NovelToon NovelToon

PUDARNYA PESONA WANITA PENGGODA

KASAK KUSUK

"Sumpah dia berani banget," ucap Mbak Tiwi kesal.

"Bukan berani itu mah, tapi nekad," sambung Lita tak kalah kesal. Tak biasanya mereka berkumpul di meja Mbak Tiwi di saat jam kerja. Kulirik jam dinding, masih pukul 10 loh kok pada sibuk ngerumpi. Ada apa ini?

"Haiiiii, ada apa?" tanyaku tiba-tiba. Sontak saja semua bubar. Heran? Pasti. Curiga? Jelas. Jangan-jangan yang dibuat topik gosip mereka aku lagi. Mati gue.

"Plis jangan bilang Pak Bos ya, Ta?" pinta Lita memelas.

Aku hanya mengernyitkan dahi, sepertinya mereka menyembunyikan sesuatu. Gak biasanya Lita canggung ngomong sama aku. "Ada apa sih?" tanyaku kepo.

"Lo sama sekali gak denger gosip, Ta?" Mbak Tiwi menatapku penuh selidik.

Aku menggeleng, belum paham dengan gosip yang dimaksud Mbak Tiwi. "Gosip apaan?"

Kulihat Mbak Tiwi dan Lita saling pandang, ragu-ragu mereka mengutarakan gosip yang lagi hits, wajar sih mengumbar gosip kelas karyawan kepadaku sama saja ngomong sama mic pada Bos Tristan, pacarku.

"Udah ngomong aja, gosip ala kaum kacung kaya' kita gak bakal dilirik Pak Tristan. Buruan!" kataku sedikit memaksa.

"Pak Darmawan sedang mengurus perceraian," cicit Mbak Tiwi lirih. Meskipun begitu aku masih mendengar jelas.

"Apa Mbak? Kok bisa?" nah kan 'pertalite' yang dipercikkan Mbak Tiwi sangat menggiurkan. Rugi banget kalau gak mepet ke meja kerja senior itu.

Aku, Lita dan Mbak Tiwi langsung membentuk konferensi meja kotak, tak menghiraukan tumpukan deadline di meja. Bergosip sebentar gak masalah kan? lagian gak tiap hari juga, kita bergosip di jam kerja.

"Gue dengar dari Bu Seli (manajer produksi), samar-samar sih, cuma gue dengar jelas kalau istri Pak Dermawan ngamuk beberapa hari lalu, terus nih istri pak genit itu juga teriak-teriak nyebut nama Elin."

"Kok Elin?" tanyaku tak paham.

"Kata Mbak Sofi (staf keuangan) nama kontak Evelyn di ponsel Pak Darmawan itu tertulis ELIN ❤," lanjut Lita tak kalah serius.

"Oooooo, kasih inisial yang orang kantor gak tahu kali ya, biar kalau bini nya ngelabrak zon gitu?" tebakku.

Mbak Tiwi menjentikkan jari, "Tul."

"Tapi masa' sih Evelyn selingkuh sama Pak Darmawan? bukannya Evelyn sudah punya anak dan suami ya?" tanyaku polos. Gak tahu karena aku polos atau gimana ya, bagiku gelagat Evelyn sebagai pelakor kaya' nya gak mungkin deh. Dia seorang ibu, seorang istri masa' iya menggoda suami orang.

"Lah kan dia jablay, Ta," kesal Mbak Tiwi dengan responku.

"Maksudnya?"

"Suaminya itu Bang Tayyib yang tiga kali puasa gak pulang," Mbak Tiwi menambahkan. Aku juga gak tahu background keluarga Evelyn, karena aku gak pernah dekat dengannya, hanya sebatas tahu dan bercakap pun terkait pekerjaan. Aku di devisi marketing virtual, dia di devisi marketing lapangan, dan sering sekali gak stand by di kantor.

"Emang kerjanya apa ampe tiga kali puasa gak pulang?" tanyaku lagi.

