NovelToon NovelToon

ROMANSA BIAS & ZEE

AWAL PERTEMUAN

..."Aku memilih menjadi jelek, aku ingin dikenal sebab kecerdasan yang kumiliki, bukan karena kecantikanku." (Zee)🥀...

..._________________________________________...

"Buu … Bu … kakak pulang, Buu …!" Pekikan bocah laki-laki 10 tahun terdengar memenuhi seantero rumah.

Farah yang sedang menumis kangkung di dapur langsung berlari menghampiri. Farah Aida, Wanita berhijab 38 tahun itu masih sangat cantik walau kepiluan kerap mewarnai hidupnya, namun ia tak pernah letih bermimpi. Ya, semua ujian pasti akan berakhir, karena ia memiliki Tuhan yang adil memberi ketetapan untuk hambanya. 

 "Zee, bagaimana Nak? Beasiswamu disetujui, kah?" Netra Farah membulat tak sabar menunggu jawaban sang putri.

Hening suasana saat itu, hingga wajah mematung Zee seketika berubah, ia mengangguk. Farah langsung memeluk raga semampai itu. 

Nama gadis itu Zee, Zivanya Alkaridz. Gadis pintar yang siap memberi warna dalam kisah ini. Ia pintar dan baik hati. Hatinya lembut tapi ia tidak lemah. Peristiwa demi peristiwa dalam keluarga yang ia alami cukup membuatnya kuat. Ia sebagai anak pertama akan berjuang untuk keluarga.

"Ibu bangga sama Zee, semua perjuanganmu berbuah manis, kamu akhirnya bisa masuk SMA Favorit itu. Kamu tahu ayahmu juga dulu lulusan sana, ia pasti bangga kalau tahu kamu diterima. Kamu memang cerdas seperti ayah! Besok ibu mau jenguk ayah, mau menceritakan semua!" 

Zee mengangguk, ia senang ibunya senang. 

Aku harus bisa mengharumkan lagi nama orang tuaku, aku harus buat ayah dan ibu bangga! batin Zee.

________________

Aktivitas pagi seperti biasa dipenuhi keriweuhan. Zee dan anggota keluarga yang lain harus saling menunggu masuk ke kamar mandi. Kenyataan ini menang harus diterima, bersyukur mereka masih memiliki tempat tinggal. Ya, walau bangunan itu hanya berkisar 4×10 meter, tapi mereka bahagia saling memiliki satu sama lain.

"Joy, buruan! Nanti Kakak telat ini!"

Tak berselang lama Joy bocah laki-laki 10 tahun yang bernama lengkap Zola Alkaridz keluar dengan tergesa. "Sorry lama Kak, mules perut aku!" ucapnya.

"Kakak kenapa pakai tas plastik?" Bocah perempuan kecil berusia 6 tahun mendekati Zee. Namanya Zalikha Alkaridz, cantik, imut dan menggemaskan itulah ia. Ia duduk di bangku Taman Kanak-Kanak. Kini Zaa biasa dipanggil terus memperhatikan penampilan Zee.

"Ia ini perintah sekolah, Kakak sedang Orientasi jadi harus nurut!" jelas Zee kepada Zaa.

"Kenapa Kakak pakai kacamata? Kacamata Kakak jelek! Tidak keren!" ucap  Zaa lagi. Ya, sebelum masuk SMA DUTA BANGSA Zee sudah berazam akan fokus belajar dan menutup wajah cantiknya. Zee tidak ingin setiap orang hanya melihat sesuatu dari cover luar. Ia ingin dikenal sebagai Zee anak berprestasi bukan Zee anak baru yang cantik. Zee ini cukup percaya diri kalau menyangkut kecantikan wajahnya. Ia ingin melihat watak sebenarnya manusia dari kekurangan yang ia miliki. Ya untuk kasus ini dari kejelekan wajahnya. Kejelekan yang Zee ciptakan.

"Zee, kamu yakin mau ke sekolah berpenampilan begitu? Ini kulit kenapa dihitam-hitamin sih?" ucap Farah bingung. Dimana-mana gadis belia itu ingin tampil cantik, tapi putrinya itu justru menjelekkan wajah cantiknya.

