Alea Prameswari
Alea Prameswari, seorang gadis berusia dua puluh tahun yang menjadi yatim piatu saat masih sangat belia. Sepeninggalan orang tuanya, ia dirawat oleh Paman dan Bibi yang selalu merasa terbebani dengan kehadirannya.
Sejak lama dia sudah merencanakan bagaimana ia akan menjalani hidup setelah menyelesaikan pendidikan dan mendapat pekerjaan yang layak. Dengan segera ia akan pergi dari rumah Paman dan Bibi ketika telah melunasi semua hutang-hutang yang selalu diungkit oleh mereka. Hutang karena telah menampung Alea di rumah mereka dan memberinya makan. Padahal warisan peninggalan orang tua Alea yang tidaklah sedikit, dikuasai sepenuhnya oleh Paman dan Bibi.
Tapi suatu kejadian yang entah bagaimana, merenggut semua mimipi yang sudah ia bangun sejak kecil. Mimpi yang sebentar lagi seharusnya akan terwujud.
Suatu malam gadis itu terbangun di sebuah kamar hotel dengan seorang pria yang melingkarkan tangan di tubuhnya. Belum sadar sepenuhnya, serombongan orang menerobos masuk ke dalam kamar, menyaksikan keduanya berpelukan hanya dengan selembar selimut membalut mereka. Kejadian itu memaksa ia untuk menikah dengan pria asing tersebut.
Paman dan Bibi Alea sedikitpun tidak perduli dengan pembelaannya, bahwa semua itu bisa terjadi karena ia telah dijebak. Mereka bahkan turut ambil bagian memaksa ia menikahi pria dari keluarga kaya raya tersebut.
"Kau tahu siapa keluarga laki-laki itu? Mereka adalah keluarga yang memiliki kerajaan bisnis di negara ini. Kau akan bisa membayar semua hutang-hutang mu pada kami jika menikah dengannya," Suara Paman menggelegar di telinganya kala itu. Merasuk hingga ke relung hati dan membuat bulir bening tak mampu ia tahan menderas di kedua pipinya.
Kesengsaraan merayapi hidup Alea setelah itu. Tak hanya keluarga besar sang suami yang mencemooh dan menuduhnya telah menjebak anggota keluarga mereka, tapi sang suami bahkan memperlakukan Alea dengan lebih buruk.
Ravka Mahendra Dinata
Ravka Mahendra Dinata, cucu kedua dari keluarga Dinata tersebut biasa menjalani harinya dengan suka cita. Sejak kecil ia dihujani dengan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Orang tua yang selalu menanamkan nilai-nailai kebaikan dan moral kepada Ravka. Mengajarkan ia untuk memiliki rasa tanggung jawab serta menjaga kehormatan keluarga.
Namun naas, entah bagaimana dia bisa berakhir dengan seorang gadis tak dikenalnya berada dalam satu kamar hotel.
Tak cukup sampai disitu, keluarga dan tunangannya memergoki ia dalam kondisi yang menjijikkan dan membuat malu kedua orang tua yang dicintainya.
Setelah kejadian itu, kedua orang tuanya memutuskan akan tetap melaksanakan pernikahan Ravka yang sudah dipersiapkan. Akan tetapi, yang menjadi pengantin wanita bukanlah tunangannya melainkan gadis yang telah menghancurkan hidupnya.
Sementara di hari yang sama sang tunangan bersanding dengan kakaknya sendiri.
"Jangan harap aku akan menceraikanmu dengan mudah. Aku akan membuatmu merasakan penderitaan yang teramat sangat karena menjeratku dalam pernikahan brengsek ini," Kemarahan berkelabat di sorot mata Ravka, menghujam tepat ke manik mata gadis berparas ayu yang meringkuk ketakutan di atas ranjang pengantinnya.
Bagaimana selanjutnya kisah Ravka dan Alea yang dipersatukan oleh takdir dengan cara yang tidak biasa?
Akankah Alea bisa keluar dari jeratan takdir yang tidak berpihak kepadanya?
Ataukah dengan ketulusannya, Alea justru menjerat suaminya hingga mampu merubah sikap Ravka dan mau menerima gadis itu sebagai istri yang dicintainya?
Ketukan jemari diatas meja tak henti dilakukan Alea demi mengusir bosan dan gugup yang menyergapnya bersamaan. Gadis cantik dengan wajah oriental itu duduk sendiri di pojokan sebuah cafe di seputaran jakarta selatan. Untuk kesekian kalinya ia melirik jam yang melingkar di tangan kanannya. Sudah lewat dari setengah jam dari janji temu dengan teman lama yang tiba-tiba menghubunginya dua hari lalu.
