NovelToon NovelToon

Resep Cinta Caramel

001-Honey

Senin pagi yang super super sibuk di tengah ibu kota megapolitan. Setiap pekerja lepas, buruh, orang kantoran pasti sedang berbenah diri untuk berangkat kerja.

Demikian juga dengan Honey. Di sebuah kamar kos berukuran 3X4, di dalam kamar mandi.

“Sh-iit,” tanpa sengaja siku Honey terantuk pada kran air di dekatnya.

“Arggghhhh. Keran air, kenapa kamu harus berada di situ?” umpat Honey pada keran air yang sedang menjalan kan tugasnya yaitu mengisi penuh tong air berwarna biru dalam kamar mandi sempit itu.

Setelah sikat gigi, Honey mengambil botol Shampo Sunsilk kuning kosong dari tempat peralatan mandinya.

“Ya mana shampo habis,” ia kemudian mengisi botol kosong itu dengan air dari keran kemudian menuang shampo yang sebagian besar isi nya air ke kepalanya.

“Lumayan, yang penting rambut harum dan nggak lepek.”

Ia mulai menyabuni tubuhnya dengan sabun kesehatan lifeboy berwarna merah.

Beberapa saat kemudian deru kencang suara keran air mulai melemah, air mengalir semakin sedikit hingga kemudian berhenti. Hanya tersisa beberapa tetes air yang menetes dari mulut keran lumutan itu.

Ya, setiap hari, ibu kos hanya menjatahi air jalan selama 7 menit setiap kamar. Cukup atau tak cukup itu urusan si penghuni kos.

Honey memperhatikan keran air yang letaknya sejajar bahu nya.

Seharusnya di sini, pas dengan tong air. Bu Sora pasti sengaja meletak keran air di sini agar bunyi air mengalir terdengar hingga ke luar. Ckckckk

Seperti itu lah Honey, ia selalu salfok dengan keran air setiap masuk kamar mandi.

Tanpa pikir panjang, Honey membilas tubuhnya hanya dengan empat gayung saja, sisa air dalam tong air bisa di gunakan mandi nanti sore, sekalian cebok, kencing, cuci baju dan lain lain.

Ia menarik handuk yang menggantung pada dinding pintu kamar mandi kemudian berdiri di hadapan cermin tak seberapa besar yang terletak di satu sisi dinding kamar mandi.

Kilau gemilau air terpancar dari badannya akibat terkena pantulan dari lampu kamar mandi. Bukan karena sok kinclong, kilauan air itu karena Honey tidak membilas bersih tubuhnya dari sisa sisa sabun mandi.

Namun dengan masa bodohnya ia mulai menyeka sisa air yang menempel di tubuhnya hingga kering.

Honey bergegas keluar, menyambar pakaian yang sudah tersedia di atas kasur..

Kaos berwarna putih senada dengan jins biru.

Pekerjaan kuli harus ia lakukan, ia butuh style se simple mungkin agar leluasa dalam bekerja.

Bai de wey, baju Honey emang hanya ada itu. Tiga potong pakaian yang selalu bergilir di pakainya. Sepulang kerja ia akan langsung mencuci baju yang di pakai hari ini untuk di pakai kembali lusa.

Ckckck Honey, hidup mu sungguh mengenaskan. Namun dengan senyum ceria, Honey bangkit dari duduk nya menatap pintu. Kini ia siap menjemput rejeki halalnya di sebuah toko kue milik bu Tini.

Pukul 06:20. Honey berlari menuju toko kue Murtini, beberapa blok dari kos kosan nya berada. Tidak boleh terlambat, atau ia akan kena sanksi.

Sambil berlari, honey terus khawatir akan sepatu kets putih reot kesayangan nya. Berlari cepat seperti itu bisa saja merusak sepatu nya. Sepatu yang di berikan almarhum ayah nya saat masuk kelas 10 SMA. Sepatu mahal dan bermerek kebanggaan nya. Namun merek terkenal yang menempel di sepatu itu tak terbaca lagi, bulu halus serta sobekan kecil mulai nampak di ujung sepatu.

“Huft Hh Hh,” sambil ngos ngosan Honey berhenti tepat di sebrang jalan toko kue murtini. Logo Murtini cake and cafe terpampang besar di atas toko. Sok ke engilish englishan. Padahal sebagian besar kue yang di jual adalah kue kampung.

Ya toko Murtini adalah toko kue kampung paling terkenal di jalan Antasari. Toko kue yang selama 4 tahun terakhir menjadi tempat menyambung hidup Honey sebagai pembuat kue. Di toko itu, kue yang paling laku keras adalah kue buatan Honey pastinya.

Bangga sedikit nggak apa apa, jika banyak orderan kue Honey dapat bonus dari bu Tini loh. Itulah mengapa Honey selalu berusaha mebuat kue seenak mungkin. Agar mendapat bonus tentunya.

