NovelToon NovelToon

Suamiku Pria Lumpuh

Kecelakaan Tragis malam itu

"Baksooo... Baksooo...!" teriak Pak Abu dengan suara lelahnya.

Hari sudah mulai larut malam, dan dagangannya masih begitu banyak. Di musim penyakit seperti ini, orang jarang keluar membeli langsung dagangan. Dengan alasan virusa dan yang lain. Mereka lebih memilih makanan yang bisa delivery, atau menggunakan aplikasi lainnya. Sementara Pak Abu tak bisa memakai itu semua.

Dipinggiran jalan raya yang mulai sepi, Pak Abu menyeberangi jalan dengan perlahan sembari mendorong gerobaknya yang masih begitu berat. Tertatih, sembari terus menengok kekanan dan kirinya yang sepi.

Namun, ketika berada tepat di tengah jalan, suara klakson berbunyi ke arahnya begitu kencang. Cahaya mobil yang begitu silau menyambar tepat ke arah matanya, membuat nya kesulitian untuk melakukan pergerakan ke berbagai arah. Apalagi, gerobak di tangan yang ingin Ia lindungi agar tak tertabrak dan hancur.

"Astaghfirullah... Ya Allah.!" pekik Pak Abu, yang akhirnya pasrah dan menunduk memeluk gerobaknya.

Dan akhirnya, mobil hitam yang melaju kencang itu banting setir dan menabrak sebuah beton pembatas yang berada di bahu jalan.

BRAAAAAKKK!! Bunyi yang begitu keras dan menyadarkan Pak Abu dari semua rasa takutnya.

"Astaghfirullah....!" Pak Abu menatap ke arah mobil yang telah hancur di bagian depan itu.

Seketika Pak Abu menepikan gerobaknya, lalu berlari menuju mobil itu. Ia melihat seorang pria yang tengah tergolek lemah di dalamnya. Pria itu sendirian, dan tubuhnya terjepit di bagian setir yang ringsek. Lagi-lagi Pak Abu hanya bisa mengucap Istighfar.

Pintu Ia buka dengan Paksa. Untung saja, Bapak berusia Lima Puluh tahun itu tenaganya masih kuat meski lelah. Atau, hanya efek spot jantung saja yang membuatnya refleks.

"Tuan... Tuah bangun, Tuan. Apakah Tuan masih sadar?"

Tapi pria itu tak merespon sama sekali. Kakinya terjepit, dan Pak Abu tak dapat menariknya sendiri. Apalagi, posisinya yang sulit jika bukan tenaga ahlinya sendiri turun tangan.

Pak Abu kembali berlari ke gerobak. Ia mengambil Hp jadulnya, dan menghubungi Ambulance untuk segera datang. Tak lupa, menghubungi putrinya untuk pertolongan darurat.

"Nak, tolong datang jalan Siti Khadijah. Ada orang nabrak, dan keadaannya kritis. Ayah bingung mau gimana."

"Ambulance udah di telpon, Yah?"

"Sudah, Nak... Hanya tinggal menunggu saja."

Situasi semakin genting, apalagi ketika para pengendara yang lain menghampiri mereka dan mulai membantu mengevakuasi pria itu dari mobilnya.

Semua yang datang bertanya tentang kronologis kejadian, dan semua membuat Pak Abu menjadi gamang. Ia sendiri syok, tapi harus di berondong dengan berbagai pertanyaan. Untung saja, Syifa anak Pak Abu segera datang dan membantunya.

"Yah... Ambulancenya belum dateng?"

"Belum, Fa. Ini gimana? Mas nya kejepit di dalem. Mau nolongin, tapi ngga berani."

"Iya, jangan... Biarkan yang berwenang saja yang nyelametin."

Syifa lalu menggunakan masker dan Handscoonnya. Ia mendekati mobil dan memeriksa pasien yang ada di dalam. Denyut nadi, pernafasan, dan yang lainnya, semua Ia periksa dengan baik. Lalu, tak lama kemudian Ambulance dan bala bantuan datang.

"Fa... Udah disini?" tanya Erwin.

"Kebetulan, yang ada ditempat itu Ayah. Jadi Ayah nelpon aku tadi." jawab Syifa.

Gadis itu pun melaporkan keadaan sementara pasien. Lalu bahu membahu dengan yang lain untuk mengangkat pasien tersebut dari tempatnya berada saat ini.