"Pokoknya ibu nggak usah mikirin, Zee! Zee akan jaga diri dan yang pasti Zee akan berusaha buat ibu selalu bangga. Farah membuang nafas kasar. Ia memilih percaya pada putrinya itu saja.

__________________

"Rey, ada mangsa satu lagi noh baru dateng!" Pria bertubuh tinggi yang berdiri di gerbang sekolah berucap pada rekannya.

"Ahh jelek coba cakep gue kerjain tuh anak! Lo aja yang ngurus!" kata  Reyyan sebelum akhirnya berlalu meninggalkan Dito.

"Eh sini lo!"

"I-ya, Ka-k …." Zee mendekat dengan pandangan menunduk.

"Lo nggak punya jam di rumah? Jam berapa ni? Sekolah kita tuh sekolah favorit, gak ada acara telat di sekolah ini. Semua ontime dan punya tanggung jawab. Nah elo? Baru haru pertama udah cari perkara! Cepet lo lari ngitarin lapangan 10x!"

"Se-ka-rang, Kak?" tanya Zee memastikan sebab di lapangan dilihat Zee sedang ada latihan voli.

"Ya iya lah sekarang! Lah masa tahun depan. Buruan!" geram Dito.

"Ta-pi, la-pa-ngan lagi ra-me, Kak! A-da yang main vo-li!"

"Cepet gue bilang! Gak ada alasan!" Terpogoh Zee akhirnya beranjak menuju lapangan. 

Siswa laki-laki di lapangan yang sedang bermain voli saling melirik melihat gadis berseragam putih biru sedang berlari mengitari lapangan di sekitar mereka. Mereka hanya tersenyum sinis namun kembali melanjutkan permainan voli. Sampai putaran kelima semua aman, namun di putaran keenam sebuah bola mendarat dengan kuat ke wajah Zee. Zee hampir jatuh namun beruntung seorang siswa meraih tubuhnya. 

"Lo gpp?" 

"Ma-af, Ka-k. Baru 6 putaran!" lirih Zee menyentuh sebelah pipi dan wajah bercucur keringat. 

"Lo ikut gue!" Zee menggeleng sambil menunduk. 

"Kenapa?"

"Nanti kakak OSIS yang di-sana ma-rah, Ka-k!" ucap Zee dengan terbata masih dengan pandangan menunduk. 

"Gak usah mikirin mereka, ikut gue!" Dengan kuat sebuah tangan mencengkram lengannya dan menarik Zee. Zee mengangkat kepala dilihatnya tubuh tinggi dan tegap sang lelaki dari belakang. 

"Ka-kak mau bawa aku ke-mana?" lirih Zee bingung. Ia yang masih asing dengan posisi sekolah merasa takut lelaki yang dapat dipastikan kakak kelas itu membawanya ke sudut semakin jauh dari lapangan. Ya, kondisi sekolah memang diliburkan selama 3 hari selama masa orientasi siswa baru, jadi yang ada di sekolah saat itu hanya siswa baru, anggota OSIS, anggota organisasi yang sedang mengadakan latihan extrakulikuler dan beberapa guru. 

"Ka-k, lepas! Ka-kak mau bawa aku ke mana? Kakak jangan macam-macam sama aku! Aku bukan cewe gampangan!" 

"Haa ... kamu lucu. Pokoknya ikut aja!" ucap sang kakak kelas masih menghadap depan. 

"Kak ... Kak ... lepas nggak atau aku teriak nih!" Sebelah tangan Zee spontan memukul-mukul punggung lebar di hadapannya. Ia takut. 

Lelaki tegap tak menyangka dengan perilaku adik kelasnya itu, ia berbalik. Zee seketika menunduk. "Gue nggak ada maksud macem-macem! Tunggu di sini sebentar!" 

Lelaki itu mengambil ponsel dari saku dan berjalan sedikit menjauh. "Sell, gue di depan UKS, lo di mana?" lirih terdengar di telinga Zee suara lelaki itu bicara. 

Apa? Jadi kakak tadi mau bawa aku ke UKS? Jadi bukan mau macem-macem? 

Zee yang sejak tadi menunduk memberanikan diri mengangkat wajah. Mata itu membulat, terhenyak ia dengan kerupawanan wajah di hadapannya. 

