkiran anak-anak perempuan berkumpul. Maya bersiap mengayuh sepedanya ketika seseorang menepuk pundaknya.
“May, jangan lupa besok ada rapat OSIS sepulang sekolah.”
“Ndra. Kau bikin kaget aja. Iya aku ingat. Aku duluan pulang ya!” pamit Maya pada Affandra yang menuju parkiran motor.
“Oke. Hati-hati di jalan May,” pesan Affandra sambil melambaikan tangan.
Maya sedikit kesal dengan teman-teman ceweknya yang sedikit norak dengan kehadiran Ryan, sang siswa baru.
“Apa sih hebatnya cowok itu? Huuh!” gumamnya dalam hati.
Saat sepedanya menuju gerbang keluar sekolah, dilihatnya mobil Ryan yang merah menyala, pintunya terbuka bagaikan sayap kupu-kupu.
“Oh karena ini semua cewek berkumpul dan takjub sama Ryan?” Maya menggelengkan kepalanya seakan tak tertarik untuk ikut-ikutan. Dikayuhnya sepeda keluar dari sekolah dan menuju jalan raya.
“Sebuah Lamborgini Aventador? Scissors doors memang hebat. Oh..kaya juga si Ryan. Pantes aja semua cewek caper sama dia,” pikir Maya sambil terus menyusuri jalan raya.
Yang ada dalam pikiran gadis ini cuma segera sampai rumah, makan siang dan buru-buru ke rumah muridnya yang pasti telah menunggunya dengan setumpuk pekerjaan rumah.
“Hai,Ma. Masak apa hari ini?” sapa Maya ketika sampai di rumah yang bagian depannya merangkap sebagai usaha laundry.
“Ada ayam goreng, sayur asem dan sambal terasi kesukaanmu,” sahut mama tanpa berpaling dan sibuk menghitung lipatan pakaian bersih untuk dimasukkan ke dalam kantong plastik para pelanggan.
Sejak kepergian sang papa, mamanya berjuang seorang diri untuk membesarkan Maya, putri tunggalnya. Di tempat laundry yang diberi nama “Mom’s Laundry”, sang mama hanya dibantu dua orang asisten, Sri dan Wati , dua wanita berhijab yang cekatan dan rajin. Tak jarang Maya membantu sang mama mengantarkan hasil laundry ke rumah pelanggannya yang meminta service lebih dengan mengenakan ongkos kirim. Meskipun hasil yang diperoleh tidak banyak, tapi mereka masih bisa hidup berkecukupan. Maya pun tak pernah mengeluh meski hari-harinya tak bisa dinikmati dengan hang out, dugem atau nge-mall seperti siswa seusianya. Baginya hidup adalah perjuangan dan selalu bersyukur atas yang telah Tuhan beri.
Alisha, “Miss Popular” memarkirkan BMW X1 miliknya yang berwarna putih tepat di sebelah mobil Ryan yang merah menyala.
“Busyet, rajin juga tuh cowok datang pagi,” gumam Alisha sambil menggendong tasnya dan berjalan menuju kelas.
“Halo…” sapa Niken dan Sandra, dua orang anggota gang popular milik Alisha. Dua cewek ini merupakan pengikut setia miss popular yang setia mentraktir dua sahabatnya.
“Halo juga,” balas Alisha yang langsung berkerumun bertiga dan bergosip ria menunggu bel tanda masuk berbunyi.
“Teng…teng…teng….” Bunyi bel tanda masuk berbunyi dan semua murid berbaris depan kelas.
Bu Rini, guru matematika kawakan telah siap di depan pintu sambil membawa buku Matematika jilid 2 A. Wanita setengah baya ini tampak serius seperti biasanya. Dari balik kacamatanya yang tebal tersembunyi hati yang lembut keibuan. Para murid seringkali duduk terdiam ketakutan ketika beliau mengajar karena hampir tiap materi selesai langsung diadakan kuis harian.
Pagi ini adalah hari terakhir Bu Rini menjelaskan materi dan Latihan soal Trigonometri. Sebelum ulangan, beliau memberikan soal latian dan menyuruh seorang siswa mengerjakannya di papan tulis. Semua murid terdiam dengan mulut terkunci. Alisha duduk tegang bagaikan robot, dadanya berdetak kencang ketika Bu Rini mendekati mejanya.