"Luka luar ngga ada. Tapi mungkin, cidera bagian dalam. Kami akan segera bawa ke Rumah sakit untuk pemeriksana lebih lanjut. Dan kamu, Fa... Tolong cari data pasien dan hubungi keluarganya." pinta Erwin, sang kepala bagian Unit Gawat Darurat RSUD di kota itu.

Syifa kemudian mencari dompet pria itu, berharap mendapatkan KTP atau yang lain sebagai petunjuk identitasnya. Sembari Ia menunggu polisi datang ke lokasi untuk memeriksa semuanya.

"Ini dia." ucap Syifa, ketika menemukan dompet yang di maksud.

"Bagas Nata Nugraha? Kayak pernah denger, sepertinya anak orang kaya." gumam Syifa.

Saat itu, Hp Bagas berbunyi, dan Syifa langsung mengangkatnya.

"Hallo, Sayang... Kamu dimana? Mama udah tunggu kamu daritadi loh."

"Maaf, Ibu... Saya Syifa dari RSUD. Kebetulan, anak Ibu baru saja mengalami kecelakaan. Dan Ambulance sudah membawanya ke Rumah Sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut." ucap Syifa.

Terdengar olehnya suara histeris dari sana. Tangisan, kecemasan, semua jadi Satu. Syifa pun mematikan Hp itu, dan menyusul ke Rumah sakit.

Diagnosa yang menyakitkan

"Ayah ikut, Fa."

"Buat apa? Itu gerobaknya nanti gimana? Dagangan juga kayaknya masih banyak."

"Fa, Ayah Satu-satunya saksi disana. Mereka pasti butuh keterangan, dan Ayah harus bantu." ucap Pak Abu.

Syifa pun mengangguk. Lalu, Ia memboncengkan Ayahnya menuju ke Rumah sakit tempat Bagas di rawat. Dan Rumah sakit itu juga, adalah tempat Syifa bekerja selama Setahun ini.

Polisi mulai mendatangi TKP, mereka mulai memeriksa mobil dan yang lain untuk keperluan laporan. Mobik se mewah itu, harusnya memiliki asuransi yang besar, sehingga memang perlu di cek dan dibuatkan laporan detailnya.

Syifa dan Ayahnya telah tiba di Rumah Sakit. Mereka masuk ke IGD dan mencari tahu tentang keadaan Bagas. Dan tepat mereka duduk, keluarga Bagas beserta beberapa polisi datang untuk meminta keterangan mengenai kecelakaan.

"Bagassss!! Ya Ampun sayang, kamu kenapa, Nak?" tangis seorang wanita dengan penampilan modis nan elegen. Beliau adalah Mama Ayu Puspa dewi, Mama dari Bagas.

Bagaimana tak sakit hati seorang Ibu, ketika melihat anaknya dalam kondisi kritis. Tubuhnya di pasangi selang dengan berbagai fungsinya masing-masing, dan tampak begitu lemah tak berdaya.

Berdampingan dengannya, seorang pria paruh baya yang masih tegap nan tampan. Beliau bernama Tuan Erland, Papa dari Bagas. Beliau begitu tenang, meski sebenarnya tampak khawatir dengan keadaan sang putra yang kritis.

"Dokter, bagaimana putra saya?" tanya Tuan Erland.

"Tuan, ini menyakitkan... Tapi, kami harus jujur mengenai apapun yang pasien derita saat ini."

"Iya, katakan saja. Apapun, akan saya dengarkan. Dan saya akan berusaha bagaimanapun caranya, agar putra semata wayang saya sembuh."

"Putra Anda, kemungkinan mengalami Cord Injury. Yaitu cidera parah yang menyebabkan kerusakan pada sum-sum tulang belakang."

"Hah? Itu... Parah kah?" tanya Mama Ayu.

"Spinal cord injury adalah jenis trauma fisik yang sangat serius yang cenderung memiliki dampak jangka panjang maupun permanen dan signifikan pada sebagian besar aspek kehidupan sehari-hari. Maka, kemungkinan pasien akan menderita kelumpuhan. Entah sebagian, atau bahkan seluruh tubuhnya."

" Tidak, tidak, tidak mungkin Bagas lumpuh. Katakan itu semua belum diagnosa final. Masih banyak pemeriksaan lainnya 'kan dok?" tanya Mama Ayu yang syok.

