“Awas!” teriak seseorang.
“Aaahhhhh ....” suara teriakan terdengar menggema setelahnya suara benturan yang terdengar keras.
Bruk .....
Citttttt
Seorang gadis cantik tersentak dari lamunannya, saat kepingan bayangan buruk itu kembali merasuk di dalam pikirannya. Sungguh tidak akan pernah bisa mengubur kejadian mengenaskan tujuh tahun lalu.
“Maaf akibat kecelakaan fatal itu, sebelah kiri wajahnya meninggalkan bekas luka, hanya tindakan operasi yang bisa memulihkan wajahnya. Dan operasi itu membutuhkan biaya yang cukup besar.” kenanganya akan ucapan sang dokter.
Cahaya jingga menghiasi langit senja. Terlihat seorang gadis cantik duduk termenung di bangku panjang sebuah taman. Sudah berjam-jam gadis itu menghabiskan waktu dengan merenungi nasib sial yang menimpa hidupnya, hingga ia mengingat kejadian yang beberapa saat ia lalui bersama ibunya.
“Kenapa harus ke Jerman? Kenapa tidak bekerja di sini saja!” seru perempuan paruh baya yang bernama ibu Salma, pada perempuan yang duduk di hadapannya dengan meja menjadi pemisah.
“Bu, bekerja di luar negeri penghasilannya lebih tinggi! Dengan begitu aku bisa mengumpulkan uang dengan cepat.”
"Membiarkanmu pergi dan tinggal sendiri di luar negeri itu bahaya Nana. Pergaulan di sana tidak seperti di sini, budaya kita berbeda. Di sana sekss bebas, mabuk-mabukan. Ibu ngak mau kamu terjerumus ke dalam pergaulan seperti itu,” balas ibunya dengan khawatir
“Aku bisa jaga diri bu, ayolah bu, biarkan aku pergi, aku tidak ingin menjadi beban untuk keluarga ini, aku ingin berusaha bu.”
“Pokoknya ibu tidak akan memberi izin untuk kamu pergi!” tegas ibu Salma.
“Ibu tega!” Mendapatkan penolakan ia pun bangkit meninggalkan ibunya.
“Nana! Nana!” teriak ibu Salma namun tak ia idahkan.
Dan di sinilah gadis cantik bernama Alana ini berada. Duduk di taman untuk sedikit mengurangi kegundahannya akan sikap ibunya yang tidak memberikan izin untuk ke Jerman, negara yang akan menjadi tujuannya mengais pundi-pundi uang yang melimpah demi satu tujuan.
Sudah berhari-hari Alana mencoba meminta restu ibunya untuk melepaskannya namun yang terjadi hanya selalu berakhir pada perdebatan, ibunya begitu mencemaskan dirinya jika harus tinggal di negeri orang sendirian.
Alana merasa putus asa memikirkan dengan bagaimana lagi ia bicara dengan ibunya.
“Hei cantik!”
Lamunan Alana buyar saat sekelompok lelaki iseng yang lewat di hadapannya tersenyum manis berniat menggodanya. Alana hanya membalas dengan wajah datar tak menanggapi sedikit pun. Ya, wajah cantik yang ia miliki membuat mata kagum lelaki selalu terpusat padanya.
Alana menarik napas berat saat kumpulan pemuda itu telah berlalu, wajahnya menjadi sendu.
“Cantik! Aku sama sekali tidak cantik, ini hanya make up,” desis Alana lirih akan kenyataan hidupnya. “Aku hanya si buruk rupa, wajahku mengerikan,” gumam Alana mengarahkan telapak tangannya di pipi sebelah kiri, tak terasa ada setitik air mata jatuh menetes.
“Kamu di sini!” suara lembut perempuan terdengar.
“Ibu.” sapa Alana gelagapan dengan cepat mengusap air mata. Dia tidak ingin perempuan yang ia sayangi melihatnya menangis.
