"Chan, bangun nakk. Mami merindukanmu, hikss.."
Perlahan-lahan jari itu bergerak dan mencoba membuka kedua matanya. Kedua mata bagaikan langit malam mulai nampak dan mulai memfokuskan apa yang pertama kali dilihat.
Ruangan serba putih dan bau obat yang sangat menyengat serta seseorang yang menangis di sebelahnya, "Ugh.." erangnya saat merasakan kepalanya berdeyut nyeri.
"Oh Tuhan, Chandika!? Kamu sudah bangun?" kata Seorang perempuan paruh baya cantik kaget saat melihat pergerakan orang yang tertidur di ranjang rumah sakit itu, dan dengan cepat menekan tombol diatas kepala ranjang untuk memanggil dokter.
"Aa-a air," ucap seorang pemuda yang baru saja bangun dari tidur panjangnya dengan susah payah.
Dengan cepat tangan halus dan agak keriput itu mengambil air yang ada dimeja dan segera membantu pemuda itu minum dengan perlahan.
Cklek
Pintu bercat putih itu terbuka dan menampakan seorang laki-laki berjas putih dengan langkah lebar berjalan kesatu-satunya ranjang di rungan itu, "Permisi nyonya Aldebaron, biar saya cek keadaan tuan muda."
Nyonya Aldebaron hanya mengangguk dan berdiri dari tempat duduknya, dia melihat dokter itu memeriksa pemuda yang masih mengerutkan keningnya dan menatap sekeliling dengan bingung. Dalam hati dia tak berhenti bersyukur karena putra satu-satunya itu sudah bangun setelah koma selama satu bulan.
Setelahnya dokter itu berbalik dan mengatakan kalau dia ingin berbicara di ruangannya dan nyonya Aldebaron hanya mengangguk lalu sengera mengikuti dokter itu setelah mengecup dahi putranya itu, sebernya dia tidak ingin meninggalkan putranya sendiri tapi hasil pemeriksaan putranya itu lebih penting. "Sebentar ya," katanya sebelum menutup pintu.
Cklek
Setelah bunyi pintu tertutup hanya suara monitoring disebelah ranjang yang berbunyi. Di layar tersebut juga terlihat garis-garis yang menunjukkan grafik detak jantung pasien yang mengeluarkan suara sesuai detakan jantung.
Chandika, nama pemuda itu hanya diam tapi tidak dengan apa yang dia pikirkan, dia mencoba mengingat apa yang sebelumnya terjadi dengannya sampai dia ada di ruangan serba putih ini dan siapa nyonya Aldebaron itu kenapa dia dipanggil Chandika, jelas-jelas namanya adalah Cherika.
"Hmm," matanya membulat saat mendengar dehamannya sendiri, kenapa suara dehamannya berat sekali, memang saat dia meminta air minum suaranya sudah terdengar berat dan agak serak dia kira itu efek karena tenggorokannya kering, "Tes satu dua tiga. Oh Good!?" pekiknya langsung terduduk di atas ranjang dan sedetik kemudian kepalanya mulai nyeri kembali.
Setelah sakit kepalanya berangsur membaik dia segera menggerakan kedua tangannya ke depan dada dan menangkupnya. ''Dada ku!!'' matanya melotot tak percaya dan dengan tangan yang gemetar dia gerakan kedua tangannya turun kebawah untuk memegang selangkangannya.
"GYAAAAA!!"
Untung saja kamar dia berada adalah ruang VIP dan kedap suara, jadi tidak ada yang mendengar dia teriak kesetanan seperti itu.
'Ap-apa ini kenapa aku menjadi seorang pria!?' pikirnya kalut dengan keringat dingin dan dengan susah payah menelan ludahnya sendiri, 'Yang aku ingat bukannya aku sedang dalam perjalanan pulang sekolah dan..'