Wajah dengan lesung pipit yang menghiasi kedua pipinya itu, terlihat semakin gelisah berada di tempatnya. Hampir saja dia beranjak dari posisinya saat ini, kalau saja ia tidak tergiur dengan tawaran temannya.
Hanya saja, kalau dia pulang ke rumah terlamabat sedikit saja, bisa-bisa Bibinya akan kembali memarahinya.
"Tapi ini kesempatan ku. Tidak mudah mendapat pekerjaan pada masa sekarang. Apalagi aku belum mendapatkan ijazah," Gumam Alea masih dalam kegamangan. Gadis berusia dua puluh tahun itu baru saja menyelesaikan kuliahnya. Namun, ia baru akan mendapatkan ijazah tiga bulan lagi. Akan sulit baginya bisa cepat mendapat pekerjaan sebelum memperoleh ijazah dari kampusnya.
Alea adalah gadis cerdas dengan wawasan luas, tapi memiliki kepercayaan diri yang rendah. Ia seringkali merasa tidak layak dalam banyak hal. Karena itu, saat Yuri menghubunginya menawarkan sebuah pekerjaan, langsung saja ia sambar. Ia merasa itu adalah peluang bagus yang tidak boleh dilepaskan begitu saja, dari pada harus bersaing dengan ribuan pelamar kerja lainnya yang bisa saja memiliki kualifikasi jauh diatasnya.
"Hai Al," Suara gadis menyapa Alea. "Maaf yah gue telat," Ucap Yuri sembari menarik kursi di depan Alea. Wajahnya menyiratkan permintaan maaf yang tulus. Merasa bersalah karena datang tidak tepat waktu.
"It's okay. Jalanan macet yah?" Tanya Alea berbasa basi.
Dia meneliti penampilan temannya itu. Sudah lama mereka tidak bertemu. Sudah banyak sekali perubahan pada penampilan Yuri. Terakhir kali mereka bertemu saat acara kelulusan SMU. Setelah itu tidak pernah ada kesempatan bertemu teman lamanya kecuali yang memang satu kampus dengannya. Alea tidak pernah menghadiri reunian yang beberapa kali diadakan oleh teman-temannya.
"Engga kok, cuma tadi ada kuis dadakan. Jadi yah gue telat deh. Lu udah lama sampe?"
"Setengah jam lah," Jawab Alea jujur.
"Duh, sekali lagi maaf yah udah ngebuat lu nunggu. Sebagai permintaan maaf, kali ini gue yang traktir. Oke," Ucap Yuri sembari menyatukan jempol dengan jari telunjuknya membentuk huruf O tepat di depan wajah Alea.
"Iya udah ga apa-apa kok. Santai aja. Oia tapi gue ga bisa lama yah. Tau sendiri kan Bibi suka marah kalau gue pulang telat," Ucap Alea melayangkan senyum kepada Yuri.
"Yah gimana dong. Soalnya habis ini gue mau ajak lu ketemu temen gue yang nawarin kerjaan. Dia lagi cari orang buat jadi asisten make up artist. Dia mau ketemu lu langsung Al," Ucap Yuri bingung. Dia tahu sekali bagaimana galaknya Bibi Alea, tapi bagaimanapun caranya dia harus berhasil membawa Alea untuk bertemu temannya. "Bayarannya lumayan gede lho Al. Lu cuma jadi asisten dia buat satu minggu, tapi dapat gaji full satu bulan. Nah kalau dia puas sama kerjaan lu, dia akan angkat lu jadi asisten tetap," Tambah Yuri mencoba meyakinkan gadis berkulit putih bersih di hadapannya.
"Gimana yah Ri. Gue kan lulusan menejemen bisnis. Gue pengennya kerja sesuai dengan jurusan yang gue ambil," Nada bicara Alea terdengar ragu. "Lu tau sendirikan Paman gue cuma mau nyekolahin gue sampai SMU doang. Makanya dulu gue sering ambil job ngerias buat nabung untuk kuliah gue. Alhamdulillah gue bisa cepet nyelesein kuliah. Makanya sekarang gue pengennya kerja di perusahaan," Ujar Alea masih dengan nada ragu. Dia memang masih sering menjadi Freelancer Make Up Artist, tapi dengan gelar sarjana yang diperolehnya sekarang, gadis itu berharap bisa secepatnya bekerja kantoran dan menjadi wanita karir.