Ibu Salma duduk di samping putrinya.
“Ibu tahu kamu kecewa dengan keputusan ibu, tapi ibu sangat mencemaskanmu Na,” ucap ibu Salma lembut.
“Sudah bertahun-tahun aku hidup dengan wajah tersembunyi ini. Semua orang mengangumi kecantikanku, padahal aku hanya si buruk rupa,” kata Alana dengan nada bergetar menahan tangis.
“Nana jangan bicara seperti itu sayang.” Ibu Salma mengusap rambut putrinya, hatinya tersayat saat mendengar isi hati putrinya.
Kenangan buruk beberapa tahun lalu kembali terlintas di pikiran, Salma masih ingat bagaimana kecelakaan itu telah merubah hidup putrinya.
Sebuah kecelakaan tabrak lari yang sangat parah hingga hampir membuat gadis bernama lengkap Alana Dewi kehilangan nyawanya. Karena kecelakaan itu Alana koma selama 6 bulan bertarung antara hidup dan mati.
Tuhan masih memberikan Alana kesempatan hidup, Alana sadar dan butuh waktu bertahun untuk pulih. Namun kenangan kecelakaan itu membekas di wajah Alana. Wajah Alana rusak sebagian dan membutuhkan biaya besar untuk operasi wajah.
Operasi wajah. Ya itulah yang sangat ingin di lakukan oleh Alana namun harga yang tidak murah membuat niatnya tertahan. Selama ini dia hanya bisa menutupi wajah buruk rupanya dengan make up. Dengan keahlian dan teknik meriasnya dia menyulap wajah buruk rupanya menjadi sangat cantik dan berhasil menyembunyikan luka wajah itu.
“Bu, aku sangat ingin luka ini hilang dari wajahku. Sudah bertahun-tahun aku menyembunyikannya dengan make up tebal, aku lelah bu. Tapi di satu sisi aku juga takut mereka menghujatku, jika tahu wajahku yang sangat mengerikan ini.” Alana mencurahkan perasaannya selama ini.
“Nana!”
“Tolong bu, berikan aku kesempatan ke Jerman mencari biaya untuk operasi ini,” rengek gadis ini memegang tangan ibunya penuh harap.
Sungguh hati ibu Salma juga tersayat melihat hidup kepalsuan putrinya.
“Minta tolonglah pada kakakmu,” saran ibu Salma.
“Bu, aku tidak mau bergantung dengan kakak. Dia sudah hidup bahagia bersama keluarganya, sejak dulu dia selalu bekerja keras untuk kita. Sekarang sudah saatnya dia hidup tenang.”
“Kalau begitu ibu akan menjual rumah kita untuk biaya operasi wajah kamu.”
Itu lebih baik bagi ibu Salma dari pada melihat putrinya merengek mencari uang operasi hingga ke Jerman.
“Bu, sudah cukup kalian berjuang untuk kesembuhanku, aku tidak ingin Cuma diam, menjadi beban kalian kini giliranku untuk berjuang. Aku ingin hidup mandiri, Aku ingin kelak bisa hidup normal sama seperti orang lainnya menikah dan berkeluarga, tapi dengan wajah mengerikan ini apa ada lelaki yang akan menerimaku?”
Tekad Alana telah bulat dia tidak boleh hidup dalam kepalsuan ini lagi. Masa depan indah tak akan ada bagi si buruk rupa sepertinya.
Suasana hening menyelimuti, tak ada kata lagi yang keluar dari ibu dan anak ini, berpikir dengan pikiran masing-masing.
Jauh di lubuk hati ibu Salma dia sedih sekaligus prihatin akan masa depan putrinya, benar apakah ada yang mau menikah dengan putrinya? apa Alana bisa memiliki keluarga kecilnya sendiri dengan anak yang lucu.
Ah, sungguh malang nasibnya. Akan tetapi dia hanya seorang ibu yang begitu mencemaskan keadaan putrinya yang akan hidup sendiri di negeri orang.
