Hari ini akan menjadi hari yang sangat bersejarah bagi seorang Faranisha Gayatri. Setelah menjalin hubungan asmara selama 3 tahun dengan sang kekasih, akhirnya mereka akan menuju bahtera pernikahan.
Saat ini Fara sedang dirias oleh para personil MUA untuk persiapan prosesi akad yang akan dilaksanakan beberapa jam lagi. Duduk di depan meja rias, tampak sangat jelas gadis cantik nan ayu itu tengah diliputi kegugupan. Bulir-bulir peluh yang tak henti-hentinya timbul di keningnya, dengan sigap dibersihkan oleh Ami, sang tante, adik dari sang ayah yang sejak tadi setia mendampinginya disertai memberikan dukungan moral serta gurauan untuk menenangkan sang keponakan.
"Tenang Nak, jangan gugup. Kamu ingin tampil maksimal di depan calon suamimu nanti kan? Ayo buat dia tidak bisa berkedip dengan kecantikan mu!" itulah kalimat yang selalu diucapkan Ami.
Ceklek...
Tiba-tiba pintu ruangan rias terbuka disusul masuknya sesosok pria paruh baya dengan setelan kemeja batik lengan panjang dan celana bahan serta peci yang bertengger rapih di kepalanya. Dialah sang ayah, Farzan Abrisam.
"Maaf mengganggu." Ucap Farzan dengan senyuman yang terkesan dipaksakan "Saya ingin berbicara empat mata dengan putri saya."
Hening...
Belum selesai dari keterkejutan atas kehadiran Farzan yang tiba-tiba, orang-orang dalam ruangan dibuat kebingungan dan heran dengan pernyataan yang baru saja diucapkan pria paruh baya itu.
"Ada apa mas?" tanya Ami setelah tersadar dari keterkejutannya.
"Hmmm...?" Farzan tampak segan untuk menjawab "Nanti mas jelasin Dek. Sekarang mas pengen ngomong berdua aja dengan Fara."
Mendapati tanggapan Farzan yang tampak mengelak, Ami serta semua orang dalam ruangan dapat menebak bahwa ada sesuatu yang bersifat privasi yang ingin disampaikan oleh pria paruh baya itu pada putrinya. Ami pun mengerti dan tidak bertanya lebih jauh lagi, lantas mengajak para personil MUA keluar dari ruangan meninggalkan sepasang ayah dan anak itu.
Bruk...
"Ada apa Yah?" Fara langsung mempertanyakan lagi pertanyaan yang dilontarkan Ami tadi, selang beberapa saat pintu ruangan tertutup.
Sejenak Farzan memejamkan mata "Maafin Ayah, nak. Ayah gak bisa berbuat apa-apa." alih-alih menjawab, pria paruh baya itu malah mengiba dengan mata berkaca-kaca menahan tangis.
Sontak saja Fara diliputi rasa khawatir yang entah datang dari mana. "Maaf? Maaf untuk apa Yah? Tolong jangan buat Fara khawatir di hari bersejarah Fara ini, Yah!"
"Hufh..." Farzan menghembuskan nafas gusar "Justru itu nak, Ayah gak bisa berbuat apa-apa untuk hari bersejarah mu ini, Ayah___" Farzan tidak dapat melanjutkan ucapannya.
"Ayah? Ayah kenapa?" Fara semakin khawatir. Berbagai pikiran buruk mulai berkecamuk dalam benaknya.
"Maafin Ayah, nak." sekali lagi Farzan meminta maaf, sebelum dengan hati-hati menjelaskan "Beberapa saat yang lalu utusan keluarga Sanjaya datang nemuin Ayah. Katanya, pernikahan ini dibatalkan."
Keluarga Sanjaya ialah keluarga sang calon mempelai pria atau calon suami Fara, Bagus Sanjaya. Keluarga pengusaha nomor 1 di negeri ini, Indonesia. Dan Bagus sendiri adalah pewaris utama keluarga Sanjaya yang kini menjabat sebagai Presdir PT. Sanjaya.
Hening...
