Setelah lulus kuliah Utami langsung dilamar oleh kekasihnya Dimas. Sudah lama mereka menjalin kasih, sejak Utami masih duduk di bangku kuliah semester tiga.
Dimas seorang pengusaha muda yang baru merintis karir. Kala itu dia harus jatuh bangun mendirikan usahanya. Dia berjanji akan menikahi Utami setelah gadis itu lulus kuliah.
Sikapnya yang manis dan penyayang membuat Utami mantap memilihnya menjadi pendamping hidup. Keluarga Dimas juga menerima Utami dengan sangat baik.
Demikian juga keluarga Utami, mereka sangat menyukai Dimas, selain sopan dia juga pintar membuat orang tua Utami bahagia. Tentu saja mereka langsung memberikan restu.
Tidak ada yang Utami cemaskan kala itu. Semua akan indah jika dia menjadi istrinya. Dukungan keluarga Dimas membuat Utami semakin mantap menjadi istrinya.
***
Hari pernikahan yang ditunggu sudah tiba, Utami bahagia sekarang dia sudah resmi menyandang gelar istri, dan menjadi nyonya Dimas.
"Aku sangat senang, akhirnya kamu sudah menjadi istriku, Sayang," bisik Dimas di telinga Utami.
"Aku juga sangat bahagia, akhirnya kita menjadi suami istri," ucap Utami dalam pelukan suaminya.
"Jadi, kamu mau punya berapa anak?" tanya Dimas.
"Karena aku cuma dua bersaudara, aku ingin kita punya anak yang banyak, biar rumah kita jadi rame," jawab Utami sambil tertawa renyah.
"Kalau gitu, mari kita mulai membuatnya."
Malam pertama terasa begitu indah, ini juga kali pertama tubuh Utami disentuh oleh laki-laki. Selama berpacaran Dimas tidak pernah berbuat macam-macam, dia menjaga hubungan mereka dengan baik.
Sedikitpun Dimas tidak pernah menyentuh, bahkan mencium pun tidak pernah. Mereka hanya bergandengan tangan, tak lebih dari itu.
Rasanya sangat malu saat wajah mereka saling beradu. Dimas juga tidak tahu harus bagaimana melakukannya. Ini juga hal pertama dalam hidupnya.
Malam itu terasa sangat panjang, Dimas melakukan berkali-kali. Benar kata orang, kalau malam pertama adalah malam yang paling indah dan menegangkan.
Tubuh Utami sudah seutuhnya menjadi milik Dimas, dia tersenyum puas dan bahagia. Utami merasa bahagia telah menyerahkan mahkota yang ia jaga pada suami tercinta, belahan jiwanya.
***
Setelah menikah Dimas membeli rumah kecil. Saat Dimas belum begitu sukses dalam karirnya. Namun hari-hari Utami terasa begitu bahagia dan hidupnya begitu sempurna.
Sebagai pengantin baru Utami belum bisa memasak, tapi dia tetap berusaha menjadi istri yang baik. Dia mulai belajar memasak, mencari resep lewat internet, juga melalui youtube.
Kadang hasilnya terasa hambar, keasinan kadang juga gosong. Dimas tidak pernah protes, dia memaklumi hal itu, pria itu terus menyemangati istrinya agar tidak menyerah.
"Bagaimana rasanya?" tanya Utami menyuguhkan makanan yang baru dia olah.
"Hmmm lumayan," jawab Dimas, meski rasanya tidak enak dia tetap memuji istrinya.
Utami mengambil sendok mencicipinya, dia terbatuk, dan langsung mengeluarkan dari mulutnya, dia sedih merasa gagal memasak makanan enak.
"Sudah tidak apa-apa, namanya juga baru belajar, yuk kita makan di luar saja," bujuk Dimas.
Dimas selalu begitu, saat istrinya gagal membuat makanan, dia langsung mengajak Utami makan di luar. Dia tak membiarkan istrinya bersedih mengutuki kegagalannya.
"Aku menikahimu bukan untuk kusuruh masak, nanti lama-lama juga kamu juga pasti bisa masak yang enak," hibur Dimas.
"Tapi aku merasa sangat bodoh, masak saja tidak bisa," rengek Utami sedih.
"Sudah, sudah."
Dimas mengecup kening sang istri menenangkan hatinya. Utami merasa tenang, pria ini sangat sempurna. Dia berjanji akan mencintai dan berbakti seumur hidupnya.
Dia juga berharap Dimas juga akan selalu mencintai dirinya, dan tidak pernah tergoda dengan perempuan lain. Kadang kala Utami merasa takut suaminya tergoda dengan wanita lain.
