**
Sinopsis!
Takdir, secara kikuk menari di atas lembaran putih. Ujung pena menggurat kisah perjumpaan dua insan yang tak bisa menolak kebetulan.
Adik perempuannya yang sedang hamil menerima tindak kekerasan kemudian sekarat di ranjang rumah sakit, Raymundo Alvaro oleh kemurkaan brutal bersumpah akan jebloskan semua yang terlibat ke dalam penjara. Tidak terkecuali, seorang wanita muda yang pernah secara terang-terangan berikan peringatan padanya juga mengancam adik perempuannya.
Raymundo yakini Bellova Driely adalah nama teratas dalam daftar hitam yang paling bertanggung jawab atas segala hal buruk yang menimpa keluarganya.
Sedangkan, Bellova Driely tak menyangka ia akan terseret kasus yang kemudian menghilangkan nyawa bayi Hellena Alvaro.
"Neraka bagi seorang pembunuh bukan dibalik sel, tetapi penjara dalam rumahku."
Raymundo kemudian putuskan menghukum Bellova Driely dengan caranya sendiri. Ia bebaskan Bellova dari penjara dengan banyak syarat dan sengaja ciptakan kegelapan untuk Bellova kemudian menyiksa dalam genggaman. Bellova tak berdaya membalas ketidak-adilan yang menimpa karena sebuah janji yang harus ditepati. Bellova menyimpan rahasia besar yang bisa akhiri kesalah-pahaman tetapi ia telah dituntut sumpah untuk pengorbanan berdarah.
Apa yang terjadi ketika akhirnya masa lalu terkuak dan masa depan kehilangan ketenangan? Akankah cinta akan hadir dan mampu kalahkan kebencian mendarah daging?!
**
Say Hallo to our main characters, Raymundo Alvaro. Pria ini adalah pria datar yang tak suka banyak drama dan awalnya adalah penjahat pada sebuah kisah cinta. Dia menemukan dirinya melembut karena mencintai wanita Bosnya. Ia kemudian tahu bahwa, cintanya terlarang dan sia-sia. Jadi, dia mulai melarikan diri. Pria ini alergian pada air hujan, sensitif pada detergen dan akan menembak siapa saja yang mengganggu keluarganya.
**
Seperti Novel By Senja Cewen yang sudah-sudah, ada lebih dari dua karakter yang terkait dengan karakter utama dalam Novel ini tetapi mungkin hanya novel ini mengikuti jejak pendahulunya The Secret Woman of Mr. Mafia, lebih fokus pada karakter utama, aku belum tahu nanti mau digimanain. Readers yang mengenal aku, tahu bahwa, aku suka kejutan. Itu berarti, diriku sendiri suka terkejut dengan imajinasiku. Aku juga tak bisa beritahu Anda di sini kejutan yang akan aku buat di tiap chapter di atas chapter 20, tetapi beberapa karakter akan mengisi, Pro dan Kontra akan Anda temukan di sini.
Kesamaan nama tokoh, tempat, latar dan mungkin beberapa alur kejadian adalah sebuah kebetulan. Novel ini adalah imajinasi belaka, terinspirasi dari apa saja yang ditangkap lewati beranda otak Author. Meskipun, sebagian plot terinspirasi dari kisah nyata yang dikembangkan oleh penulis.
Novel ini ditulis oleh Senja Cewen dan berharap yang mampir hanya menikmati sebab ini cuma-cuma untuk dibaca tanpa timbulkan perdebatan berarti. Ketahuilah bahwa menulis Novel On Going itu sangat sulit, karena pikirin alur juga plot yang akan dituangkan ke dalam kata dan di update setiap hari sedang aku sangat sibuk di dunia nyata.
Jadi, kritik dan saran yang membangun diterima dengan baik tetapi bentuk sindiran dan kata-kata jahat ditolak dengan keras. Dilarang plagiat, please, kalau tak bisa berimajinasi mohon minta Ilham pada Tuhan, jangan mencuri karya orang lain. Itu juga berarti tidak boleh mengadopsi.
Akhir kata, selamat menikmati karya Senja Cewen yang tidak sempurna. Ditulis hanya iseng oleh seorang wiraswasta dan didedikasikan untuk para reader yang mencintainya.
Tinggalkan Vote , Komentar dengan kata-kata yang sopan dan santun, rate, like ditiap Chapter agar aku tahu, Anda menikmatinya atau tidak. Juga segala hal yang dibutuhkan Author untuk berkembang. Anda tahu readers, aku hanya mengandalkan penilaian Anda untuk setiap karya yang aku buat karena aku secara pasif berhenti berharap pada aplikasi untuk promosi atau apalah-apalah. Hiks.
