NovelToon NovelToon

Rili (Tak Ingin Melihatmu, Lagi!)

Berawal dari Mimpi

Gelap... Aku dimana?

Rili berjalan sendiri tanpa arah. Dia berada di sebuah ruangan yang sangat gelap. Ruangan itu seperti tanpa batas. Rasa dingin begitu menusuk walau keringat membasahi pelipisnya. Badannya bergetar. Rasa takut mulai menyelimutinya.

Suasana sunyi tanpa ada suara sedikit pun. Dia kini bisa mendengar derap langkah kakinya sendiri dan suara napasnya yang tak teratur.

"Aku akan ambil semua yang seharusnya jadi milik aku!!" Terdengar suara yang begitu keras dan menakutkan.

Suara itu...

Rili mencari sumber suara itu. Berlari tanpa arah. Hingga langkahnya terhenti saat dia melihat sedikit cahaya dari dalam ruangan.

"Ini semua harusnya milik aku!!!"

Suara itu begitu menakutkan. Penuh dendam dan amarah. Rili membulatkan matanya saat ada sosok perempuan yang sangat mengerikan mendorong Maminya. Dia seperti bukan seorang manusia.

Mami... Ingin dia berteriak tapi mulutnya seolah terkunci.

Sosok itu menutup kedua mata Maminya dengan kain.

"Jangan lagi, lihat dunia ini!!"

Mami...

"Aku akan membawanya kembali bersamaku.." Lalu sosok itu memeluk Papinya yang sudah tidak berdaya.

Papi...

Mami...

Rili kini tercekat saat melihat sosok itu melayang mendekatinya. “Dan kamu!! Jangan pernah melukai hatinya!!” Sosok itu melihatnya dan semakin mendekat dengan tangan yang seolah siap mencekiknya.

Rili berusaha menggerakkan tubuhnya tapi terasa sangat berat.

Kenapa aku gak bisa gerak. Tolong aku...

“Ayo pergi dari sini...” Sebuah tangan menggenggam tangan Rili. Terasa sangat hangat. Hingga mampu membawa Rili pergi dari kegelapan.

Dia siapa?

Rili mengikuti langkah kakinya yang berjalan ringan.

Dia membawa Rili menuju tempat yang terang, tenang dan penuh kedamaian. Sorot matanya kini menatap Rili dengan penuh cinta dan kasih sayang. Kedua tangannya menangkup kedua pipi Rili. “Aku akan selalu melindungimu...”

Wajah tampannya membuat Rili enggan untuk mengalihkan pandangannya.

“Jangan pernah takut. Ada aku....”

Sayang sekali, alarm dari ponsel Rili membangunkannya dan membuyarkan adegan romance itu. Dia ambil ponselnya dan mematikan alarmnya.

Dia turun dari ranjang, lalu duduk di depan meja belajarnya. Untuk mengumpulkan segenap nyawanya sesaat.

“Barusan itu mimpi buruk atau mimpi indah? Cowok yang nolong gue itu siapa? Ganteng banget kayak seorang pangeran.”

Rili Adistya, putri kedua dari Rizal dan Lisa. Dia seorang gadis remaja yang usianya sekarang sudah 16 tahun. Malam itu dia berharap memimpikan seorang pangeran yang akan membuatnya jatuh cinta. Ya, pangeran itu memang muncul sebagai penolongnya tapi Rili khawatir dengan sosok jahat yang akan melukai kedua orang tuanya dan dirinya.

Sejak dia beranjak remaja, dia menyadari bahwa dia memiliki kelebihan. Beberapa mimpinya menjadi kenyataan. Salah satu yang sangat dia ingat adalah saat dia dibuat patah hati oleh cinta monyetnya karena pacarnya selingkuh dengan sahabatnya sendiri. Semua itu terbongkar lewat mimpinya.

