Tokoh Utama
Zayn Athallah Faraz Shaikh putra dari pasangan Faraz Shehzad Shaikh dan Alia Zaferi di novel "Perjalanan Cinta Sang Duda" menjelma menjadi remaja tampan dengan tinggi 178cm berkulit putih bersih, Hidung mancung dan bermata indah yang profesi sebagai model remaja harus menjalani hukuman dari orang tuanya di pesantren karena kenakalannya yang sering bergonta-ganti wanita untuk kesenangan sesaat.
Adnan Hafizh Putra dari Rudi Abd Rahman dan Chairun Nisa dari Novel religi "Menikahi Calon Suami Kakak'Ku" Adalah Ustadz muda berparas tampan yang memiliki pesona tersendiri dengan kumis tipis dan bewok halus yang mengitari rahang beserta dagunya membuat Ustadz yang memiliki tinggi 175cm itu menjadi idola para santriwati.
Faza Aishaqila putri Kiai Haji Hasyim Hasbullah dan Nyai Hafsah Nurhabibah memiliki tinggi badan 165cm, Berparas cantik dengan bulu mata lentik alami serta bibir berbentuk hati yang kata orang dengan bentuk bibir ini memiliki cupid’s bow menonjol dan ukuran bibir bawahnya lebih tebal membuat Faza tidak hanya di gilai para santri. Namun Ia juga menjadi incaran para Ustadz dan pengurus Putra.
PROLOG 🍁
Zayn yang terbiasa hidup mewah dan glamor harus menjalani kehidupan sederhana di pesantren yang jauh dari kota besar.
Kehidupan yang sangat membosankan di pesantren membuat Zayn terus berbuat onar agar Ia di keluarkan dari pesantren. Namun usahanya tidak lah mudah karena para Ustadz dan pengurus tidak mudah menyerah menangani kenakalan para santrinya.
Hingga suatu ketika saat Ustadz, Pengurus dan Pak Kiai yang merasa sudah tidak sanggup lagi menghadapi ulah Zayn, Mereka sepakat untuk mengeluarkannya dari pesantren. Namun Zayn yang menjalani hukuman terakhirnya melihat Faza putri dari Pak Kiai yang membuat hatinya merasakan getaran-getaran yang belum pernah Ia rasakan meskipun selama ini Ia terbiasa menghabiskan waktu bersama para wanita cantik dan seksi.
Seketika itu juga Zayn berubah fikiran dan tidak mau di keluarkan dari Pesantren. Dengan memohon pengampunan dan berjanji tidak akan berbuat onar, Zayn menyentuh kaki Pak Kiai untuk memberinya kesempatan terakhir kalinya untuk membuktikan jika Ia akan belajar agama dengan sungguh-sungguh dan mematuhi semua peraturan di Pesantren.
Melihat kesungguhan Zayn Pak Kiai pun memberinya kesempatan dan akan membimbingnya secara langsung tanpa bimbingan Ustadz dan pengurus seperti sebelumnya.
Dengan senang hati Zayn menerima syarat yang Pak Kiai ajukan, Karena dengan itu Zayn akan lebih sering melihat Faza.
🍁🍁🍁
Lalu bagaimana jadinya jika Zayn yang sudah berpengalaman dengan banyak wanita cantik dan seksi jatuh cinta dengan seorang putri Kiai yang yang begitu lemah lembut dan tidak pernah mengenal laki-laki?
Akankah Zayn mendapatkan cinta Faza sedangkan pesaingnya adalah seorang Ustadz muda yang tidak kalah tampan dengannya dan memiliki pengetahuan agama yang jauh di atasnya?
Lalu bagaimana reaksi Pak Kiai jika mengetahui santrinya yang terkenal paling bandel dan selalu berbuat onar mencintai putrinya?
Akankah Pak Kiai merelakan putri semata wayangnya jatuh di pelukan Zayn yang di ketahui memiliki banyak wanita, Atau Pak Kiai akan menentang keras dan meneruskan perjodohan putrinya dengan Ustadz Adnan yang memang sudah Pak Kiai rencanakan sejak Faza masih duduk di bangku SMA.
Dan bagaimana dengan Faza, Akankah Ia membalas cinta Zayn, Atau Faza lebih memilih Ustadz Adnan sesuai keinginan Abi'nya?
IKUTI TERUS KESERUAN "BERSAING CINTA DENGAN USTADZ" NOVEL RELIGI ROMANTIS YANG INSYA ALLAH AKAN MENEMANI HARI-HARI ANDA MENJELANG RAMADHAN YANG SUDAH TIDAK LAMA LAGI AKAN SEGERA TIBA ☺️
📌 Buat yang belum baca "Menikahi Calon Suami Kakak'Ku dan Perjalanan Cinta Sang Duda" Silahkan mampir, Karena novel ini sekuel dari dua novel tersebut 🤗
Seluruh keluarga ikut mengantar Zayn ke Pesantren.