"Lo kenapa? Ayo ikut gue! Ternyata UKSnya gak dikunci!" 

Mendengar sang kakak kelas tampan bicara, Zee kembali menunduk. Ia mengangguk dan mengikuti langkah sang kakak dari belakang. Sampai di depan ruang dengan plat UKS kaki-kaki mereka berhenti. Baru memegang handle pintu, seorang siswi berjilbab mendekat. 

"Sorry Bii, tadi gue lagi ngurusin anak baru yang pingsan! Kenapa ini anak?" 

Namanya Bii, jadi nama kakak yang tampan itu kak Bi, Bi apa yaa?

"Heii kamu kena bola voli, ya? Sebentar aku ambil air hangat!" Sebuah tanya menyadarkan lamunan Zee.

Zee mengedar pandang, ia mencari bayang lelaki tegap yang belum lama membawanya ke sana. Ia kecewa, lelaki itu sudah tidak ada. 

Padahal aku baru melamun sebentar, tapi kak Bii sudah tidak ada. Aku kan belum bilang terima kasih.

...________________________________________...

🥀Maaf dibuat Karya Baru sebab yang kemarin jaminan levelnya hilang karena terlalu lama menunggu balasan email.

🥀Karya ini ikut even YMYB (Yang Muda Yang Bercinta) Mohon dukungannya yaa😘

🥀Happy reading❤️❤️

SAYA TERTARIK, KAK

..."Aku melihat lagi wajah itu, wajah lelaki yang mau menolongku walau aku jelek." (Zee)🥀...

..._______________________________________...

Wanita ayu berhijab putih mengantar Zee ke kelasnya setelah beberapa saat mengompres lebam di wajah Zee akibat hantaman sang bola voli.

Wajah-wajah serius dalam ruang kelas yang dipenuhi anak-anak dengan tampilan menyerupai Zee seketika riuh. Ya, gaya kuncir 2 dengan pita merah putih, name tag dengan kardus mie instan dan plastik kresek hitam yang menjadi wadah buku melengkapi seragam putih biru yang dikenakan Zee.

Siswa-siswa dalam kelas itu tampak saling menoleh dan berbisik melihat Zee. Bukan karena Zee telat pastinya, tapi karena wajah jelek Zee yang menjadi tampilan dominan yang terlihat di diri Zee.

Mereka pasti sedang membicarakan kejelekanku, biarkan saja! Andai mereka tahu ini hanyalah topeng pasti mereka kaget. Aku adalah Zee yang jelek.

Zee berusaha keras untuk tidak tertawa lepas dari sakit akibat memar di pipinya.

Sella anggota PMR yang membantu mengompres lebab Zee tampak berbicara pada beberapa anggota OSIS dalam kelas itu dan menjelaskan alasan keterlambatan Zee. Para kakak kelas pun akhirnya memahami, mereka meminta Zee masuk dan duduk di bangku yang kosong.

Zee mengedar pandang ke sekitar ruangan kelas. Mata itu membulat melihat seseorang yang tak asing duduk di bagian belakang dengan bangku kosong di sampingnya. Pun Zee akhirnya memutuskan untuk duduk di sana.

Lelaki dengan rambut cepak itu tampak melihat dengan pandangan ramah ke arah Zee. Zee sungguh menahan keras untuk tidak tersenyum di depan lelaki di hadapannya. Lelaki itu bernama Dhafa, Dhafa Syakir. Iya satu sekolah dengan Zee sebelumnya, ia sama sekali tidak mengenal Zee saat ini, sebab Zee berpenampilan jelek.

"Lo kenapa senyum-senyum gitu, lo sehat kan?" ucap Dhafa menyadari Zee yang sejak duduk di bangku di sisinya terus tersenyum.

"Gpp aku cuma seneng duduk sama kamu, Dhaf!"

"Lo tau nama gue?" kaget Dhafa.

"Kenal lah, kita kan sering lomba bareng!"

"Lomba? Lo siapa sebenernya? Gimana bisa tau gue, atau jangan-jangan lo cenayang? Bisa baca isi hati gitu?"

"Apaan sih, aku Zee! Kita satu SMP, jahat Dhafa gak kenal aku!" Zee terus bicara dengan bibir yang kini sudah mengerucut. Sesaat Zee lupa bahwa ia sudah mengubah tampilannya.