Fara terdiam sesaat sembari mencerna penuturan sang ayah. Tawanya pecah kemudian "Hahaha..." tawa yang terkesan hambar seolah baru saja mendengar lelucon garing. "Ayah ada-ada aja. Fara tau, Ayah hanya ingin nenangin Fara kan? Ya, Ayah berhasil. Fara udah tenang sekarang. Jadi, bisakah Ayah serius! Ada apa tiba-tiba Ayah datang dan ingin ngomong berdua aja dengan Fara?" sungguh Fara benar-benar menganggap penuturan Farzan sebagai lelucon.
Sejenak Farzan terdiam. Reaksi sang putri benar-benar berada di luar ekspetasinya. Menggeleng-gelengkan kepala, sekali lagi ia menghembuskan nafas gusar "Hufh... Ayah serius nak!" ucapnya penuh penekanan.
"Hufh..." alih-alih percaya Fara malah ikut-ikutan menghembuskan nafas gusar "Ayolah Yah, Fara lagi gak mood becanda." rengeknya masih kukuh menganggap sang ayah tengah bercanda.
"Dengar Nak, Ayah benar-benar gak lagi becanda!" Farzan menengadahkan telapak tangannya menghadap Fara, saat gadis itu hendak menyela "Beberapa saat yang lalu tuan Bahar datang menemui Ayah. Dan ya, seperti yang ayah katakan tadi, beliau menyampaikan perihal pembatalan pernikahan."
Mendapati ketegasan sang ayah, Fara tidak lagi dapat menyangkal keseriusannya. Terlebih lagi Farzan menyebutkan nama tuan Bahar, orang kepercayaan atau tangan kanan tuan besar Sanjaya, Bagas Sanjaya. Tiba-tiba Fara merasa sesak di dadanya "Ti-tidak, Ayah pasti becanda. Katakan Yah, Ayah hanya becanda kan!" gadis itu menggeleng-gelengkan kepalanya sembari memegang dadanya yang kian menyesakan.
Grep...
Farzan sigap mendekap sang putri kedalam pelukannya saat Fara mulai kehilangan keseimbangan pada pijakannya. "Sabar nak. Maafin Ayah, Ayah gak bisa berbuat apa-apa." akhirnya air mata yang sejak tadi berusaha ia tahan terjatuh juga. Terlebih lagi saat sang putri mulai terisak dalam pelukannya.
"Hiks... Yah, tolong katakan kalau ayah lagi becanda. Ini gak benar kan yah?" Fara masih saja berusaha menyangkal.
"Sabar nak, maafin Ayah!" Farzan hanya bisa menguatkan sang putri dengan lebih mengeratkan dekapannya serta mengusap-usap punggung gadis itu.
"Tapi kenapa Yah? Apa salah Fara? Padahal semalam Fara sama mas Bagus masih baik-baik aja. Kita juga sempat video callan sebelum Fara tidur." adu Fara tak mengerti.
"Ayah gak tau nak, tuan Bahar gak ngasih tau alasannya waktu Ayah nanya."
"Terus sekarang Fara harus gimana Yah?"
"Maaf nak, Ayah gak bisa berbuat apa-apa. Kita hanya bisa pasrah mengikuti kemauan mereka. Mereka mengancam kita agar tidak komplain atau meminta pertanggung jawaban pada keluarga Sanjaya. Kamu tau kan, seberapa berkuasanya keluarga Sanjaya? Maaf nak, Ayah gak bisa berbuat apa-apa." tutur Farzan panjang lebar yang intinya hanya dapat meminta maaf atas ketidak berdayaannya.
Tidak bisa membantu, tangis sang putri kian pecah larut dalam kesedihan. Begitu pula Farzan, sepasang ayah dan anak itu hanya dapat meratapi kesedihan dan berupaya saling menguatkan dan dikuatkan.