"Semoga saja kali ini hanya mimpi. Tapi semoga saja cowok itu beneran ada di dunia nyata. Aih, kalau pangeran itu beneran nyata pasti dia ganteng, baik hati, suka menolong, dan tidak sombong.” Setelah asyik dengan pikirannya sendiri, dia mengecek kembali barang yang akan dia bawa ke sekolah. Hari itu adalah hari pertama dia bersekolah menjadi siswi SMA di SMA Negri 01 Malang. "Sudah lengkap."

Rili kini beralih menopang kepalanya di atas meja. "Masih satu sekolah sama Kak Rasya selama setahun. Gue gak bakal bisa berkutik. Pasti Kak Rasya selalu bilang, Rili jangan dekat sama cowok itu gak baik. Rili, jangan pulang sama cowok lain selain kakak. Rili, jangan ini, Rili jangan itu. Hah, memang jomblo akut bisanya cuma ngatur."

Rasya Aditya, dia adalah kakak Rili. Dua tahun lebih tua darinya. Memang terkadang Rasya terlalu over protektif pada adiknya itu. Walau mereka sering bertengkar tapi mereka selalu saling menyayangi dan peduli satu sama lain.

"Udah jam 5 aja. Mandi dulu ah." Rili bergegas masuk ke dalam kamar mandi. Setelah selesai, dia memakai seragamnya lalu menyisir rambut basahnya.

Rili berjalan menuju dapur. Seperti biasanya, dia melihat Maminya sedang menyiapkan sarapan lalu duduk di meja makan bersama Rasya dan juga Papinya.

Mami baik-baik aja ya. Sampai kapan pun, jangan sampai terjadi apa-apa sama Mami dan juga Papi.

Hanya itu harapan Rili. Dia tidak mau sesuatu yang buruk menimpa kedua orang tuanya. Andai saja dia bisa, dia akan berusaha mencegah mimpi itu menjadi nyata.

Awal Masuk Sekolah

Sebuah motor sport berhenti dengan mulus di tempat parkir. Beberapa pasang mata kini memandang mereka yang turun dari motor. Rili membuka helm dan menata rambut yang berantakan terkena angin.

Rasya melirik Rili yang masih menata rambutnya dan berkaca di spion. Padahal apa yang dilakukan Rili sama dengan apa yang dilakukannya beberapa detik lalu.

"Udah. Gak ada cowok ganteng di sini selain aku."

Rili kembali menatap wajah Kakaknya dengan kesal. "Ih, pede banget!" Ya, walau memang tak bisa dipungkiri, Rasya memanglah cowok tampan dengan hidung mancung dan alis tebal, kulit putih dan badan tinggi, tegak, berdada bidang. Sangat mirip dengan Papinya waktu muda. Dia sangat populer, banyak gadis yang mengejarnya tapi sampai sekarang dia belum juga memiliki pacar. Seperti yang pernah dia bilang sebelumnya, dia bukan dari kalangan kaum bucin. Benarkah seperti itu? Kita lihat saja.

Rasya dan Rili berjalan sejajar. Mereka bak sepasang model yang berjalan di catwalk. Rili yang cantik, tinggi, langsing, hidung mancung dan rambut lurusnya itu sangat sebanding dengan Rasya. Andai mereka bukan kakak adik pasti mereka akan menjadi pasangan yang serasi.

"Pagi Rasya..."

"Pagi Kak Rasya..."

Sapa beberapa teman gadis Rasya yang hanya dibalas sedikit senyum oleh Rasya. Bahkan kadang Rasya justru acuh tak acuh.

"Eh, siapa yang jalan sama Rasya."

"Gak tahu, masak iya pacarnya."

"Hah? Patah hati dong gue."

Beberapa desas desus terdengar yang membuat Rili merasa tidak nyaman. "Aku duluan aja."

Rasya menarik tangan Rili agar tidak mendahuluinya. "Eh, mau kemana kamu?"

"Ya ke kelas. Aku gak mau dikira pacar Kak Rasya. Bisa dikeroyok sama fans fanatik kakak ntar."