"Orang yang mau gue kenalin sama lu itu, suaminya juga punya perusahaan retail yang bergerak di bidang fashion. Kalo lu dapet kesempatan kerja sama dia, siapa tau lu juga bisa dapet peluang kerja di salah satu toko retail punya dia. Kenalan dia juga para pengusaha. Sekalian memperluas jaringan lu buat entar nyari kerja di perusahaan ternama," Yuri masih mencoba meyakinkan Alea.
Yuri memang terkesan mendesak Alea untuk menerima tawarannya. Namun, sejak SMU Yuri sering memberi pekerjaan merias bagi Alea, sehingga ia tidak menaruh curiga kepada temannya itu. Yuri memang berkecimpung di dunia modeling. Oleh karena itu Alea sudah sering kali merias Yuri dan juga teman sesama modeling-nya. Hanya saja, kali ini dia berharap Yuri menawarkan pekerjaan di sebuah perusahaan.
Tapi kan temennya Yuri juga pengusaha. Ah siapa tau aku bisa dapet peluang disana. Bener kata Yuri, anggep aja buka link untuk aku - Ucap Alea dalam hatinya.
"Tapi kalau sekarang gue ga bisa Ri,"
"Kenapa Al? Soalnya temen gue butuh asisten cepet. Dia mau ketemu lu sekarang juga. Sayang lho Al, kalau lu sampai ngelewatin kesempatan ini,"
"Yah gue harus izin dulu sama Bibi gue Ri. Kalau enggak Bibi bisa marah besar,"
"Gue yakin Bibi lu ga bakalan marah kalau tau lu pergi buat kerja. Bibi lu kan mata duitan," Ucap Yuri tidak sabar. Dia bahkan tidak menyadari hinaan yang dia lontarkan untuk Bibi Alea. Toh dia sudah sering mengatai Bibi Alea di depan temannya itu.
"Iya juga sih, yaudah deh Ri. Gue mau coba ambil tawaran temen lu,"
"Nah, gitu dong," Ucap Yuri menghela nafas lega. Akhirnya dia berhasil meyakinkan Alea untuk bisa membawa gadis itu menemui temannya.
Tanpa berbasa-basi lagi, Yuri membayar tagihan cafe dan mengajak Alea segera menemui temannya. Gadis cantik dengan tinggi semampai itu seolah khawatir jika Alea berubah pikiran. Karenanya ia terlihat tergesa-gesa membawa Alea pergi dari cafe. Mengendarai vios yang usianya sudah belasan tahun, Yuri memecah jalanan Ibukota menuju sebuah hotel di kawasan jakarta pusat.
"Kita mau kemana Ri?" Tanya Alea yang tak dapat menghentikan kegelisahan saat duduk di kursi penumpang.
Jantungnya berdegup kencang saat rasa gugup semakin erat memeluknya. Perasaan tak enak menguasai hatinya.
"Udah pokonya lu tenang aja," Jawaban singkat Yuri justru menambah hatinya semakin merasa tidak nyaman.
Tenang Alea, kamu hanya pergi untuk mencari pekerjaan. Semua pasti akan baik-baik saja - Alea mencoba berbicara dengan hati kecilnya. Mengelus degup jantung yang tidak berhenti memainkan symfoni up beat.
Perasaan tak enak terus menggerayangi Alea. Gadis itu semakin gelisah di tempatnya. Ada begitu banyak hal yang memadati isi kepalanya saat ini. Mungkin hal itulah yang membuat irama jantungnya kali ini berdetak tak beraturan, pikir Alea.
Gadis itu khawatir memikirkan reaksi Bibinya saat ia terlambat sampai di rumah. Selain itu perasaan khawatir tidak diterima sebagai asisten oleh teman Yuri juga turut mendesak jantungnya semakin berdetak cepat. Belum lagi keraguan yang mendera ketika menerima tawaran Yuri, entah apa penyebabnya. Padahal itu tawaran yang cukup bagus, paling tidak sampai ia menerima ijazahnya.
Alea bisa mengumpulkan uang dari sekarang untuk membayar Paman dan Bibi. Mengganti semua biaya untuk makan dan tempat tinggal selama dia menempuh pendidikan semasa kuliah. Karena Bibinya selalu berkata bahwa janjinya kepada almarhumah Ibunya adalah merawat Alea hingga dia dewasa. Dan tugasnya sudah selesai ketika Alea lulus SMU.
Alea memasrahkan semua pada jalan takdir yang harus ia arungi. Sang pemilik kehidupan diatas sana sudah mengatur jalan yang terbaik untuk ia lalui. Begitulah akhirnya Alea berpasrah diri. Melambatkan tempo irama jantung pada keputusan Sang Khalik yang sudah dipersiapkan untuknya. Hal yang selalu membuat Alea lebih tenang, meski menghadapi rintangan hidup yang tidaklah mudah.