Saat tangis keduanya mulai mereda, samar-samar terdengar seruan histeris dari luar ruangan. Mungkin seruan dari Ami dan para personil MUA yang sedari tadi menunggu di luar. Perlahan sepasang ayah dan anak itu melerai pelukan mereka dan mencoba menajamkan pendengaran agar dapat mendengar dengan jelas bunyi seruan tersebut. Namun bukannya semakin jelas, seruan itu malah semakin malah semakin samar hingga terhenti dan tak terdengar lagi. Fara dan Farzan pun saling pandang dengan kerutan pada kening masing-masing.
"Di luar ada apa Yah?" tanya Fara sambil menyeka air matanya.
Farzan menggeleng sambil melakukan hal yang sama dengan sang putri, menyeka air matanya pula "Entah, Ayah gak tau. Mau ikut ayah periksa?" tawarnya hati-hati.
Ragu-ragu Fara mengangguk.
"Kamu yakin?" tanya Farzan memastikan.
Kali ini Fara mengangguk pasti.
"Baiklah, ayo!"
Farzan pun menuntun Fara dengan menopang kedua bahu sang putri seraya berjalan menuju pintu.
Ceklek...
Saat pintu terbuka, tampaklah pemandangan yang mampu mencengangkan sepasang ayah dan anak itu. Tepat di depan pintu, Ami dan para personil MUA sebelumnya terlihat mengerumuni tiga sosok pria. Dua diantaranya mengenakan setelan seragam serba hitam yang mencoba menghalau Ami dan kawan-kawan agar tidak mendekat pada satu orang lainnya yang mengenakan setelan tuxedo putih. Tidak cukup sampai disitu, dari arah tangga yang tidak jauh dari ambang pintu, terlihat lima orang berseragam serba hitam lainnya mencoba menghalau rombongan yang berusaha menerobos naik ke lantai dua. Untung saja tangga itu cukup kokoh untuk menahan berat beban para rombongan. Jika tidak, pasti saat ini petugas medis akan cukup kesulitan menangani para korban yang tertimpa reruntuhan tangga. Fara dan Farzan hanya bisa menahan nafas menyaksikan pemandangan itu.
Belum tersadar dari ketercengangannya, entah sejak kapan sosok pria yang mengenakan setelan tuxedo putih yang berusaha dikerumuni oleh Ami dan kawan-kawan tadi, kini telah berada tepat di hadapan Fara dan Farzan.
Tanpa permisi, sang pria tiba-tiba memeluk Farzan sembari berseru "Ayah!"
Ayah? Farzan dan Fara tersentak dari ketercengangannya, berganti Ami dan kawan-kawan yang dibuat tercengang.
Saat sang pria melerai pelukannya, barulah Farzan dan Fara dapat melihat rupa pria itu. Dan betapa terkejutnya mereka, ternyata pria itu adalah sosok yang sangat sensasional, Naufal Kenan.
Naufal Kenan, 31 tahun. Seorang yatim piatu yang kini sangat sukses dengan karirnya sebagai dokter spesialis bedah dan penyakit dalam. Diusianya yang terbilang matang ini, ia masih setia dengan kesendiriannya, alias lajang.
Bukan karena tidak ada yang mau bersanding dengannya. Faktanya, Kenan adalah sosok pria sensasional yang sangat banyak digilai kaum hawa terlepas dari rumor-rumor buruk yang merusak citranya. Tampan, kaya raya serta dermawan. Baik hati? Tidak perlu dipertanyakan lagi. Titel dermawan yang melekat pada dirinya bukanlah titel belaka. Itu adalah fakta. Salah satu contohnya ialah program kesehatan gratis untuk kaum tidak mampu yang ia adakan di setiap rumah sakit swasta miliknya. Bukankah dirinya mendefinisikan sosok pria idaman setiap wanita? Kurang apa lagi?
Sayangnya, bagi seorang Kenan, cinta bukanlah hal yang penting. Yang terpenting baginya ialah terus belajar untuk mengembangkan dan menyempurnakan kemampuan medisnya. Ia terkesan sebagai sosok introver dan perfeksionis. Jadi, itulah mengapa Kenan masih melajang hingga saat ini. Jika ada yang mengatakan bahwa dirinya seorang gay, semua itu hanyalah rumor palsu yang diedarkan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab atau para hattersnya. Begitulah netizen, ada-ada saja yang tidak suka dan iri dengan ketenaran orang lain yang lebih tenar dari mereka.