Ibu Salma menarik napas berat mengambil keputusan terberat.
“Baiklah ibu akan memberimu izin untuk pergi ke Jerman,” ucap perempuan paruh baya itu dengan lemah.
Sontak saja Alana terkejut dengan ucapan ibunya. Matanya seketika berbinar senang.
“Benarkah bu?” tanya Alana memastikan keputusan ibunya.
Ibu Salma membalas dengan anggukan kepala.
“Tapi ibu hanya memberimu waktu satu tahun,” ucapnya sembari memperlihatkan jari telunjuk.
Satu tahun ...
“Ya, bu satu tahun sangat singkat.” Semangat Alana surut mendengar tawaran ibunya. “Tambah lagi ya bu,” rengek Alana.
“Baiklah dua tahun. Setelah itu kau harus kembali.”
“Bu,” protes Alana.
“Tidak ada tawaran, jika tidak mau tidak jadi pergi. Izin ibu cabut.” Ancam ibu Salma.
Izin di cabut ... mendengar itu seketika Alana menjadi gelagapan.
“Tidak ... tidak ... Baiklah dua tahun.” Gadis ini mengangkat dua jarinya membentuk V.
“Ingat jaga diri dan kehormatanmu, kau harus berhati-hati dengan pergaulan mereka.”
“Iya bu.”
“Jangan pacaran di sana, Kamu masih polos, ngak tahu tentang lelaki dan yang paling penting kamu harus telepon ibu setiap hari,” pesan sang ibu.
“Iya bu. Nana akan jaga diri dan mengabari ibu setiap hari.”
Senyum terbit di wajah cantik Alana. Yess kini dia telah berhasil mengantongi restu ibunya. Dia akan bekerja keras berjuang mengumpulkan uang untuk biaya operasi wajah.
Bagaimana kehidupan Alana di Jerman? Apa dia bisa mengumpulkan biaya untuk merubah wajah buruk rupa itu dalam dua tahun? Apakah semua berjalan dengan lancar?
Cusss
Jangan lupa ...
Like ...
Coment ...
Vote ....
Masukan karya ini di beranda dengan tekan
❤️
Jerman
17 bulan kemudian ...
Di depan sebuah kamar hotel terlihat dua gadis cantik berdiri berdampingan menatap keadaan sekeliling dengan wajah terpukau akan bangunan hotel.
“Apa benar ini tempatnya?” tanya gadis bertubuh mungil, berambut hitam panjang terurai yang sedang menjinjing kotak make up, dia adalah Alana yang telah bekerja sebagai asisten seorang makeup artist di Jerman.
“Ya, menurut informasinya di sini,” jawab gadis bertubuh tinggi berambut pirang bernama Gisel.
“Wah! Pelanggan kita orang kaya.” Alana berdecak kagum.
Gisel menarik kedua sudut bibirnya kemudian mulai mengetuk pintu kamar.
Setelah beberapa saat pintu kamar terbuka, terlihat perempuan cantik, bertubuh tinggi, ramping bak model berdiri di ambang pintu menatap mereka, memasang wajah datar. Tak menunjukan keramahan.
“Dengan nona Laura?” sapa Gisel lebih dulu dengan seulas senyum lembut. “Saya Gisel dan ini asisten saya Alana. Kami perias yang Anda minta untuk datang,” jelas Gisel memperkenalkan diri.
Sejenak perempuan ini menatap dengan tatapan menilai dua gadis di hadapannya, kemudian tak lama.
“Masuklah,” titah perempuan bernama Laura ini bergeser dari ambang pintu mempersilahkan dua gadis ini masuk.
Alana melangkah sembari menatap keadaan kamar terlihat begitu mewah dan berkelas.
Laura melangkah lebih dulu menuju sebuah meja hias, mendudukkan tubuhnya, menyilangkan kaki terlihat keanggunan berbalut keangkuhan.