Aku mencintaimu.
Rimagasi (Terima kasih), Membungkuk.
Semburat merah kuning keemasan fajar terlukis di timur. Matahari kemudian menyembul di kejauhan tak lama kemudian, mengisi garis penghubung langit dan lautan, bersinar lebih pagi di Caveira.
Bug!
Bug!
Bug!
Bantal tinju hitam berayun-ayun. Seorang pria berwajah kikuk dan datar miliki tiga bekas luka vertikal di kening, terbungkus dalam jaket bertopi tanpa lengan, meninju bantalan hingga tercipta sebuah irama. Raymundo Alvaro, mulai berpeluh di permukaan kulit cokelat tua hasil dari menyukai nuansa pantai.
Tiga hari setelah kembali ke Santa Cruz, ia terdampar di Lajes. Menghibur diri di tepian pantai Calheta dan menikmati pemandangan indah pelabuhan dari bar ikonik O’Trancador sambil minum carveja, kadang memesan sandwich. Tak pelak ia rindukan masakan seseorang yang ia cintai. Sayang di sayang, wanita di maksud adalah wanita bosnya dan beberapa gadis yang menikmati ice cream buatnya bertambah-tambah terkenang pada puteri wanita itu.
Coba menghapus rindu terlarang pada milik orang lain, ia menyusuri Miradoura dos Frades, sebuah tempat yang tak berhenti membuat Raymundo takjub sejak ia bocah. Ini dikarenakan pemandangan indah di sana, di mana, tiang-tiang bebatuan berdiri tegak di puncak bukit, dikitari denominasi dua bunga paling berkuasa; hortensia biru muda- sangat muda - putih pucat dan kembang kuning canna indica, secara eksentrik menyatu di atas permadani rerumputan hijau, hiasi perbukitan juga berbaris anggun di tepi jalan, sedang tak jauh dari sana, puluhan sapi merumput dalam damai. Sekali lagi berlatar belakang lautan luas biru tawarkan keteduhan di samping tebing. 200 mil dari atas langit, pulau tempat ia berpijak hanya setitik kecil di birunya Samudera Atlantik, tetapi ia mencintai setiap inci pulau ini.
Jika wanita itu berkempatan berkunjung ..., mungkin saja ..., akan ada penampakan sinar mata terang benderang karena terpesona. Tempat ini, entah mengapa, cerminan sang wanita; cantik, menawan dan lembut. Bersisian, Raymundo berpikir ia menemukan dirinya yang sekarang akibat dari mencintai wanita itu.
Bug!
Bantal tinju kembali berbunyi keras oleh pukulan sekuat tenaga, ia masih berjuang atasi diri oleh daya magis jatuh cinta. Ototnya mencuat keluar. Peluh menitik lebih banyak dari pori, beberapa helaian rambut basah terkulai di kening. Bayangan wanita itu terbenam dalam lengannya ketika ia selamatkan istri Bosnya itu dari kawanan lebah, merusuh di pelupuk mata. Dari diam-diam kagum berubah ke rasa sayang dan sebelum ia sadari, ia terjebak pada emosi mendalam. Tak ada cinta rahasia dapat terbunuh secepat kelitan lidah sewaktu ia bersumpah akan mengubur rasa. Ternyata, teori lebih mudah dibanding eksekusi tindakan.
Bug! Ayunan emosional.
“Brother ..., aku punya kabar untukmu. Keluarga Damier menolak menjual kembali tanah dekat Miradoura pada kita.”
Buggg!
Raymundo masih terus ayunkan tinju keras ketika Aldinho Alvaro, adik laki-lakinya yang hanya berjarak dua tahun, masuk ke dalam kamar. Aldinho berdiri dekat jendela ruang tidur. Beberapa lembar gambar di tangan.
“Puteri mereka sangat keras kepala,” tambahnya.
“Aku kenal dia?” tanya Raymundo berhenti total, lepaskan sarung tinju, menatap Aldinho lekat-lekat. Tak heran dapatkan gelengan kepala beberapa detik kemudian.
“Kamu tinggalkan tempat ini di usia belia, kamu tak kenal padanya. Aku rasa gadis itu juga.”
“Apa pekerjaannya?”
“Aku dengar, dia seorang desainer. Tetapi, Nona Damier juga seorang guru. Aku tak memeriksanya secara detil.”
Raymundo mengangkat bahu, minum air mineral.