Alea melangkahkan kaki melewati pintu otomatis, memasuki sebuah lobi hotel yang mewah nan elegan. Memanjakan mata dengan dekorasi epik menjamu para tamu yang datang ke Hotel bintang lima tersebut.
"Kita ngapain kesini Ri?"
"Ketemu temen gue,"
"Kok ketemunya di hotel?" Tanya Alea heran.
"Dia ada meeting dengan Client-nya disini, makanya dia nyuruh kita nemuin dia disini, sekalian ketemu Client dia," Jawab Yuri seraya menghampiri resepsionis hotel. Menyanyakan keberadaan kamar yang harus mereka sambangi.
Yuri kemudian mengajak Alea menaiki sebuah lift tak jauh dari tempat resepsionis itu berada. Berjalan cepat seolah tak ingin tertinggal sesuatu. Alea hanya mengekori di belakang Yuri, dengan pikiran negatif yang berkelabat di kepalanya.
"Ri, kenapa kita ketemu temen lu dalem kamar hotel? Kenapa ga di tempat yang lebih umum aja? Di restoran atau ruang pertemuan kan bisa?" Berondong pertanyaan, Alea layangkan saat mereka berada di dalam lift. Alea sempat mendengar resepsionis yang menyebutkan sebuah kamar president suite yang harus mereka datangi. Membuat gadis itu mulai menaruh curiga.
"Yaelah Al, namanya juga orang kaya. Suka-suka dialah mau ketemu dimana. Lagian Client-nya itu tajir ******. Pasti dia butuh privacy. Mana mungkin ketemu di tempat umum sih," Suara Yuri meninggi, ia mulai merasa kesal dengan tingkah Alea yang banyak tanya. Tinggal beberapa langkah lagi tugas Yuri selesai. Ia tidak mau sampai gagal di detik terakhir. Namun rasa tak sabaran ingin menyelesaikan pekerjaan ini secepatnya, membuat gadis itu tidak bisa menahan diri.
"Maaf ya Al, masalahnya gue itu masih ada kerjaan setelah ini. Gue harus ketemu menejer gue untuk ngebahas job minggu depan," Ucap Yuri beralasan. Dia kemudian menyentuh lengan Alea, menggosok pelan lengan itu berniat menenangkan wajah gusar yang mulai ditunjukkan gadis di hadapannya. "Pokoknya lu tenang aja. Gue bakal nemenin lu selama pertemuan. Kita selesein secepatnya urusan disini. Jadi lu bisa pulang cepet, gue juga bisa cepet ketemu menejer gue," Lanjut Yuri.
Alea hanya menyunggingkan senyuman tipis di bibirnya. Berharap Yuri tidak tersinggung dengan kegelisahan yang ia tampakkan. Tapi gadis itu juga tidak bisa menutupi keresahan yang semakin menjalar di dada.
Setidaknya Yuri akan nemenin gue di dalem, jadi seharusnya ga ada yang perlu gue takutin - Alea kembali berperang dengan hati kecilnya.
Belum sempat berpikir lebih jauh lagi, surara dentingan pertanda mereka sudah sampai di lantai yang dituju membuyarkan lamunan Alea. Gadis polos itu kemudian kembali mengekori Yuri keluar lift dan berjalan menuju suite room yang disebutkan oleh resepsionis di lobi hotel.
Yuri mengetuk pintu beberapa kali saat mereka sudah berada di depan kamar yang mereka cari. Tidak menunggu lama, seseorang membukakan pintu dan memersilahkan mereka memasuki kamar hotel. Seorang wanita berusia sekitar awal tiga puluhan tahun menyambut dengan senyum lebar menghiasi bibirnya. Penampilan wanita itu tampak glamor. Dari pakaiannya, dandanan yang mencolok hingga assesoris yang dikenakannya. Semuanya mengesankan kalau ia tak jauh berbeda dengan wanita sosialita yang sering wara wiri di media sosial.
Mereka kemudian memasuki kamar hotel melewati lorong depan kamar mandi menuju ruang tamu kamar.
"Ayo duduk, santai aja yah. Kalian mau minum apa? Dingin atau anget?" Tanya wanita itu ramah. Wanita itu dengan santai melangkah ke sebuah mini bar di dalam kamar hotel yang mewah tersebut. Langkahnya ringan seolah ia sudah terbiasa berada di tempat mewah seperti itu.