Mbak Tiwi menghela nafas kasar, menatap Lita kemudian, "Lit, boleh gak sih calonnya bos ini gue getok kepalanya. Dia kemana aja sih, gak tahu berita hot seminggu ini. Ya Allah..Tuhan, gemes gue."

Aku dan Lita cekikian. "Kesal banget sih, Bu, sama calon bu bos," sindirku.

"Suami Evelyn tuh kerja di Kalimantan, kalau gak salah di kelapa sawit. Bayangin, Ta. Suaminya kerja di perkebunan kelapa sawit, terus suaminya setahu gue tuh pendiam dan kelihatan banget cuinta sama Evelyn. Dan satu lagi, dia rela antar jemput Evelyn kalau lagi cuti, kurang apalagi coba punya laki kaya' gitu."

"Lagian suaminya juga ngapain bersikap manis sama Evelyn ujung-ujungnya diselingkuhi," lanjut Lita tak kalah jengkel.

Nah..nah...lah emang sebagai suami harus sepeeti itu kan? cuinta sama istri gak salah kan? rela antar jemput gak salah juga? eh ini gimana sih? sumpah otakku nge-blank, Mbak Tiwi selaku netizen maha benar dan Lita sebagai tim pendukung kok jadi mencibir sikap romantisnya Bang Tayyibnya Evelyn sih, wah gak bener nih gosipnya, terlalu mengada-ada.

"Sebenarnya ada kejadian apa sih hingga timbul gosip kaya' gini?" tetap ya meskipun aku ikut nimbrung bergosip, otak warasku masih terpakai dengan baik. Menelaah dengan seksama, tak mau ikut-ikutan langsung menjudge Evelyn sebagai pelakor.

"Jangan bilang siapa-siapa ya?" pinta Lita mendekat ke arahku sampai tak ada jarak dan menyodorkan ponselnya. Tampak room chat di suatu group yang aku tak masuk di grup itu. Sialan.

"Kok gue gak dimasukkan ke group ini sih, kalian tega banget sih?" omelku malah membahas keanggotaan grup. Wajarlah gak terima, aku dekat dengan keduanya tapi gak terlibat dalam grup KASAK KUSUK.

"Kita bukan admin kali," bela Mbak Tiwi. Alasan masuk akal sih, tapi tetap aja aku gak terima. "Udah buruan baca."

"Masukkan grup itu dong?" pintaku melas tak berniat membaca awal mula kabar Evelyn itu muncul.

Mbak Tiwi dan Lita terbahak menatap ekspresiku, cemberut menggemaskan gitu deh. "Kita gak bakal masukkan lo selamanya, selagi lo menjadi kekasih⅕ bos Tristan."

"Lah apa hubungannya?"

"Heh... Atalia Prameswari. Perlu diingat kejadian 'pengen getok kepala Tristan Kunyuk'?" sindir Mbak Tiwi mengingatkan kejadian beberapa bulan lalu, di mana banyak karyawan kena semprot Tristan lantaran dokumen pada masing-masing devisi tidak sempurna dan banyak typo, dan sialnya usai meeting, aku tak sengaja menerima panggilan telpon Tristan di tengah mencaci dirinya dengan Mbak Tiwi dan Lita.

Sumpah serapah, pengen getok, pengen nyobek bibir pedas Tristan, semua kita luapkan begitu saja, dan baru sadar obrolan horor diketahui bos judes itu ketika Tristan masuk ke bilik kerja sambil memegang telpon sambil berucap, "Sayang, di belakang aku kamu suka mencaci pacarmu sendiri rupanya. Sadis."

Bisa dibayangkan dong, betapa pucatnya wajah kita. Tatapan tajam dan seringai sinis begitu nyata di raut Tristan. Bahkan aku, pacarnya sendiri pun sangat takut. Takut diputusin plus dipecat. Ya Allag tolong. Sejak saat itulah, Mbak Tiwi dan Lita menyaring terlebih dulu berita yang patut didengar olehku, mereka takut saja kalau aku keceplosan dan secara langsung diteruskan ke bos. Mati dah.