"Kelas kamu masih jauh. Noh, di pojokan setelah lapangan basket. Aku gak mau ya kamu cari kesempatan tebar pesona."

Rili mulai memanyunkan bibirnya dan menarik tangannya agar terlepas dari Rasya. "Kak Rasya aja punya banyak fans."

"Fans. Bukan pacar!" Rasya kembali melanjutkan langkahnya yang diikuti oleh Rili.

"Sekarang aku baru ngerti kenapa Kak Rasya belum punya pacar, karena Kak Rasya itu sombong."

Rasya menghentikan langkahnya. Meskipun sudah biasa, perkataan adiknya cukup menguji kesabarannya. "Adik aku satu ini bawel banget." Rasya mencubit hidung Rili yang membuat Rili memundurkan dirinya.

"Kak Rasya sakit." Rili mengusap hidung mancungnya.

"Oo, jadi mereka kakak adik. Pantesan mirip."

"Syukurlah gak jadi patah hati."

"Baikin aja adiknya biar bisa dapatin kakaknya."

Desas desus itu kembali terdengar. Bahkan kini beberapa gadis mulai mendekati Rili.

"Hai, kenalin aku Ana. Kamu adiknya Rasya ya?"

"Kamu udah sarapan?"

Rili bingung. Dia kini dilingkari fans Rasya. Kenapa mereka bisa terlalu terobsesi sama Kakaknya? Rasya justru membiarkan Rili dan melangkah pergi.

"Kak Rasya, tunggu!!" Rili keluar dari kerumunan fans Rasya. Dia mempercepat langkahnya mengejar Rasya. Tak disangka dia justru menabrak seseorang yang baru saja keluar dari ruangan.

Dengan cepat, pria itu menahan tubuh Rili. Tangan kanannya berada di punggung Rili sedangkan tangan satunya berada di lengan Rili. Pandangan mata mereka terpaut beberapa saat.

Cowok ini kan yang ada di mimpi gue. Tatapan mata ini. Ya, memang dia....

Mendengar jeritan kecil Rili, Rasya membalikkan badannya. Dia kembali berjalan mendekat. "Apa yang lo lakuin sama adik gue!! Lepasin dia!!" Bentak Rasya cukup keras.

"Oo, jadi dia adik lo." Dengan entengnya pria itu melepas tubuh Rili hingga membuat Rili terjatuh ke lantai.

Rili kini meringis kesakitan dan memegang sikutnya yang terbentur lantai. Dia pangeran penolong gue? Mungkin ada kesalahan teknis di mimpi itu. Cowok yang kasar!

"Lo jangan pernah deketin adik gue!!" Rasya memberi peringatan pada Alvin. Ya, Alvin adalah rival Rasya selama dua tahun ini. Mereka selalu bersaing dalam hal apa pun. Kepintaran, ketampanan, bahkan yang terakhir saat mereka berebut untuk menjadi ketua OSIS yang pada akhirnya Rasya yang terpilih dan dia hanya menjadi wakil ketua OSIS. Hal itu membuat Alvin semakin membenci Rasya. Perseteruan mereka terus berlanjut.

"Gue? Deketin adik lo! Justru dia yang dengan sengaja nabrak gue."

Mendengar pernyataan Alvin, seketika Rili berdiri. Dia tidak terima atas tuduhan itu. "Apa lo bilang? Gue sengaja nabrak lo! Emang sekeren apa lo!" Rili bicara dengan lantang di depan wajah Alvin. Seketika pandangan orang yang berada di sekitar tempat itu mengarah pada mereka. Baru kali ini ada seorang cewek yang berani membentak Alvin.

"Lo bisa sopan sedikit gak sama senior!"

Rasya menarik Rili mundur. "Adik gue, gak perlu sopan sama lo!!" Rasya menarik tangan Rili agar berjalan mengikutinya.