Tak banyak yang mengetahui, di balik kesuksesan seorang Kenan tak luput dari peran seorang Farzan Abrisam. Ya, Farzan. Sejatinya, Farzan adalah pensiunan dokter spesialis bedah yang cukup ternama dimasanya. Dialah mentor pertama kenan dalam meniti karirnya di dunia medis. Bagi Kenan, tidak akan ada seorang Kenan tanpa seorang Farzan.
Singkat cerita tentang pertemuan Kenan dan Farzan adalah saat Kenan memulai masa praktikumnya sebagai seorang mahasiswa. Dan Farzan lah yang terpilih sebagai mentor nya. Sebagai seorang mentor, sangat besar peran Farzan dalam membimbing Kenan. Bukan hanya bimbingan pengetahuan, Farzan bahkan berperan penting dalam bimbingan moralnya. Sifat dermawan yang dimiliki Kenan adalah salah satu hasil bimbingannya. Oleh karena itu, Kenan yang sejatinya seorang yatim piatu menganggap Farzan melebihi seorang mentor, bahkan ia sudah menganggap Farzan sebagai seorang ayah.
Dan di sinilah Kenan berada, tepat di hadapan Farzan, sang mentor yang merangkap jadi sang ayah dengan tujuan menghadiri acara pernikahan Fara, putri dari Farzan.
"Ke-Kenan? Kamu kah itu Nak?" setengah mati Farzan menahan keterkejutannya atas kehadiran tidak terduga pria tampan yang sedang berdiri tegap di hadapannya dengan senyuman hangat yang terus terpatri di bibirnya.
"Iya Yah, ini Kenan. Hmmm...?" tiba-tiba senyuman Kenan pudar digantikan kedua alisnya yang saling bertaut saat visinya lebih jelas menelisik wajah Farzan "Ada apa Yah? Apa Ayah habis menangis?" tebakannya semakin jelas saat pandangannya jatuh pada wajah Fara yang berdiri tepat di samping Farzan.
Sontak sepasang ayah dan anak itu menunduk menghindari tatapan Kenan. Lain Farzan lain Fara. Farzan menunduk sebab kembali teringat kemalangan yang menimpa sang putri. Fara justru menunduk sebab tiba-tiba merasa gugup setelah beradu pandang dengan Kenan. Entah mengapa, kegugupan yang ia alami kini melebihi kegugupan yang ia alami saat sedang dirias beberapa saat yang lalu. Kesepuluh jemari Fara saling bertaut dan meremas erat di bawah sana. Kegugupan itu bahkan benar-benar sukses membuatnya lupa tentang kemalangan yang tengah menimpanya.
'Mata itu, seperti gak asing. Ah, mungkin perasaanku aja. Tentu aja gak asing, dia kan orang yang sangat terkenal. Tapi...' pikiran gadis cantik nan ayu itu malah berkelana kemana-mana.
"Ehem... Sebaiknya kita berbicara di dalam, biar lebih nyaman." saran Farzan setelah terdiam cukup lama.
Tanpa ragu Kenan mengangguk menyetujui.
"Hm... Ayo!"
"Tunggu!" tiba-tiba Ami berseru saat Farzan hendak berbalik menuntun Kenan masuk ke ruangan rias sebelumnya yang tidak lain kamar Fara. "Ami juga ikut mas!" imbuh Ami dengan ekspresi penuh harap pada Farzan.
Dan sebagai kakak yang baik, Farzan tentu saja mengizinkan Ami untuk ikut. Lagi pula perihal kebatalan pernikahan Fara bukanlah hal yang perlu disembunyikan dari sang adik sekaligus tantenya Fara. Bukannya ia tidak tahu tentang penambah keantusiasan sang adik yang ingin ikut masuk, apa lagi kalau bukan ingin dekat-dekat dengan Kenan. Tak apalah, pikirnya.