“Puft.. leganya,” miss popular itu menarik napas panjang ketika sang guru tak menunjuknya untuk maju. Alisha merasa belum menguasai materi baru ini dan sepulang sekolah pasti akan mendatangi bimbel untuk bertanya dan latihan soal lagi dibantu guru bimbelnya. Sang papa adalah seorang yang keras dan mengharuskan Alisha selalu lulus sekolah dan mendapat nilai baik meskipun dirinya tak pernah mendapat ranking sekalipun di kelas.
“Ryan, coba kamu kerjakan soal itu ya! Dari tadi seperti kurang konsentrasi. Ini sekolah bukan lapangan basket jadi mata kamu harus menghadap papan tulis, bukan lapangan,” perintah Bu Rini dengan ketus.
“Baik Bu,” sahut Ryan dengan santai.
Segera diambilnya kapur tulis dan menuliskan jawabannya tanpa berpikir.
“Rumusnya aja kamu belum hapal! Salah semua. Sana duduk lagi! Ayo Maya, bantu koreksi.”
Maya maju ke depan kelas dengan langkah yang kurang sempurna, namun gadis berkepang dua ini sangat cantik dan cerdas hingga membuat semua guru kagum atas kepiawaiannya.
“Nah, ini baru betul! Ryann, mulai sekarang kalau kamu belum paham boleh tanya ke Maya ya!”
“Iya Bu,”jawab Ryan singkat. Cowok itu sekalipun tak merasa malu meski semua jawabannya tadi salah.
Alisha hanya menelan ludah melihat kesempatan berdekatan dengan sang pujaan jatuh pada Maya, si gadis pincang.
Saat jam istirahat kedua, Alisha mendekati meja Ryan yang sedang asyik menyalin tulisan dari papan tulis.
“Hai…” Alisha membuka percakapan. Di belakangnya telah berdiri dua pengikutnya,Niken dan Sandra layaknya seorang boss besar dan dua pengawalnya.
“Hai juga,” balas Ryan tanpa menoleh sedikitpun.
“Mau gak aku traktir makan di kantin?” tanya Alisha sambil menoleh ke arah dua sahabatnya seakan menunggu respon mereka atas idenya tadi.
“Aku lagi sibuk,nih. Takut ketinggalan.Kalian duluan aja,” sahut cowok ganteng ini dengan cuek.
“Masih lama? Kami bisa tunggu kok, kalau gak lama,” tanya Alisha, seakan pantang menyerah.
“Masih setengah papan tulis lagi. Lagian aku gak lapar kok,” cowok itu tetap cuek tak menengok sedikitpun.
“Yaudah kalau gamau! Gausah banyak alasan. Kami gak akan ajak kamu lagi,” balas Alisha sambil melengos.
Siang itu Ryan melihat Maya, sang ketua kelas masih duduk di kursinya sambil menulis sesuatu di atas kertas. Cowok ganteng itu mendekatinya, dan mengambil posisi duduk persis di depannya. Ryan duduk dengan posisi terbalik di kursi sehingga wajahnya dengan jelas menatap Maya yang sedang serius menulis.
“Halo.. sorry, aku mengganggu sebentar,” sapa Ryan.
“Halo… apa yang bisa aku bantu?” jawab Maya sambil meletakkan pulpen dan menatap Ryan.
Sebuah wajah putih dengan hidung mancung, bola matanya bulat sempurna dengan bulu mata lentik dan alis lebat menambah cantiknya si kepang dua. Wajah natural sempurna milik Maya begitu menarik perhatian Ryan.
“Aku butuh bimbingan trigonometri,”sahut Ryan dengan mimik penuh harap.
“Boleh aja, tapi abis ini akua da rapat OSIS. Malam aku bisa. Nih nomer ponselku,” jawab Maya sambil tersenyum. Sepasang lesung pipit menghiasi kedua belah pipinya yang putih kemerahan.
Ryan menerima secarik kertas kecil berisi nomer ponsel gadis cantik itu.
“Wah, Makasih banyak ya. Kamu baik banget.”
“Iya, sama-sama,” sahut Maya sambil meneruskan pekerjaannya menulis.
Sepulang sekolah, Alisha berjalan diikuti dua sahabatnya menuju mobil.
“Kesel gue. Ryan cuek banget. Gak liat apa gue udah cantik begini. Kurangnya gue apa?”
“Bukannya lu udah ada Affandra,Lis?” tanya Niken dengan alis dinaikkan penuh keheranan.