"Kak itu siapa sih? Belagu banget. Pengen gue lempar aja mulutnya pake sepatu." Rili masih kesal. Ya, berharap dia adalah pangeran yang tampan, baik hati dan tidak sombong seperti dalam mimpinya tapi ternyata dia seorang senior sombong yang melebihi Kakaknya.

"Kamu gak perlu kenal dia! Yang jelas, dia musuh aku."

"Musuh. Wow, baru kali ini Kak Rasya punya musuh. Tapi..."

"Sssttt, udah gak usah banyak tanya. Sana masuk kelas. Bentar lagi apel pembukaan MOS. Dengerin aku pidato di depan."

"Ih, bosan." Rili melepas tangan Rasya lalu dia masuk ke dalam kelasnya. Ya, sebelumnya dia memang sudah janjian sama Nana untuk duduk sebangku. Nana adalah salah satu temannya dari SMP yang kebetulan satu sekolah dan satu kelas. "Hai, Na.." Rili duduk di sebelah Nana.

"Li, lo kok baru datang sih. Dari tadi gue nungguin lo di depan kelas."

"Nungguin gue, apa nungguin Kak Rasya."

Nana tersenyum. Ya, dia memang salah satu fans Rasya sejak dulu. Tidak perlu membalas rasa sukanya. Melihat Rasya saja sudah membuatnya bahagia.

Beberapa saat kemudian bel masuk berbunyi. Seluruh murid baru berkumpul di lapangan untuk melakukan apel pagi.

"Kak Rasya tambah ganteng aja ya. Deketin dong gue sama Kakak lo. Kan lo bisa jadi adik ipar gue." bisik Nana saat melihat Rasya berpidato di depan lapangan.

Rili hanya memutar bola matanya. Masih umur belasan tahun saja sudah bahas soal ipar.

Dia menoleh ke kanan lalu ke kiri hanya ingin melihat siapa saja murid baru yang dia kenal. Pandangannya tiba-tiba berhenti pada seseorang yang kini juga sedang menatapnya. Buru-buru Rili meluruskan pandangannya. Kenapa dia juga sekolah di sini? Hah, dunia sempit banget kayak daun kelor.

"Na, lo tahu kalau Zaki juga sekolah di sini?" Bisik Rili pada Nana.

"Zaki? Iya, dari yang gue dengar dia sekolah di sini. Dan dia juga udah putus sama Fani." Bisik Nana.

"Hah? Putus?" Suara Rili agak keras hingga membuat seseorang menepuk pundaknya.

"Kalau lo masih asyik ngobrol sendiri. Selesai apel, lo tetap berdiri di sini gak perlu ke kelas!!"

Suara itu begitu dekat di telinga Rili. Dia menoleh dan sudah ada Alvin di dekatnya. Alvin memang menjabat sebagai wakil ketua OSIS yang bertugas mengamati jalannya apel pagi hari itu.

Rili menatap Alvin kesal. Dia kini kembali meluruskan pandangannya dan memilih diam seribu bahasa.

Dihukum Kakak

Rili menatap kesal pada salah satu senior yang kini berada di depan kelas sebagai senior pembimbing. Entah karena kebetulan atau apa Alvin yang berada di kelas Rili.

Dua orang senior itu berjalan berkeliling mengecek perlengkapan MOS. Kini tiba giliran Rili. Alvin menatap Rili dengan senyuman licik.

"Mana kartu pengenal kamu?" tanya Alvin. Harusnya kartu pengenal itu menggantung di leher Rili.

"Loh." Rili melihat kartu pengenal yang harusnya menggantung di lehernya. Tidak ada. Dia ingat betul, dia tidak lupa memakainya saat berangkat tadi. "Tadi ada."

"Sekarang ada gak?"

Rili hanya terdiam sambil menatap wajah Alvin dengan penuh kekesalan.

"Sekarang kamu keluar. Minta hukuman sama Rasya!"

Rili hanya terdiam. Tak juga berdiri.