Abaikan basa basi nya.

Honey harus segera masuk, dari balik kaca bu Tini sudah berdiri menatap keberadaan Honey di sebrang jalan.

Memasuki pintu toko, bu Tini dengan gaya khasnya. Berdiri di samping meja kasir, kedua tangan di atas pinggang serta dengan wajah tegasnya siap mengomel Honey.

“Pagi bu,” sapa Honey dengan senyuman mengambang sempurna pada wajahnya.

“Terlambat dua menit! Lap etalase kue hingga kinclong. sebelum jam 11 malam belum boleh pulang, bersihkan dapur hinggah bersih, itu hukuman kamu karena terlambat,” ucap bu Tini dengan suara lantang.

“Baik bu,” jawab Honey ramah.

Bu seettt terlambat dua menit hukuman nya lembur sejam.

Namun harus bagaimana lagi? Di toko kue sekaligus kafe itu, perintah bu Tini adalah mutlak.

Masih dengan senyum mengambang, honey langsung berjalan menuju dapur.

.

.

.

To be continued ⬇️

002-Honey Dan Kawan Kawan

“Anak kesayangan bu Tini, omelan yang keluar dari mulut bu Tini ke kamu hanya basa basi aja Hon,” ucap Marwah seorang rekan kerja Honey.

“Ah kak Marwah, Honey kena skors sampai jam sebelas membersihkan dapur. Mana ada anak kesayangan di suruh bersihkan dapur kak?” sela Honey masih dengan senyuman tipis.

“Coba deh besok kamu datang telat lagi, masuk jam sembilan misalnya, paling bu Tini gak bakal di pecat Hon,” ujar Rita.

“Aduh kak Rita, itu nama nya kelewatan. Datang jam sembilan sama aja menganggap remeh bos,” ujar Rian satu satu nya lelaki di dapur itu.

Tak Menghiraukan ucapan teman temannya, Honey bergegas menuju ruangan loker, menyimpan tas nya kemudian mengenakan apron. Setelah menggulung rapih rambut panjang nya, Honey langsung mengenakan topi berwarna putih. Seragam setiap pekerja saat berada di dapur. Setiap percakapan rekan rekannya masih terdengar di telinga nya.

“Bener banget yan, besok besok Honey butuh uang, Bu boss gak bakalan Pinjemin lagi,” ucap Honey yang akhirnya bergabung bersama mereka.

“Bolu kukus kan kak? Honey langsung cair kan gula merah nya ya?” tanya Honey pada Marwah yang sibuk mengulen adonan.

“Yup, thanks,” jawab Marwah.

“Hon, cairkan lebih ya. Sekilo gula merah untuk grubi kaka.” teriak Raniya si ahli pembuat grubi. Dari arah luar dapur, Raniya terlihat sibuk mencuci se ember ubi jalar.

“Siap kak Ran,” teriak Honey.

“Pie kakak masih ada stok dalam lemari pendingin. Mendingan hari ini kita buat pisang bolen deh kak,” rayu Rian lembut. Tugas Rian adalah membuat kue berbahan dasar pisang.

“Hmm boleh,” sahut Honey.

Honey mencari ke sekeliling ruangan.

“Aluna mana?” tanya Honey.

“Biasa di suruh bu bos mengintip jualan toko kue De Layla,” jawab rian setengah berbisik.

Honey menggelengkan kepalanya. “Ada ada aja si ibu,” ujar Honey.

Satu kilo meter dari cake and cafe Murtini terdapat cafe De Layla. Satu satu nya saingan bu Tini. Bu Tini selalu kepo dengan apa yang terpajang di sana. Tentu saja cafe bu Tini kalah saing. De Layla Cafe memiliki owner yang sangat cantik, cafe mereka tak hanya menjual kue tradisional saja, tapi berbagai variasi kue internasional bisa di temukan di cafe itu.

Selain itu, cafe De Layla selalu ramai akan pengunjung yang datang duduk berjam jam karena di suguhi alunan suara musik, serta berbagai aneka jenis minuman, cocktail and smothie.

Back to the reality. Cafe Murtini kurang layak di sebut cafe. Hanya ada tiga meja yang terpajang di ruangan luas itu, minuman yang tersedia hanya kopi, kopi susu dan wedang jahe. Tak pernah ada pengunjung yang duduk lebih dari satu jam di cafe Murtini. Suguhan nya bukan alunan musik merdu melainkan suara nyaring bu Tini, yang jika sedang mengomel bisa memekak kan telinga para pengunjung.

“Siap siap Hon, begitu Aluna kembali kita bakal kena dampak iri hati bu Tini,” bisik Rian.