Setelah menempuh perjalanan lebih dari 8 jam, Akhirnya Mereka sampai di kota yang di juluki Kota Beriman tersebut.
Zayn masih melamun menatap ke luar jendela mobil saat mobil telah berhenti di pelataran Pesantren.
Zayd menggengam tangan sang Kakak hingga membuyarkan lamunannya.
Zayn menoleh ke arah Zayd dan melihat sang Adik menganggukkan kepalanya memberinya isyarat jika Mereka telah sampai.
Kemudian Zayn melihat Papa dan Mama nya yang telah turun dari mobil.
"Kita turun," ucap Zayd dengan lembut.
Dengan menghelai nafas panjang Zayn turun dari mobilnya.
Ia menginjakkan kakinya di kota kecil tersebut.
Zayn melihat di sekitar Pesantren yang suasana pedesaannya masih
terlihat asli, Jauh dari bisingnya kendaraan dan polusi.
"Zayn..." ucap Faraz meraih tangan sang putra.
Zayn tersentak dari lamunannya.
Kemudian Zayn kembali mengamati bangunan gedung Pesantren.
Ia melihat ada bangunan dua lantai di belakang dan satu lantai membentuk L di kanan kiri Masjid.
"Kita daftar dulu, Lihat-lihat nya nanti," ucap Faraz yang terus menggandeng tangan Putranya menuju ruang pendaftaran.
Di ikuti Oleh Alia, Zia dan Zayd di belakang Mereka.
•••
Setelah pendaftaran selesai, Seorang pengurus datang menyambut untuk mengantar Mereka menemui Pak Kiai.
Rumah Pak Kiai yang letaknya di samping asrama putri, Membuat Mereka harus melewati asrama putri dan membuat para santriwati berbondong-bondong keluar melihat ketampanan si kembar yang begitu bening dan mempesona.
Jeritan gemuruh para santriwati tidak membuat Zayn tertarik melihat Mereka, Karena hatinya sedang benar-benar kesal karena harus menjalani masa remajanya di penjara suci tersebut.
Sesampainya di rumah Pak Kiai, Seluruh keluarga Faraz menjabat tangan Pak Kiai dan Bu Nyai yang menyambut kedatangan Mereka dengan senyum ramahnya.
"Silahkan duduk." ucap Pak Kiai.
"Terimakasih Pak Kiai." saut Faraz yang menyuruh istri dan Anak-anaknya duduk.
"Mana yang mau mondok?" tanya Pak Kiai melihat Faraz membawa tiga orang anak.
"Yang ini Pak Kiai, Zayn," ucap Faraz merangkul pundak Zayn yang memang duduk di dekatnya.
Pak Kiai menatap Zayn yang terlihat begitu gusar dan terus memalingkan pandangannya kesana kemari.
"Zayn." lirih Alia mengisyaratkan putranya agar menatap Pak Kiai.
Zayn pun menurut dan menganggukkan kepalanya dengan senyum tipisnya.
"Begini Pak Kiai, Putra saya ini masih sangat perlu bimbingan tentang akhlak dan agama, Jadi Saya harap Pak Kiai dan pengurus pesantren ini bisa bersabar membimbing putra Saya agar menjadi pribadi yang lebih baik lagi."
"Insya Allah, Tapi dengan syarat."
"Syaratnya apa Pak Kiai?"
"Saat putra Anda berada di pondok pesantren, Kami harap Anda tidak mencampuri peraturan pesantren, Izinkan Kami mendidik putra Anda dengan cara Kami dan jangan salahkan Kami apalagi menuntut pondok pesantren saat Kami memberinya hukuman karena ketidak patuhannya."
Zayn semakin ingin memberontak mendengar apa yang Pak Kiai katakan, Sedangkan Faraz terdiam menatap Alia dan Putranya.
"E... Hukumannya masih batas wajar kan Pak Kiai?" tanya Alia khawatir.
"Tenang saja, Kami hanya memberi hukuman untuk membuatnya jera dan tidak akan membahayakan nyawanya," ucap Pak Kiai terseyum.
"Lakukan saja yang menurut Pak Kiai baik," ucap Faraz.
Setelah berbincang-bincang cukup jauh tentang kenakalan putranya dan beramah tamah dengan Bu Nyai, Faraz meminta izin untuk pulang.
Namun sebelum itu Faraz ingin melihat asrama yang akan di tinggali oleh putranya.
Pengurus pun mengantar Zayn ke asrama dan di ikuti oleh sang Papa beserta saudara kembarnya. Sedangkan Alia dan Zia menunggu di depan kelas karena wanita tidak boleh mengambah kawasan santri putra.