"Zee? Zivanya?" ucap Dhafa memperhatikan penampilan Zee dari atas ke bawah. Zee mengangguk.

"Bohong! Zee itu kulitnya putih, tapi lo-----

Belum lagi kalimat itu selesai, Dhafa sudah menempelkan telapak tangannya ke lengan Zee, ia menggosok-gosoknya. Ya, Dhafa melihat tahi lalat di sudut bawah bibir gadis yang duduk di sebelahnya itu, ia mengingat Zee juga memilikinya.

"Dhaf, kamu ngapain sih?" Dan benar saja. Satu bagian lengan itu mendadak putih. Zee langsung mengambil kotak bulat berisi serpihan arang dan mulai meratakannya di lengan.

"Lo gak waras, Zee!"

"Huss, diem! Ini rahasia kita, oke!" Mata Zee berkedip sebagian membuat Dhafa yang tahu bagaimana wajah asli Zee meleleh saja.

"Kasih tau gue kenapa lo jelekin wajah lo, Zee!" Dhafa mulai mencecar Zee dengan berbagai tanya.

"Pelanin dikit suara kamu, Dhaf! Kata orang masa SMA masa yang indah, aku mau cari ketulusan di masa SMA itu, temen-temen yang tulus, orang-orang sekitar, juga cinta yang tulus! Sekarang kamu paham kan kenapa aku lakuin ini?"

Dhafa menggeleng-geleng, gadis yang menjadi idola di SMP nya karena kepintaran dan kecantikannya itu memilih menjadi jelek. Agak aneh, berbeda memang gadis di hadapannya itu dengan banyak gadis lain. Tapi setiap orang berhak berbuat sesuai inginnya. Dan inilah cara Zee mencari ketulusan, kedewasaan di masa peralihannya. Dhafa mengangguk setelahnya.

TUK ...

Sebuah spidol tampak mendarat di meja Zee dan Dhafa. Keduanya terkejut.

"Loe berdua di belakang! Maju! Kita perhatiin kalian ngobrol aja dari tadi. Kalo mau ngobrol di warteg sana, bukan di sekolah! Cepet maju!"

Dhafa dan Zee maju ke depan.

"Dari SMP mana kalian?" tanya seorang kakak kelas wanita yang cukup cantik tapi jutek dan terlihat sombong, dari name tag yang terjahit di baju seragam namanya diketahui namanya Amel Putri.

"SMP PERTIWI, Kak!" jawab Dhafa.

"Dan Lo yang paling cantik satu kelas?"

"SMP PERTIWI juga, Kak," ucap Zee memberengut, jelas Amel sedang meledek wajahnya. Zee menunduk setelahnya.

"Rupanya lagi pada reunian. Yauda, sebagai hukuman kalian ngobrol seenaknya di kelas, kalian berdua harus nyanyi lagu Halo-halo Bandung yang keras tapi huruf vokal ganti 'i' semua!"

Dhafa dan Zee saling melirik. "Kenapa malah pada saling lirik, ayo nyanyi!"

Hili-hili Binding

Ibu kiti piriyingin

Hili-hili Binding

Kiti kining-kiningin

Sidih limi biti tidik birtimi dinginnyi

Keduanya pun menyanyi, tampak isi kelas mulai riuh. "Semua tenang! Apa kalian mau dihukum juga?" Isi kelas kembali hening, tapi jelas kakak-kaka kelas di depan tampak menikmati kelucuan Zee dan Dhafa. Mereka bergantian menoleh ke belakang dan menyunggingkan senyum.

TOK ... TOK ....

"Kalian berhenti!" Dhafa dan Zee menghentikan lagu merdu mereka. Pintu ruang kelas dibuka. Segerombolan pria tinggi tampak masuk, namun diantara 7 pria itu ada satu yang langsung membuat dada Zee berdesir. Ia melihat lagi wajah itu, wajah penolongnya, Kak Bii.

Seorang pria tinggi, wajah lumayan tampan juga tampak maju. Zee juga kenal wajah ini, wajah yang menyambutnya tadi di gerbang berbisik-bisik kemudian pergi. Ia berdiri tak jauh dari posisi Zee, Reyyan Abidzar tertempel nama itu di seragamnya.