'..dan aku tertabrak mobil saat ingin menyebrang jalan-'
Cklek
Bunyi pintu terbuka dan tertutup kembali mengalihkan pikiran pemuda itu dan seketika menatap nyonya Aldebaron dengan laki-laki paru baya sedang berjalan mendekati ranjannya, "Oh putra mami, kenapa duduk? Apakah kepalamu baik-baik saja, sayang?," tanya nyonya itu dengan raut khawatir menatap putranya yang sudah terduduk dengan wajah yang sangat pucat.
Dengan pikiran kalut pemuda itu pun memberanikan diri untuk bertanya, "Ka-kalian siapa?"
Dan kedua orang tersebut tidak terkejut karena dokter sudah mengatakan kalau Candika mengalami amnesia ringan karena adanya benturan dikepalanya saat mengalami kecelakaan mobil sebulan yang lalu. "Ini mami kamu Aminta Arles Aldebaron dan aku papi kamu Jazuan Daniyal Aldebaron," jelas Jazuan papi dari Chandika. "Namamu Chandika Leofic Aldebaron, putra tunggal kami, putra dari pengusaha nomer satu di dunia."
DEG
'Wtf!'
_To Be Continue_
Pagi yang cerah.
Matahari sudah terbit dengan angunnya, kendaraan saling berbaris rapi di jalan raya dan sesekali bunyi klakson mobil atau motor saling sahut dan banyak orang yang berjalan untuk mengawali hari Minggu pagi ini.
Sudah dua hari pemuda itu mendekam di dalam kamar rumah sakit, monitoring dan selang infus sudah ditanggalkan dari sejak dia berangsur-angsur membaik. Chandika masih hanyut dalam pikirannya selama dua hari ini, banyak sekali pertanyaan yang ingin dia tanyakan tapi mulutnya seakan menahan itu semua, pikiran yang rumit selalu dia rasakan kenapa bisa dia yang tabiatnya seorang perempuan tulen bisa ada di raga seorang laki-laki beranam Chandika Leofic Aldebaron ini, semakin dia pikirkan semakin tidak masuk akal. Dia berharap setelah tidur dia akan terbangun dari mimpi aneh ini tapi hasilnya adalah dia tetap ada di tubuh laki-laki ini.
'OMG! Gue nggak percaya, kenapa ada hal kayak gini? Apa yang harus gue lakuin sekarang?'
Semakin memikirkan itu semakin pusing juga kepalanya, yang dia tau pemuda ini mengalami kecelakaan mobil karna habis mendapatkan kalimat putus dari sang pujaan hati. Ya! dia tau itu karena ingatan pemuda ini tiba-tiba saja saling bermunculan di kepalanya. Meskipun dia tidak percaya akan hal ini tapi dia mengalaminaya sendiri, jiwanya berpindah ke tubuh seorang putra tunggal pengusaha kaya raya.
'Oh tidak!' pekiknya dalam hati entah sudah beberapa kali.
Nama aslinya adalah Cherika Nayyara, putri bungsu dan satu-satunya anak perempuan dari tujuh bersaudara. Genius, juara taekwondo tingkat Nasional, tomboy, suka balapan motor dan bad girl.
Bukan hanya jenis kelamin yang membedakannya dengan laki-laki yang sekarang adalah dirinya ini, tapi sifat mereka sangatlah berbeda.
Chandika si good boy dan sangat disayang maminya, anggap saja si anak mami. Polos, otak pas-pasan, menye-menye seperti perempuan dan cinta mati dengan teman semasa kecilnya 'Jane Eyre' yang tergila-gila dengan laki-laki lain. Salahkan dirinya yang terlahir dengan sendok emas dan selalu dianggap tuan muda yang harus dilindungi dan dituruti semua keinginannya, sampai kemanapun dia pergi harus dikawal oleh beberapa bodyguard.
'Cowok kok lemah,' batin Cherika yang sekarang menjadi Chandika dan seketika memijat pangkal hidungnya itu.
"Sayang kenapa kamu? Apa kepalamu pusing lagi, Chan? Mau mami panggilkan dokter?" tanya Aminta yang sedang mengupas apple setelah melihat kelakuan Chandika.