Faraz melihat satu kamar yang di isi enam ranjang kayu susun yang artinya mengharuskan para santri tidur di atas dan bawah ranjang tersebut.
Hal ini sangat jauh berbeda dari ranjang besar yang biasa Zayn gunakan di rumahnya hingga membuat Zayn melangkah mundur membayangkan betapa sumpek dan panasya tidur di ranjang sempit dengan banyak orang di dalamnya.
"Zayn," ucap Faraz yang kakinya ke injak sang putra.
"Pa... Zayn tidak bisa tidur di tempat seperti ini, Zayn mohon batalkan saja, Papa bisa hukum Zayn dengan cara lain."
"Tidak bisa Zayn, keputusan Papa sudah bulat, Lagi pula ini cukup nyaman, Pesantren lain malah ada yang tidur hanya beralaskan tikar."
"Tapi Pa..."
"Papa mohon Zayn nurut sama Papa."
Zayn terdiam dan menundukkan kepalanya.
"Sekarang temui Mama mu sebelum Kami pulang."
Dengan tidak membantah lagi, Zayn mengikuti Papanya untuk melepas kepergian seluruh keluarganya.
Alia memeluk erat Zayn dan tak kuasa menahan air matanya.
"Belajar yang bener ya Sayang, Biar Kita bisa kumpul lagi." tangis Alia.
Zayn mengangguk pelan dan terus mengusap-usap punggung mamanya, Kemudian memeluk Zia dan memeluk Zayd dengan erat.
"Kabari Aku jika membutuhkan bantuan ku," bisik Zayd.
Zayn terseyum tipis dan menepuk-nepuk punggung saudara kembarnya tersebut, Kemudian memeluk Papanya.
"Kami pulang dulu Zayn, Percayalah Papa melakukan ini demi kebaikanmu."
Zayn terseyum getir dan mengurai pelukannya.
"Kami semua menyayangimu," ucap Faraz yang kemudian menyuruh Keluarganya masuk ke mobil.
Zayn pun hanya bisa melihat kepergian seluruh keluarganya meninggalkannya sendiri di kota kecil tersebut.
Bersambung...
Allahuakbar Allahuakbar...
Suara Adzan Dzuhur berkumandang, Zayn yang masih berdiri di depan gerbang di panggil oleh Ustadz Azmi pengurus senior yang sudah 9th di pesantren.
Dengan malas-malasan Zayn mengikuti perintah Ustadz Azmi ke masjid yang letaknya di lantai dua di tengah-tengah kelas santriwan dan santriwati.
Zayn menaiki tangga masjid di belakang Ustadz Azmi. Namun langkahnya terhenti saat Ustadz Azmi menoleh ke belakang.
"Loh Kamu tidak wudhu?"
"Wudhu?" Zayn balik bertanya.
"Iya, Orang yang melaksanakan shalat wajib berwudhu untuk menghilangkan hadas kecil."
"Anda juga tidak berwudhu."
"Saya sudah berwudhu sebelum memanggil mu!"
"Ahh Aku tidak percaya, Nyatanya wajahmu kering."
"Astaghfirullah... Dia benar-benar menguji kesabaran ku." batin Ustadz Azmi.
"Baiklah, Mari Kita berwudhu." untuk meredakan emosi, Ustadz Azmi kembali berwudhu sekalian mendampingi Zayn.
Zayn berwudhu dengan cepat seperti orang cuci muka biasa. Hal itu membuat Zayn kembali di tegur oleh Ustadz Azmi.
"Kenapa berwudhu seperti kereta ekspres, Apa Kamu tidak membaca Do'a."
"Sudah hafal di luar kepala," ucap Zayn yang langsung melengos pergi.
Ustadz Azmi kembali menggeleng-gelengkan kepalanya dan mengikuti Zayn naik ke masjid.
•••
Sore Hari.
Zayd tercengang melihat antriannya panjang di depan kamar mandi, Jumlah santri yang banyak tidak seimbang dengan jumlah kamar mandi yang ada, Membuat para santri harus sabar menunggu antrian untuk mandi. Jika tidak ingin memasang badan menunggu, Santri akan membuat barisan alat-alat mandi mereka seperti gayung atau kotak mandi sebagai tanda antrian Mereka. Zayn yang merasa tidak sabar menendang alat-alat mandi tersebut untuk mempersingkat antriannya.
hal ini membuat keributan santri yang memiliki antrian tersebut.
"Apa Kau tidak tau caranya mengantri?" tanya salah satu santri yang tidak terima alat mandinya di tendang.
"Sepertinya Kamu yang tidak tau cara mengantri sampai alat mandi mu yang harus mengantri," ucap Zayn terseyum smirk.
"Anak baru, Berani banget ngelawan Kita," triak yang lain.
"Memang perlu di hajar nih biar gak nglelunjak."