Gisel dan Alana pun melangkah mendekat.
“Aku dengar kalian sangat andal dalam merias,” ucap Laura sembari menatap pantulan wajah cantiknya di cermin.
“Iya nona, teman saya ini sangat hebat,” puji Alana dengan bangga meletakkan kotak make up di meja bersiap melakukan tugas.
“Nona katakan saja ingin di rias seperti apa soft, glamor, gotik Anda tinggal katakan. Saya akan membuat aura kecantikan Anda semakin terpancar hingga anda menjadi yang paling cantik,” timpal Gisel bermulut manis di depan kliennya.
“Aku tidak ingin di make up seperti itu. Aku tidak ingin menjadi sangat cantik!” sambarnya perempuan itu membuat Gisel dan Alana bungkam.
“Aku ingin dengan keahlian make up kalian, kalian membuat wajahku terlihat lebam, penuh luka bekas pukulan dan tamparan,” ucap Laura dengan tatapan tajam ke arah cermin.
What ... Make up membuat wajah lebam? Telihat habis di pukuli.
Gisel dan Alana sontak terkejut, alis mereka mengerut, saling melemparkan tatapan. Bertanya-tanya apa maksud perempuan ini?
“Maksud nona?” tanya Gisel tak mengerti, belum pernah dia mendapatkan klien yang tidak ingin cantik malah ingin terlihat menyedihkan.
“Kalian pasti pernah lihat luka palsu di tv. Itu teknik merias yang hebat kan?” tanya Laura dan diangguki oleh keduanya.
“Dan aku ingin seperti itu, dengan teknik make up, kalian harus membuat wajahku terlihat seperti babak belur seperti korban penganiayaan.”
Gisel dan Alana sontak membulatkan matanya. Ada apa ini? Mengapa perempuan ini meminta hal yang aneh seperti itu. Gisel yang berdiri berseberangan menatap Alana meminta jawaban atas permintaan aneh kliennya.
Alana pun menggeleng pelan. Tanda menolak.
“Nona, kami ...” kalimat Gisel menggantung saat Laura memotong.
“Kalian tidak bisa? Aku mendengar kalian sangat hebat,” sosornya.
“Tapi nona ...” kali ini suara Alana tertahan.
“Baiklah, Aku akan membayar kalian tiga kali lipat,” tawar perempuan itu.
Apa! Tiga kali lipat!
Mata Alana seketika membulat. Binar senang pun terpancar mendengar bayaran tiga kali lipat. Oh, jiwa miskin itu meronta.
“Bisa! Nona, tentu saja kami bisa,” sambar Alana dengan cepat.
Senyum terulas di wajah Laura mendengar ucapan Alana.
Sedangkan Gisel terkesiap mendengar kesanggupan Alana. Ini gila bagaimana mereka menerima pekerjaan aneh. Gisel bahkan tidak pernah merias seperti itu.
“Ayo mulai,” ujar Alana dengan semangat membuka alat make upnya.
“Lan! Kita tidak pernah mencobanya,” protes Gisel menggertakkan giginya dengan mata memicing.
“Lumayan tiga kali lipat, serahkan padaku," ucap Alana tersenyum lebar, dia pandai merubah wajah dengan make up dengan pengalamannya menutupi wajah buruk rupanya.
Gisel menghela napas kasar. Akan tingkah sahabat sekaligus asisten mata duitannya ini, Alana memang sangat lemah jika sudah menyangkut uang.
“Ini bagianmu,” kata Gisel tahu kehebatan Alana tentang teknik merias merubah wajah.
Gisel dan Alana pun memulai tugas mengaplikasikan make up di wajah cantik perempuan itu. Tangan terampil Alana mulai bekerja, menunjukkan kemampuannya.
Dua sahabat ini bekerja dengan penuh konsentrasi tinggi dan fokus agar hasil teknik make up terlihat nyata, membuat titik luka memar di wajah Laura khususnya di ujung bibir dan di bagian daerah mata.