“Lakukan sesuatu untuk dapatkan tempat itu kembali.”
“Mengapa kamu begitu gigih? Ada banyak tanah di pulau seluas 143 km
persegi ini. Mengapa inginkan tanah di sana? Harus tanah itu?”
Raymundo menghela napas panjang. Akankah kedengaran gila, jika ia katakan ia ingin membangun rumah berjendela kaca polos yang menghadap ke lautan sedang sisi satunya menghadap ke perbukitan penuh bunga? Adiknya tak akan menganggap ia aneh, bagi keluarganya ia adalah manusia setengah Dewa.
“Tanah itu milik keluarga kita, dulunya. Aku tak mengerti, mengapa Ayah menjual tempat itu pada orang asing dan kita menjadi terbuang.”
“Kamu gagal move on!”
“Itu karena banyak kenangan di sana. Kamu masih terlalu kecil untuk mengerti.”
“Aku bisa carikan tempat lain yang lebih indah.”
“Tidak, aku mau tempat itu. Aku ingin membangun rumah camping dan restoran seafood di sana,” elak Raymundo menyimpan obsesi untuk dirinya sendiri.
“Baiklah, silahkan mencoba lain waktu. Aku punya kabar buruk lainnya. ”
“Aku mendengarkanmu!”
Aldinho terlihat berpikir sejenak.
“Ini pasti sesuatu yang sulit,” ujar Raymundo meraih foto dari tangan Aldinho. Foto seorang wanita muda, Raymundo melihat sepintas lalu letakan foto di buffet dekat ranjang.
“Kelihatan wanita keras kepala.”
“Ya,” angguk Aldinho. “Aku mencari tahu tentangnya, keluarga Damier sangat tertutup.”
“Jangan terlihat terlalu berambisi, itu tidak menguntungkan.”
“Baiklah.”
“Jadi, apa masalahmu?” tanya Raymundo meraih handuk, ia ingin dengarkan hal penting lain yang ingin dikatakan Aldinho.
“Hellena Alvaro hamil.”
Raymundo menyipit, tiba-tiba berubah garang ketika datangi adiknya dan meraih kerah baju Aldinho.
“Apa kerjamu, Aldinho Alvaro? Hmmm?” tanya Raymundo tajam.
“I am so sorry.”
“Siapa pria pemilik bayinya?”
“I am so sorry.”
“Sorry?! Again? Adik perempuanmu hamil di luar nikah dan dengan seseorang yang tak kamu ketahui, you say ..., ****** sorry? Apa saja kerjamu?”
Aldinho hanya mampu pejamkan mata, tak berani menjawab pertanyaan kakaknya.
“Di mana Hellena?”
“Di bawah bersama Ibu."
***
Aku Mencintaimu. Tinggalkan komentar ditiap chapter.
“Beritahu aku, siapa pria itu? Berapa bulan?”
Raymundo tak bisa menunda waktu untuk mencecar Hellena Alvaro. Kekesalan menumpuk karena Hellena menutup rapat mulut, sembunyikan identitas kekasihnya.
“Hellena?! Kamu tak paham pertanyaanku?”
“Ka ... Kak ....”
“Siapa pria itu?” hardik Raymundo semakin keras.
“Ray ..., tenangkan dirimu, Nak! Tolong, jangan takuti adikmu!”
“Aku ...,” tunjuk Raymundo pada dirinya sendiri, bicara dengan nada pelan seinci dari wajah Hellena, “menjual kebebasan pada orang lain agar kamu dapatkan kehidupan yang layak, meraih gelar sarjana, dapatkan pekerjaan bagus , menikahi seorang pria terhormat ..., inikah hasilnya Hellena Alvaro?” tanya Raymundo bersuara makin rendah, sementara wanita muda di hadapannya berdiri ketakutan, berwajah pucat pasi seputih tembok putih.
“Kakak ..., aku dan dia ..., kami akan bersama dalam waktu dekat. Dia hanya sangat sibuk, Kak.”
“Mau katakan, siapa dia? Aku akan bicara padanya.”
Hellena pejamkan mata lalu ketika terbuka ia menatap Raymundo, hanya lima detik.
“Aku tak bisa memberitahumu saat ini! Maafkan aku.”
“Mengapa?” tanya Raymundo heran.
“Dia pria yang sangat sibuk.”
“Sungguhan sibuk hingga tak menyapa keluarga wanitanya yang sedang hamil?”
“Raymundo, pria itu akan datang dan bertemu kita. Mari jangan buat wanita hamil ini tertekan, Nak!”