"Tapi gue tiap hari kudu baca chat ini ya, biar gak ketinggalan info?" pintaku lagi dan dijawab anggukan kepala Lita dan Mbak Tiwi. Aku pun segera membaca chat group itu. Ternyata sudah seminggu berita tentang Evelyn dibahas. Berawal dari Mila, sang asiten Pak Darmawan memergoki keduan makan berdua di restoran sunda pada weekend beserta fotonya. Beberapa foto saat meeting bersama, Pak Darmawan memilih di samping Evelyn. Belum lagi bukti foto saat mereka makan siang berdua, dan terakhir kontak Evelyn di ponsel Pak Darmawan. Sungguh, barang bukti yang patut diperhitungkan, wajar saja mereka menganggap Evelyn pelakor, gelagatnya kentara sekali dekat dengan Direktur Keuangan itu.

"Sayang."

Saking kagetnya aku langsung menjatuhkan ponsel Lita ke lantai, tanpa peduli nasib benda itu, dan langsung memasang senyum manis pada sosok yang memanggilku barusan. Lita langsung mewek, dan Mbak Tiwi menepuk jidatnya.

Waduh!!!!!!!

BUKAN URUSAN KAMU!

Nasib ponsel Lita mengenaskan. Tempered glassnya retak, aku langsung mengambil ponsel itu dan mengusapnya. "Ntar gue ganti."

Wajah Lita cemberut, pengen marah tapi takut ada pawangku, "Santai aja, Ta."

Aku tahu dia kesal sama kelakuan absurdku, okelah setelah makan siang aku akan ke counter hp membelikan gantinya. Aku menyempatkan mengirim pesan kepada Lita menanyakan tipe ponselnya dan dijawab langsung, bagaimanapun performa ponsel sangat diperhitungkan. Tuntutan gaya hidup.

"Nanti mampir dulu ke counter hp ya, makan siangnya jangan lama-lama," pintaku saat masuk mobil. Tristan hanya tersenyum, seperti biasa tak pernah banyak komentar dengan kecerewetanku.

"Kenapa sih bisa sampai jatuhin ponsel Lita?" tanyanya heran.

"Kepo."

"Siapa? Aku?" cicit Tristan diiringi tawa kecil.

"Iya, urusan cewek. Eh tapi aku mau tanya deh, emang Pak Dar, panggilan akrab Pak Darmawan, gugat cerai istri?" aku tak tahan untuk tidak mengumbar gosip di kalangan karyawan pada Tristan. Yah meskipun responnya hanya senyum ataupun iya, ya sudah urusan mereka, gitu doang. Gak enak diajak ngrumpi memang tapi mulutku juga tak bisa diam kalau di dekatnya.

"Dengarnya sih begitu." Nah kan datar sekali jawabnya, tapi ini sebuah kemajuan loh karena Tristan tahu kabar itu.

"Kenapa gugat cerai?"

Kembali pad wujud asal, Tristan hanya mengedikkan bahu. "Gak tahu, urusan Pak Dar, yang penting urusan keuangan kantor masih dihandle."

"Aku tahu alasannya, tapi masih kasak kusuk itu sih."

Tristan menoleh sebentar ke arahku sambil tersenyum, lalu mengelus kepalaku lembut. "Gak usah ikutan ya, bukan urusan kamu loh, Sayang."

Aku mengangguk saja. Toh topik yang dibahas juga masalah rumah tangga, baik aku maupun Tristan belum mempunyai pengalaman. Keluarga kita pun tergolong keluarga normal yang lempeng aja masalahnya tanpa melibatkan pihak ketiga.

Restoran padang menjadi pilihan Tristan makan siang kali ini, memang dia seorang CEO tapi soal makanan ia tak pernah malu untuk makan di warung kaki lima. Sangat low profil, itulah yang menjadi salah satu alasanku menerima dia menjadi kekasih. Baik dirinya maupun sang mama sungguh tidak memandang status sosialku.

"Kenapa?" tanya Tristan yang menyadari aku sedang mencuri pandang.