Setelah beberapa saat wajah cantik itu telah berubah menjadi terlihat menyedihkan dengan luka lebam dan beberapa tetes rembesan darah.
Gisel dan Alana kompak menarik napas lega setelah sentuhan kuas terakhir, perkerjaan mereka telah selesai.
“Sudah nona,” ucap Gisel.
Laura pun menatap pantulan wajahnya di cermin kaca. Senyum seringai terpulas dari bibirnya.
“Kalian sangat hebat, luka ini terlihat sangat nyata,” puji Laura memegang ujung bibirnya yang terlihat kebiruan dengan noda merah darah kering.
“Mata yang lebam dan merah di pipiku ini seperti luka bekas tamparan berkali-kali.” Laura menatap takjub mahakarya dua sahabat ini.
“Kalian memang hebat, aku sangat puas dengan hasil kerja kalian.”
“Terima kasih nona,” balas Alana.
Tangan Laura lalu terulur merogoh tas yang berada di meja, mengeluarkan banyak lembar uang pecahan Euro.
“Ini untuk kalian.” Laura menyodorkan uang pada Gisel.
Alana yang melihat lembar-lembar uang itu telah berada di tangan Gisel berdecak kagum.
“Terima kasih nona,” ucap Gisel kini tersenyum puas. Laura hanya mengangguk.
Dret ... Dret ...
Suara getar ponsel terdengar, perhatian mereka pun terpusat ke arah laci nakas.
“Kalian boleh pergi dari tempat ini,” ucap Laura lalu melangkah, meninggalkan dua gadis itu, menuju nakas untuk menjawab panggilan teleponnya.
Melihat Laura berbalik. Dua sahabat ini saling tatap setelahnya tersenyum puas dengan apa yang mereka dapatkan.
“Tiga kali lipat,” gumam Alana tanpa suara mengangkat tiga jarinya ke arah Gisel.
Dengan semangat mereka kemudian mulai membereskan alat make up yang ada di meja rias, bergegas untuk pergi meninggalkan Laura yang sedang menjawab panggilan telepon.
“Hallo, ya. Sejauh ini semua telah berjalan dengan lancar, semua penjaga telah di kelabuhi. Dia berada terkurung di kamar sebelah dengan pengaruh obat yang telah di masukkan ke dalam minumanya. Aku tinggal menjalankan rencana kita selanjutnya,” ucap Laura pada orang di balik sambungan telepon dengan senyum devil.
Gisel dan Alana yang masih berada di kamar itu membereskan alat make up, menatap heran mendengar ucapan perempuan itu. Kembali dua sahabat saling tatap tak mengerti.
“Sisanya bagianmu menjadikan ini skandal besar. Buat mereka percaya jika dia telah menodaiku dengan paksa.”
Gisel dan Alana kompak tercengang mendengar ucapan Laura ternyata tujuan perempuan itu meminta di make up seperti orang teraniaya hanya untuk menjebak seorang lelaki.
“Dengan begitu aku bisa membuat dia bertekuk lutut dan menikahiku, dalam sekejap aku akan menjadi nyonya Walter.”
What menikah ... gila semakin mengerikan saja rencana perempuan itu membuat mereka tercengang bergidik ngeri.
Gisel dan Alana lalu mempercepat gerakannya, mereka harus pergi dari tempat ini sebelum ikut terkena masalah.
Setelah semua rapi mereka pun pamit pada Laura yang masih berceloteh tentang rencanannya.
“Aku tinggal masuk ke dalam kamar itu, berbaring di sampingnya. Dan dengan opini yang di giring, dia telah menodaiku. Maka Zayn Arsenio akan menjadi milikku.” Perhatian Gisel terarah pada Laura saat mendengar nama lelaki yang keluar dari bibir perempuan licik itu.
Laura berbalik menatap mereka yang belum juga beranjak.