“Dia lebih ganteng. Gue mulai bosen sama Affandra,”sahut Alisha seenaknya.
“Terus rencana lu apa?” tanya Sandra sambil menengok ke arah mobil Ryan yang terparkir dengan manja di samping mobil sahabatnya.
“Gatau!” jawab miss popular dengan ketus sambil menghentakkan kakinya di atas tanah. Disepaknya kerikil kecil yang ada dekat ban mobil sambil mengacak-acak rambutnya.
“Nah, gue punya ide. Kita kempesin ban mobil lu. Terus lu minta tolong Ryan. Gimana?” cetus Niken yang terkenal paling jahil di antara mereka bertiga.
“Gila ya lu! Kita bisa pulang kesorean kalau ban kempes,” keluh Alisha.
“Lu kapan mau dideketin Ryan kalau bukan lewat cara pintas macem ini?” celoteh Niken sengit seakan idenya amat brilian dan tak mau dibuang begitu saja.
“Yah, okelah. Lu laksanain,” sahut miss popular pasrah.
“Eh..cepetan! Tuh Ryan mulai nongol. Dia jalan ke arah kita,” teriak Sandra mengagetkan Niken. “Ups..untungnya udah beres,” kata Niken sambil berdiri menonton hasil karyanya, sebuah ban depan sebelah kanan yang kempis sempurna.
Sandra mendorong pundak Alisha, “Cepet lu beraksi!”
Ryan bersiap masuk ke mobil ketika Alisha menyapanya dari dekat,”Hai..Bisa bantu aku?”
Gadis blasteran ini memilin ujung tali tasnya sambil berharap Ryan mau berbelas kasihan padanya.
“Hai juga..minta tolong apa?” balas cowok keren itu sambil menoleh ke arah Alisha.
“Tuh.. ban mobil gue kempes. Tolong gantiin bisa?” pinta Alisha penuh harap.
Ryan keluar dari mobil dan berdiri di dekat Alisha, “Maaf ya,Lis. Aku buru-buru. Coba kamu minta tolong satpam atau telpon bengkel.”
“Tega ya lu!” bentak Alisha sambil meninggalkan Ryan yang melaju dengan mobilnya.
Kini Alisha menangis dan mengomel pada Niken, “Gara-gara lu rencana gue hancur berantakan! Mana ban kempes. Kita bakal balik rumah kesorean tau!”
“Yaudah gue coba panggil satpam,” Sandra berlari ke arah pos satpam.
Namun gadis tomboy itu tak lama kemudian balik lagi,” Lis, satpam gak paham cara ganti ban. Gue bantu telpon bengkel terdekat ya.”
Niken minta maaf sambil berusaha mengambil hati Alisha yang sedang menangis.
Sementara Sandra sibuk dengan ponselnya, menghubungi nomor beberapa bengkel yang bisa datang secepat mungkin ke sekolah.
Lima belas menit kemudian, orang bengkel datang dengan mengendarai sepeda motor dan mengganti ban depan mobil Alisha dengan cekatan.
“Nah, udah beres Neng, upahnya tujuh puluh lima ribu rupiah. Transfer aja, kata boss,” pintanya bersiap-siap sambil tancap gas pamit pergi karena masih banyak kerjaan selanjutnya.
“Oke,bang. Nih udah gue transfer via M-banking ya.”
“Makasih,Neng. Saya jalan dulu.”
Di mobil Alisha masih menggerutu sambil memperkeras suara musik yang diputar lewat usb dalam mobil. Lagu “Love is Gone” dari Dylan Matthew diputarnya keras-keras seakan mewakili hatinya saat ini.
Alisha, “Miss Popular” memarkirkan BMW X1 miliknya yang berwarna putih tepat di sebelah mobil Ryan yang merah menyala.
“Busyet, rajin juga tuh cowok datang pagi,” gumam Alisha sambil menggendong tasnya dan berjalan menuju kelas.
“Halo…” sapa Niken dan Sandra, dua orang anggota gang popular milik Alisha. Dua cewek ini merupakan pengikut setia miss popular yang setia mentraktir dua sahabatnya.
“Halo juga,” balas Alisha yang langsung berkerumun bertiga dan bergosip ria menunggu bel tanda masuk berbunyi.
“Teng…teng…teng….” Bunyi bel tanda masuk berbunyi dan semua murid berbaris depan kelas.