Sial!! Minta hukuman sama Kak Rasya. Gak cuma dapat hukuman aja, udah pasti juga kena omel. Duh, ini kemana kartu gue. Padahal jelas-jelas tadi udah gue pakai.

"Kamu dengar gak?!" Alvin mengeraskan suaranya.

Seketika Rili berdiri. "Baik!!"

Saat Rili akan melangkahkan kakinya justru Alvin menghalanginya. "Bisa sopan sama senior?!"

Alvin benar-benar menguji kesabaran Rili. Maunya senior gila ini apa sih?! Dih, orang ngeselin kayak gini bisa jadi pangeran penyelamat dalam mimpi gue.

Alvin menunjukkan kartu pengenalnya yang bertuliskan Alvin Elvaro.

Jelas saja, IQ Rili bukan dari kalangan rendahan. Dia tahu betul apa yang diinginkan Alvin. "Baik Kak Alvin Elvaro. Saya permisi."

Merasa puas Alvin menggeser dirinya memberi jalan pada Rili.

Rili berjalan keluar dari kelas dengan mendumel. Benar-benar hari pertama masuk sekolah yang sangat menyebalkan baginya. Dia kini menghentikan langkahnya di dekat lapangan basket. Terlihat Rasya memang sedang menghukum beberapa murid yang tidak disiplin waktu itu.

Duh, bilang apa gue sama Kak Rasya. Gue gak takut sama hukumannya cuma kuping gue panas kalau harus dengar omelannya Kak Rasya.

"Bisa kasih gue jalan?"

Suara itu membuat Rili menoleh. Rupanya ada seorang teman cewek juga dari kelasnya yang mendapat hukuman.

"Sorry, gue gak tahu. Kita sekelas kan? Kenalin gue..." Rili ingin mengajaknya berkenalan tapi gadis itu hanya melewatinya saja. Ada lagi satu manusia sombong. Heran gue? Apa sekarang lagi musimnya orang sombong.

Rili akhirnya berjalan mendekati Rasya. Dia kini berdiri di sebelah gadis itu.

"Rili, ngapain kamu ke sini?" tanya Rasya.

"Kartu pengenal aku hilang."

"Hilang atau ketinggalan?"

"Kak Rasya kan tahu sendiri, berangkat tadi udah aku pakai."

Rasya ingat betul, tadi pagi Rili memang sudah memakai kartu pengenalnya di leher.

"Ya udah, kamu balik ke kelas aja." Bagaimana pun juga Rasya tidak sampai hati menghukum adiknya sendiri.

"Oo, jadi karena ada ikatan darah bisa lepas dari hukuman gitu. Jadi ketua itu yang adil!" Celetuk gadis itu.

Rasya kini beralih menatapnya. Dia melihat kartu pengenal yang menggantung di lehernya. Dara. "Kamu ada masalah apa disuruh ke sini?"

"Beberapa perlengkapan MOS memang sengaja gak aku beli karena tidak sempat." Dara sangat tegas. Bahkan dia berani jujur.

"Ya sudah, kalian berdua lari keliling lapangan basket dua kali."

Rili dan Dara menuruti perintah Rasya.

Setelah dua putaran, Rili berjalan kembali ke kelas. Sedangkan Dara, dia justru berjalan menuju toilet. Ingin Rasya memanggilnya tapi dia urungkan. Dia hanya menatap punggung Dara yang kian menjauh.

Rili menghentikan langkahnya saat Alvin berdiri di ambang pintu sambil menyenderkan bahunya. Dia tersenyum puas.

Mau dia apa sih?!

"Rili Adistya.." Alvin membuka tangannya hingga membuat kartu pengenalnya menggantung di tangannya.

Rili membulatkan matanya. "Itu, kartu gue! Elo yang ambil!" Rili akan mengambil kartu pengenalnya tapi kalah cepat dengan Alvin.