“Nona kami pergi dulu,” pamit Gisel berucap pelan dan bibalas anggukan oleh Laura.
Gisel dan Alana pun melangkah ke luar ruang kamar.
Dua gadis ini menarik napas panjang setelah berada di luar.
“Gila Sel! Perempuan itu akan menggunakan hasil make up kita untuk menjebak seorang lelaki, dia akan mengaku teraniaya dan di paksa,” decak Alana mengoceh kesal. Seketika ada perasaan menyesal di dalam hatinya, Andai Alana tahu mahakaryanya untuk kejahatan dia tidak akan mau melakukan hal itu walau berapa pun nominalnya.
“Dia perempuan mengerikan, menjijikkan melakukan cara licik untuk mendapatkan seorang lelaki,” balas Gisel tak kalah kesalnya.
“Kasihan sekali lelaki itu! Pasti hidupnya akan terasa berada di neraka karena menikahi perempuan licik seperti Laura,” tutur Alana menyayangkan.
“Iya, kau benar sekali. Sayang sekali pemuda tampan dan kaya seperti dia akan menikah dengan nenek sihir,” oceh Gisel.
Alana menatap perempuan yang melangkah beriringan di sampingnya.
“Tampan dan kaya, kau tahu Sel?” tanya Alana mengerutkan alisnya.
“Tentu saja aku tahu lelaki yang akan di jebaknya itu! Dia tadi menyebut namanya,” jawabnya menggebu.
“Dia adalah lelaki idaman seluruh wanita di negeri ini. Dia Zayn Arsenio Walter sangat tampan dan kaya, dua tahun ini dia terus di perbincangkan karena menjadi penerus kerajaan bisnis keluarga Walter,” jelas Gisel dengan berbinar bangga. Setelahnya wajah cantik itu berubah sendu. “Yah, akan ada patah hati massal deh kalau dia nikah.” Nada Gisel kecewa saat kembali mengingat pemuda itu akan menikah.
“Kau tahu dari mana tentang dia?” tanya Alana polos.
Gisel memutar bola mata malas, berdecak gemas melihat ilmu pengetahuan Alana.
“Makanya Lan, jangan gosip dari Indonesia aja yang kau pentengin, apalagi drama warisan si doddy, kau harusnya sekali-kali menonton berita di negara ini,” cibir Gisel.
Mendengar itu Alana mencebikkan bibirnya. Ya, Alana memang tidak tahu tentang berita di negara ini ia hanya fokus pada tujuannya mengumpulkan uang yang banyak.
“Perusahaan Walter adalah tempat ayahku bekerja, hidup kami dari perusahaan itu,” jelas Gisel.
“Benarkah? Ayahmu yang kaya itu bekerja di sana, bagaimana pemiliknya?” decak kagum terdengar dari Alana.
“Keluarga Walter memang hebat. Tapi, sudah jangan bahas itu.
Gisel bergelayut manja di lengan Alana.
“Pikirkan saja aku yang patah hati karena Zayn tampan itu akan menikah. Kurang lagi koleksi pemuda tampan dalam daftarku,” katanya tak bersemangat.
Alana menghela napas jengah sahabatnya ini sangat centil jika menyangkut pemuda tampan.
“Gisel kau berlebihan!”
“Kau ini! Kau tidak tahu dia sangat tampan,” bela Gisel tak terima.
“Memangnya setampan apa? Kau bilang yang paling tampan itu idolamu Arion Miroslav.” Alana membalas dengan cibiran.
“Tentu saja Zayn tidak kalah tampannya, mereka kan sepupu.”
Langkah Gisel terhenti sejenak. “Tunggu sebentar aku akan memperlihatkanmu fotonya. Sepupu Arion itu juga sangat tampan,” Gisel lalu merogoh tas selempangnya mengeluarkan ponselnya.
“Kau punya fotonya.” Alana menatap Gisel yang telah mengeser-geser layar gadget.