"Permisi semua seluruh siswa baru SMA DUTA BANGSA, perkenalkan saya Reyyan, saya berdiri selaku ketua OSIS di SMA ini, seperti yang kita tahu sekolah kita memiliki visi : Mewujudkan insan yang berbudi pekerti luhur, peduli, berbudaya, berwawasan lingkungan, unggul dalam prestasi, serta kompetitif dalam dunia global. Dengan ini saya ingin menghimbau lagi masalah kedisiplinan, karena ternyata masih banyak diantara siswa baru yang datang terlambat pagi ini. Mengapa kami berikan hukuman, tidak lain agar muncul dalam diri kalian untuk menjadi pribadi lebih baik dan tidak mengulangi lagi kesalahan tersebut, paham!"

Semua siswa termasuk Zee mengangguk membenarkan ucapan kakak OSIS-nya itu.

Bisa bicara benar juga dia setelah tadi menghukumku lari muterin lapangan. Tapi okelah, emang aku salah tadi telat, monolog Zee.

"Oke, selain pembahasan kedisiplinan, perlu diketahui juga kalau di sekolah kita ada berbagai ekstrakurikuler yang bisa kalian ikuti sesuai minat kalian. Di depan ini adalah  kakak-kakak dari ekskul basket yang ingin memperkenalkan ekskul mereka." Ketua OSIS bernama Reyyan itu mundur dan maju pria yang sejak tadi ingin dilihat Zee.

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat siang, perkenalkan kami dari ekskul Basket, saya Bias ketua basket di SMA ini, ekskul basket di sekolah ini termasuk ekskul yang aktif mengikuti perlombaan dan alhamdulillah kami tidak pernah pulang dengan tangan kosong. Kekompakan, kerjasama, pertahanan serta kemandirian kami tumbuhkan dalam jiwa-jiwa anggota kami. Saya akan berikan form, kalian bisa isi jika kalian tertarik bergabung dalam ekskul kami dan bisa dikumpul kepada kakak OSIS di depan kalian. Demikian dari saya, wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh." Bias mundur.

"Nah, sudah lihat kan kakak-kakak ganteng di SMA ini, perlu diketahui kak Bias menjabat pula sebagai wakil ketua OSIS. Bias mengangguk. Apa ada yang kira-kira tertarik dengan kak Bias di kelas ini, ups maksud saya tertarik bergabung dengan ekskul Basket?"

Dengan cepat jemari Zee terangkat. "Saya tertarik, Kak!"

...________________________________________...

🥀 Happy reading😘

🥀Like, komen, vote dan rate karya ini jangan lupa, yaa❤️❤️

PERWAKILAN PESERTA LOMBA

..."Kenapa jantungku tidak beraturan begini dekat kak Bias." (Zee)🥀...

..._____________________________________...

Dua Minggu sudah Zee menjadi siswa SMA DUTA BANGSA. Kini seragam putih abu-abu sudah melekat di tubuhnya. Setiap hari ia lalui dengan penuh semangat, ya walau siswa lain sering mencemooh karena wajahnya yang berbeda, ia hitam. Bukan marah, Zee tampak santai, ia mengabaikan setiap cela, ia hanya berfikir untuk menimba ilmu dengan sungguh-sungguh, untuk urusan lain tidaklah penting.

"Ada yang bernama Zivanya di kelas ini?" Seorang siswa laki-laki bertubuh tinggi tampak melenggang masuk ke kelas 1A yang menjadi kelas Zee. Dilihat hari gesturnya yang begitu percaya diri, terang ia bukan siswa kelas 10, mungkin kelas 11 atau 12 sepertinya.

"Tuh yang lagi ngapus papan tulis namanya Zee!" Ayu salah satu rekan sekelas Zee yang senang mengganti-ganti model rambut ke sekolah itu menjawab.

Siswa tersebut mendekat ke arah Zee, Zee yang masih bingung masih bergeming saat langkah sang lelaki mendekat. "Lo Zee?" ucapnya.

"I-ya, Kak. A-da a-pa ya Ka-kak mencariku," lirih Zee terbata. Ia tampak membenarkan posisi kaca matanya.