"I'am ok, mami," kata pemuda itu hanya tersenyum lemah kearah wanita cantik itu. Dikehidupannya sebagai Cherika kedua orang tuanya memang sudah meninggal saat dia masih balita. Bolehkah dia mendapatkan kasih sayang itu sekarang?
"Chan, kata Dokter kamu nanti sore sudah boleh pulang ke rumah, apakah kamu baik-baik saja atau masih sakit?" ucap Aminta ketika sedang menyuapi Chandika dengan appel yang tadi dia kupas dan potong.
"Iya aku sudah sehat, mami. Aku mau pulang ke rumah," jawab Chandika cepat dan tanpa berpikir dulu, dia memang sudah tidak betah di ruangan penuh dengan bau obat seperti ini.
"Oh baiklah putra kesayangan mami, nanti mami hubungi papi kamu untuk menjemput kita setelah dari kantornya," kata Aminta sambil mengecup pipi Kiki Chandika yang masih menggembung karena mengunyah appel. Anaknya imut sekali.
"Hais, hentikan mami, jangan menciumiku terus menerus aku sudah besar!" eluh pemuda itu menghindar saat Aminta hendak mencium pipi kanannya.
"A-apa," ucap Amita dibuat kaget oleh tingkah putranya itu, biasanya putranya sangat senang saat dicium olehnya karena putra kesayangannya sangatlah manja. "Kenapa nggak mau mami cium, Chan?"
"Hmm," Chandika berdeham sebentar untuk mencari alasan, "Karena aku sudah 17 tahun, aku sudah dewasa," lanjutnya dengan wajah yang dia buat sedatar mungkin dengan sorot mata yang tegas. Ya! Ekspresi orang dewasa.
'Oh tidak! Putraku bisa berekspresi seperti itu!!' jerit Aminta dalam hati, karena Chandika sangat tampan dengan ekspresi datarnya itu, seumur-umur dia selalu melihat Chandika dengan segala keimutannya. 'Apa ini efek dari Amnesianya?'
...***...
Pukul 5 sore keluarga Aldebaron sudah sampai di kediaman mereka.
Mata hitam malamnya tidak henti-hentinya memandang kagum mansion mewah itu.
''OMG! Serius nih rumah!?'' pekikan pelan Chandika kagum dengan mansion desain modern kontemporer yang sangat indah untuk dilihat. ''Beneran Orkay!''
Dikehidupan sebagai Cherika memang dia bukan orang yang berada, sekolah pun dia mengandalkan beasiswa karena tidak ingin menyusahkan para abangnya yang bekerja keras untuk membiayai hidupnya.
Setalah kagum dengan keindahan dan kemewahan mansion Aldebaron, pemuda itu pun kini sudah berada di kamarnya.
"Kamar Cowok!!"
Chandika hanya melongo melihat kamar yang sangat maskulin itu, berbeda sekali dengan sifat cowok manja ini. Kamar bergaya industrial, dinding dari semen tanpa finishing, menggunakan besi-besi hitam, serta tampilan plafon yang dibuat terekspos. 'Gue kira kamar nih cowok bernuansa kecewek-cewekan,' pikirnya sambil geleng-geleng kepala tidak percaya.
Kaki panjangnya melangkah ke kamar mandi karena ingin buang air kecil. Saat dia di dalam kamar mandi tanpa sengaja dia melihat pantulannya di cermin yang cukup besar dan kaget melihatnya.
"GILA!!"
"Se-serius ini gue?" tanya Chandika tergagap dan menelan ludahnya sendiri karena melihat betapa rupawannya sosok laki-laki yang dia lihat, bahkan jantungnya berdetak tidak karuan. "Ga-ganteng banget, OMG!" pekiknya tertahan dan reflek menutup mulutnya yang mengaga tidak percaya.
Rambut hitam legam yang bergaya mullet sedikit gondrong acak-acakan, garis wajah tegas, alis tebal, bola mata yang sehitam malah dan lipatan mata mono yang membuatnya maskulin seksi, jangan lupakan tahi lalat di bawah mata kanan, pangkal hidung dan di bawah bibir heart shaped itu.