"Ya, tapi sudah di pastikan seperti itu. Dan pasien dalam kedaan koma saat ini, jadi harus kami bawa ke ICU."

"Aaaarrrrgggg! Kenapa seperti ini, sayang... Kamu kenapa bisa sampai kecelakaan. Siapa yang membuat kamu begini? Mama bersumpah akan mencarinya!" pekik Mama Ayu.

"Sudahlah, Ma. Setidaknya Bagas selamat. Masalah lumpuh dan yang lain, kita akan usahakan. Operasi, dan apa saja. Tidak bisa di indonesia, kita ke Luar negri. Yang penting, Bagas selamat dan masih ada di tengah kita. Itu saja, sekarang." Tuan Erland menenangkan istrinya.

" Iya, Tuan. Untung saja, seorang rekan dari kami segera memberi pertolongan dengan tepat."

Dokter pun menunjuk Syifa, dan melambai kan tangan padanya.

Syifa datang, dan memperkenalkan diri,"Saya Syifa... Kebetulan, Ayah saya ada disana ketika kecelakaan. Jadi, Ayah panggil saya sembari menunggu Ambulance."

"Kamu, perawat?" tanya Tuan Erland.

"Iya, kebetulan kerja disini juga. Tapi, tadi dinas pagi."

"Oke... Sebelumnya, saya berterimakasih atas pertolongan yang kamu berikan. Itu sangat berarti buat anak saya. Terimakasih banyak."

"Iya, Tuan. Itu adalah salah Satu kewajiban saya sebagai tenaga kesehatan. Dan, itu Ayah saya. Kalau ada apa-apa, Beliau bersedia menjadi saksi nya."

"Owh, baiklah. Terimakasih lagi untuk semuanya. Kami akan bawa Bagas ke ruangan rawatnya."

Mereka pun pergi, mengiringi brankar Bagas yang membawanya ke ruang ICU. Ia akan di rawat intensif dengan kontrol istimewa di sana, sampai setidaknya Ia sadar dan aksn dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Setelah itu, Syifa membawa Ayahnya pulang. Gerobak telah dibawa oleh adiknya, dan sudah di bereskan dirumah mereka. Adik Syifa seorang remaja bernama Gibran, dan masih duduk di bangku SMA.

"Nak, kaki Ayah masih gemetar karna kejadian tadi."

"Gemetar karna. Itu, atau karena lapar?" goda Syifa, berusaha mencairkan suasana.

"Ya.... Keduanya sih. Soalnya, kalau ngga lolos ya... Ayah yang ditabrak tadi. Pasti udah mati konyol Ayahmu ini."

"Masih untung ya, Yah. Bersyukur, karena masih lolos dari maut dan masih bisa berkumpul sama keluarga."

"Iya..." jawab Pak Abu, lalu mengusap punggung anak gadis kesayangannya itu.

Di tinggalkan, ketika tak berdaya

"Kak, minta ongkos angkot dong." pinta Gibran pada Kakaknya.

"Nih, sekalian uang jajannya. Jangan minya Ayah lagi loh. Kasihan, Ayah masih syok gara-gara semalem. Mana di jadiin saksi lagi sekarang."

"Iya, tahu. Nanti sore, biar Gibran aja yang keliling. Deket-deket sini aja, lumayan kan dapet dikit juga." ucap Gibran, membuat Kakaknya terharu.

"Ngga malu?"

"Jualan kok malu. Kalau nyolong, baru malu. Yaudah, Gibran pamit dulu."

Gibran lalu mencium tangan Kakaknya, dan beranjak pergi menuju sekolahnya. Remaja berusia Enam belas tahun itu, memang sangat mengerti tentang kondisi keluarga. Ia pun tak memaksa, jika kelak Ia tak dapat kuliah seperti Kakaknya. Ia memilih membantu Sang ayah berjualan, untuk membantu ekonomi keluarga mereka.

Syifa pun kini telah siap dengan seragamnya. Hari ini Ia dinas pagi, dan Ia akan menemui Bagas untuk mengecek kondisi terbarunya.

"Yah, Bu... Syifa pamit dulu, ya?"

"Fa, itu Ayahmu kok malah meriang begitu? Tolong di periksa sebentar." pinta Bu Mariam.