Keempat orang itu pun masuk kedalam kamar Fara. Sebelum masuk, Kenan sempat memberi kode pada para pengawalnya untuk terus menjaga keamanan di luar. Dan di sinilah Kenan, Fara, Farzan dan Ami duduk berembuk pada sofa yang ada dalam kamar itu. Setelah dirasa siap untuk memulai pembicaraan, Farzan pun langsung menceritakan tentang pembatalan pernikahan sang putri yang tanpa alasan itu.
Terkejut, tentu saja Kenan dan Ami sukses dibuat terkejut. Lain Kenan lain Ami.
"Kurang ajar." umpat wanita paruh baya itu geram.
Sementara Kenan, pria tampan nan rupawan itu sangat baik dalam mengontrol emosinya. Jangan tanyakan kegeramannya. Mungkin rasa geram yang ia rasakan melebihi Ami. Ia tidak akan membiarkan mereka yang berani mencoreng nama baik sang mentor sekaligus sang ayah.
"Kalau Ayah ingin mereka bertanggung jawab, Kenan siap membantu." tawarnya dengan suara sedikit berat. Sangat jelas ia tengah menahan amarah.
Sontak saja pandangan ketiga lainnya tertuju pada Kenan. Mereka cukup terkejut dengan respect pria itu yang tanpa berpikir panjang siap berhadapan dengan keluarga Sanjaya hanya demi memperjuangkan nama baik Farzan dan Fara. Siapa lah Farzan dan Fara jika dibandingkan dengan Keluarga Sanjaya. Jika itu orang lain, pasti tidak akan berani berada di pihak Farzan dan Fara, kecuali Kenan tentunya. Bahkan Ami yang sempat berani mengumpat, hal itu hanya berani ia lakukan di belakang keluarga Sanjaya. Itupun akibat tidak dapat mengontrol emosinya, alias kelepasan.
"Tidak, tidak Nak, Ayah tidak mau kamu terlibat dengan masalah ini. Ini masalah keluarga Ayah." dengan tegas Farzan menolak.
"Walaupun tidak ada ikatan darah, Ayah tetap menganggap Kenan sebagai anak kan?" tanya Kenan dan Farzan Mengangguk "Berarti Kenan juga terlibat dalam maslah ini. Bukankah hubungan ayah dan anak disebut keluarga?"
Tepat sasaran. Farzan terjebak perkataannya sendiri. Pria paruh baya itu sukses dibuat bungkam tanpa dapat menyanggah. Lain Farzan lain Fara dan Ami. Kedua wanita berbeda generasi itu sukses dibuat terkagum-kagum dengan kecerdasan Kenan memainkan kata-katanya.
Sementara Kenan, pria itu dengan santainya memamerkan senyuman kemenangan yang menambah ketampanannya berkali-kali lipat yang mampu membuat para kaum hawa terhipnotis, termasuk Fara dan Ami yang saat ini seakan enggan berkedip tak ingin sedetikpun melewatkan pemandangan indah ciptaan tuhan itu. Fara bahkan benar-benar lupa bahwa dirinya tengah patah hati. Ami jangan ditanya, mungkin ia lupa dengan suami dan anaknya yang entah sedang apa di lantai bawah.
"Ehem..." Kenan berdehem guna memecah keheningan sekaligus membawa ketiga orang itu pada kesadaran "Jadi, apa yang perlu Kenan lakukan Yah? Ayah tak perlu sungkan." ujarnya kemudian.
"Tapi nak___"
"Yah, Kenan mohon. Ayah yang paling tahu siapa Kenan. Meskipun Ayah bukan Ayah kandung Kenan, apakah salah jika Kenan hanya ingin bersikap layaknya anak yang berbakti?" sela Kenan mengiba saat Farzan masih ingin melarangnya untuk terlibat.
"Hufh..." Farzan menghembuskan nafas berat. Benar, ia sangat tahu Kenan sebagai anak yatim piatu. Hubungan ayah dan anak diantara mereka adalah atas permintaan Kenan sendiri. Dan Farzan, selain kecerdasan Kenan yang sangat ia kagumi, ia juga sangat tulus menyayangi Kenan atas sifatnya yang sangat menghormati orang yang lebih tua darinya. Dan ia juga tahu, Kenan bukanlah orang yang akan tinggal diam saat ada yang mengusik keluarganya. Katakanlah Kenan seorang pendendam. Namun pendendam dalam kebaikan, semata untuk melindungi dan memperjuangkan hak keluarganya. Ya, Kenan adalah sosok orang yang sangat royal.