Aku menggeleng, "Enggak pa-pa."

"Kenapa sih?" Tristan tahu gelagatku yang tak biasa. Memang kita sepakat hubungan ini serius dan tidak menutupi apapun masalah yang dihadapi. Setidaknya membangun komunikasi lebih dini sebelum ke jenjang pernikahan. "Muka kamu tuh gak bisa bohong kalau lagi ada yang dipikirkan, ayo bilang."

Sungguh perhatian Tristan inilah yang harus aku syukuri. Sosoknya bisa dikatakan sempurna tapi sangat menghargai perempuan. "Aku kepikiran kasusnya Pak Dar, Mas." Memang kalau di luar kantor aku memanggil Tristan, Mas. Tapi kalau dia memanggilku sayang di manapun berada, terserah dia sih, suka-suka bos.

"Kenapa kamu kepikiran Pak Dar?"

"Takut kamu juga gitu nanti," kataku cemberut.

"Bentar." Tristan minum teh dulu, dan tertawa ngakak setelah mengusap bibirnya dengan tisu. "Kenapa kamu mikir gitu?"

"Kamu sempurna, Mas. Kaya, tampan, baik aku takut banget setelah nikah kamu berubah."

"Ya pastilah berubah." Spontan saja aku melotot. Hah apa kata dia? setelah nikah berubah, beh bahaya ini. Berubah gimana maksudnya?

"Gak usah melotot gitu, suudzon pasti."

"Ya makanya ngomong yang jelas, udah tahu aku gampang overthinking kamunya gitu."

"Setelah kita nikah, jelas banyak perubahan. Apalagi kita sekamar, hal jeleknya aku kamu bakal tahu, begitupun sebaliknya. Tiap hari ketemu pasti juga sering tengkar. Kamu yang cerewet, aku pun siap diomeli."

"Bukan itu, Mas. Aku tuh takut kamu punya perempuan lain." Ya Allah Tuhan, punya pacar kok ganteng banget apalagi saat senyum seperti ini.

"Kamu tuh ngomong apa sih."

"Wajar dong aku mikir gitu, Pak Dar aja udah kepincut sama Evelyn."

"Hah? Maksudnya?" Tristan heran.

Aku pun menceritakan apa yang menjadi topik di kalangan karyawan akan tingkah Pak Dar dan Evelyn. Beberapa foto sebagai bukti kalau kedekatan mereka tak wajar. Apalagi devisi mereka tidak intens berhubungan langsung, sangat disayangkan ketidakprofesionalan mereka apalagi sampai ada satu pihak sampai mengorbankan rumah tangganya.

"Masa' sih?"

Aku mengangguk saja, ponsel Lita bisa jatuh juga karena aku terlalu fokus pada berita itu hingga tak sengaja menjatuhkan setelah kedatangan Tristan. "Dari situ aku khawatir kamu juga bakal digoda Evelyn."

Tristan tertawa lagi, tak berkomentar dan menggandengku posesif ke arah kasir dan mengajak kembali ke kantor.

"Kenapa harus menunggu nanti kalau mau goda aku? sekarang aja potensinya lebih banyak bukan?" ucap Tristan ketika di dalam mobil.

"Maksudnya?" tanyaku tak terima.

"Kita gak serumah, gak sekamar, ketemu paling banter juga sampai jam 9 malam. Peluang dia menggoda aku kan lebih besar ketimbang saat aku sudah menikah nanti. Tapi nyatanya dia gak melakukan itu."

"Ya mungkin kamu gak pernah berhubungan langsung dengan dia."

"Bisa jadi."

"Eh tapi Pak Dar juga gak berhubungan langsung sama Evelyn sih, tapi kok----

"Godaan itu gak musti nunggu nanti, Sayang. Sekarang kamu tahu sendiri kan, berapa kali aku ketemu perempuan berbagai model, tapi aku tetap milih kamu."

"Sekarang? kalau nanti?"

Ia mengecup keningku sebentar, sebelum kami keluar mobil. "Enggak, enggak ada. Kamu tetap perempuan yang aku mau sampai tua nanti."