Bu Rini, guru matematika kawakan telah siap di depan pintu sambil membawa buku Matematika jilid 2 A. Wanita setengah baya ini tampak serius seperti biasanya. Dari balik kacamatanya yang tebal tersembunyi hati yang lembut keibuan. Para murid seringkali duduk terdiam ketakutan ketika beliau mengajar karena hampir tiap materi selesai langsung diadakan kuis harian.
Pagi ini adalah hari terakhir Bu Rini menjelaskan materi dan Latihan soal Trigonometri. Sebelum ulangan, beliau memberikan soal latian dan menyuruh seorang siswa mengerjakannya di papan tulis. Semua murid terdiam dengan mulut terkunci. Alisha duduk tegang bagaikan robot, dadanya berdetak kencang ketika Bu Rini mendekati mejanya.
“Puft.. leganya,” miss popular itu menarik napas panjang ketika sang guru tak menunjuknya untuk maju. Alisha merasa belum menguasai materi baru ini dan sepulang sekolah pasti akan mendatangi bimbel untuk bertanya dan latihan soal lagi dibantu guru bimbelnya. Sang papa adalah seorang yang keras dan mengharuskan Alisha selalu lulus sekolah dan mendapat nilai baik meskipun dirinya tak pernah mendapat ranking sekalipun di kelas.
“Ryan, coba kamu kerjakan soal itu ya! Dari tadi seperti kurang konsentrasi. Ini sekolah bukan lapangan basket jadi mata kamu harus menghadap papan tulis, bukan lapangan,” perintah Bu Rini dengan ketus.
“Baik Bu,” sahut Ryan dengan santai.
Segera diambilnya kapur tulis dan menuliskan jawabannya tanpa berpikir.
“Rumusnya aja kamu belum hapal! Salah semua. Sana duduk lagi! Ayo Maya, bantu koreksi.”
Maya maju ke depan kelas dengan langkah yang kurang sempurna, namun gadis berkepang dua ini sangat cantik dan cerdas hingga membuat semua guru kagum atas kepiawaiannya.
“Nah, ini baru betul! Ryann, mulai sekarang kalau kamu belum paham boleh tanya ke Maya ya!”
“Iya Bu,”jawab Ryan singkat. Cowok itu sekalipun tak merasa malu meski semua jawabannya tadi salah.
Alisha hanya menelan ludah melihat kesempatan berdekatan dengan sang pujaan jatuh pada Maya, si gadis pincang.
Saat jam istirahat kedua, Alisha mendekati meja Ryan yang sedang asyik menyalin tulisan dari papan tulis.
“Hai…” Alisha membuka percakapan. Di belakangnya telah berdiri dua pengikutnya,Niken dan Sandra layaknya seorang boss besar dan dua pengawalnya.
“Hai juga,” balas Ryan tanpa menoleh sedikitpun.
“Mau gak aku traktir makan di kantin?” tanya Alisha sambil menoleh ke arah dua sahabatnya seakan menunggu respon mereka atas idenya tadi.
“Aku lagi sibuk,nih. Takut ketinggalan.Kalian duluan aja,” sahut cowok ganteng ini dengan cuek.
“Masih lama? Kami bisa tunggu kok, kalau gak lama,” tanya Alisha, seakan pantang menyerah.
“Masih setengah papan tulis lagi. Lagian aku gak lapar kok,” cowok itu tetap cuek tak menengok sedikitpun.
“Yaudah kalau gamau! Gausah banyak alasan. Kami gak akan ajak kamu lagi,” balas Alisha sambil melengos.
Siang itu Ryan melihat Maya, sang ketua kelas masih duduk di kursinya sambil menulis sesuatu di atas kertas. Cowok ganteng itu mendekatinya, dan mengambil posisi duduk persis di depannya. Ryan duduk dengan posisi terbalik di kursi sehingga wajahnya dengan jelas menatap Maya yang sedang serius menulis.
“Halo.. sorry, aku mengganggu sebentar,” sapa Ryan.
“Halo… apa yang bisa aku bantu?” jawab Maya sambil meletakkan pulpen dan menatap Ryan.
Sebuah wajah putih dengan hidung mancung, bola matanya bulat sempurna dengan bulu mata lentik dan alis lebat menambah cantiknya si kepang dua. Wajah natural sempurna milik Maya begitu menarik perhatian Ryan.
“Aku butuh bimbingan trigonometri,”sahut Ryan dengan mimik penuh harap.