“Ngegosip ae, hush sana kerja,” Raniya nyosor ke tengah tengah Rian dan Honey.

“Hmm, Rian tadi datang awal. Pisang sudah Rian kupas, jadi tinggal tunggu Honey selesai masak gula merah kemudian adonan akan Rian siapkan,” ucap Rian.

“Ckckck, kenapa harus tunggu Honey? Kamu kan bisa langsung kerjakan? Keenakan!” Protes Rani.

“Adonan Honey lebih endul. Masa kakak nggak tau,” sahut Rian.

Raniya menatap risih pria gemulai yang berdiri persis di samping nya.

“Ya sudah, potong potong pisang nya sekarang. Masa iya harus Honey juga yang lakukan,” ucap Rani wanita berusia 34 tahun, wanita paling tua di antara mereka berenam.

“Iya kak Ran, Rian kerjakan sekarang.” Sambil manyun kemudian beringsut dari tempatnya berdiri.

“Kamu jangan iya iya aja kalau di suruh suruh gitu. Kamu bisa nolak, bilang aja kamu ada orderan,” ucap Rani.

“Tapi Honey lagi nggak ada orderan kak,” ucap Honey polos.

“Ya elah, bohong apa kek. Supaya kamu nggak di suruh kerjakan ini itu ama mereka,” jelas Rani.

“Nggak apa lah kak Ran, jika Honey bisa bantu pasti Honey bantu,” ucap Honey dengan semburat senyum manis, senyuman khas yang tak pernah luput dari wajah Honey.

Selang beberapa saat Aluna tiba di ruangan dapur luas itu. “Assalamualaiku,” sapa si gadis paling muda di antara mereka.

“Waalaikumsalam,” jawab mereka serempak.

“Ada berita apa dari sebelah Luna?” tanya Rian si ratu kepo, kekepoan Rian mampu mengalahkan bu Tini si pemilik cafe.

Belum sempat menjawab pertanyaan Rian, suara nyaring bu Tini terdengar memanggil Honey.

“Honey.”

Honey langsung meninggalkan adonan pisang bolen nya. Ia menghampiri bu Tini yang kini sudah berdiri di pintu dapur.

“Hari ini, tambah menu marble cake, sarang semut, Egg tart, Putu, onde onde, lumpia dan salted Caramel Pie buatan kamu di tambah juga. Stok di kulkas hanya tinggal sedikit,” ucap bu Tini seenaknya.

“Baik bu,” Honey patuh mengiyakan ucapan bu Tini.

Semua rekannya di dapur saling tatap. Sepeninggal bu Tini, Rian si ratu gosip langsung mendesis.

“Iya bu. Enak aja ngomong, memangnya kami robot? Marbel, sarang semut, egg tart, dan apa lagi? Ya ampun ujian macam apa ini ya Allah “ ujar Rian dengan suara kw yang di buat buat.

“Putu, lumpia, onde onde, lumpia dan Caramel pie,” lanjut Honey.

Pasti abis dengar sesuatu dari kafe sebelah. Tiba tiba pengen buat banyak kue. Lagian stok di etalase dan lemari pendingin kan masih banyak. Ya sudah, bu Tini pasti punya cara nya sendiri agar jualannya laku. Buktinya cafe ini mampu bertahan selama puluhan tahun, banyak pesaing yang silih berganti muncul namun hanya bu Tini yang mampu mempertahankan eksistensinya dalam bidang ini.

.

.

.

To be continued ⬇️

003-Choux Paste

Mendapat tugas tambahan di luar tugas mereka, Raniya mengumpulkan kelima rekannya itu. Mereka berdiskusi sambil berbagi tugas. Setiap orang mendapat tugas satu jenis kue kecuali Honey. Ia mendapat tambahan tugas dua jenis kue, Marbel cake dan Salted Caramel Pie. Padahal hari itu ia masih harus membuat kue kering Almond.

Usai mengolah adonan. Oven, kukusan, wajan penggorengan siap di gunakan. Kue yang telah selelsai di panggang dan kukus langsung di pindahkan ke etalase di ruangan depan.

Benar saja, hari itu lumayan banyak pelanggan yang mampir membeli bungkus berbagai jenis kue. Pesanan online juga membanjir. Bahkan kue yang telah habis terjual harus mereka buat lagi untuk mengisi etalase kue yang kosong.

Hingga pukul sepuluh malam itu, Honey masih harus membersihkan dapur dari sisa sisa minyak dan kotor yang menempel pada meja dan lantai.

Dengan hati riang sambil bersiul Honey bekerja dengan cepat dan enerjik.

“Hufftt, bersih,” gumam Honey bangga melihat hasil pekerjaan nya.

Waktunya Honey untuk pulang, ia harus segera istirahat karena karena besok pagi awal ia harus kembali mengingat kunci cafe berada di tangannya.