Dia takut kekurangannya membuat Dimas berpaling. Sebagai istri kadang dia juga merasa cemburu dan was-was. Adalah hal wajar jika wanita takut kehilangan pasangannya.
Dimas orang yang paling Utami cintai setelah kedua orang tuanya. Kehilangannya mungkin bisa membuat Utami gila, karena tanpa Dimas dia aku tak tau akan kemana arah hidupnya. Dia terlalu cinta pada pria itu.
Cinta Utami pada Dimas memang sangat luar biasa, selain kebaikannya, sisi dewasa Dimas yang selalu membuat Utami merasa nyaman bersamanya. Dia bisa menjadi sosok ayah, teman dan juga suami yang baik.
***
Kehidupan mereka yang penuh cinta, tak pernah ada pertengkaran di antara mereka. Semua berjalan sempurna.
Mereka berharap segera memiliki momongan, agar kebahagiaan mereka semakin sempurna. Harapan setiap pasangan adalah memiliki buah hati.
Setiap hari Dimas menggauli sang istri, agar wanita itu cepat hamil, apa pun yang orang sarankan dia ikuti. Memperbanyak makan kecambah, dan juga beberapa herbal yang katanya bisa menyuburkan kandungan sang istri.
***
Dua bulan ini Utami tidak mengalami menstruasi. Dia tidak tahu apakah sedang hamil, tidak ada tanda-tanda mual seperti wanita hamil pada umumnya. Dia pikir ini hanyalah terlambat biasa.
"Mas, aku sudah dua bulan ini gak haid," adu Utami.
"Hah, apa kamu hamil?" tanya Dimas, wajahnya terlihat sumringah bahagia.
"Belum tahu, aku juga belum cek," kata Utami ragu.
"Kita ke dokter, ya?" ajak Dimas.
"Boleh juga, Mas," sahut Utami setuju.
"Baiklah nanti malam kita coba periksa."
Dimas mengecup Utami sangat mesra, Utami membalas dengan lebih panas. Dimas merasa kaget dengan tingkah Utami yang tidak biasa.
Wanita itu sangat bernafsu, tak seperti biasa malu-malu menunggu suami yang meminta. Kali ini dia yang memulainya.
"Apa ini Sayang?" Dimas heran, Utami mulai menggerayangi tubuhnya.
"Mas diam saja," bisik Utami nakak.
Setelah menikah Utami mulai menonton film dewasa, dia belajar bagaimana cara menyenangkan suami, dengan mencoba beberapa gaya. Selama ini mereka selalu monoton, dia ingin mencoba sesuatu yang lain.
Dimas tersenyum melihat aksi liar sang istri, entah apa yang dipikirkannya, tapi dia sangat menikmati. Berkali-kali mencapai kenikmatan, mereka terkulai lemas di ranjang.
"Kamu kok jadi pinter gini sih sekarang?" bisik Dimas sambil terengah, Utami tersipu malu.
"Belajar, biar Mas makin cinta," bisik Utami.
"Sudah mulai nakal kamu sekarang, ya." Dimas mencubit gemas pipi istrinya.
"Tapi Mas suka 'kan?" goda Utami.
"Enak Sayang, nanti coba gaya yang lain lagi ya,"
Mereka berdua tertawa, Dimas menggelitik pinggang Utami, membuatnya tertawa kegelian. Akhirnya keduanya tertidur karena kelelahan.
***
Malam hari mereka pergi ke dokter kandungan di salah satu rumah sakit swasta. Setelah melakukan pendaftaran, mereka mengantri untuk cek tensi darah, dan timbang berat badan.
"Ibu Utami!" panggil suster.
Utami berdiri mendekati suster yang memanggil namanya.
"Mau ke dokter apa, Buk?" tanya suster ramah.
"Dokter kandungan, Dokter Marcel," jawab Utami.
"Kita tensi dan timbang badan dulu ya, Buk. Tanggal terakhir haid masih ingat, Buk?" tanyanya lagi.
Utami menyebutkan hari terakhir dia haid, setelah ditimbang dan cek tensi dia kembali mengantri untuk diperiksa oleh dokter Marcel.
Beberapa saat berlalu, akhirnya nama Utami di panggil. Mereka masuk ke ruangan dokter Marcel untuk diperiksa. Setelah berbincang sebentar menanyakan tentang keluhan, dokter Marcel menyuruh Utami berbaring agar bisa di USG untuk memastikan apa benar dia hamil.
"Permisi ya, Buk. Bapak boleh ikut lihat di sini."
Dokter mulai meletakkan alat USG di perut Utami, sebelumnya suster mengoleskan gel dingin di perut wanita itu. Dimas juga ikut menemani di sisi Utami.
" ini sudah terlihat ada kantung janin, ya," kata dokter.