"Nggak usah banyak tanya! Ayo ikut gue ke kantor!" lugas lelaki itu tanpa melihat Zee sedikit pun. Raga keduanya tak terlihat lagi setelahnya.

"Wah ada apa itu Zee dipanggil ke kantor? Apa dia buat ulah?" lontar Siska sinis, dinaikkan sebelah bibir itu ke atas, jelas ia tak menyukai Zee. Ya, bagi mereka yang berasal dari keluarga terpandang apalah Zee! Gadis Miskin penerima beasiswa dengan wajah yang pas-pasan.

Seluruh siswa dalam kelas tampak saling berbisik menerka-nerka apa yang terjadi dengan Zee. Mengapa Zee harus dipanggil ke kantor.

"Ada apa ini? Bubar! Bubar! Ngerumpi aja kalian! Ayo balik ke tempat duduk masing-masing!" pekik Dhafa.

"Huu ... yang sahabat segitu setianya!" Suasana kelas riuh seketika, tak suka dengan perilaku Dhafa. Ya, menurut siswa yang lain, baik Zee maupun Dhafa adalah duo miskin yang tak pantas dianggap dan hanya menjelekkan kelas mereka saja dengan penampilan cupu keduanya.

Tak berselang lama guru bidang studi memasuki kelas dan mulai mengajar, suasana hening seketika. Semua siswa tampak serius mendengarkan setiap materi yang diberikan.

Di tempat berbeda sepasang kaki terus melangkah mengikuti sosok tinggi yang berada di hadapannya. Ia yang beberapa saat lalu memanggil Zee, kini mengarahkan raga Zee menuju ruang guru. Di dalam ruang guru, delapan siswa tampak berjejer. Wajah-wajah mereka sangat asing untuk Zee.

Ada apa ini? Kenapa aku harus dipanggil ke sini?

Zee yang bingung hanya bisa bergumam dalam hati.

"Benar kamu Zivanya?" Zee yang masih masuk dalam fikirnya sendiri kaget mendengar tanya itu. Wajah cantik dengan jilbab berwarna pink tampak menatap intens ke arah Zee. Walau wanita itu belum pernah mengajar di kelasnya, tapi dari pakaian yang ia pakai jelaslah ia guru juga di sekolah Zee.

"I-ya Bu," jawab Zee terbata seperti sebelumnya.

Zee mengedar pandang ke setiap sudut ruang guru, memperhatikan aktivitas orang-orang dalam ruangan tersebut. Beberapa guru tampak sibuk memeriksa tugas, sedang delapan orang siswa yang berdiri di sampingnya terus saling melirik menatap Zee seolah meremehkan.

"Zivanya, apa benar kamu lulusan SMP Pertiwi?" tanya guru dengan jilbab pink lagi sambil memperhatikan penampilan Zee dari atas ke bawah, ia tersenyum setelahnya.

"Benar, Bu," jawab Zee. Sang guru mengangguk.

"Oke, kita tinggal menunggu satu orang lagi," ucap sang guru lagi sambil menulis sesuatu dalam bukunya. Zee masuk dalam barisan dan menunduk.

Zee memang merasa asing, terutama tatapan para kakak kelas yang kurang bersahabat membuatnya kurang nyaman. Zee menarik napasnya berulang kali, berusaha tenang dan menjaga moodnya tetap baik.

Tak berselang lama seorang pria dengan tubuh tinggi tegap mengetuk pintu ruang kantor. Ibu guru berjilbab pink langsung mempersilahkan lelaki dengan seragam putih abu-abu untuk masuk. Ia tampak mengedar pandang dan menyungging senyum pada siapa saja dalam ruang itu.

Hal tak terduga muncul, dada Zee seketika sesak, jantung itu berdetak cepat, matanya membulat menatap sosok lelaki yang kini sedang berjalan santai ke arahnya. Lelaki itu sungguh tak membiarkan bibirnya mengatup, ia terus tersenyum ramah dan mengangguk pada siapa saja.

Kak Bias .... Aku melihat lagi wajah itu, wajah rupawan dengan budi pekerti baiknya. Apa aku tengah bermimpi? Mengapa Tuhan begitu baik ....

Zee terus bermonolog dalam hati. Tak terasa bibirnya ikut tersenyum menatap pria penolong baginya itu.