Setelah mengambil tas selempang dari dalam loker, Honey keluar menuju pintu depan. Dari balik pintu kaca seorang pria bersetelan rapih sedang melihat lihat ke arah dalam cafe. Pria itu berusaha mendorong pintu yang telah terkunci rapat.

Kunci berada di tangan Honey, tentu saja ia langsung menghampiri pria itu.

“Maaf pak, ada yang bisa saya bantu?” tanya Honey.

“Sudah tutup ya mbak?” tanya pria itu sopan.

“Iya pak sudah tutup, cafe kami biasa tutup jam sepuluh.” Jelas Honey ramah.

“Kalau pesan untuk besok bisa?” tanya pria itu to the poin.

“Pesan apa pak?” tanya Honey.

“Kue lah tentunya. Dua jenis kue untuk 50 orang?” tanya pria itu.

“Hmmm,” Honey berpikir sejenak. “Bapak tunggu sebentar, saya telpon ibu bos saya dulu.”

Honey berjalan masuk ke dalam cafe. Ia menghubungi nomor bu Tini.

“Bu, maaf mengganggu. Honey mau tanya bu,” ucap Honey pada bu Tini melalui ponsel.

“Apa?” jawab bu Tini datar.

“Ada yang pesan kue untuk besok bu. Katanya dua jenis kue untuk 50 orang,” ucap Honey.

“Terima Hon, kamu yang tangani pesanan ya. Tenang aja, ibu sudah siap kan bonus untuk kalian,” respon bu Tini gembira.

“Baik bu, Honey terima pesanan nya. Selamat malam bu.”

Setelah mengakhiri panggilan, Honey berjalan kembali ke arah pria berjas itu.

“Baik pak, mau pesan kue apa? Untuk jam berapa?” tanya Honey.

“Kue apa yang paling enak disini?” tanya pria itu.

“Yang paling laris di sini, salted Caramel pie.”

“Bisa kami yang tentukan jenis kue yang satunya?” tanya pria itu.

“Boleh,” jawab Honey sambil mengangguk.

“Choux paste seperti yang di jual di de Layla bisa?” tanya pria itu.

Honey berpikir sejenak.

Kue modern? Selama ini Cafe kami nggak pernah menerima orderan kue internasional.

“Hmm, baik. Pesanan saya terima. 50 biji salted Caramel pie dan 50 biji choux paste. Pesanan ambil di sini atau kami yang antar?” tanya Honey lagi.

“Di anter aja, anter ke alamat ini.” Pria itu memberikan kartu nama perusahan ke tangan Honey.

Tulisan Travor Primary Corp. Terpampang besar di atas kartu nama tersebut. Perusahan bonafit yang berkecimpung di berbagai bidang. Teknologi, garment, dan Real Estet di bawah naungan Travor Primary Corp adalah yang terbesar si negri ini. Bahkan pemiliknya masuk dalam jajaran 3 orang terkaya di negri ini.

Masih ternganga dengan tulisan besar pada kartu di tangannya, Honey berusaha calm down. “Ngomong ngomong choux paste nya mau isian apa?” tanya Honey lagi.

“Hm, bisa mbak samakan dengan yang di jual di cafe de Layla nggak? Maaf kami langganan cafe itu, tapi sampai tiga hari ke depan, cafe de Layla sedang tidak melayani pelanggan,” jelas pria itu.

Honey mengernyitkan Alisnya. “Pantes saja semua pelanggan nya lari ke sini.” Honey berpikir sejenak mengenai choux paste pesanan pria sopan di hadapannya.

Akhirnya Honey mengambil keputusannya sendiri.

“Karena kami bukan cafe de Layla, soal isian pastri cream nya biar saya yang tentukan. Saya tidak suka mengcopy paste trade dagang orang. Itu nama nya menyontek,” ucap Honey ramah.

Pria itu berpikir. Tak ada pilihan lain, tak ada kue berarti acara bulanan pemegang saham tidak di suguhi makanan ringan.

“Baiklah.” Pria itu setuju “Besok bisa langsung antar ke lantai 27 ruangan meeting. Dengan menunjukkan kartu nama ini kamu bisa langsung masuk ke atas,” lanjutnya.

Kemudian pria berjas itu mengeluarkan sebuah kertas cek dari dalam bajunya. “Ini sebagai tanda jadi.”

Honey menerima kertas itu. Tujuh buah digit angka tertera di sana, disertai tanda tangan dan cap perusahan.

Ini sih bukan tanda jadi, ini mah sudah lunas. Bahkan lebih. Apa choux paste yang di jual di de Layla semahal ini?

Pria itu langsung meninggalkan Honey yang masih terdiam menatap cek dalam genggamannya.

.

.

.

To be continued ⬇️

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!