"Jadi Dok, apa beneran saya sedang hamil?" tanya Utami memastikan.
"Iya, Ibu sedang hamil, selamat ya, Bu, Pak," ucapnya.
Tak terasa air mata Utami meleleh, bahagia dan haru menjadi satu. Dimas meremas tangan istrinya erat, sudut bibirnya tersenyum bahagia.
"Baik ini sudah positif hamil, ya, jadi karena masih di trimester pertama Ibu harus berhati-hati karena ini masih di usia rawan," jelas sang dokter, mereka mendengarkan dengan seksama.
Dokter mengambil foto hasil USG untuk diberikan pada Utami, lalu mempersilahkan mereka kembali ke tempat duduk.
"Saya akan resepkan vitamin,dan anti mual, ya. Nanti jangan lupa minum susu khusus yang saya resepkan." Dokter Marcel mulai menuliskan resep.
"Bulan depan jangan lupa kontrol ulang, kita mau lihat perkembangan janinnya."
Setelah menerima resep dari dokter, Dimas segera menebus obat dan melakukan pembayaran di kasir.
Mereka sudah tak sabar ingin memberitahu kedua orang tuanya. Ini adalah cucu pertama di keluarga Utami, dan cucu ke tiga di keluarga Dimas.
Dimas memeluk Utami, mengecup keningnya dengan mesra. Dia bahagia akan menjadi seorang ayah.
"Terimakasih Sayang, ini hadiah terbaik untukku," bisik Dimas.
"Terimakasihnya sama Allah dong," jawab Utami sambil tersenyum.
"Iya Sayang, kamu jangan capek-capek dulu, ya, ingat apa pesan dokter tadi."
Utami mengangguk, Dimas menghidupkan mesin mobil dan membawa istrinya pulang ke rumah. Sesampainya di rumah Utami langsung menghubungi ibunya, memberitahukan kabar bahagia ini.
Orang tua Utami sangat bahagia mendengar kabar ini. Sederet pesan dan larangan langsung meluncur dari bibirnya, Utami tersenyum mendengarnya. Dimas juga mengabari orang tuanya, mereka juga sangat bahagia mendengarnya.
Kebahagiaan keluarga ini semakin komplit. Allah sangat baik Utami bersyukur, dan Dimas juga semakin memanjakan istrinya.
Hidup Utami benar-benar sempurna, punya suami yang baik, keluarga yang sayang dan sebentar lagi buah hati mereka akan hadir menambah kebahagiaan.
***
Setelah mengetahui kalau aku hamil. Aku pun mengurangi aktivitasku. Sesuai saran dokter setiap hari aku minum vitamin dan susu. Tapi aku tidak merasakan mual seperti ibu hamil pada umumnya.
Aku coba bertanya pada temanku yang sudah pernah hamil, katanya itu adalah hal yang biasa. Tidak semua wanita hamil mengalami mual. Hatiku lega berarti tidak masalah hamil dengan kondisi mual atau tidak.
Nafsu makanku juga semakin besar, bahkan aku lebih suka makan yang pedas dari pada yang asam. Dan nafsu syahwatku juga tidak seperti biasanya.
Aku coba baca-baca di internet, ternyata itu karena perubahan hormon saat wanita sedang hamil. Rasanya aku sudah tak sabar merasakan janinku bergerak-gerak dalam perutku.
**************
Waktunya untuk kontrol lanjutan, aku dan suamiku Dimas sudah tidak sabar ingin melihat perkembangan calon anakku.
Seperti biasa setelah mendaftar, proses cek tensi dan timbang badan, tinggal menunggu diperiksa dokter.
"Ibu Utami!"
Akhirnya namaku dipanggil juga, dengan ramah suster mempersilahkan aku dan suamiku masuk keruang dokter.
"Selamat malam Ibu, apa kabar?" sapa dokter Marcel ramah.
"Malam Dok, baik Dok," jawabku.
"Ada keluhan buk?"
"Tidak ada Dok, ini mau kontrol ulang saja," jawabku lagi.
"Baik kita cek USG dulu yuk untuk lihat perkembangan janin."
Akupun segera mempersiapkan diriku di ruang USG dibantu suster yang ada di sana.
"Sudah siap Dok," kata suster memberitahu dokter Marcel.
"Baik Sus, yuk Pak kita lihat calon anak Bapak."
Dokter dan suamiku mendekatiku. Setelah meletakkan alat USG di perutku, dokter Marcel mengernyitkan keningnya, dan menghela nafas membuatku curiga.
"Bagaimana hasilnya Dok?" tanyaku penuh curiga.
"Hmmm ini masih dugaan saja ya."
Deg ...
Hatiku tiba-tiba merasa nggak nyaman mendengar jawaban dari dokter Marcel, aku takut terjadi apa-apa pada janinku.