Bias kini berdiri tepat di depan meja guru dengan jilbab pink, sontak jantung Zee bertambah mau copot saja. Bayangkan jarak dirinya dan lelaki itu bahkan tak ada sejengkal. Sangat dekat, hampir bersentuh dua bahu keduanya.

Zee menarik napas panjang, merasakan aroma parfum nan lembut yang berasal dari tubuh lelaki di sisinya seakan membuat tubuh Zee lemas saja. Sesak rasanya.

Ada apa denganku? Sadar Zee!!

Zee mendangakkan wajahnya ke atas kini. Ia berusaha melihat wajah yang telah memporak-porandakan hatinya sejak sepekan dirinya berada di sekolah itu. Wajah itu tertangkap jelas melalui sepasang manik mata Zee saat ini.

Tampan, sangat tampan sekali! Zee terus bergumam.

Kak, lihat aku, Kak ...! Lihat aku! Ayo menoleh, Kak!

Zee memang berharap Bias mengetahui kehadirannya Zee mulai menghitung mundur dalam hatinya.

Satu ... dua ... ti-gaa!

Dan ...

"Hai," siapa bias saat matanya menangkap wajah Zee. Bagaimana rasa hati itu sungguh sudah tidak dapat tergambar, jantungnya seakan meloncat-loncat tak karuan, detaknya tak teratur menimbulkan sesak yang teramat.

"Hei, lo baik-baik aja kan?" Bibir kecil milik pria tegap disamping Zee kembali terbuka, Bias menyapa Zee lagi.

Tak ada jawaban dari Zee, bias menghadapkan wajahnya kepada guru berjilbab pink mengangkat dua bahunya ke atas seolah bingung dengan perilaku gadis disampingnya.

"Zee, Zivanya ... kamu tidak apa-apa kan? Kamu baik-baik saja bukan?" tanya ibu guru berjilbab pink. Zee kaget, pun kesadarannya kembali.

"Dasar gadis miskin, baru disapa Bias begitu aja langsung oleng," lirih kakak kelas di samping Zee. Zee menunduk.

" I-ya Bu, ma-af ... saya baik-baik saja kok, Bu," ucap Zee sambil melirik 8 orang yang berjejer di sampingnya menatap dirinya dengan pandangan sinis. Zee menoleh ke sebelah kiri setelahnya, memastikan Bias memang ada. Zee membuang napas kasar sembari tersenyum. Ya, Zee senang nyatanya ia tidak bermimpi.

Senyum kak Bias sangat manis, kak Bias tetap ramah  walau wajahku biasa saja. Ia tidak membedakan manusia. Kak Bias ... bagaimana aku menetralkan rasaku. Zee ... sadar Zee, ingat bunda dan adik-adik! Kamu sekolah untuk menuntut ilmu dan bukan sibuk memikirkan hati! Ah ... Astagfirullah.

Zee menunduk setelahnya, menyadari perilakunya salah.

"Oke kalian semua sudah berkumpul, ibu tidak akan bertele-tele. Bagi kalian siswa kelas 11 dan 12 tentu sudah kenal siapa saya, terkecuali kamu. Kamu ... siapa namamu tadi?"

"Zee, Bu."

"Oh iya Zee. Sebelumnya kenalkan nama saya Maharani, saya mengajar bidang studi Informatika yang dikhususkan untuk kelas 11 dan 12. Di sini saya ditunjuk sebagai penanggung jawab lomba, untuk yang lain tentu sudah tahu ya, bahwa setiap tahun sekolah kita selalu mengikuti perlombaan yang diadakan oleh SMA CENDIKIA. Pun tahun ini pun seperti itu. Sekolah kita akan mengirimkan 10 siswa sebagai perwakilan sekolah. Setelah melalui banyak pertimbangan, kalian bersepuluhlah yang menjadi pilihan kami seluruh dewan guru!" Kalimat itu berhenti seorang siswa wanita tampak mengangkat tangan. Maharani menatap dan mempersilahkan ia bicara.

"Kenapa dia yang kelas 10 juga terpilih, Bu?"

...______________________________________...

🥀Happy reading😘

🥀Suwun sanget atas support kalian❤️❤️

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!