“Aku sedang bicara dengan Helena,” sahut Raymundo acuhkan ibunya.
“Aku bisa mengurus diriku sendiri. Aku tumbuh tanpa kakak laki-laki di sisiku. Mengapa pikirmu, aku butuh kakak sekarang untuk selesaikan masalahku?”
“Hellena?!” tegur wanita separuh baya, Ibu Raymundo dan Hellena, yang perhatikan sejak tadi berusaha menahan kemarahan putera lelaki pada putri semata wayangnya.
“Begitukah?” tanya Raymundo dingin, kembali dekati Hellena. “Jadi, menurutmu, akan lebih baik jika aku tinggal di sisimu untuk bermain denganmu dan menjagamu sepanjang waktu? Kita hanya akan makan roti kering tiap pagi dan mengemis pada orang di hari berikutnya? Aku akan bekerja di perkebunan sayur dan dapatkan sedikit uang yang bahkan tak cukup untuk membeli makanan? Atau aku akan mencuri sesuatu dari toko roti dan dilemparkan ke penjara berulang kali lalu direndam dalam bak dingin, Hellena?”
Raymundo memutar lehernya, ia sedikit tegang.
“Sebaiknya kamu tak membuat masalah dan permalukan aku, Hellena!” ancam Raymundo keras. “Atau kamu bisa bawa bayimu, keluar dari sini!”
“Raymundo, Nak. Apa yang kamu lakukan pada adikmu?”
Raymundo Alvaro berbalik kini pada Ibunya.
“Anda bisa pergi bersama Puterimu! Tinggalkan rumah ini dan hiduplah sekehendak hati kalian. Aku tak ingin salah satu di antara kalian berdua menodai wajahku dengan kotoran.”
“Nak ....”
Raymundo pergi dari sana dengan banyak kekesalan di hati. Ia bisa mendengar suara Ibu menegur Hellena.
“Jangan melawan kakakmu! Tanpa Raymundo, aku dan kamu hanyalah sampah. Kita tak akan dapatkan semua kenyamanan ini! Jaga sikapmu! Sebaiknya beritahu kekasihmu untuk datang dan menikahimu. Ya Tuhan, aku bisa gila dengan tingkahmu!”
Menaiki tangga menuju ruang tidurnya. Ruangan tanpa gorden, impian wanita itu, yang sangat menyukai ruangan polos. Hembuskan napas berat ia melihat pada langit berawan. Pepohonan rindang mengisi bukit, di dasar pohon bunga hortensia biru muda bersemak. Sebenarnya pulau ini dilimpahi bunga hortensia. Mereka tumbuh indah di mana-mana, tetapi sekali ini bahkan keindahan tiga dimensi juga desisan ombak di bawah sana tak bisa surutkan hati dari panas membara.
“BM, bantu aku mencari tahu tentang seseorang.”
Ia mengirim pesan pada temannya, meraih jaket hitam dan pergi keluar rumah. Mengendarai mobil, ia menelusuri jalanan di pulau yang tak seberapa luas. Tak ada yang berubah, tempat ini masih sama seperti terakhir kali saat ia berkunjung. Tak banyak kendaraan terlihat.
Lima menit coba redakan amarah, ia akan masuki tempat favorit lain di pulau ini untuk menikmati keindahan pemukiman tepi laut Ribeira. Seorang wanita muda melambai dari sisi jalan dengan wajah gelisah. Ketika ia melambat, si wanita langsung menghampiri hingga Raymundo terpaksa hentikan mobil. Kaca diketuk. Raymundo turunkan kaca mobil dan dapati seorang wanita segera bicara tergesa-gesa. Gambaran raut tak asing bagi Raymundo, tetapi tak tahu pasti di mana tepatnya ia pernah melihat si wanita.
“Tuan ..., maaf aku mengganggu Anda. Aku butuh bantuan.”
Raymundo mengerut dan amati si wanita, tampak sangat kasual dengan jeans denim dan kaos dibungkus cardigan santai.
“I am so sorry, tapi aku sedang dalam perjalanan penting.”
“Mam, please help me!” Sebuah suara dari ponsel sampai di telinga Raymundo. Tangan kanan si wanita memegang sebuah ponsel, sepertinya sedang berlangsung panggilan. Terdengar ribut-ribut dan juga pekikan histeris.
“Tuan, ini menyangkut nyawa beberapa orang!” Si wanita mulai gugup mengangguk pada ponselnya. Barang pecah belah yang dibanting berikut umpatan terdengar dari seberang.