"Terima kasih Nak. Ayah memang tidak salah nerima kamu sebagai anak. Sejauh ini kamu sudah berhasil menjadi anak yang membanggakan Ayah." tutur Farzan kemudian, entah sekedar memuji Kenan atau secara tidak langsung memperbolehkan Kenan untuk terlibat.
"Jadi?" tanya Kenan memastikan.
"Sebelum itu, Ayah akan tanya sekali lagi. Apakah kamu benar-benar ingin terlibat dalam masalah ini?"
Kenan mengangguk pasti.
Farzan memejamkan mata sejenak sembari berpikir tentang keputusannya, apakah sudah benar atau tidak. Keputusan yang ia yakini akan membuat semua orang terkejut.
Hening...
Kenan, Fara dan Ami dengan sabar menunggu Farzan membuka suara menyatakan keputusannya.
Perlahan Farzan kembali membuka matanya dan menatap lurus pada Kenan. "Sebenarnya Ayah punya solusi untuk menyelesaikan masalah ini tanpa adanya perseteruan antara kedua belah pihak. Namun solusi ini hanya bisa terealisasikan dengan persetujuan mu. Bagaimana?"
"Katakan Yah. Kenan akan melakukan apapun itu selama Kenan mampu." sambar Kenan cepat.
Farzan terdiam sejenak sembari memperdalam tatapannya "Kamu harus menjadi mempelai pria pengganti." tuturnya kemudian.
"Hah?" ya, seperti dugaan Farzan. Bukan hanya Kenan, bakan Fara dan Ami tak luput dari keterkejutan setelah mendengar penuturan tersebut. Ketiga orang itu sukses dibuat terperangah olehnya.
"A-Ayah, apa maksud Ayah?" Fara yang menyahut dengan sedikit terbata. Diantara ketiganya, mungkin ia yang paling terkejut.
"Seperti yang Ayah katakan, Kenan akan menggantikan Bagus sebagai mempelai prianya. Intinya, kamu akan tetap menikah hari ini, tapi bukan dengan Bagus, melainkan dengan Kenan." Jelas Farzan tenang.
Fara mengigit gemas bibir bawahnya "Iya, Fara tau maksud ucapan Ayah. Yang Fara tanyakan, apa maksud Ayah memutuskan seperti itu?" ralatnya.
"Hm... Ayah tidak ada maksud apapun. Ayah hanya berpikir bahwa itu adalah solusi terbaik." masih dengan tenang Farzan menjawab.
"Apa maksud Ayah dengan solusi terbaik? Ayah bahkan tidak meminta persetujuan Fara. Ini tentang masa depan Fara, Yah." bantah Fara tidak terima hingga sedikit meninggikan suaranya.
"FARA!" sentak Farzan dengan suara yang lebih tinggi "Lalu apa yang terbaik menurutmu? Meminta pertanggung jawaban pada keluarga Sanjaya? Kalaupun mereka mau bertanggung jawab dan tetap melanjutkan pernikahan, apa kamu pikir Ayah akan setuju? Matipun, Ayah tidak akan setuju! Ayah tidak akan memberikan putri Ayah pada mereka yang sudah seenaknya menginjak-injak harga diri putri Ayah. Dan kalaupun mereka memberikan kompensasi pembatalan pernikahan, bahkan seluruh kekayaan mereka tidak akan cukup membeli harga diri putri Ayah." tuturnya panjang lebar penuh penekanan. Akhirnya ia tidak dapat lagi membendung emosi kekecewaannya terhadap keluarga Sanjaya yang sejak tadi berusaha ia pendam.