"Eitss.." Alvin meninggikan tangannya. "Mau kartu ini? Yang sopan kalau minta."

"Lo sengaja kan ambil kartu pengenal gue, biar gue kena hukum sama Kakak."

Alvin tertawa lagi. "Sengaja? Bukannya lo sendiri yang jatuhin kartu ini di lantai."

Rili ingat, mungkin saja kartu itu terjatuh saat dia bertabrakan dengan Alvin.

"Diluar kelas lo boleh gak sopan sama gue. Tapi selama gue jadi senior pembimbing di kelas lo, lo harus sopan sama gue!"

"Gila senioritas banget."

"Oke! Biar kartu ini gue buang dan lo bisa kena hukuman lagi sampai besok."

Rili mendengus kesal. Dia akhirnya menyerah. Lalu dia memelankan nada bicaranya. "Kak Alvin, tolong kembalikan kartu pengenal saya."

Lagi, Alvin tersenyum puas. Tak disangka, Alvin justru langsung memakaikan kartu pengenal itu ke leher Rili.

Pandangan mereka terpaut beberapa saat.

Deg!! Perasaan macam apa ini!! Wah, bener-bener gak wajar.

Alvin menggeser dirinya dan membiarkan Rili masuk ke dalam kelas. Beberapa saat kemudian saat Alvin akan membalikkan badannya dia berpapasan dengan Dara.

"Dara..."

"Kak Alvin..."

Mereka seperti baru tersadar bahwa mereka saling mengenal. Ingin Dara berbicara lebih lama dengan Alvin tapi belum waktunya istirahat. Dara masuk ke dalam kelas sedangkan Alvin, kini menautkan alisnya sambil melipat tangannya.

Dara? Sejak kapan dia pindah ke kota ini??

...***

...

"Li, kok lo dari tadi ngedumel aja." Kata Nana yang kini berjalan bersama Rili menuju kantin saat jam istirahat.

"Sebel pake banget sama Alvin senior sombong itu." Setelah sampai di kantin Rili segera mengambil minuman dingin dan duduk di kursi.

"Kak Alvin itu ganteng loh. Kok lo bisa sebel sih?" Nana ikut duduk di sebelah Rili yang juga sudah membawa minuman dingin. "Biasanya lo gak bakal melewatkan setiap godaan yang ada."

"Ganteng tapi kalau makan ati buat apa. Gara-gara dia gue jadi di hukum sama Kak Rasya." Lalu Rili meneguk habis minumannya karena dia sudah merasa dehidrasi.

Nana tertawa. Menertawakan nasib sial Rili.

"Rili..." Sapaan itu bagai hantu di siang bolong yang mampu membuat bulu kuduk Rili merinding. Siapa lagi kalau bukan sapaan dari sang mantan yaitu Zaki yang sempat Rili lihat pagi hari tadi.

Rili menoleh sesaat lalu memalingkan wajahnya. Buat apa juga dia mendekatinya lagi setelah apa yang telah dia lakukan.

"Li, sorry gue..."

"Hah, gak usah bahas masa lalu. Gak penting! Gue juga udah move on dari lo. Emang cowok cuma lo aja gitu." Rili berdiri tapi dicegah oleh Zaki.

"Setidaknya lo dengerin penjelasan gue."

"Mau jelasin apa lagi! Bukti udah jelas dan Fani juga udah ngaku kalau lo selingkuh sama dia. Sorry, gue gak mau masuk dalam lubang yang sama."

Zaki menahan tangan Rili saat dia akan beranjak pergi. "Gue sama Fani udah gak ada hubungan apa-apa lagi."

"Terus, apa hubungannya sama gue!!" Rili menarik tangannya dari Zaki. "Ki, lepasin!!"

"Kalau cewek gak mau itu jangan dipaksa." Seseorang melepas paksa tangan Zaki dari Rili.

Kini Rili menatapnya.

Apa maksudnya? Mau sok jadi pahlawan?!

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!