Perkelahian pun terjadi antara Zayn dan para santri yang turut membantu mengeroyok Zayn hingga membuat Ustadz Azmi yang mendengar keributan datang melerai.
"Ada apa ini, Udah mau Adzan magrib kalian malah bikin keributan."
"Dia tu Tadz yang mulai."
"Anak baru gak tau diri!"
"Kamu lagi?" tanya Ustadz Azmi pada Zayn.
"Aku tidak akan membuat keributan jika kalian menyediakan kamar mandi di setiap kamar." ucap Zayn yang meninggalkan Mereka dan membatalkan niatnya untuk mandi.
"Astaghfirullah hal adzim." Ustadz Azmi hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.
Zayn naik ke ranjangnya dengan kesal, Kemudahan yang dulu Ia dapatkan di rumahnya benar-benar berbanding terbalik dengan kondisinya di pesantren. Dulu saat di rumah dengan nyaman Zayn dapat berendam dengan puas di kamar mandi, Tapi di pesantren jangankan berendam, Sekedar mandi saja sulit.
"Lihatlah Anak orang kaya ini tidak jadi mandi gara-gara tidak mau mengantri." ejek salah satu santri yang sekamar dengannya.
"Meskipun Aku tidak mandi satu minggu badan kalian masih kalah wangi dariku dan ketampanan ku tidak akan pernah luntur hanya karena tidak mandi," ucap Zayn yang beranjak pergi.
"Ihh sombong sekali Dia."
"Maklumlah namanya juga orang kaya."
"Mantan model."
"Model nyasar, Hahaha..."
Para santri terus membicarakannya dengan di iringi tawa mengejek.
•••
Setelah melaksanakan shalat magrib, Kini waktunya para santri makan malam, Makan malam di pesantren jelas jauh berbeda dari makan malam di rumah apa lagi di restoran mewah.
Di sini para santri wajib antri sambil membawa nampan makan stainless sebagai pengganti piring.
Zayn yang terbiasa hidup mewah melihat keadaan itu membuat dirinya kesal dan kembali ngomel sendiri.
"Apa-apaan ini, Ini pesantren atau penjara?"
"Kenapa?" saut santri yang berdiri di depan Zayn.
"Hanya narapidana yang menggunakan piring seperti ini."
"Ini lebih baik, Di pesantren lain Kamu harus makan bersama di atas daun pisang dengan lauk seadanya."
"Oh ya ampun, Andai saja Aku tidak merasa begitu lapar, Aku tidak sudi melakukan ini." batin Zayn.
Akhirnya Zayn mendapat antrian. Namun bukannya senang, Zayn kembali tercengang melihat lauk yang ada di nampannya.
Hanya sayur asem dan teri kacang sebagai lauk.
"Oh ya ampun." Zayn menepuk keningnya.
"Capek-capek ngantri panjang, Dapetnya ini doang!" Zayn membanting sendok ke nampan hingga menimbulkan bunyi yang cukup keras.
"Bersyukurlah dengan nikmat yang ada di depan mu." ucapan lembut penuh ketenangan membuat Zayn menoleh ke arah suara.
Pria itu tersenyum dan mendekati Zayn, Kemudian duduk di depannya.
"Sebagaimana diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mencela makanan sekali pun. Apabila beliau berselera (suka), beliau memakannya. Apabila beliau tidak suka, beliau pun meninggalkannya (tidak memakannya).” (HR. Bukhari no. 5409 dan Muslim no. 2064).
Zayn terdiam mendengar ucapannya.
"Perkenalkan Saya Adnan Hafizh, Ustadz Azmi sudah menceritakan tentang mu."
Zayn menjabat tangan Ustadz muda tersebut. Kemudian memperhatikan wajahnya yang di penuhi bulu-bulu halus memenuhi rahang dan dagunya serta kumis tipis yang membuat penampilannya semakin terlihat tampan dan berkarisma.
"Anda Ustadz?" tanya Zayn.
"Para santri memanggilnya begitu, Tapi Aku pribadi masih merasa menjadi santrinya Abah Hasyim."
"Siapa Abah Hasyim?"
Adnan tertawa menggelengkan kepalanya.
"Pak Kiai Haji Hasyim Hasbullah pendiri sekaligus pemimpin Pondok ini, Memangnya Kamu tidak menemui beliau?"
"Ketemu, Tapi Aku tidak tanya namanya."
Adnan kembali tertawa.
Adnan yang sudah 17th mengabdi di pondok pesantren tersebut membuatnya terbiasa menemui berbagai macam karakter para santri yang membuat Pengurus dan Ustadz lain sakit kepala.
Bersambung...
📌 SUPORT KAKAK SULUNG ZAYN BIAR MELEJIT KAYA PAPA FARAZ 😍
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!