DEG
DEG
'Oh jantung gue! Masa iya gue jatuh cinta sama diri gue sendiri..' batinnya frustasi. Oh ayolah! Jati dirinya itu adalah perempuan tulen, perempuan mana yang tidak jatuh cinta dengan laki-laki super ganteng ini! Selama di rumah sakit dia tidak pernah memikirkan bagaimana rupa tubuh barunya ini. Jangankan melihat cermin, pikirannya sangat kacau dan hanya berisikan ketidak percayaan tentang hal yang sangat tidak masuk akal baginya. Pepindahan Jiwa perempuannya ke Raga seorang laki-laki.
Jane Eyre
Tiba-tiba saja dia menikirkan nama seorang perempuan yang membuat pemuda ini tergila-gila dan dengan tidak berperasaan memutuskan hubungannya karna sudah pacaran dengan pemuda lain. "Ko bisa dia lebih pilih cowok lain sedangkan Chandika ini super ganteng nggak ketulungan!?"
"Oh mungkin karna sifat menyen-menye dan anak mami Chandika," kepalanya hanya mengangguk membenarkan ucapannya sendiri.
"Ok ganteng! Karena gue udah jatuh cinta sama lo dan nggak terima lo diperlakukan kayak gini, gue bakal ubah hidup lo dan membuat semua cewek tergila-gila sama lo!!"
Ya! Tekatnya sudah bulat.
Cherika Nayyara yang kini menjadi Chandika Leofic Aldebaron akan merubah sifat good boy menjadi bad boy.
"****!"
Oh sampai lupa dia dengan buang air kecil.
Mendadak wajahnya memerah saat memikirkan hal apa yang harus dia lakukan sekarang. Dia memang sudah beberapa kali ke kamar mandi saat masih di rumah sakit, tapi dia belum terbiasa untuk melakukan ini.
_To Be Continued_
Latar belakang kota Jakarta.
Ditengah-tengah ruangan bergaya industrial, berdiri seorang pemuda yang memakai celana abu-abu dan jari panjanya sedang mengancingkan kemeja putih. Husky Voice terdengar dari mulut pemuda yang bersenandung itu.
Setelah mengalami koma selama satu bulan dan beberapa hari pemulihan diri. Chandika, pemuda itu hari ini sedang bersiap-siap untuk masuk sekolah kembali. Jika dulu penampilan pemuda itu sangatlah rapi, dengan baju seragam yang dimasukan ke dalam lengkap dengan dasi yang melingkar rapi hingga mencekik leher serta rambut yang berpomade dan jangan lupa kaca mata bulat besar yang menutupi mata hitam seksinya. Si good boy. Namun, penampilannya hari ini sangat berbanding terbalik dengan dulu. Baju seragam yang sengaja dikeluarkan dan dasi yang seharusnya dipakai dia masukan ke dalam tas. 'Merepotkan,' pikir Chandika. Rambut hitam kebanggaannya dibiarkan sedikit acak-acakan. Si Bad boy.
Setelah merasakan dirinya siap, langsung saja dia keluar kamar. Langkah lebarnya memasuki ruang makan yang sudah terdapat kedua pasangan yang sudah tidak muda lagi, "Good Morning," sapanya.
Tuan dan Nyonya Aldebaron membulatkan matanya kaget saat putra mereka menghampiri meja makan dengan tampilan tidak biasa dan jangan lupakan muka datar Chandika saat menyapa. "Chan? Are you ok? Kemana dasi dan kacamata lucumu? dan.. astaga rambutmu kenapa tidak rapi!?" pekik Aminta tidak percaya dan Jauzan hanya berbatuk-batuk setelah melihat anaknya.
"I'm ok, mami. Sangat merepotkan memakai itu semua," jawab Chandika seadanya dan segera memakan sarapannya setelah bokongnya menduduki kursi makan. Memakan nasi goreng dan susu coklat.