Dan hasilnya, Fara sukses dibuat bungkam olehnya. Gadis itu benar-benar terenyuh. Sungguh ia tak menyangka, sang ayah sebegitu tingginya memandang harga dirinya. Dalam bungkamnya, Fara menunduk dengan air mata yang lolos begitu saja dari pelupuk matanya. Sungguh ia sangat menyesal telah membantah sang ayah, bahkan sampai meninggikan suaranya, walaupun hanya sedikit.
Bukan hanya Fara, bahkan Kenan dan Ami yang sejak tadi hanya diam menyimak interaksi sepasang anak dan ayah itu, sukses dibuat speechless. Ami kagum terhadap sang kakak. Sedangkan Kenan, jujur saja ia sedikit iri terhadap Fara.
'Apakah Ayah akan seperti ini juga saat aku dalam masalah serupa?' dengan cepat Kenan menepis pemikiran itu. Sangat tidak pantas membandingkan dirinya dengan Fara yang sejatinya anak kandung Farzan. Diakui sebagai anak oleh orang seperti Farzan saja sudah merupakan suatu keberuntungan terbesar dalam hidupnya. Namun tentu saja ia juga sangat berharap, Farzan menyayangi dirinya seperti menyayangi Fara. Entahlah, bagi Kenan biarlah itu hanya menjadi sebuah harapan.
"Hufh..." Farzan menghembuskan nafas berat setelah berhasil mengontrol emosinya yang sempat menggebu-gebu. "Maaf nak, Ayah tidak bermaksud membentak mu. Ayah hanya ingin yang terbaik untukmu." ucapnya sedikit menyesal kemudian. Ini adalah kali pertamanya membentak sang putri.
Grep...
Tiba-tiba Fara berhambur memeluk sang ayah membenamkan wajahnya di dada Farzan. "Tidak Yah, Ayah adalah Ayah terbaik buat Fara. Fara yang harusnya minta maaf sudah meninggikan suara pada Ayah. Maafin Fara, Yah. Hiks..." gadis itupun mulai terisak.
Farzan membalas pelukan Fara sembari mengusap-usap lembut punggung sang putri "Sudah, sudah, kamu juga putri terbaik Ayah kok. Benar katamu, Ayah juga memang salah karena memutuskan masa depanmu tanpa meminta persetujuan mu dulu. Maafin Ayah ya, nak."
"Tidak apa-apa Yah. Mulai sekarang Fara tidak akan membantah Ayah lagi. Fara yakin, semua keputusan Ayah buat Fara adalah yang terbaik."
"Tentu saja nak. Terima kasih sudah percaya sama Ayah." Farzan sedikit melerai pelukan mereka demi mempertemukan tatapannya dengan sang putri "Jadi, sekarang bagaimana? Apa kamu setuju untuk menikah dengan Kenan?"
Ragu bercampur malu Fara mengangguk kaku "I-iya Yah, kalau kak Kenan mau." ucapnya sebelum segera kembali membenamkan wajahnya ke dada sang ayah. Ia yakin saat ini wajahnya pasti memerah seperti kulit apel matang.
Farzan tersenyum melihat tingkah sang putri, lalu mengalihkan pandangannya pada Kenan "Jadi, bagaimana keputusanmu nak? Tolong jangan jadikan ini beban nak, ikuti kata hatimu. Apapun keputusanmu Ayah akan menerimanya dengan hati lapang. Berpikirlah untuk kebaikanmu sendiri, bukan untuk kebaikan Ayah." tuturnya memperingati dengan bijak, sebab sangat mengetahui tabiat Kenan yang kerap mengutamakan kepentingan orang-orang terdekatnya dibanding kepentingan dirinya sendiri.
Benar saja, Kenan yang tadinya sudah tampak mengangambil ancang-ancang untuk menjawab sembari menunggu Farzan menyelesaikan ucapannya, kini malah terdiam kikuk. Bibirnya seolah terasa berat untuk berucap. Kata demi kata, kalimat demi kalimat yang tadinya sudah siap dilontarkan, kembali ia telan mentah-mentah sembari menimbang keputusan yang telah ia tetapkan sebelumnya.