"Harusnya kantungnya sudah makin membesar ya seiring berjalannya waktu, ini kog kempes hanya melonjong saja," kata dokter Marcel, sambil menunjukkan di layar.
"Maksudnya kenapa Dok?"
aku masih tidak mengerti, suamiku juga sepertinya sama bingungnya dengan diriku.
"Hmmm saya akan resepkan vitamin dan penguat janin ya, semoga tidak apa-apa, yang penting Ibu saat ini tidak ada keluhan."
Setelah memeriksaku, dokter kembali ke mejanya untuk menuliskan resep untukku. Hatiku sudah merasa kalut dan cemas, kenapa dengan janinku.
"Nanti obatnya diminum, ibu juga harus banyak istrirahat ya. Dan jangan melakukan hubungan dulu, ditahan ya Pak, nanti kalau sudah lewat masa rawan boleh dilakukan lagi."
"Tapi ini gak apa-apa kan Dok," tanyaku mencoba meyakinkan diriku.
"Kita pantau perkembangannya ya, Ibu gak usah cemas, bulan depan kontrol lagi, atau kalau ada keluhan segera datang ke dokter."
Aku keluar dari ruang dokter dengan wajah murung, tidak seantusias saat kontrol pertama. Dimas menyadari kesedihanku dan menghiburku.
Sepanjang jalan pulang aku terdiam. Aku sudah merasa hal buruk akan menimpa janinku. Oh Tuhan aku baru merasa bahagia kumohon jangan ambil dia dariku.
"Kita nonton aja yuk Sayang," ajak suamiku.
"Nggak usah, aku mau pulang kita istirahat di rumah saja."
Aku sudah tidak mempunyai selera apa pun saat itu.
"Jangan gitu, gak boleh sedih nanti malah kamu sakit. Harus dibawa happy ya Sayang," bujuknya padaku.
"Ntahlah, aku butuh menenangkan diriku Mas. Aku tiba-tiba takut terjadi sesuatu pada janinku."
"Ok kamu mau makan apa? biar Mas belikan, ingat kamu harus makan yang banyak biar sehat," bujuknya lagi.
Air mataku menetes aku sangat sedih. Hatiku terasa pilu. Dimas membelai kepalaku, aku mulai tergugu di pundaknya.
Sesampainya di rumah, Dimas menuntunku ke kamar. Aku sudah merasa agak tenang dan tidak menangis lagi.
"Makan yuk, aku masakin ya?"
Aku hanya mengangguk, Dimas langsung ke dapur, terdengar suara dia memotong bumbu dan menggoreng sesuatu. Akupun mendekatinya mencoba membantunya. Aku kasihan padanya dan tak mau membebaninya.
"Sini ku bantu Sayang," ucapku lirih.
Dimas menoleh padaku kulihat matanya memerah. Apakah dia juga habis menangis bathinku bertanya-tanya.
"Udah duduk aja, ini udah mau mateng kog Sayang," suara Dimas terdengar agak parau.
Benar sepertinya dia habis menangis, mungkin sesedih diriku hanya saja dia tak mau aku tahu. Aku jadi merasa bersalah membuat lelakiku ikut bersedih.
"Nah udah mateng..., yuk makan!"
Aku menyiapkan piring dan nasi, masakan Dimas aromanya sungguh nikmat dan mampu menghilangkan sedihku.
"Sini piringnya, kita makan sepiring berdua aja ya." Dimas mengambil satu piring saja, lalu mengambil lauk yang baru saja dia masak.
"Yuk aaaaaa," dia menyuapiku.
Senyum tulusnya membuatku bahagia lagi. Suapan demi suapan kunikmati. Ayam lada hitam buatan suamiku terasa begitu nikmat.
Senyum manisnya tersungging melihatku makan dengan lahap, kau memang belahan jiwaku suamiku. Selalu jadi penguat disaat aku rapuh begini.
"Vitaminnya diminum ya Sayang, biar aku cuci piring dulu."
Dengan sigap dia mengemasi peralatan dapur yang kotor lalu mencucinya. Aku meminum vitamin dari dokter lalu menunggunya di ruang tamu.
Dimas mendekatiku lalu memelukku, aku merebahkan tubuhku di pangkuannya. Kami menonton tv, tidak saling bicara tenggelam dalam pikiran kami masing-masing.
Aku tertidur dan terbangun saat adzan subuh dan sudah berada di kamarku, segera aku mengambil wudhu dan melaksanakan shalat subuh, berdoa pada Rab ku memohon agar semuanya akan baik-baik saja.
*************
Note : kalau suka dengan cerita ini jangan lupa like dan komen ya. Trimakasih sudah membaca.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!