Semua cewek pasti senang, mendengar dirinya dijadikan perempuan satu-satunya yang diinginkan oleh sang kekasih, termasuk aku. Mataku langsung berbinar, dan senyum manis.

"Manis banget sih kamu," pujiku bahagia.

"Jadi gak usah ragu buat menikah sama aku, insyaAllah aku gak bakal khianati cinta kamu."

"Sama aku juga, kamu satu-satunya laki-laki yang aku mau, gak bakal aku melirik cowok lain." Kadang merasa lucu juga, hampir tiap hari ketemu maka saat itu pula saling mengungkapkan perasaan cinta, seperti tak ada bosannya.

"Jadi ....apa yang menjadi pilihan Pak Dar dan skandal mereka jangan dijadikan gambaran pada hubungan kita. Pak Dar melakukan hal itu pasti ada alasannya, dan itu bukan urusan kita. Aku harap kamu gak ikutan gosip masalah Pak Dar dan Evelyn, itu bukan urusan kamu. Jangan pernah merasa sedih karena gak diajak gosipin mereka, justru kamu harus senang tidak ikutan dosa. Mengerti?"

"Iyaaa."

"Tapi kalau sekedar mendengar gak pa-pa ya?" negoku dengan mata puppy eyes.

"Gak perlu, harus cuek. Kita bisa menghakimi mereka, tapi belum tentu diri kita sebaik mereka juga kan. Cukup pikirkan hubungan kita dan kapan kamu siap aku nik---"

Aku mengeryitkan dahi, mengikuti arah pandang Tristan. Mataku melotot dan mulutku menganga lebar. Tristan tampak marah, bahkan terlihat sekali rahangnya mengeras.

"Biar aku atasi, kamu jangan bilang ke siapa-siapa. Karena hal ini bukan urusan kamu, Sayang. Kita sholat dulu." Ajak Tristan, lalu membukkan pintu mobil dan menggandengku menuju mushola kangor. Responku hanya mengangguk saja, masih shock dengan kejadian di area parkir beberapa menit lalu, sialnya otakku tiba-tiba blank.

TEGAS

Tristan benar-benar posesif padaku, sejak turun dari mobil dan kami melihat kiss scene ala Pak Dar dan Evelyn dengan terpaksa aku dikurung di ruangannya. Sial.

Tristan sudah tahu lah betapa embernya aku kalau melihat kejadian Wow di area kantor. Tristan tak mau aku menjadi salah satu provokator runyamnya suasana kantor.

Mbaķ Tiwi: Gila!!! lo habis ngapain ampe digeret Pak Bos gitu, Ta?

Satu pesan dari Mbak Tiwi, mungkin dia melihatku dan Tristan masuk lift petinggi. Sebenarnya aku sering naik lift itu dengan Tristan, tapi dalam keadaan normal. Bukan seperti sekarang.

Tristan marah. Ia gak suka tempat kerjanya divuat mesum, ya meski itu diparkiran. Apalagi perbuatan mereka benar-benar kelewatan, berbuat mesum dengan orang yang sudah berumah tangga.

Me: Gak kok, Mbak. Aku gak melakukan apa-apa, aku kan pacar yang baik🤩🤩🤩.

"Chat sama siapa?" tanya Tristan usai menghubungi Pak Dar dan Evelyn, menyuruh mereka ke ruangan Tristan.

"Mbak Tiwi," ujarku lirih.

"Kamu mau ikut menyidang mereka atau masuk ke ruang istirahatku?"

"Boleh balik gak?" tawarku kesekian kali.

"Enggak."

Hufh...Tristan sudah tahu betul siapa aku, speaker aktif yang tak bisa menyembunyikan sesuatu dari timku. Loss tanpa ada yang ditutupi kecuali amal dan dosaku.

"Beneran aku bakal keep silent dari Mbak Tiwi dan Lita."

"Enggak, udah masuk ke sana. Bentar lagi mereka datang."

Aku melingkarkan tangan ke lengan Tristan," Tapi aku juga penasaran."