Kedua pasang suami istri itu hanya tercekat mendengar jawaban putra kesayangan mereka itu. 'Apakah efek amnesia bisa semengerikan ini?' batin keduanya hanya saling tatap untuk menanyakan hal yang ada dibenak masing-masing itu.
Dan setelahnya Aminta tiba-tiba saya berkaca-kaca, "Hiks.. Chandika putraku sayang, kenapa kamu menjadi dewasa seperti ini, Hiks.." kata Aminta tidak terima perubahan putranya itu dan Jauzan langsung memeluk istri tercintanya. Ini bukan pertama kalinya Chandika menunjukan perubahannya, bahkan hari-hari sebelumya setelah sadar dari koma putranya itu sudah tidak lagi bermanja-manja dengan maminya dan selalu bersikap layaknya cowok yang cool.
"Hais, mami aku memang sudah dewasa. Hentikan itu, jangan menangis, ok."
"Bagus kalau kamu sudah berubah, Chan. Ini artinya kamu sudah tidak menggambil perhatian mami dari papi kan?" ucap Jauzan melihat kesungguhan dari ucapan putranya itu. Ya! Dia sangat cemburu dengan putra satu-satunya itu yang selalu manja kepada istrinya sehingga dia selalu tidak diacuhkan oleh Aminta. Cemburu sama anak, eh.
Chandika hanya memutar bola matanya malas, "Hm," Gumamnya tak jelas. "Oh iya, aku tidak ingin diatnar supir dan jauhkan para bodyguard supaya tidak menempeli aku lagi," kata Chandika menatap Jauzan.
"Tapi-"
"Kunci motor ku," potong Chandika menghentikan penolakan Jauzan sambil mengangkat tangan kanannya meminta kunci motor yang sudah dijanjikan papinya. Memang Chandika sangat disayang oleh kedua orang tuanya sampai saat sehari setelah dia bangun dari koma langsung saja dia diberikan pertanyaan hadiah apa yang ingin dia inginkan karena sudah bangun dari tidur panjangnya, tanpa berpikir dia langsung meminta motor. Ya! Hobinya itu balapan.
Jauzan menyerahkan sebuah kunci motor pada Chandika dengan perasaan rumit. 'Sejak kapan putraku yang manja ini bisa naik motor? dan ingin pergi tampa bodyguard?' batin Jauzan.
Namun apa boleh buat, Chandika adalah putra tunggal kelurga Aldebaron. Apapun yang putranya minta tidak bisa dia tolak. Semoga saja tidak terjadi apa-apa dengan putranya itu.
"Thanks, papi."
Chandika yang sudah menyelesaikan sarapannya langsung saja bangkit dan mencium kedua tangan orang tuanya dan berpamitan untuk berangkat sekolah tanpa memperdulikan tatapan rumit dari suami istri Aldebaron.
Pemuda bersurai hitam itu langsung pergi kearah parkiran sambil memakai jaket kulit merek terkenal.
"Hmm," deham pemuda itu untuk menutupi keterkejutannya setelah melihat apa yang sedari tadi menunggunya di parkiran, hampir saja dia loncat-loncat kegirangan saking senangnya mendapatkan motor BMW HP4 Race salah satu motor termahal di dunia. 'Enaknya jadi orkay!,' pekiknya dalem hati dan langsung menaiki motor itu setelah memakai helm full face.
...**...
British School Jakarta adalah sekolah internasional yang berada dibawah naungan kedutaan Inggris. Sekolah ini adalah tujuan dari anak-anak konglomerat, artis, serta orang-orang dari kalangan atas.
Motor dengan bodi full carbon, berwarna hitam dan diberi sentuhan warna biru putih khas BMW Motorrad, memasuki gerbang BSJ menarik semua pandangan siswa dan siswi sekolah tersebut dan menimbulkan bisik-bisik keributan.
"OMG! Siapa itu!??"
"Anak baru?"
"Keren sekali~"
"Artis? Atau anak konglomerat darimana?"