“Boleh aja, tapi abis ini aku ada rapat OSIS. Malam aku bisa. Nih nomer ponselku,” jawab Maya sambil tersenyum. Sepasang lesung pipit menghiasi kedua belah pipinya yang putih kemerahan.
Ryan menerima secarik kertas kecil berisi nomer ponsel gadis cantik itu.
“Wah, Makasih banyak ya. Kamu baik banget.”
“Iya, sama-sama,” sahut Maya sambil meneruskan pekerjaannya menulis.
Sepulang sekolah, Alisha berjalan diikuti dua sahabatnya menuju mobil.
“Kesel gue. Ryan cuek banget. Gak liat ap ague udah cantik begini. Kurangnya gue apa?”
“Bukannya lu udah ada Affandra,Lis?” tanya Niken dengan alis dinaikkan penuh keheranan.
“Dia lebih ganteng. Gue mulai bosen sama Affandra,”sahut Alisha seenaknya.
“Terus rencana lu apa?” tanya Sandra sambil menengok ke arah mobil Ryan yang terparkir dengan manja di samping mobil sahabatnya.
“Gatau!” jawab miss popular dengan ketus sambil menghentakkan kakinya di atas tanah. Disepaknya kerikil kecil yang ada dekat ban mobil sambil mengacak-acak rambutnya.
“Nah, gue punya ide. Kita kempesin ban mobil lu. Terus lu minta tolong Ryan. Gimana?” cetus Niken yang terkenal paling jahil di antara mereka bertiga.
“Gila ya lu! Kita bisa pulang kesorean kalau ban kempes,” keluh Alisha.
“Lu kapan mau dideketin Ryan kalau bukan lewat cara pintas macem ini?” celoteh Niken sengit seakan idenya amat brilian dan tak mau dibuang begitu saja.
“Yah, okelah. Lu laksanain,” sahut miss popular pasrah.
“Eh..cepetan! Tuh Ryan mulai nongol. Dia jalan ke arah kita,” teriak Sandra mengagetkan Niken. “Ups..untungnya udah beres,” kata Niken sambil berdiri menonton hasil karyanya, sebuah ban depan sebelah kanan yang kempis sempurna.
Sandra mendorong pundak Alisha, “Cepet lu beraksi!”
Ryan bersiap masuk ke mobil ketika Alisha menyapanya dari dekat,”Hai..Bisa bantu aku?”
Gadis blasteran ini memilin ujung tali tasnya sambil berharap Ryan mau berbelas kasihan padanya.
“Hai juga..minta tolong apa?” balas cowok keren itu sambil menoleh ke arah Alisha.
“Tuh.. ban mobil gue kempes. Tolong gantiin bisa?” pinta Alisha penuh harap.
Ryan keluar dari mobil dan berdiri di dekat Alisha, “Maaf ya,Lis. Aku buru-buru. Coba kamu minta tolong satpam atau telpon bengkel.”
“Tega ya lu!” bentak Alisha sambil meninggalkan Ryan yang melaju dengan mobilnya.
Kini Alisha menangis dan mengomel pada Niken, “Gara-gara lu rencana gue hancur berantakan! Mana ban kempes. Kita bakal balik rumah kesorean tau!”
“Yaudah gue coba panggil satpam,” Sandra berlari ke arah pos satpam.
Namun gadis tomboy itu tak lama kemudian balik lagi,” Lis, satpam gak paham cara ganti ban. Gue bantu telpon bengkel terdekat ya.”
Niken minta maaf sambil berusaha mengambil hati Alisha yang sedang menangis.
Sementara Sandra sibuk dengan ponselnya, menghubungi nomor beberapa bengkel yang bisa datang secepat mungkin ke sekolah.
Lima belas menit kemudian, orang bengkel datang dengan mengendarai sepeda motor dan mengganti ban depan mobil Alisha dengan cekatan.
“Nah, udah beres Neng, upahnya tujuh puluh lima ribu rupiah. Transfer aja, kata boss,” pintanya bersiap-siap sambil tancap gas pamit pergi karena masih banyak kerjaan selanjutnya.
“Oke,bang. Nih udah gue transfer via M-banking ya.”
“Makasih,Neng. Saya jalan dulu.”
Di mobil Alisha masih menggerutu sambil memperkeras suara musik yang diputar lewat usb dalam mobil. Lagu “Love is Gone” dari Dylan Matthew diputarnya keras-keras seakan mewakili hatinya saat ini.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!