Alea mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan. Satu set sofa yang terlihat empuk menyambut kedatangan mereka. Di depannya dinding kaca yang lebar memperlihatkan pemandangan megah kota Jakarta di luar hotel dengan gedung-gedung pencakar langitnya.
"So.... Panas apa dingin nih?" Tanya wanita itu sekali lagi.
"Dingin aja deh kak," Jawab Yuri. Di sebelahnya, Alea hanya mengamini apa yang diminta Yuri. Gadis itu Masih setia dengan mulut yang terkunci rapat.
Tak jauh dari ruang tamu, Alea memperhatikan wanita itu membuka lemari pendingin yang terletak di mini bar dalam kamar tersebut. Pandangan Alea melewati sebuah ruang makan, lengkap dengan satu set kursi dan meja yang terletak di dekat ruang tamu tanpa sekat pemisah.
Mata Alea juga tak luput melihat sebuah sekat yang terbuat dari kayu yang di pahat dengan ukiran rumit nan cantik. Sekat itu berfungsi sebagai dinding pemisah ruang tamu dan ruang makan dengan sebuah kamar tidur.
Sebuah kamar yang terlalu mewah untuk ukuran hanya menginap satu malam atau mungkin beberapa malam saja, pikir Alea. Hal itu sama saja dengan menghambur-hamburkan uang bagi seorang Alea yang hampir tidak pernah mempunyai tabungan untuk ia bersenang-senang. Meski hanya sekedar rekreasi, apalagi sekadar menikmati layanan hotel semewah ini.
"Ayo silahkan minum," Ujar wanita itu meletakkan Tiga botol minuman dingin yang masih tersegel di atas meja.
"Makasih kak, kebetulan aku haus banget," Ucap Yuri langsung menyambar minuman di atas meja. Membuka tutup botol dan menyeruput isinya hingga tersisa setengahnya saja.
Alea tidak berniat untuk menyentuh minuman di hadapannya. Kepalanya masih berlarian memikirkan sebanyak apa uang wanita yang sudah menghempaskan tubuh ke sofa di depannya.
Alea melayangkan ingatannya ke beberapa tahun silam saat ia masih berusia delapan tahun. Ketika kedua orang tuanya masih ada. Pada masa itu Alea pernah berlibur bersama orang tuanya dan menginap di hotel. Sebuah kamar hotel denga kasur berukuran size dengan nakas di kiri dan kanan dipan. Selain itu hanya ada sebuah meja dengan teko listrik untuk membuat minuman panas serta kulkas kecil berukuran seperi kardus yang diletakkan dibawah meja. Serta dua buah arm chair dengan meja bulat kecil di sudut ruangan untuk bersantai. Fasilitas yang sangat jauh berbeda dengan fasilitas kamar yang dia lihat saat ini.
"Ayo diminum," Sikutan Yuri di lengan Alea, menarik gadis itu dari lamunan panjangnya. "Ga sopan tau ngediemin minuman yang udah disiapkan tuan rumah begitu aja," Lanjut Yuri.
Mengikuti saran Yuri, Alea meraih botol berisi minuman dingin dan membuka segelnya. Menikmati segarnya minuman itu melewati kerongkongannya.
"Kamu yang mau menjadi asisten MUA?" Tanya wanita itu memulai percakapan.
"Iya kak," Jawab Alea, setelah ia meletakkan botol minuman di atas meja. Wanita itu menajamkan tatapannya meneliti penampilan Alea. Seolah tidak percaya bahwa gadis bertubuh mungil dengan penampilan sederhana hampir tanpa riasan make up itu telah menginjak usia dua puluh tahun. Dia bahkan seperti gadis remaja yang masih bersekolah.
Alea menundukkan wajahnya, mengalihkan tatapan ke sembarang arah. Tidak berani mengangkat wajah yang sebenernya sangat menawan bila saja ia mau memolesnya sedikit saja.
"Baiklah, kalian berdua tunggu disini. Saya akan kembali sebentar lagi," Ucap wanita itu seraya beranjak dari duduknya. Ia kemudian meninggalkan Alea dan Yuri di kamar hotel berdua saja.
Perasaan Alea semakin tidak karuan. Di lemparkannya pandangan pada gedung bertingkat di luar sana. Menyaksikan betapa indahnya pemandangan yang disuguhkan bila saja ia bisa menikmatinya. Namun, saat ini jangankan menikamati pemandangan, kemewahan yang ditawarkan di dalam kamar hotelpun tak mampu mengusir kegelisahan yang semakin menyeruak. Gadis itu kemudian kembali dalam lamunan yang perlahan membawanya jatuh ke dalam alam bawah sadar.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!