“Kau lupa semua gambar lelaki tampan di Jerman aku punya! Apalagi dia termaksud salah satu bos ayahku,”
Alana menggelengkan kepala, sahabatnya ini benar-benar total dalam mengagumi pemuda tampan.
“Dasar genit!”
“Nah ini dia.” Gisel lalu memperlihatkan layarnya pada Alana. “Lihat tampankan?”
Manik mata Alana mengamati pemuda yang terlihat sangat tampan dan gagah berjas berwarna putih. Benar tampan. Namun ia merasa ada yang ganjil dengan wajah itu. Ada perasaan tak asing dengan wajah yang ada di layar ponsel.
Alana pun meraih ponsel dari tangan Gisel untuk mempertajam penglihatannya. Dia tak asing dengan wajah ini. Dia seperti sangat mengenalnya.
Deg ...
Tubuh Alana seketika bergetar hebat. Jantungnya berdetak kencang.
“Ini yang kau bilang Zayn!” tanya Alana memastikan.
“Iya, Bagaimana kau juga kagum dengan ketampanan Zaynkan!” cibir Gisel saat Alana menatap serius gambar yang ada di ponselnya.
“Kau tidak salah kan! Sel,” suara Alana sedikit meninggi.
“Tentu saja tidak!”
Gisel mulai merasa aneh dengan perubahan Alana.
“Memangnya ada apa Lan?”
“Kak Vino ....” Suara Alana bergetar lirih.
Dia mengenal wajah pemuda yang ada di layar ponsel itu. Jantung Alana seketika memacu cepat.
“Dia kak Vino ....”
Astaga, Masa depan pemuda itu akan hancur di tangan perempuan licik seperti Laura. Apa yang harus dia lakukan?
Wajah Alana seketika memucat, tubuhnya bergetar hebat saat netra matanya menangkap gambar pemuda itu.
“Kau mengenalnya Lan?” tanya Gisel menatap aneh akan perubahan wajah sahabatnya.
“Dia ... kak Vino, Sel. Dia sahabat terbaik kakakku,” jelas Alana terbata-bata.
Apa ... Sahabat kakak Alana. Bagaimana mungkin?
“Astaga ....” pekik Gisel tercengang membekap mulutnya.
Oh tidak, ternyata Alana mengenal lelaki yang akan tertimpa kemalangan itu, tak lama lagi Zayn akan masuk perangkap dalam rencana jahat.
“Kasian sekali dia,” ucap Gisel prihatin akan nasib buruk yang akan di terima sang pewaris keluarga Walter. “Dia akan menikah dengan Laura si nenek sihir.”
Mendengar ocehan Gisel, Alana tersentak menyadari rencana jahat perempuan itu, kak Vinonya akan menikah dengan perempuan licik.
Ah, tentu saja dia tidak rela, perempuan itu mendapatkan Vino dengan cara tipu daya jahatnya.
“Sel kita harus kembali, kita harus menolongnya,” putus Alana rasa cemas menggelayut di dalam hatinya.
Gisel terkesiap mendengar keinginan sahabatnya ini.
“Kembali Lan, ngak mungkin!” tolak Gisel dengan tegas akan rencana Alana. “Kita tidak boleh ikut campur urusan mereka. Dia adalah penerus Walter, kata Daddyku jangan sekali-kali ikut campur dengan keluarga Walter mereka berbahaya, dia memiliki banyak musuh tersembunyi dan banyak konspirasi yang mungkin juga di lakukan oleh sesama keluarga Walter, kita juga akan berada dalam masalah dan bahaya jika ikut campur,” jelas Gisel sangat tahu bagaimana mengerikannya keluarga itu. Perebutan tahta dan kekuasaan di hiasi dengan intrik dan cara licik.
Alana terbungkang, benar yang di katakan oleh Gisel seharusnya dia tidak ikut campur sama seperti yang ia lakukan tadi.