Tristan menaikkan alisnya, mungkin sudah memprediksi jiwa kepoku muncul. "Sure! tapi diam aja, gak usah komentar apapun, biar aku yang urus mereka."

"Siap bos," kataku kemudian. Kami berdua pun menunggu tersangka mesum datang, tapi hampir 10 menit tak juga tiba.

"Mas, Pak Dar emang playboy gitu?" aku tak bisa menahan rasa penasaranku akan Pak Dar, beliau manajer keuangan, usianya tak jauh beda dengan Tristan, mungkin terpaut 2-3 tahun di atas Tristan. Katanya sih, dia kakak tingkat Tristan saat S1 dulu.

"Enggak, cuma suka tebar pesona."

"Oh pantes."

"Kenapa? kamu juga pernah digoda?" tanya Tristan tepat sasaran.

"Bisa dibilang enggak, bisa dibilang iya sih, orang gak hanya aku doang yang digoda." Wah sepertinya aku salah ngomong, boleh ditarik gak? baru sadar kalau pria di sampingku ini makhluk yang gampang sekali cembokur, meskipun itu hanya masa lalu.

"Gimana menggodanya?" tuh kan, sinis.

"Ya biasa minta nomor hp dan tanya usia, alamat gitu doang," jawabku tak kalah sinis. Dalam hati sih, takut kalau dia ngambek atau marah. Khawatir dong sebentar lagi ia mengekskusi Pak Dar dan Evelyn dengan tuduhan perbuatan mesum, jangan sampai ditambah tuduhan tebar pesona padaku.

"Trus kamu kasih?"

"Enggak semua."

"Berarti kamu kasih? apa? nomor hp?"

Tuh...tuh..sewotnya kalau cemburu. "Nama, usia, dan alamat rumah nenek. Puas? lagian kenapa sih, aku kan pernah bilang justru cowok kalau terlalu tebar pesona tuh jatuhnya ilfeel."

"Yakin? ilfeel?"

"Iyaaaa, baweeel amat sih."

"Sini hp kamu."

Aku melongo beberapa detik, hp? buat? jangan sampai dia cek ponsel. Mati aku, chat dengan Mbak Tiwi belum aku hapus, ya Allah tolooooooonggg.

"Mana?" tagih Tristan sambil mengadahkan tangan. Layaknya slow motion, pelan-pelan aku menyerahkan ponselku, tak rela, tapi tatapan tajam Tristan membuatku gemetar.

Tok

Tok

Tok

Lega. Aku menghela nafas pendek, tak jadi menyerahkan ponselku. "Bayar nanti," ucap Tristan sambil mengecup pipiku sebelum mempersilahkan tamunya masuk.

Evelyn dan Pak Dar datang bersama, Tristan menyuruh duduk di depan kita. Byuh...benar-benar tanpa basa-basi. Kulirik Tristan, rahangnya mengeras, kedua tangannya bertautan, menatap sinis pada keduanya.

"Bapak memanggil kita, ada apa ya?" tanya Evelyn dengan logat manja. Kulirik sebentar, entahlah aku ikutan sinis memandangnya. Wajah jutek ternyata hanya kamuflase. Dilihat dari dekat, gelagat centil dari mata kentara juga.

"Apa yang terjadi di parkiran tadi siang?" Tristan to the point. Kembali aku menoleh padanya lalu ke Pak Dar, tegang sekali suasananya. Sedangkan Evelyn cukup santai bahkan dengan centil membenarkan posisi duduk hingga terekspos paha mulus. WOW pandangan menggiurkan, bukan??

"Kejadian apa ya, Pak?" tampaknya Evelyn tak merasa bersalah atau bahkan sudah terbiasa, entahlah. Perubahan raut Pak Dar sangat terasa, ia hanya menunduk tak berani menatap Tristan.

"Jelaskan, Dar." Muak kali ya melihat Evelyn, padahal dari tadi yang vokal pihak perempuan, eh Tristan malah minta penjelasan pada pihak laki. Mungkin, titah Tristan barusan bisa diibaratkan seperti guru yang memberikan ulangan tanpa pemberitahuan, jadi keder kan??