CKITT
motor itu pun berhenti di area parkir dan tidak menghiraukan semua mata yang tertuju kearahnya, perlahan-lahan dia membuka helm full facenya.
"KYAAAAAA.."
Chandika menarik rambutnya yang berantakan dengan kedua tangan ke arah belakang. 'Apa sih berisik banget!' batinnya setelah mendengar teriakan tak jelas siswi yang ada di area parkiran.
"Ganteng banget!"
"Kayaknya familiar, tapi gantengnya nggak ketulungan~"
"Benaran artis kayanya."
Laki-laki yang sedari tadi menjadi bahan omongan hanya menampilkan wajah datarnya, dan berjalan kearah koridor sekolah yang kini semakin ramai. 'Ya! Kenapa si ini manusia ngerubungi gue kayak semut!' batin Chandika misuh-misuh dalam hati dan membuat tatapan matanya semakin tajam. Dikehidupan sebelumnya mana pernah dia ditatap wanita lapar dan sesekali banyak yang mengedip genit ke dia. Sampai merinding. 'Gue cewek, woii!'
Tujuannya sekarang adalah mencari kelasnya, dia tau letak kelasnya melalui ingatan Chandika asli.
BRAK
Kelas yang tadinya ribut kini hening karna adanya seorang yang membuka pintu dengan kasarnya. Orang itu langsung melangkah lebar kearah tempat duduk deretan paling belakang dan mendudukan bokongnya disebelah pria yang masih kaget menatapnya.
"L-lo siapa?" tanya pria berambut curtain haircut ala oppa korea mewakili semua orang yang menatap Chandika penasaran dan bingung.
"Lo buta ya! Gue Chandika!" matanya melotot tak percaya dengan pertanyaan teman sebangkunya, Alvis Rajendra Adhideva adalah sepupunya. Padahal sepupunya itu adalah teman yang paling dekat dengannya, sedari orok mereka sudah bermain bersama, meskipun dia bukan Chandika asli tapi wajahnya tetaplah Chandika. Hanya cara berpakaian dan tatanan rambut yang beda, kenapa orang ini tidak mengenalnya?
"WHAT!" teriak teman satu bangkunya tidak percaya diikuti semua orang yang ada di kelas dan pemuda bermata hitam itu hanya memutar bola matanya menanggapi respon semua orang.
"WTF! Lo Chandika? Si anak mami itu?" tanya Alvis tak percaya melihat seorang cowok ganteng disebelahnya itu.
Bukannya mendapat jawaban dari pertanyaannya, Alvis mendapatkan dorongan dari jari panjang Chandika di dahinya. "Jagan deket-deket, muncrat!"
'Oh my, deket banget si mukanya mana imut kaya oppa Korea lagi,' batin Chandika dengan menelan ludah susah payah, untung dia dapat menyembunyikan ekspresi yang sedang gugup itu dengan wajah datar.
"Sorry bro," ucap Alvis sambil cengengesan. "Lo lagi kesambet apa, Chan? Ko bisa jadi berubah gini?" lanjut Alvin masih tidak percaya kalo cowok yang tadi mendorong dahinya adalah si anak mami.
"A-"
"Good morning, student!"
Seketika kelas yang tadinya ribut karna kaget karena mencuri dengar obrolan dua cowok itu menjadi diam kembali setelah mendengar suara guru perempuan yang memasuki kelas.
Namun, Alvis masih menatap Chandika yang tadi sempat ingin mengatakan sesuatu tapi dipotong oleh kedatangan guru di kelas dengan alis mengerut, dia masih ingin menanyakan ini itu pada teman sedari oroknya, seorang Chandika Leofic Aldebaron tidak datang ke sekolah dengan para bodyguard? Kemana pakaian yang selalu rapinya? Kemana kacamata bulat besar miliknya? Bahkan rambut klimis pomade yang cetar sekarang digantikan dengan rambut hitam legam yang halus dan sedikit berantakan, dan kenapa putra tunggal Aldebaron bisa menjadi seganteng itu?!
_To Be Continue_
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!