Cukup lama Kenan menimbang, namun bibirnya masih terasa berat juga untuk berucap. Bahkan ia harus menggigit keras bibir bawahnya agar sedikit terbuka. "Ke-Kenan setuju Yah." pria itu kembali menggigit bibir bawahnya sedikit lebih keras agar lebih leluasa berucap "Kenan bersedia menikahi Fara!" sentaknya kemudian. Bukan karena marah atau terlewat semangat, ia hanya refleks seolah baru saja bebas dari beban yang sangat berat. Itupun kalimat yang terucap dari bibirnya hanyalah sebagian dari kalimat yang ada dalam pikirannya.
Seharusnya kalimat lengkapnya seperti ini : 'Kenan bersedia menjadi mempelai pria pengganti, menikahi Fara.' Entah memang sengaja ia singkat atau gengsi mengakui dirinya sebagai 'mempelai pria pengganti', Kenan pun tak tahu mengapa demikian. Kakimat yang terucap dari bibirnya murni refleks semata.
Jangan tanyakan reaksi Fara, Farzan, dan Ami. Tentu saja mereka sangat terkejut dengan sentakan Kenan yang tiba-tiba. Terutama Ami yang paling dekat dengan Kenan. Wanita paruh baya rada gresek itu bahkan sempat terlonjak bangkit dari duduknya. Fara dan Farzan, sepasang ayah dan anak itu hanya tersentak dan refleks mengeratkan pelukan mereka. Jadi, sudah bisa dipastikan bahwa Ami yang paling mengenaskan. Sendirian tanpa gandengan, ia pula yang berada paling dekat dengan Kenan. Untung saja wanita paruh baya itu tidak punya riwayat jantung, kalau punya, alamat ICU pastinya.
'S*it!' Kenan mengumpat dalam hati merutuki kelepasan nya. Jujur ia sangat malu saat ini. Selain kelepasan, ucapannya juga terkesan terlewat semangat seolah sangat ingin menikahi Fara. Namun bukan Kenan namanya jika tidak dapat mengontrol emosinya dengan baik. Dengan tenang nan santai disertai senyuman tipis, pria itu berujar "Maaf, kelepasan." singkat, padat dan jelas, plus cool.
Lihatlah betapa kuatnya karisma pria itu. Bukan hanya Fara dan Ami, bahkan Kenan yang sejatinya sesama pria terkesima dibuatnya. Dalam hati ketiganya mengakui bahwa Kenan memang the real orang tampan, bukan kaleng-kaleng. Begitulah orang tampan asli, apapun yang mereka lakukan akan terlihat keren. Bahkan saat BAB, alias buang air besar, mungkin akan tetap terlihat keren. Tidak bisa membantu, Fara, Farzan dan Ami benar-benar tak dapat berkata-kata dibuatnya.
"Ehem..." Kenan berdehem guna membawa ketiga orang itu pada kesadaran "Jadi, seperti itu." pungkasnya kemudian.
"Ehem..." Farzan ikutan berdehem guna menepis canggung "Ah, terima kasih nak. Maaf sudah membebani mu dengan permintaan egois Ayah. Tapi, sebelum kita membulatkan keputusan ini, Ayah akan tanya sekali lagi. Apakah kamu yakin dengan keputusanmu? Apakah kamu memutuskan itu dengan mempertimbangkan kepentingan mu sendiri? Bukan demi kepentingan Ayah?" cecarnya kemudian.
"Kenan sangat yakin dengan keputusan Kenan, Yah. Memang benar Kenan memutuskan itu demi kepentingan Ayah. Lalu apa? Kenan tidak peduli. Kenan sangat yakin, seperti yang Ayah lakukan untuk Fara, Ayah juga pasti akan melakukan yang terbaik untuk Kenan. Bukankah begitu Yah?" tutur Kenan penuh keyakinan.
Sesaat Farzan terhenyak, tidak menyangka akan sebasar itu Kenan mempercayai dirinya. Sesaat kemudian ia tersenyum cerah, mengalahkan cerahnya mentari "Tentu saja nak. Nyawa Ayah akan menjadi jaminannya jika pilihan Ayah ini mengecewakan mu nantinya."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!