"Ke-Keja-kejadian apa ya, Pak?" wah si Pak Dar gelagapan, justru menunjukkan dia adalah pelaku utama.

Tristan tersenyum sinis, "Mau saya buka CCTV di basemen atau kalian jelaskan secara detail di sini?"

"Bisa tidak kalau kita bertiga saja, Pak. Saya akan jelaskan alasannya." Oh ..Evelyn mau mengusirku rupanya. Tristan melirikku sebentar.

"Mau mengusir Nyonya?" Tristan memang biasa menyebutku nyonya di depan karyawan, dan itu membuatku semakin jatuh cinta padanya. "Gak perlu, saya dan Ata gak ada rahasia, toh tadi kita juga memergoki kalian."

"Ouh jadi Ata tahu, atau yang mengadu pada bapak?"

"Gak usah melebar ke mana-mana, jawab saja apa yang pinta."

"Well, kita sudah dewasa kan, Pak? Bapak juga pastilah sering seperti itu sama NYONYA."

Wah..wah...Evelyn begitu berani dan sepertinya menganggapku biang kerok dia dipanggil sekarang.

"Maksud kamu?"

"Yah...kita tahulah ya, Pak. Orang dewasa kalau berdekatan dengan lawan jenis apalagi saling suka, pasti ada nafsu kan. Bapak kayak gak pernah saja sama NYONYA, bahkan bisa lebih dari kita mugkin ya, Pak Dar?"

Aku melongo, ini yang disidang siapa sih? kok malah membalik keadaan? Jadi perempuan gak ada malu-malunya mengumbar hal tabu depan bos lagi.

"Kalau saya sama Nyonya kissing, bisa dianggap wajar. Saya milik Nyonya dan Nyonya milik saya. Tapi kamu, bukannya sudah punya istri dan anak? Pak Dar juga kan?" cecar Tristan gergetan.

Barulah Evelyn kincep, lalu menunduk. Sedangkan Pak Dar jangan ditanya, wajahnya semakin pucat saja. Bahkan keringat dingin terlihat di pelipisnya.

"Saya tidak mempermasalahkan hubungan pribadi seseorang, terserahlah kalian mau jungkir balik sekalipun. Tapi yang menjadi masalah kalian melakukannya di kantor dan tempat umum. Kebetulan saja kita yang memergoki. Kalau orang lain?"

Dua tersangka tak berkutik.

"Apalagi kalian sudah berkeluarga, jelas hubungan kalian sangat disorot karyawan lain. Bahkan Istri Pak Dar beberapa hari yang lalu ke sini, kan? mencari karyawan yang bernama Elin, apa itu benar?"

Oh My God. Jadi Tristan sudah tahu? dan dia gak cerita ke aku? ih menyebalkan tahu gitu aku mengorek kabar mereka dari Tristan.

"Iya, Pak. Dan itu bukan karyawan di sini."

Widih, hebat juga Pak Dar berkelit, jelas-jelas saat bilang begitu melirik sekilas pada Evelyn.

"Baiklah, saya harap kejadian di parkiran tadi tidak kalian ulangi. Saya tidak akan segan-segan memecat kalian bila berkelakuan mesum di area kantor tanpa SP. Ingat itu."

"Baik, Pak." Dua tersangka itu sepertinya cari aman, tanpa protes berlebihan.

"Oh ya satu lagi, Evelyn. Nyonya saya bukan perempuan murahan yang mau berciuman dengan laki-laki yang belum halal untuknya. Paham?"

Detik itu juga aku ingin memeluk Tristan, sungguh dia sangat menjaga kehormatanku. Bahkan tak segan melindungi nama baikku. Toh kenyataannya gaya pacaran kami hanya sebatas pelukan dan sium pipi atau kening saja, belum sampai ke bibir dan itu aku pastikan tidak akan terjadi.

Ah sayang....i do love you 😘😘😘.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!