“Baiklah, apa yang bisa aku bantu?”
“Mobilku mogok di sebelah sana,” tunjuknya ke arah mobil merah yang terparkir tak jauh di depan sana. “Aku harus pergi ke rumah salah satu muridku karena dia baru saja hubungi aku. Ayahnya yang seorang narapidana, kabur dari penjara, datang dan menemukan mereka di pulau ini. Lalu menyerang mereka. Aku mohon bantuan Anda, Tuan.”
“Anda bisa hubungi polisi, Nona! Ini mungkin sangat berbahaya.”
“Oh tidak,” geleng si wanita keras, “Aku tak bisa ambil resiko dengan kejutan yang dapat memicu kemarahan Ayahnya.”
“Dari sekian banyak mobil yang lewat, Anda menahan mobilku?”
“Karena hanya mobil Anda yang tak terburu-buru,” sahut si wanita cepat. “Apakah itu penting sekarang, Tuan?”
“Baiklah, di mana alamatnya?”
Si wanita segera masuk ke dalam mobil. Ponselnya masih menyala karena terdengar isakan dari sebelah.
“Gabriela? Apakah kamu masih di sana, Nak?”
“Yes, Mam. Aku sangat takut. Ayahku lempari ibuku dengan pot bunga.”
Si wanita menghela napas panjang.
“Look, jangan matikan ponselmu. Tetaplah tenang di dalam lemari sampai aku datang.”
“Mam, aku sangat ketakutan. Aku rasa Ayahku temukan tempat persembunyianku!” bisik suara dari seberang pelan, terdengar menahan tangis dan kengerian.
“Bisakah Anda lebih cepat?” tanya si wanita jauhkan ponsel agar kepanikan tak menulari si bocah. Pegangi dada dan duduk gelisah. “100 meter dari Ribeira dos Vales belok kiri, mereka menyewa rumah untuk bersembunyi.”
Tiba-tiba saja terdengar suara jeritan keras dari si anak.
“Mam, please help me!” Histeris.
"Oh my God! My God!” erang si wanita mulai tertekan.
“Jangan sakiti Puteriku, aku mohon!” Suara lain dari dalam ponsel.
Suara cambukan, teriakan serak putus asa dan gemerisik tak jelas. Raymundo melirik ke sebelah pada wajah pucat si wanita yang hampir menangis, menambah kecepatan.
“Kita sampai!”
“Terima kasih karena telah sangat manusiawi. Aku tak akan melupakan kebaikan Anda. Semoga Tuhan membalas. Anda bisa pergi. Aku akan mengurus sisanya!” Meloncat turun dari mobil, si wanita berlari ke halaman rumah bercat putih yang terawat rapi. Raymundo perhatikan si wanita, ingin memutar balik mobil, tetapi nalurinya terganggu. Suara jeritan itu persis suara anak perempuan dari wanita yang ia cintai. Raymundo atas kesadaran penuh, putuskan untuk terlibat.
Suara ribut-ribut pertengkaran kembali terdengar dari dalam. Ketika mendorong pintu masuk perlahan, pemandangan di dalam rumah tidaklah mengherankan. Meja dan kursi jungkir balik tak beraturan. Seorang wanita terduduk di sisi sofa memeluk puterinya yang ketakutan di antara barang pecah belah dengan luka lebam di wajah sedangkan si wanita yang datang bersamanya, menghadang seorang pria yang terlihat murka dengan benda tajam di tangan.
“Jangan ikut campur! Anda sebaiknya tak menolong wanita pembohong di belakang sana! Aku akan memotong kaki dan tangannya.”
“Tidak, Anda tak bisa lakukan itu di hadapan Puteri Anda! Apakah Anda tak lihat Gabriela ketakutan?” balas si wanita mencoba bicara dengan sikap tenang.
Bukannya mereda, si pria menjadi sangat marah, terlebih ketika melihat sekilas kemunculan Raymundo. Si pria mendadak datangi si wanita. Berusaha menerkam untuk melukainya, tetapi dengan gerakan cepat Raymundo mencengkeram baju bagian belakang si wanita, menarik tubuh itu padanya dan memeluk pinggang erat sedang kaki kanan secepat kilat terayun pada tangan pria pemegang senjata tajam. Si pria meringis kesakitan,tetapi berhasil dapatkan pisau tajam lainnya dan arahkan pada istrinya sendiri. Raymundo menarik pistol dari belakang pinggangnya dan menembak si pria.
Door!
***
Like dan tinggalkan komentar.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!