Tapi lelaki itu penting dalam keluarganya, Alana tidak bisa diam saja. Apalagi jika Laura berhasil maka tanpa sengaja dia juga mengambil andil besar memuluskan jalan perempuan licik itu.
Ah, di ujung hati Alana, ia merasa sangat bersalah.
“Tapi Sel, kak Vino sudah seperti keluarga bagiku. Aku berhutang budi padanya,” rengek Alana memohon.
Gisel terdiam mematung tak tahu harus berbuat apa.
“Aku harus kembali dan menolongnya,” ujar Alana berbalik arah. Jika Gisel tak mau membantunya dia akan melakukannya sendiri.
“Alana!” tahan Gisel mencekal pergelangan tangan Alana.
“Sel, aku akan merasa bersalah jika Laura berhasil, aku juga turut andil dalam masalah ini, kita yang merias wajah perempuan itu agar seperti orang yang teraniaya. Sel, aku tidak mau di hantui rasa bersalah jika kak Vino sampai terkena fitnah kejamnya.”
“Lan.” Gisel masih di liputi keraguan.
“Kau tahu Sel, saat kecelakaan yang membuat wajahku buruk rupa ini beberapa tahun yang lalu. Aku kritis bahkan koma, harapan hidupku tipis, pengobatanku membutuhkan biaya yang besar sedangkan keluargaku tidak mampu, kak Vinolah yang membiayai seluruh pengobatanku. Jika tidak ada dia aku pasti sudah tidak ada di dunia ini, aku berhutang nyawa padanya. Aku harus membalas budi baiknya, ” terang Alana dengan mata berkaca-kaca mengenang kebaikan hati pemuda itu padanya.
“Seperti itu kah?” lirih Gisel.
Hati Gisel seketika tersentuh mendengar cerita Alana, ternyata pemuda itu berhati malaikat.
“Dia lelaki yang baik Sel. Dia tidak pantas di perlakukan seperti itu. Aku harus menolongnya apa-pun yang terjadi,” ujar Alana dengan keyakinan.
Gisel menghela napas berat, lalu merangkul tubuh sahabatnya.
“Baiklah kalau begitu kita harus menolongnya,” putus Gisel memutuskan mengambil resiko demi Alana.
“Terima kasih Sel.” Alana menggenggam tangan Gisel.
“Aku juga tidak mau si tampan Zayn jatuh di tangan nenek sihir itu. Lagi pula aku belum siap patah hati,” gurau Gisel dengan manja.
“Ayo kita kembali. Kita tidak punya waktu, perempuan itu akan menjalankan rencananya jangan sampai kita terlambat,” ujar Alana mempercepat langkahnya.
“Kau dengar Zayn ada di kamar sebelah kamar perempuan tadi. Ayo kita ke sana.”
“Jangan sampai nenek sihir itu masuk ke dalam kamar. Maka semuanya akan terlambat ....” semakin cemas saja Alana memikirkan keadaan sahabat kakaknya.
Dua sahabat ini pun bergegas kembali ke tempat mereka merias Laura. Mereka harus bergerak cepat sebelum rencana jahat itu terjadi. Ah mereka tidak punya waktu yang banyak.
Dengan langkah kaki secepat kilat mereka telah berada di lorong kamar.
Langkah dua sahabat ini terhenti, saat melihat wanita berwajah babak belur, dengan pakaian robek itu telah berada di depan kamar yang di maksud di mana keberadaan Zayn berada.
Ah, sial perempuan itu telah mulai menjalankan aksinya.
Mata mereka membulat sempurna saat melihat pintu kamar itu telah terbuka dan Laura bersiap melangkah masuk.
Ya, ampun perempuan itu akan masuk ke dalam kamar untuk melancarkan fitnah kejinya.
"Tunggu!" kompak mereka berteriak untuk menghentikan Laura.
hei ... segini dulu makasih
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!