Syifa pun menuruti sang Ibu, lalu memeriksa Ayahnya. Temperaturnya tinggi, tubuhnya berkeringat tapi hawanya dingin. Ia pun beberapa kali mengigau semalaman.

"Yah, jangan stres. Ayah kan cuma jadi saksi, kenapa cemas begini?"

"Ayah, hanya terbayang-bayang ketika Ia menabrak semalam. Terbayang jelas di mata Ayah, sampai terbawa ke dalam mimpi. Dan seumur hidup Ayah, baru kali ini berurusan dengan polisi, Fa."

"Yah... Ikuti dulu semua perintah yang mereka berikan, jawab seperlunya sesuai yang Ayah tahu. Pasti mereka mengerti."

Syifa lalu mengambil beberapa obat di lemarinya, dan meminumkan nya pada Sang Ayah.

"Syifa berangkat dulu. Kalau ada apa-apa, hubungi Syifa." imbuhnya, lalu pergi menggunakan motor scoopy kesayangannya.

***

"Sayang, Bagasku... Bangun, Nak. Kenapa tidurnya lama sekali? Setidaknya, buka mata kamu." bujuk Mama Ayu pada putra semata wayangnya itu.

"Ma, sabar. Yakinlah, Bagas anak yang kuat. Pasti ngga lama lagi bangun." bujuk sang Papa.

"Tapi, Pa... Bagaimana reaksinya, ketika hampir seluruh anggota tubuhnya tak bisa di gerakkan? Dia pasti sakit, dan sulit menerima kenyataan. Kenapa semua ini menimpa kamu, Nak..." isak Mama Ayu, di iringi suara monitor di ruangan itu.

Pintu ruangan dibuka dengan perlahan. Seorang perawat cantik datang dengan membawa beberapa peralatan dalam trolynya. Ia pun dengan ramah menyapa orang tua Bagas, untuk izin melakukan tindakan.

"Ibu, Bapak... Maaf, boleh kah saya untuk membersihkan tubuh pasien? Karena dari semalam, pasti tubuh pasien begitu kotor. Dan ada noda darah yang membuatnya tak nyaman." ucap Syifa dengan penuh senyum.

"Maaf, Bagas tak suka tubuhnya di sentuh wanita asing. Apalagi Anda, yang tak Ia kenal sama sekali." ucap Mama Ayu dengan sopan.

"Ma... Coba saja. Sekarang ini 'kan, kondisi Bagas sedang koma. Ia tak akan bisa menolak."

"Tapi, Pa. Pasti dia merasakan dan risih."

Syifa pun mengulurkan senyum. Lalu Ia mendekat ke pada Bagas, dan mencoba berbicara pada tubuh yang terbujur lemah itu.

"Selamat siang, Pak Bagas. Saya Syifa, perawat Bapak. Saya mau membersihkan tubuh Bapak, apakah boleh. Jika Iya, beri tanda dengan menggerakkan alis atau ujung jari tangan Bapak." himbau Syifa.

Dan kala itu, alis tebal Bagas pun bergerak naik turun meski lambat.

" Pa... Bagas jawab, Pa." Mama Ayu terkejut dengan respon itu.

"Baiklah, saya akan mulai pekerjaan. Silahkan, Ibu dan  Bapak keluar dulu dari ruangan ini." pinta Syifa dengan sopan.

Syifa pun mempersiapkan alatnya dengan rapi, dan memulai pekerjaan dari area kepala. Ia membersihkan menggunakan handuk basah, lalu beranjak ke bagian tubuh yang lain. Syifa pun terus menatap Alis Bagas untuk melihat respon darinya.

Tiba di area sensitif, Bagas tampak menherutkan alisnya. Dan seketika Syifa menghentikan tugasnya disana.

"Sudah selesai, Pak. Bapak sudah bersih dan nyaman, sembari menunggu dokter visit datang memeriksa."

Syifa pun membereskan perlengkapannya, lalu Dua orang wanita masuk ke dalam dan melihat kondisi Bagas.

" Ya ampun, Mas. Kenapa kamu jadi begini?" ucap Wanita muda bernama Luna itu.

"Bagas lumpuh, ya? Ngga mungkin 'kan, laki-laki cacat akan jadi pewaris perusahaan." ucap Sang Mama, yang bernama Nuri.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!